You are on page 1of 77

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Definisi
Penyakit immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya.1 Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan.1,2 Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa.1

I.2. Etiologi
Immunodefisiensi bisa timbul sejak seseorang dilahirkan (immunodefisiensi kongenital) atau bisa muncul di kemudian hari. diturunkan (herediter).3 Pada beberapa penyakit, jumlah sel darah putihnya menurun; pada penyakit lainnya, jumlah sel darah putih adalah normal tetapi fungsinya mengalami gangguan. Pada sebagian penyakit lainnya, tidak terjadi kelainan pada sel darah putih, tetapi komponen sistem kekebalan lainnya mengalami kelainan atau hilang.3 Immunodefisiensi Immunodefisiensi yang yang didapat didapat lebih biasanya banyak terjadi ditemukan akibat suatu penyakit. dengan Immunodefisiensi kongenital biasanya

diturunkan. Terdapat lebih dari 70 macam penyakit immunodefisiensi yang sifatnya

dibandingkan

immunodefisiensi kongenital.4 Beberapa penyakit hanya menyebabkan gangguan sistem kekebalan yang ringan, sedangkan penyakit lainnya menghancurkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.4 Pada infeksi HIV yang menyebabkan AIDS, virus menyerang dan menghancurkan sel darah putih yang dalam keadaan normal melawan infeksi virus dan jamur.3,5

Berbagai keadaan bisa mempengaruhi sistem kekebalan. Pada kenyataannya, hampir setiap penyakit serius menahun menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan.3 Orang yang memiliki kelainan limpa seringkali mengalami immunodefisiensi. Limpa tidak saja membantu menjerat dan menghancurkan bakteri dan organisme infeksius lainnya yang masuk ke dalam peredaran darah, tetapi juga merupakan salah satu tempat pembentukan antibodi.4 Jika limpa diangkat atau mengalami kerusakan akibat penyakit (misalnya penyakit sel sabit), maka bisa terjadi gangguan sistem kekebalan.4,5 Jika tidak memiliki limpa, seseorang (terutama bayi) akan sangat peka terhadai infeksi bakteri tertentu (misalnya Haemophilus influenzae, Escherichia coli dan Streptococcus). Selain vaksin yang biasa diberikan kepada anak-anak, seorang anak yang tidak memiliki limpa harus mendapatkan vaksin pneumokokus dan meningokokus.3,4 Anak kecil yang tidak memiliki limpa harus terus menerus mengkonsumsi antibiotik selama 5 tahun pertama. Semua orang yang tidak memiliki limpa, harus segera mengkonsumsi antibiotik begitu ada demam sebagai pertanda awal infeksi.1 Malnutrisi (kurang gizi) juga bisa secara serius menyebabkan gangguan sistem kekebalan. Jika malnutrisi menyebabkan berat badan kurang dari 80% berat badan ideal, maka biasanya akan terjadi gangguan sistem kekebalan yang ringan. Jika berat badan turun sampai kurang dari 70% berat badan ideal, maka biasanya terjadi gangguan sistem kekebalan yang berat.2 Infeksi (yang sering terjadi pada penderita kelainan sistem kekebalan) akan mengurangi nafsu makand an meningkatkan kebutuhan metabolisme tubuh, sehingga semakin memperburuk keadaan malnutrisi.2 Beratnya gangguan sistem kekebalan tergantung kepada beratnya dan lamanya malnutrisi dan ada atau tidak adanya penyakit. Jika malnutrisi berhasil diatasi, maka sistem kekebalan segera akan kembali normal.2

I.3. Gejala Klinis


Sebagian besar bayi yang sehat mengalami infeksi saluran pernafasan sebanyak 6 kali atau lebih dalam 1 tahun, terutama jika tertular oleh anak lain.1 Sebaliknya, bayi dengan gangguan sistem kekebalan, biasanya menderita infeksi bakteri berat yang menetap, berulang atau menyebabkan komplikasi. Misalnya infeksi sinus, infeksi telinga menahun dan bronkitis kronis yang biasanya terjadi setelah demam dan sakit tenggorokan. Bronkitis bisa berkembang menjadi pneumonia1 Kulit dan selaput lendir yang melapisi mulut, mata dan alat kelamin sangat peka terhadap infeksi. Thrush (suatu infeksi jamur di mulut) disertai luka di mulut dan peradangan gusi, bisa merupakan pertanda awal dari adanya gangguan sistem kekebalan.1 Peradangan mata (konjungtivitis), rambut rontok, eksim yang berat dan pelebaran kapiler dibawah kulit juga merupakan pertanda dari penyakit immunodefisiensi.1 Infeksi pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare, pembentukan gas yang berlebihan dan penurunan berat badan.1

I.4. Diagnosis
Infeksi yang menetap atau berulang, atau infeksi berat oleh mikroorganisme yang biasanya tidak menyebabkan infeksi berat, bisa merupakan petunjuk adanya penyakit immunodefisiensi.2,3,4 Petunjuk lainnya adalah: Respon yang buruk terhadap pengobatan Pemulihan yang tertunda atau pemulihan tidak sempurna Adanya jenis kanker tertentu Infeksi oportunistik (misalnya infeksi Pneumocystis carinii yang tersebar luas atau infeksi jamur berulang). Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui: jumlah sel darah putih kadar antibodi/immunoglobulin jumlah limfosit T kadar komplemen.2.3.4

I.5. Penatalaksanaan
Jika ditemukan pertanda awal infeksi, segera diberikan antibiotik. Kepada penderita sindroma Wiskott-Aldrich dan penderita yang tidak memiliki limpa diberikan antibiotik sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadinya infeksi. Untuk mencegah pneumonia seringkali digunakan trimetoprim-sulfametoksazol. Obat-obat untuk meningkatkan sistem kekebalan (contohnya levamisol, inosipleks dan hormon thymus) belum berhasil mengobati penderita yang sel darah putihnya sedikit atau fungsinya tidak optimal. Peningkatan kadar antibodi dapat dilakukan dengan suntikan atau infus immun globulin, yang biasanya dilakukan setiap bulan. Untuk mengobati penyakit granulomatosa kronis diberikan suntikan gamma interferon. Prosedur yang masih bersifat eksperimental, yaitu pencangkokan sel-sel thymus dan sel-sel lemak hati janin, kadang membantu penderita anomali DiGeorge. Pada penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat yang disertai kekurangan adenosin deaminase, kadang dilakukan terapi sulih enzim. Jika ditemukan kelainan genetik, maka terapi genetik memberikan hasil yang menjanjikan. Pencangkokan sumsum tulan gkadang bisa mengatasi kelainan sistem kekebalan kongenital yang berat. Prosedur ini biasanya hanya dilakukan pada penyakit yang paling berat, seperti penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat. Kepada penderita yang memiliki kelainan sel darah putih tidak dilakukan transfusi darah kecuali jika darah donor sebelumnya telah disinar, karena sel darah putih di dalam darah donor bisa menyerang darah penderita sehingga terjadi penyakit serius yang bisa berakibat fatal (penyakit graft-versus-host).1,2,3,4,5

6. Pencegahan
Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh penderita penyakit immunodefisiensi: Mempertahankan gizi yang baik Memelihara kebersihan badan Menghindari makanan yang kurang matang
4

Menghindari kontak dengan orang yang menderita penyakit menular Menghindari merokok dan obat-obat terlarang Menjaga kebersihan gigi untuk mencegah infeksi di mulut Vaksinasi diberikan kepada penderita yang mampu membentuk antibodi.3,4

Kepada penderita yang mengalami kekurangan limfosit B atau limfosit T hanya diberikan vaksin virus dan bakteri yang telah dimatikan (misalnya vaksin polio, MMR dan BCG).1 Jika diketahui ada anggota keluarga yang membawa gen penyakit immunodefisiensi, sebaiknya melakukan konseling agar anaknya tidak menderita penyakit ini.3 Beberapa penyakit immunodefisiensi yang bisa didiagnosis pda janin dengan melakukan pemeriksaaan pada contoh darah janin atau cairan ketuban: Agammaglobulinemia Sindroma Wiskott-Aldrich Penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat Penyakit granulomatosa kronis.1,2

I.7. Pembagian Penyakit Imunodefisiensi


Penyakit imunodefisinesi primer karena kelainan genetik herediter. Penyakit imunodefisiensi sekunder terjadi akibat penyakit primer lainnya misal infeksi, kemoterapi, sitostatika, radiasi, imunosupresan. Penyakit imunodefisiensi sekunder juga karena dapat terjadi pada lansia dan malnutrisi.4,5 Berdasar komponen sistem imun yg terjangkit: Defisiensi imunitas humoral Defisiensi imunitas seluler Defisiensi imunitas humoral dan seluler Defisiensi komplemen dan sistem fagositik 2

Penyakit imunodefisiensi kongenital (primer) Menunjukkan gejala klinik pada masa anak (6 bln 2 th) berwujud infeksi berulang. 1. Penyakit dimana terdapat kadar antibodi yang rendah
-

Common variable immunodeficiency Kekurangan antibodi selektif (misalnya kekurangan IgA) Hipogammaglobulinemia sementara pada bayi Agammaglobulinemia X-linked5

2. Penyakit dimana terjadi gangguan fungsi sel darah putih * Kelainan pada limfosit T
-

Anomali DiGeorge Kandidiasis mukokutaneus kronis

* Kelainan pada limfosit T dan limfosit B


-

Ataksia-teleangiektasia Penyakit imunodefisiensi gabungan yang berat Sindroma Wiskott-Aldrich Sindroma limfoproliferatif X-linked5

3. Penyakit dimana terjadi kelainan pada fungsi pembunuh dari sel darah putih
-

Sindroma Chediak-Higashi Penyakit granulomatosa kronis Kekurangan leukosit glukosa-6-fosfatas dehidrogenasi Kekurangan mieloperoksidase5

4. Penyakit dimana terdapat kelainan pergerakan sel darah putih


-

Kelainan perlekatan leukosit Hiperimmunoglobulinemia E5

5. Penyakit dimana terdapat kelainan pada sistem komplemen


-

Kekurangan komplemen komponen 3 (C3) Kekurangan komplemen komponen 6 (C6) Kekurangan komplemen komponen 7 (C7) Kekurangan kompleman komponen 8 (C8)5

Penyakit imunodefisiensi yang didapat (sekunder) : 1. Penyakit keturunan dan kelainan metabolisme
-

Diabetes Sindroma Down Gagal ginjal Malnutrisi Penyakit sel sabit5

2. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan


-

Kemoterapi kanker Kortikosteroid Obat immunosupresan Terapi penyinaran5

3. Infeksi
-

Cacar air Infeksi sitomegalovirus Campak Jerman (rubella kongenital) Infeksi HIV (AIDS) Mononukleosis infeksiosa Campak Infeksi bakteri yang berat Infeksi jamur yang berat Tuberkulosis yang berat5

4. Penyakit darah dan kanker


-

Agranulositosis Semua jenis kanker Anemia aplastik Histiositosis Leukemia Limfoma Mielofibrosis Mieloma5
7

5. Pembedahan dan trauma


-

Luka bakar Pengangkatan limpa5

6. Lain-lain
-

Sirosis karena alkohol Hepatitis kronis Penuaan yang normal Sarkoidosis Lupus eritematosus sistemik.5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1. Agammaglobulinemia tipe Bruton X linked
LATAR BELAKANG Agammaglobulinemia X-linked (XLA), atau agammaglobulinemia Bruton, adalah penyakit immunodeficiency kongenital disebabkan oleh mutasi pada gen yang berisi kode tirosin kinase Bruton (BTK).2,6 Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Bruton pada tahun 1952. BTK sangat penting untuk pematangan sel pra-B dan diferensiasi menjadi sel B yang matang.Gen cacat BTK telah dipetakan kelengan panjangkromosom Xpada pitaXq21.3 ke pita Xq22, yang mencakup 37.5kb dengan 19 ekson membentuk 659 asam amino untuk menyelesaikantirosin kinasesitosol BTK.2,6

PATOFISIOLOGI Dengan tidak adanya BTK, limfosit B tidak dapat berdiferensiasi atau matang. Tanpa sel limfosit yang matang, antibody yang memproduksi sel plasma juga tidak ada. Akibatnya, organ-organ retikuloendothelial dan organ-organ limfoid tempat dimana selsel ini berproliferasi, berdiferensiasi dan disimpan kurang berkembang. Limpa, kelenjar tonsil, kelenjar adenoid, plak Peyer di usus, dan kelenjar getah bening perifer dapat mengecil atau tidak ada pada individu dengan Agammaglobulinemia X-linked (XLA). 2,6 Pengkodean protoonkogen untuk BTK telah dikloning dan telah ditentukan genomnya, memungkinkan dapat melakukan suatu analisis mendalamtentang peranBTK dan tanda-tanda molekul lain dari diferensiasi sel B. 2,6
Mutasi padamasing-masing 5domainBTK dapat menyebabkan penyakit, yang paling umum adalah mutasi missense. Kebanyakan mutasi menyebabkan pemotongan dari enzimBTK. Mutasi ini mempengaruhi residu dalam protein sitoplasmadan BTK sangat bervariasi dan tersebar merata di seluruh molekul.Namun demikian, tingkat keparahan penyakit tidak dapat diprediksi oleh mutasi spesifik. Sekitar sepertiga dari mutasi titik mempengaruhi CGG, yang biasanya mengkode untuk residu arginin. 2,6

BTK diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi limfosit B. Pria dengan XLA tidak mempunyai atau hampir tidak mempunyai limfosit B dan sel plasma. XLAadalah penyakit kongenital yangdapat menyerang 1 dari 250.000 laki-laki. Perempuan merupakan carrier yang tidak memiliki manifestasiklinis. Infeksi dimulai begituantobodi imunoglobulin G(IgG) maternal telahdikatabolisme, biasanya sekitar usia 6 bulan. 2,6

DIAGNOSIS Deteksi dan diagnosis dini sangat penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas awal dari infeksi sistemik dan paru. Diagnosis dikonfirmasi oleh nilai abnormal yang rendah atau tidak adanya limfosit B matang, serta ekspresi yang rendah atau tidak adanya rantai berat pada permukaan limfosit. Sebaliknya,limfosit T kadarnya

meningkat. Penentu pokok XLA adalah tidak adanya asam BTK ribonukleat (RNA) atau protein. Analisis molekuler spesifik dibuat oleh untai tunggal polimorfisme konfirmasi (SSCP), analisis DNA langsung, denaturing elektroforesis gel gradien, atau reverse transcriptase-polymerase chain reaction untuk mencari mutasi BTK. SSCP juga digunakan untuk evaluasi prenatal, yang dapat dilakukan melalui pengambilan sampel chorionic villus atau amniocentesis ketika seorang ibu diketahui sebagai carrier. IgG tingkat kurang dari 100 mg / dL mendukung diagnosis. 2,6 Jarang sekali diagnosis dibuat pada orang dewasa di dekade kedua kehidupan mereka. Hal ini diduga disebabkan oleh mutasi pada protein, bukan karena tidak lengkap.
2,6

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Frekuensi dar XLA adalah sekitar 1 kasus per 250.000 penduduk. Dua pertiga kasus adalah keturunan, dan sepertiga dari kasus diyakini muncul dari mutasi baru. 2,6 Internasional Insiden XLA seluruh dunia tidak berbeda jauh secara signifikan dengan Amerika Serikat.
2,6

10

Mortalitas /Morbiditas Kebanyakan pria dengan X-linked agammaglobulinemia(XLA) hidup sampaiusia 40-an. Prognosisbaik jika pengobatan dimulai sejak dini, idealnya jika imunoglobulin intravena G (IVIG) dimulai sebelum individu tersebut berusia 5 tahun. Bahkan dengan pengobatan, pasien tetap dapat memiliki infeksi paru kronis, penyakit kulit, penyakit radang usus (kolitis ulserativadan penyakit Crohn), dan komplikasisistem sarafpusatakibat infeksienterovirus. 2,6

Ras XLA tidak menunjukkan kecenderungan untuk ras tertentu. 2,6

Seks AgammaglobulinemiaBruton adalah penyakit terkait-X, dengan hanya keturunan laki-laki yang terpengaruh. Kebanyakan kasus diwariskan, namun, jarang penyakit ini bermanifestasi sebagai konsekuensi dari mutasi spontan. Mutasi pada gen untuk gen Mu berat (IGHM), gen imunoglobulin-alfa, dan lambda-5 gen dapat menyebabkan agammaglobulinemia, dengan kurang dari 1%CD19ekspresisel B. Tidak ada perempuan carrier terdapat manifestasi klinis dari mutasiBTK. 2,6

Usia Bayi laki-laki menjadi terpengaruh oleh X-linked agammaglobulinemia(XLA) ketika antibodi ibu menurun biasanya setelah usia4-6 bulan. Jika ibu telah diidentifikasi sebagai pembawauntuk penyakit ini, chorionic villi sampling atau amniosentesis dapat dilakukan untukmengumpulkan limfosit janin di dalam rahim. Saat lahir, sampel darah dari tali pusat dapat diuji untuk penurunan CD19+sel B dan untuk peningkatan sel Tmatangmelalui analisisfluorocytometric. Anak-anak biasanya memanifestasikan klinis penyakit ini pada usia3-9 bulan dengan pneumonia,otitis media, selulitis, meningitis, osteomielitis, diare, atau sepsis. Jarang terjadi kasus yang pada orang dewasa didekade kedua mereka yang telah didiagnosa dengan bentuk lebih ringan XLA dianggap karena mutasi bukan karena tidak adanya protein. 2,6

11

GEJALA KLINIK Bayi laki-laki dengan X-linked agammaglobulinemia (XLA), atau

agammaglobulinemia Bruton, dapat muncul secara fisik lebih kecil dari bayi laki-laki tanpa XLA karena pertumbuhan dan perkembangan tertunda dari infeksi berulang. 2,6 Pada pemeriksaan, kelenjar getah bening, amandel, dan jaringan limfoid lain mungkin sangat kecil atau tidak ada. 2,6 Penyakit ini didiagnosis ketika bayi laki-laki berulang kali menjadi sakit dengan infeksi sinopulmonary, otitis media, dan infeksi kulit stafilokokus dan konjungtivitis yang tidak merespon baik terhadap terapi antibiotik. Infeksi parah mungkin terkait dengan neutropenia. 2,6 Diare akibat Giardia, C jejuni, Shigella, dan infeksi Salmonella mungkin tanda klinis XLA. 2,6 Pioderma gangrenosum - borok seperti dan selulitis dari ekstremitas bawah dapat dilihat pada X-linked (Bruton) agammaglobulinemia 6

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y y y y y

Acrodermatitis Enteropathica Ataxia-Telangiectasia Atopic Dermatitis Avitaminosis A Common Variable Immunodeficiency Severe Combined Immunodeficiency6

LABORATORIUM Dengan pengukuran kuantitatif IgG, IgM, imunoglobulin E (IgE), dan imunoglobulin A (IgA) tingkat. Tingkat IgG harus diukur pertama, sebaiknya setelah usia 6 bulan, ketika tingkat penurunan. IgG ibu dibawah 100 mg / dL biasanya menunjukkan agammaglobulinemia terkait-X (XLA). Deteksi IgG, IgA, IgM, IgE dan tingkat berkaitan dengan usia. Biasanya, IgM dan IgA tidak terdeteksi. Semua tingkat berkurang pada pria dengan XLA. 6

12

Setelah tingkat antibodi yang terdeteksi sebagai abnormal rendah, konfirmasi dicapai dengan menggunakan analisis fluorocytometric penanda B-limfosit dan Tlimfosit. CD19 + sel B tingkat yang lebih rendah dari 100 mg / dL merupakan diagnostik XLA. Pada analisis fluorocytometric, T-sel nilai (CD4 + dan CD8 +) biasanya meningkat.6 Analisis lebih lanjut dapat dibuat dengan mendeteksi respon IgG terhadap sel Tdependent dan sel T-independen antigen dengan pemberian imunisasi, seperti vaksin 23valent pneumokokus konjugasi (sel T-independen tanggapan) atau tetanus, difteri, dan H influenzae tipe b imunisasi (T-sel yang tergantung respon). 6

PENATALAKSANAAN Medika Mentosa Tidak ada terapi kuratif ada untuk X-linked agammaglobulinemia (XLA), atau agammaglobulinemia Bruton. Pengobatan untuk XLA adalah IVIG. Dosis tipikal adalah 400-600 mg / kg / bln diberikan setiap 3-4 minggu. Dosis dan interval dapat disesuaikan berdasarkan respon klinis individu. Terapi harus dimulai pada usia 10-12 minggu. Pemeliharaan tingkat IgG dari 500-800 mg / dL dianjurkan. Terapi harus dimulai pada usia 10-12 minggu. Saat ini, tidak ada bukti mendukung bahwa salah satu merek tertentu atau cara pemberian (IV vs SC) lebih baik dari yang lain. 2,6 Antibiotik, seperti amoksisilin dan amoksisilin / klavulanat, diberikan untuk infeksi sinopulmonary umum.Seftriakson intravena dapat digunakan untuk infeksi kronis, pneumonia, atau sepsis. Infeksi dengan Streptococcus pneumokokus, khususnya, mungkin memerlukan seftriakson, sefotaksim, atau vankomisin. 2,6 Bronkodilator, inhaler steroid, dan tes fungsi paru teratur (setidaknya 3-4 kali setahun) mungkin merupakan bagian yang diharuskan dari terapi selain antibiotik. 2,6 Manifestasi dermatologi kronis dermatitis atopik dan eksim dikendalikan dengan lotion pelembab sehari-hari dan steroid topikal. 2,6 Suplementasi gizi dengan multivitamin dianjurkan.6

13

Perawatan Bedah Intervensi bedah untuk X-linked agammaglobulinemia (XLA) dibatasi untuk infeksi akut parah atau infeksi kronis tidak responsif. Prosedur yang paling umum melibatkan mengobati pasien dengan otitis berulang dengan memasukkan tabung tympanostomy dan mengobati pasien dengan sinusitis kronis dengan drainase bedah.6

Diet Pasien dengan XLA harus mengikuti diet normal dan dilengkapi dengan multivitamin. Tidak ada batasan diet khusus untuk XLA, meskipun diet rendah lemak mungkin diperlukan untuk pasien dengan penyakit inflamasi usus6

Kegiatan Pasien dengan XLA tidak memiliki keterbatasan fisik tertentu. Tidak merokok atau tidak terpapar asap rokok sangat dianjurkan untuk pasien karena risiko peningkatan infeksi sinopulmonary.6

PENCEGAHAN Keluarga dengan gen bermutasi dapat dikenal sebelum lahir dievaluasi untuk lebih mempersiapkan untuk perawatan bayi. Pengujian dilakukan melalui amniosentesis atau pengambilan sampel chorionic villi. Setelah lahir, pengujian dilakukan pada darah tali pusat.6

KOMPLIKASI Komplikasi bagi penderita XLA termasuk infeksi sinopulmonary kronis, infeksi enterovirus dari sistem saraf pusat, terjadinya peningkatan penyakit autoimun, dan infeksi kulit.6

PROGNOSA Pasien dengan XLA dapat hidup sampai akhir 40-an mereka. Prognosis baik selama pasien didiagnosis dan diobati secara dini dengan terapi gamma globulin intravena secara teratur sebelum gejala sisa dari infeksi berulang muncul.6
14

IVIG bertanggung jawab untuk meningkatkan tingkat ketahanan hidup, dengan pengobatan awal sebaiknya sebelum pasien berusia 5 tahun.6

EDUKASI Pasien dan keluarga mereka harus memahami sifat dari penyakit dan pentingnya pengobatan dini. Identifikasi dan pengobatan infeksi yang umum diperlukan untuk prognosis yang lebih baik. Konseling genetik direkomendasikan untuk orang tua dan saudara perempuan laki-laki yang terpengaruh. Karakterisasi molekuler dan deteksi pembawa informatif di 95% keluarga.6

2.

Common Variable Immunodeficiency (CVI)


LATAR BELAKANG CVID adalah gangguan yang melibatkan berikut: (1) rendahnya tingkat sebagian besar atau semua immunoglobulin (Ig), (2) kurangnya limfosit B atau sel plasma yang mampu memproduksi antibodi, dan (3) seringnya terserang infeksi bakteri. Diagnosis CVID dipakai untuk mereka yang memiliki disfungsi sel-B tak terdefinisi. 2,7 CVID mempunyai banyak ragam, baik dalam presentasi klinis dan dalam jenis kekurangan. Meskipun penurunan kadar serum imunoglobulin G (IgG) dan

imunoglobulin A (IgA) yang khas, sekitar 50% dari pasien dengan defisiensi ini juga telah mempunyai serum imunoglobulin M (IgM) yang tinggi dan disfungsi limfosit T. Sekitar 20% dari mereka dengan CVID mengembangkan penyakit autoimun 2,7

PATOFISIOLOGI Pada pasien dengan imunodefisiensi umum variabel(CVID), banyak kelainan sistem kekebalan yang dilaporkan, yang paling umum yang rusak adalah pembentukan antibodi. Beberapa pasien CVID mungkin memiliki cacat dalam kemampuan selTmembantu sel B, dan/atau B-sel respon terhadapT-sel. Secara umum jumlah sel B cukup, namun terdapat cacat pada proses diferensiasi atau fungsi terminalnya. Cacat tersebut berupa kegagalan sel B untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma sehingga

15

pembentukan imunoglobulin kurang memadai jumlahnya atau berupa kelainan intrinsik pada sel B sendiri2,7

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Prevalensi immunodeficiency variabel umum (CVID) adalah sekitar 1 kasus per 50.000 penduduk.7 Internasional Prevalensi internasional mirip dengan yang di Amerika Serikat.7

Mortalitas / Morbiditas Tingkat kelangsungan hidup 20-tahun adalah 64% untuk pasien pria dan 67% untuk pasien wanita.Secara umum, tingkat kelangsungan hidup yang diharapkan untuk pasien pria dan wanita adalah 92% dan 94% masing-masing.Kematian dapat terjadi akibat berbagai penyebab.7

Ras CVID tidak menunjukkan kecenderungan untuk ras tertentu.7

Seks CVID sama mempengaruhi pria dan wanita.7

Usia CVID dapat terjadi pada bayi, anak-anak, remaja, atau bahkan tahun-tahun 20-40 baya atau lebih tua. CVID dapat menjadi jelas setiap saat dari bayi sampai setelah dekade keempat kehidupan. Puncak onset terjadi pada anak usia 1-5 tahun dan pada orang berusia 16-20 tahun. Lebih dari dua pertiga pasien berusia 21 tahun atau lebih ketika CVID didiagnosis.7

16

GEJALA KLINIS Lima fenotipe klinis yang berbeda telah digambarkan untuk umum variabel immunodeficiency (CVID):. Ada komplikasi, autoimunitas, infiltrasi limfositik poliklonal, enteropati, dan keganasan limfoid. Dalam setiap pasien dengan riwayat medis masa lalu dari CVID, 3 komplikasi harus diperhatikan: infeksi berulang, fenomena autoimun, dan keganasan.2,7 Pasien dengan CVID sering memiliki riwayat infeksi berulang.

Infeksi yang berulang sering mempengaruhi saluran pernafasan atas dan bawah. Pasien datang ke perhatian medis karena penyakit menular pada saat onset, yang paling umum adalah otitis media, diare, pneumonia, dan sinusitis. Hampir semua memiliki infeksi akut dan berulang.. 2,7 Diare persisten dan malabsorpsi disebabkan oleh infeksi Giardia lamblia terjadi pada pasien dengan CVID. Gejala umumnya sembuh setelah pengobatan dengan metronidazol. Etiologi infeksi dan autoimun adalah penyebab paling mungkin untuk diare kronis parah. Keganasan pada saluran pencernaan tidak menyebabkan diare. 2,7 Anak-anak kecil mungkin sulit berkembang karena sering infeksi atau penyakit saluran pencernaan. 2,7

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y

Bruton Agammaglobulinemia Severe Combined Immunodeficiency7

LABORATORIUM Umum immunodeficiency variabel (CVID) dapat didiagnosis setelah terjadi cacat pembentukan antibodi fungsional. Biasanya, pasien mengalami penurunan (tidak ada) serum IgA dan IgG, kadang-kadangpenurunan kadar IgM serum tanpa adanya penyebab lain yang dikenal defisiensi antibodi.7 Dibandingkan dengan pasien dengan X-linked agammaglobulinemia, pasien dengan CVID umumnya memiliki lebih tinggi tingkat serum Ig. Kisaran referensi untuk serum Ig bervariasi dengan usia pasien, dan hasil Ig harus dievaluasi atas dasar usia.7

17

Meskipun elektroforesis dan immunoelectrophoresis tidak diterima teknik untuk kuantifikasi tingkat Ig, imunodifusi radial atau metode immunoturbidimetric tetap berharga. 7 Mengukur tingkat mediator dan sitokin seperti IL-2, IL-4, IL-5, interleukin 6 (IL6), interferon gamma, dan tumor necrosis factor dalam supernatan kultur adalah alat lain yang berguna. 7 Metode lain adalah pengukuran kadar Ig disekresikan dalam supernatan kultur. Hitungan darah lengkap dan tes autoantibody dapat membantu juga. Anemia sekunder untuk proses autoimun dapat dideteksi. Limfopenia parah dapat menunjukkan bahwa pasien menderita penyakit imunodefisiensi parah gabungan atau primer sel T cacat. 7

PENATALAKSANAAN Andalan pengobatan untuk immunodeficiency variabel umum (CVID) adalah Ig terapi pengganti. Meskipun mahal, terapi penggantian Ig menghentikan siklus infeksi berulang.2,7 Ig dapat diberikan intravena atau subkutan. Solusi imunoglobulin intravena 312% (IVIG) dapat digunakan secara teratur untuk mempertahankan tingkat palung dari 400-500 mg / dL pada orang dewasa. Sebuah dosis 400-600 mg / kg setiap 2-4 minggu biasanya dibutuhkan. Pada pasien dengan kerusakan paru-paru struktural, tingkat dosis pemeliharaan 700-800 mg / dL diperlukan. 2,7 Larutan injeksi subkutan 16% immunoglobulin IV (SCIG) juga merupakan pengobatan yang efektif pada pasien dengan akses intravena yang sulit. Seperti yang diharapkan, volume yang diperlukan untuk mencapai tingkat endapan yang memadai jauh lebih tinggi dengan SCIG dibandingkan dengan IVIG. Dosis 160 mg / kg / minggu sebanding dengan dosis IVIG 400 mg / kg / bln. 2,7 Reaksi negatif terhadap Ig administrasi harus dipantau selama terapi. Reaksi yang paling umum termasuk sakit punggung, mual, muntah, menggigil, demam, mialgia, dan kelelahan. Efek samping terjadi dalam waktu 30 menit infus dan biasanya berlangsung selama beberapa jam. Memperlambat laju infus selama beberapa menit sangat membantu dalam mencegah gejala. Efek dapat diobati dengan antipiretik, diphenhydramine, dan / atau kortikosteroid. Meskipun reaksi anafilaksis untuk IVIG jarang terjadi, pasien dengan
18

defisiensi IgA memiliki peningkatan risiko untuk efek ini. Jangka panjang akses intravena tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan risiko infeksi. 2,7 Transmisi agen infeksi selama infus telah menyebabkan masalah di masa lalu. Meskipun tidak ada kasus infeksi HIV telah dikaitkan dengan Ig terapi, penularan virus hepatitis C telah dilaporkan. Metode terbaru dari inaktivasi virus membantu mencegah penularan. Metode-metode termasuk pengobatan dengan pelarut organik dan deterjen, pasteurisasi, dan penyimpanan pada pH rendah. Di Amerika Serikat, produk Ig berasal dari plasma manusia dikumpulkan, yang mengalami proses manufaktur yang mencakup fraksinasi etanol dingin dan langkah inaktivasi virus. 2,7 Pada kebanyakan pasien, CVID respons yang baik dengan terapi Ig. Terulangnya infeksi, gejala rematik, dan tingkat keparahan dan / atau kejadian penyakit autoimun dikurangi. Penyakit gastrointestinal menunjukkan sedikit perbaikan dengan IVIG. Pada beberapa pasien dengan penyakit autoimun yang berat, penggunaan bersamaan dari steroid atau obat imunosupresif lainnya mungkin diperlukan. 2,7 Siklosporin A telah berhasil digunakan pada pasien dengan pneumonitis interstisial limfoid dan CVID. Pemberian anti-CD20 antibodi monoklonal telah digunakan untuk mengobati trombositopenia autoimun dan neutropenia. Studi yang dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas IL-2 administrasi dalam hubungannya dengan polietilen glikol. Hasil awal penelitian in vitro menunjukkan peningkatan produksi Ig oleh limfosit B. 2,7 Terapi antimikroba harus dimulai pada tanda pertama infeksi. Sebuah spektrum sempit obat harus digunakan bila hasil sensitivitas tersedia. Penggunaan profilaksis antibiotik harus dihindari karena peningkatan risiko infeksi jamur atau organisme resisten lainnya. 2,7 Terapi khusus sering diperlukan untuk menargetkan sistem organ yang terlibat. Misalnya, pasien dengan penyakit paru kronis sering mengembangkan penyakit saluran napas obstruktif yang memerlukan pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dan obat asma lain. 2,7

19

PENCEGAHAN Karena setidaknya beberapa pasien CVID dapat menghasilkan titer antibodi pelindung, orang harus mempertimbangkan masuknya vaksin polisakarida dalam program imunisasi untuk mereka 2,7

KOMPLIKASI Dalam setiap pasien dengan riwayat medis masa lalu dari immunodeficiency variabel umum (CVID), 3 komplikasi berikut ini harus dipertimbangkan : berulang infeksi, fenomena autoimun, keganasan.7 Kematian dapat terjadi. Penyebab umum kematian pada pasien dengan CVID adalah limfoma. Penyebab lainnya adalah cor pulmonale sekunder terhadap infeksi paru kronis, gagal hati yang disebabkan oleh hepatitis virus atau autoimun, kekurangan gizi akibat penyakit saluran cerna, dan infeksi virus lainnya. Faktor yang terkait dengan kematian termasuk rendahnya tingkat IgG, sel T kurang sensitif terhadap antigen, dan persentase yang rendah sel B perifer.7 Komplikasi lainnya termasuk sinusitis kronis, trombositopenia autoimun yang berat, dan anemia hemolitik.7

PROGNOSA Prognosis tergantung pada adanya penyakit autoimun yang berat, infeksi berulang yang menyebabkan kerusakan paru-paru struktural, dan perkembangan keganasan.7 Faktor utama lainnya dalam menentukan prognosis adalah tingkat kerusakan akhir organ dan keberhasilan profilaksis terhadap infeksi di masa depan.7 Infiltrasi limfositik poliklonal adalah prediktor klinis yang terkait dengan risiko 5 kali lipat dari keganasan limfoid. 7

EDUKASI Pasien dan keluarga mereka harus dididik tentang tanda-tanda awal infeksi sehingga pengobatan agresif tidak ditunda.

20

3.

Defisiensi Ig A selektif
LATAR BELAKANG Defisiensi IgA selektif adalah penyakit imunodefisiensi primer dan yang paling umum dari kekurangan antibodi primer. Defisiensi IgA selektif didefinisikan sebagai imunoglobulin serum tidak terdeteksi Tingkat (IgA) dengan nilai a <5 mg / dL (0,05 g / L) pada manusia. Partial Defisiensi IgA selektif mengacu pada tingkat IgA terdeteksi tetapi menurun yang lebih dari 2 standar deviasi di bawah normal sesuai usia 2,8 Defisiensi IgA selektif umumnya terkait dengan limfosit B normal di darah tepi, CD4 yang normal + dan CD8 + T sel, dan, biasanya, neutrofil normal dan jumlah limfosit. Anti-IgA autoantibodi dari IgG dan / atau IgE isotipe mungkin ada. Darah perifer juga dapat dipengaruhi oleh cytopenias autoimun, misalnya, trombositopenia autoimun, [3, 4] dan pasien mungkin memiliki fenomena autoimun lainnya. 2,8 IgA pertama kali diidentifikasi oleh Graber dan Williams pada tahun 1952; sepuluh tahun kemudian, pasien pertama dengan IGAD digambarkan. 2,8

PATOFISIOLOGI Defisiensi IgA selektif adalah penyakit immunodeficiency primer diduga akibat dari kegagalan diferensiasi terminal di IgA positif sel B. 8

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Minimal, sebuah diperkirakan 250.000 orang telahDefisiensi IgA selektif di Amerika Serikat. Dalam Amerika Afrika, prevalensi adalah 1 kasus per 6000 orang..8 Internasional Faktor yang terkait dengan prevalensi Defisiensi IgA selektif termasuk riwayat keluarga dan negara asal. Studi menunjukkan bahwa saudara-saudara memiliki tingkat prevalensi 7,5% dari Defisiensi IgA selektif, yang merupakan 38 kali lipat lebih tinggi dari donor yang tidak berhubungan. Prevalensi serologi dari Defisiensi IgA selektif bervariasi 100 kali lipat di antara populasi8

21

Mortalitas / Morbiditas IGAD lebih sering pada orang dewasa dengan penyakit paru kronis dari dalam, sehat usia-cocok subyek kontrol .8

Ras Defisiensi IgA selektif terjadipada orang Arabpada tingkat1 kasus per142 orang,pada orang putih pada tingkat1 kasus per500-700 orang, pada orang Amerika Afrika pada tingkat 1 kasus per6000 orang, dan pada orang Asia pada tingkat 1 kasus per 14,840-18,500 orang8

Seks Sebuah studi dari 7293 relawan Austria menunjukkan frekuensi yang lebih besar dari SigAD pada pria dibandingkan pada wanita(0,19% vs 0,014%) dan frekuensi yang lebih besar di bawah normal IgAserum(0,07-0,7 g / L) pada pria (2,66%) dibandingkan pada wanita(0,93%). 8

Usia Penyakit inidapat didiagnosis pada orang dari segala usia. Rata-rata serum IgA meningkatkan tingkat0,2 0,06g / Lper dekade kehidupan.8

GEJALA KLINIS Pasien datang dengan berbagai tanda berulang infeksi saluran pernapasan; termasuk pembengkakan, nyeri, atau nyeri tekan pada palpasi pada sinus-sinus maksila dan frontal; otorrhea kronis dan / atau membran timpani bekas luka atau berlubang dan ketajaman pendengaran menurun atau bahkan ketulian; nasal discharge kronis, demam ; produktif atau batuk produktif, dan dyspnea. Temuan GI mungkin termasuk perut kembung, nyeri fokus untuk palpasi langsung (tanpa rebound), kram setelah makan, nyeri menyebar, dan gerak peristaltik yang meningkat. 2,8

22

DIAGNOSIS DIFERENSIAL y y y y y Ataxia-Telangiectasia Combined B-Cell and T-Cell Disorders IgG subclass deficiency and/or specific polysaccharide antibody deficiency Severe Combined Immunodeficiency Wiskott-Aldrich Syndrome8

LABORATORIUM Imunoglobulin Kekurangan (IGAD) didefinisikan sebagai tingkat IgA serum tidak terdeteksi. Di masa lalu, ini biasanya dikonfirmasi dengan metode imunodifusi tingkat rendah radial (batas bawah deteksi adalah 50 mg / mL [5 mg / dL]). Namun, tes ini jarang dilakukan dalam praktek saat ini, dan hasil yang biasanya dilaporkan sebagai <0,07 g / L atau <0,05 g / L. Batas bawah deteksi berbeda, tergantung pada kepekaan metode yang digunakan. Hal ini biasanya 0,05-0,1 g / L untuk nephelometry, 0,05 g / L (5 mg / dL) untuk tingkat rendah piring imunodifusi radial, dan 0,0016 g / L untuk teknik inhibisi hemaglutination. 8

PENATALAKSANAAN Perawatan medis Pendekatan terhadap pengobatan meliputi identifikasi kondisi komorbiditas; langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi risiko infeksi, dan prompt,perawatan yang ketat, dan efektif infeksi. Bedah sinusendoskopi fungsional sering dapat membantu meringankan obstruksi kronis dan drainase. Tabung tympanostomy juga dapat membantu dalam mengurangi resiko penurunan pendengaran dan perkembangan bicara sekunder cacat pada anak dengan otitis supuratif kronis yang berhubungan dengan defisiensi antibodi.8

Perawatan Bedah Beberapa pasien dengan sinusitis berulang memerlukan intervensi bedah untuk drainase.8

23

PENCEGAHAN Pencegahan primer untuk Defisiensi IgA selektif belum dikembangkan. Jika dipertimbangkan obat sebagai penyebab IGAD, itu harus dihentikan.8 Pencegahan sekunder bergantung terutama pada vaksinasi untuk meningkatkan IgG dan IgM spesifik. Dalam situasi di mana air murni dan didekontaminasi tidak dapat dijamin, tindakan pencegahan seperti air minum mendidih dapat membantu mencegah infeksi GI seperti giardiasis atau Cryptosporidiosis. Peran antibiotik profilaksis adalah kontroversial karena mereka dapat meningkatkan bahaya infeksi dengan bakteri resisten atau jamur.8 Pencegahan tersier meliputi (1) pengobatan antibiotik yang cepat untuk infeksi saluran pernapasan, (2) identifikasi mikroba patogen diare dan pengobatan khusus, (3) modifikasi diet untuk sindrom malabsorpsi, dan (4) menggunakan sel dicuci dan / atau IgA miskin darah jika seluruh darah yang dibutuhkan, dan penyaringan untuk antiantibodi IgA jika reaksi terhadap produk darah terjadi (tidak rutin dilakukan).8

4.

Sindroma DiGeorge (Hipoplasia Timus)


LATAR BELAKANG DiGeorge syndrome (DGS) sekarang dipahami sebagai hilangnya kromosom 22q11. Dr DiGeorge yang pertama kali menjelaskan DGS, pada tahun 1965. 2,9 Dr DiGeorge adalah orang pertama yang memberikan contoh-contoh klinis pada manusia menunjukkan bahwa timus terlibat dalam fungsi kekebalan tubuh, kemudian baru diketahui bahwa sistem kekebalan tubuh itu terdiri dari 2 elemen yang berbeda: elemen (sel B) humoral dan diperantarai sel (sel T) elemen. Dia menggambarkan kasus dari 4 bayi dengan hipoplasia thymus, hipoparatiroidisme , dan infeksi berulang. 2,9

PATOFISIOLOGI DGS adalah hilangnya kromosom 22q11 dimana terdapat penghapusan 2-3 juta pasang basa (Kb) pada lengan panjang kromosom 22. Daerah ini rawan mikrodelesi karena kehadiran nonallelic, mengapit, rendah salinan sekuens DNA berulang di daerah, yang mengarah pada tidak sama menyeberang antara dua 22s kromosom selama meiosis. Penghapusan satu gen kritis atau gen bersebelahan beberapa diduga menjadi dasar dari
24

sindrom ini. Meskipun beberapa gen di daerah ini telah dipetakan, yang gen boleh dihapus untuk menyebabkan sindrom ini masih belum diketahui. Gen TBX1 mungkin satu gen penting di kawasan dihapus. Beberapa pasien memiliki penataan ulang kromosom yang melibatkan kromosom 22.9 Mutasi pada gen TBX1 pada individu dengan fenotip DGS tapi tanpa mikrodelesi 22q11.2 telah ditemukan, menunjukkan bahwa gen ini adalah gen kritis. Hasil penghapusan ini adalah cacat saat pengembangan yang melibatkan kantung faring ketiga dan keempat yang disebabkan oleh cacat migrasi dari sel pial neural pada minggu keempat embriogenesis. Bagian-bagian dari kepala, jantung dan leher, timus, dan paratiroid ini berasal dari kantong faringeal9.

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Perkiraan DGS 1 per 2000-4000 pada populasi umum. Hal ini sering menjadi penyebab bibir sumbing dan cacat jantung bawaan. 9 Internasional Insiden DGS adalah sama seperti di Amerika Serikat. 9

Mortalitas / Morbiditas Aspek jantung dari DGS mengarah pada morbiditas dan mortalitas terbesar. Cacat jantung yang diamati dalam 74-80% dari pasien yang terkena. Hanya sebagian kecil pasien mengalami infeksi berulang parah sekunder terhadap sel T immunodeficiency karena hipoplasia thymus parah. Gagal tumbuh dapat diamati selama masa bayi awal pada mereka dengan bibir sumbing dan kesulitan menelan. Komplikasi jangka panjang mungkin termasuk ketidakmampuan belajar, keterbelakangan mental ringan, dan gangguan kejiwaan. 9

Ras Tidak ada kecenderungan ras atau etnis telah diidentifikasi. 9

25

Seks Pria dan wanita tampaknya sama-sama terpengaruh. 9

Usia Ini adalah kondisi bawaan, tetapi usia saat didiagnosis sangat tergantung pada tingkat keparahan dan jenis cacat lahir. Jadi, orang dengan cacat jantung lebih serius, hipokalsemia, atau keduanya pada periode neonatal. Infeksi berulang biasanya hadir pada pasien lebih tua dari 3-6 bulan. Beberapa individu tanpa hipokalsemia yang memiliki fungsi kekebalan tubuh normal, cacat jantung ringan, dan anomali wajah minimal tidak dapat didiagnosis sampai anak terlambat. Keterlambatan diagnosis sampai dewasa terus dilaporkan, terutama pada mereka dengan gejala ringan terisolasi. Diagnosis pada janin dengan kelainan jantung bawaan harus ditawarkan kepada wanita hamil. 9

GEJALA KLINIS Temuan pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada sistem organ yang terlibat.
y

Pasien biasanya memiliki karakteristik fasies, yang menjadi lebih jelas sebagai anak tumbuh ke dekade kedua. Ini adalah lebih umum dan mudah dikenali pada anak-anak putih. Retrognathia atau micrognathia, wajah panjang, jembatan hidung tinggi dan luas, dan celah sempit palpebral adalah fitur umum.
o

Malformasi paling umum adalah sumbing langit-langit sekunder. VPI tanpa langit-langit dapat terjadi. Sumbing bibir, celah langit-langit, atau keduanya mungkin ada.

Fitur lainnya termasuk wajah sering gigi kecil, wajah menangis asimetris, dan mulut turun-berbalik.

y y y

Temuan jantung mungkin ada, tergantung pada sifat dari lesi jantung. Jari lentik mungkin ada. Perawakan pendek dapat terjadi; jarang, pertumbuhan kekurangan hormon telah dilaporkan.

y y

Anomali GI seperti atresia esophagus dan atresia atau stenosis anal mungkin ada. Polydactyly, anomali vertebralis telah terlihat dalam kasus yang jarang. 9

26

DIAGNOSIS DIFERENSIAL Velocardiofacial Syndrome9

LABORATORIUM Rekomendasi itu dulu untuk melakukan hibridisasi in situ fluorescent (IKAN) untuk mendeteksi penghapusan 22q11.2 dalam hubungannya dengan analisis kromosom standar untuk mendeteksi penyusunan ulang kromosom dan kelainan kromosom lainnya. Namun, array genom hibridisasi komparatif (aCGH) adalah tes yang lebih baik dan harus dilakukan bukan IKAN dengan analisis kromosom standar. CGH array akan mendeteksi penghapusan 22q11.2 dan dapat mendeteksi delesi kromosom lain / duplikasi kromosom jika penghapusan 22 klasik tidak ada. Hal ini juga dapat memberikan perbaikan dari breakpoints. 9

PENATALAKSANAAN Sebuah tim multidisiplin terbaik peduli untuk orang-orang ini, namun satu dokter (biasanya dokter utama) perlu untuk memimpin dan memberikan rumah medis bagi pasien. Para dokter utama harus memantau pertumbuhan dan perkembangan. Pendekatan sistem demi sistem memberikan hasil terbaik. 9
y y

Jantung: Konsultasikan ahli jantung yang diperlukan. Imunologi: Konsultasikan imunologi jika limfopenia mutlak hadir. Ikuti saran imunologi untuk imunisasi. Laporan terakhir menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom DiGeorge (DGS) yang secara klinik stabil dengan aman dapat mentolerir vaksin hidup, termasuk campak, gondok, dan rubella (MMR) dan vaksin varicella.

Endokrin: Jika pasien ditemukan hypocalcemic, mulai suplementasi kalsium setelah tes yang tepat (kalsium serum simultan dan tingkat hormon paratiroid serum) yang diperoleh. Suplemen vitamin D mungkin menjadi perlu.

Gagal tumbuh: Feeding kesulitan dan gagal tumbuh yang umum pada pasien, terutama pada mereka dengan bibir sumbing yang signifikan. Kadang-kadang, penempatan tabung nasogastrik atau gastrostomy diperlukan untuk memberi makan selama 6-12 bulan pertama kehidupan. Tabung ini menyediakan nutrisi yang cukup untuk mencegah kegagalan pertumbuhan yang serius.
27

Masalah lain: Pasien dengan gangguan lain seperti gangguan perkembangan dan psikosis, harus menerima perawatan yang tepat. 9

PENCEGAHAN Evaluasi oleh ahli genetika klinis dan konseling genetik dianjurkan sebelum membuat keputusan keluarga berencana. 9

PROGNOSA Prognosis pada DiGeorge syndrome (DGS) sangat bervariasi. Ini sangat tergantung pada sifat dan tingkat keterlibatan organ yang berbeda. Banyak orang dewasa hidup lama, hidup produktif. 9

5.

Sindroma Wiskott-Aldrich
LATAR BELAKANG Wiskott-Aldrich syndrome (WS) pertama kali dijelaskan oleh Wiskott pada tahun 1937 dan selanjutnya oleh Aldrich pada tahun 1954. Ini adalah gangguan terkait-X immunodeficiency resesif ditandai oleh tiga serangkai berulang infeksi sinopulmonary bakteri, eksim (dermatitis atopiclike), dan diatesis perdarahan akibat trombositopenia dan disfungsi trombosit. Namun, hanya sepertiga pasien dengan sindrom ini memiliki triad klasik. Hampir 90% pasien memiliki manifestasi dari trombositopenia pada presentasi, 20% hanya memiliki kelainan hematologi, 5% hanya memiliki manifestasi menular, dan tidak hanya memiliki eksim. Gejala lain mungkin termasuk fenomena autoimun dan keganasan.10 Wiskott-Aldrich syndrome terjadi pada laki-laki tetapi dapat terjadi pada wanita ketika kromosom X yang berisi alel fungsional tidak aktif, meskipun ini jarang terjadi. Mungkin ada beberapa genotipe reversi pada pasien dengan sindrom Wiskott-Aldrich. 10

PATOFISIOLOGI Gen untuk protein sindrom Wiskott-Aldrich (WASP) terlokalisasi Xp11.22-23 dan terdiri dari 12 ekson yang mengkode asam amino 502 (53 kD) protein. WASP merupakan protein sitosol diekspresikan pada semua garis keturunan sel hematopoietik
28

dan sangat penting untuk fungsi antibodi normal, tanggapan sel T, dan produksi trombosit. Hal ini juga mengatur polimerisasi aktin, transkripsi, dan, selektif pascatranskripsi peran dalam efektor Th2 fungsi. Sekitar 300 mutasi telah ditemukan di seluruh gen dan dapat termasuk substitusi pasangan basa, sisipan, dan penghapusan. Mutasi ini dapat menghasilkan fenotipe klinis yang berbeda, termasuk klasik Wiskott-Aldrich syndrome, terkait-X trombositopenia, trombositopenia intermiten, dan neutropenia. 10 Dalam studi in vitro dengan sel T, trombosit, fagosit, dan sel dendritik pasien dengan sindrom Wiskott-Aldrich mengungkapkan cacat dalam pembentukan mikrovili, filopodia, vakuola fagositosis, dan podosomes, masing-masing; struktur ini tergantung pada reorganisasi cytoskeletal filamen aktin. Para peneliti juga mengidentifikasi mutasi berbeda yang mengganggu protein mengikat Cdc42 dan Rac GTPases, antara mitra mengikat lainnya, sebagian besar yang terlibat dalam regulasi dari sitoskeleton aktin limfosit. The sitoskeleton aktin bertanggung jawab untuk fungsi seluler , seperti pertumbuhan, endositosis, eksositosis sitokinesis. 10

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Kejadian diperkirakan Wiskott-Aldrich syndrome di Amerika Serikat adalah 1 dalam 250.000 kelahiran laki-laki hidup. 10 Internasional Frekuensi pada populasi Eropa telah dilaporkan mirip dengan Amerika Serikat (1 dalam 250.000 kelahiran laki-laki hidup). Sebuah studi dari Swiss melaporkan kejadian Wiskott-Aldrich syndrome adalah 4,1 kasus per 1 juta kelahiran hidup. Penelitian yang sama juga meneliti prevalensi sindrom Wiskott-Aldrich di beberapa pendaftar nasional (yaitu, Italia, Jepang, Swiss, Swedia) dan menemukan bahwa kondisi ini terjadi pada 28,8% pasien dengan immunodeficiencies primer. Berbagai mirip telah didokumentasikan dalam daftar nasional di Irlandia, juga. 10

29

Mortalitas / Morbiditas Morbiditas dan mortalitas telah berangsur-angsur membaik dengan antibiotik yang lebih baik, perawatan yang lebih baik mendukung, dan dengan transplantasi sel induk. Hidup rata-rata telah meningkat dari 8 bulan pada pasien lahir sebelum tahun 1935 sampai lebih dari 6 tahun pada pasien yang lahir setelah tahun 1964. Dalam satu rangkaian kasus, 94 pasien yang masih hidup berkisar di usia 1-35 tahun, dengan rata-rata 11 tahun; usia rata-rata pasien yang meninggal adalah 8 tahun. 10

Ras Wiskott-Aldrich Syndrome telah dilaporkan pada individu keturunan Eropa, Afrika, dan Asia, namun, kulit hitam dan Asia cenderung tidak terpengaruh. Salah satu seri besar dari 301 kasus sindrom Wiskott-Aldrich dari 149 keluarga melaporkan bahwa 8 keluarga yang hitam dan 4 keluarga yang Chicano. Dari 40 keluarga yang keturunan dijiplak di luar Amerika Utara, 38 beremigrasi dari Eropa. 10 Seks Lebih dari 90% pasien yang terkena adalah laki-laki, tetapi perempuan pernah dilaporkan dalam literatur. Wanita biasanya tidak memiliki riwayat keluarga. Dalam beberapa kasus, perempuan telah terbukti memiliki inaktivasi nonrandom dari kromosom X yang menyandang alel Wiskott-Aldrich sindrom fungsional. 10

Usia Usia berkisar presentasi dari lahir sampai 25 tahun. Dalam salah satu review, usia rata-rata dari presentasi adalah 21 bulan. Infeksi biasanya mulai pada masa bayi awal setelah ibu imunoglobulin G (IgG) hilang selama 3 bulan pertama kehidupan. Frekuensi infeksi biasanya meningkat dengan usia. Pasien sangat rentan terhadap organisme dienkapsulasi. Eksim berkembang selama tahun pertama kehidupan dan menyerupai klasik dermatitis atopik . Keganasan dapat terjadi pada anak tetapi lebih sering pada orang dewasa yang terkena. Limfoma terjadi pada 26% pasien berusia 20 tahun dan lebih tua. 10

30

PEMERIKSAAN FISIK Perhatikan tanda-tanda perdarahan, infeksi, keganasan, dan atopi pada pemeriksaan fisik. Umum pasien penampilan dan tanda-tanda vital yang penting. Ikuti tinggi dan berat badan dari waktu ke waktu untuk memantau pembangunan yang tepat. Pasien biasanya mengalami pertumbuhan yang normal untuk beberapa tahun pertama kehidupan, bahkan dengan episode infeksi akut yang parah 10 Periksa kulit untuk bukti eksim. Wajah, kulit kepala, dan daerah lentur yang paling sering terlibat. Infeksi dangkal atau mendalam seperti infeksi bakteri sekunder (misalnya, impetigo, selulitis, furunkel, abses), herpeticum eksim, dan moluskum kontagiosum yang umum. Juga memeriksa kulit untuk purpura (trombositopenia). Kehadiran ekimosis ekstremitas bawah pada bayi (lihat gambar di bawah) yang belum berjalan menunjukkan kelainan trombosit. Periksa untuk diare berdarah tanpa adanya etiologi infeksi. Manifestasi lain mungkin termasuk hematemesis, melena, epistaksis, dan hematuria. 10 Selama pemeriksaan kepala dan leher, diketahui adanya kelainan membran timpani (misalnya otitis media) atau sinus dan selaput lendir (misalnya, infeksi sinonasal, faringitis , sariawan ). Bayi yang lebih tua sering memiliki kejadian dramatis meningkatkan otitis media, meskipun merespon dengan tepat terhadap antibiotik oral. 10 Pemeriksaan neurologis sangat relevan jika meningitis, limfoma SSP, atau perdarahan intrakranial atau infeksi dianggap. 10 Vaskulitis kutan mungkin jarang terlihat sebagai edema hemoragik akut berulang dari masa bayi. 10

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y y y y y

Agammaglobulinemia Dermatitis Atopik Bruton agammaglobulinemia DiGeorge Syndrome Histiocytosis Parah Gabungan Immunodeficiency 10

31

LABORATORIUM Klasik Wiskott-Aldrich sindrom dikaitkan dengan M imunoglobulin rendah (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG) tingkat, dengan normal ke tinggi imunoglobulin A (IgA) dan imunoglobulin E (IgE) tingkat. Namun, bayi muda khususnya mungkin tidak menunjukkan kelainan imunoglobulin klasik karena Wiskott-Aldrich syndrome terkait dengan gesekan dalam fungsi imunologi. 10 Cacat antibodi spesifik yang paling mungkin sebagai respons terhadap antigen polisakarida. Oleh karena itu, isohemagglutinins, IgM ditujukan terhadap antigen golongan darah ABO, biasanya tidak ada; isohemagglutinins yang berkaitan dengan usia dan tidak terdeteksi sampai bayi berusia lebih dari sekitar 6 bulan. IgG ditujukan terhadap antigen pneumokokus unconjugated ditentukan postvaccination tetapi tidak diproduksi oleh anak-anak sehat yang lebih muda dari 2 tahun. Respon antibodi T-tergantung untuk tetanus, difteri, dan vaksin konjugasi Hib bervariasi dalam Wiskott-Aldrich syndrome. Gesekan kekebalan pada respon antibodi terjadi pada pasien yang lebih tua. 10

PENATALAKSANAAN Secara optimal, sel donor harus cocok dengan pasien di semua histokompatibilitas 6 utama (MHC) situs karena pertandingan tidak lengkap membawa risiko lebih tinggi untuk komplikasi (terutama penyakit graft versus host [GVHD]) di Wiskott-Aldrich Syndrome dibandingkan dengan pasien dengan sebagian immunodeficiency primer lainnya penyakit. Terkait transplantasi sumsum tulang dari saudara telah berhasil di hampir 90% pasien dengan sindrom Wiskott-Aldrich, dengan engraftment sel T, sel B, dan trombosit penuh. 10 Karena pasien dengan sindrom Wiskott-Aldrich memiliki beberapa derajat imunitas diperantarai sel, pasien harus menerima rezim preparatif terapi imunosupresif, biasanya siklofosfamid, busulfan, dan, mungkin, iradiasi total tubuh, untuk

memungkinkan sel-sel donor untuk menanamkan. Baru-baru fludarabine rejimen berbasis penyejuk myeloablative telah dikembangkan dengan hasil yang menjanjikan dari engraftment baik dan rendah toksisitas terkait pengobatan. Dalam rahim transplantasi tidak menjadi pilihan karena kebutuhan untuk imunosupresi pretransplant. 10

32

Terapi gen diharapkan menjadi tersedia di masa mendatang karena penelitian pada tikus yang menjanjikan. Satu studi berhasil ditransfer gen WASP menjadi sel induk hematopoietik, menggunakan WASP yang mengandung vektor lentiviral, dikombinasikan dengan iradiasi tidak mematikan. Studi lain murine menunjukkan bahwa ekspresi transgen WASP dapat berhasil mempertahankan jangka panjang pada penerima dan bahwa adalah dikaitkan dengan perbaikan signifikan cacat bermigrasi. Tahap I dan II studi klinis mulai segera di beberapa negara Eropa untuk menilai keamanan dan kemanjuran ini vektor lentiviral di Wiskott-Aldrich Syndrome. Meskipun gen WASP diklona , identitas yang tepat dan fungsinya tidak sepenuhnya dipahami, yang menyebabkan kekhawatiran bahwa overekspresi WASP dapat menyebabkan penyakit klinis. 10 Manajemen infeksi termasuk antibiotik dan mungkin intravena imunoglobulin G (IVIG). Keputusan untuk menggunakan antibiotik profilaksis dan / atau IVIG dibuat kasus per kasus, berdasarkan insiden dan keparahan infeksi pada pasien.

Postsplenectomy, antibiotik profilaksis adalah wajib, meskipun pasien yang menjalani splenektomi tetap pada resiko besar untuk sepsis meskipun profilaksis. Imunisasi adalah wajib dengan Hib konjugasi polisakarida dan vaksin pneumokokus dan vaksin meningokokus dengan tak terkonjugasi. 10 Pasca pajanan profilaksis untuk varicella ditunjukkan. Varicella-zoster immune globulin diberikan dalam waktu 48 jam jika mungkin, meskipun mungkin berlaku sampai 96 jam pasca pajanan. Di luar waktu itu, asiklovir dianjurkan selama masa inkubasi. Pasien dengan eksim parah berada pada risiko untuk kedua infeksi diseminata varicellazoster dan herpeticum eksim. Perawatan yang tepat untuk kedua adalah lisan asiklovir. 10 Mengelola perdarahan akut dengan transfusi trombosit dan eritrosit penuh. Semua produk darah harus leukosit bebas dan disaring untuk menghindari transmisi virus sitomegalo (CMV), selain skrining rutin untuk human immunodeficiency virus (HIV) dan virus hepatitis. Meminimalkan paparan sel alogenik pada pasien untuk siapa membendung pemulihan sel direncanakan penting karena eksposur tersebut menambah tingkat penolakan korupsi. Trombosit memiliki kelangsungan hidup lebih pendek pada sindrom Wiskott-Aldrich dari pada orang sehat. Episode berulang perdarahan yang signifikan telah dikelola oleh splenektomi ketika pemulihan kekebalan bukanlah pilihan.
33

Splenektomi adalah prosedur kontroversial karena meningkatkan risiko infeksi dengan organisme dienkapsulasi. 10 Mengobati eksim dengan konvensional krim pelembab topikal dan steroid topikal. Susu dan lain alergen makanan potensial dapat dihilangkan dari diet pada percobaan dasar untuk mengamati untuk perbaikan. Eksim sering bertambah dan berkurang tanpa pemicu yang jelas, meskipun beberapa pasien terlihat memperbaiki selama terapi antibiotik. Rinitis alergi dan asma diperlakukan dengan cara yang sama seperti pada individu imunokompeten. Herpeticum eksim diobati dengan acyclovir oral. 10 Mengelola anemia hemolitik autoimun (AIHA) dan gangguan autoimun lain pada individu imunokompeten. Menariknya, dosis tinggi IVIG tidak mungkin memiliki manfaat dalam AIHA atau trombositopenia kekebalan tubuh. 10

PERAWATAN BEDAH Intervensi bedah mungkin diperlukan untuk komplikasi perdarahan. Splenektomi merupakan pilihan untuk pasien yang trombositopenia berat dan perdarahan sering hidup berdampingan dan untuk siapa membendung pemulihan sel tidak dianggap. Namun, splenektomi menciptakan resiko tambahan untuk sepsis yang fatal luar biasa dan meninggalkan pasien pada risiko komplikasi lanjutan untuk keganasan. 10

KOMPLIKASI Komplikasi dari perdarahan dan infeksi sekarang telah menurun karena pengenalan yang lebih baik dan intervensi pengobatan dini. 10

PROGNOSIS Rata-rata usia hidup pasien dengan sindrom Wiskott-Aldrich pada tahun 1994 adalah 11 tahun, sedangkan kematian selama tahun 1960 terjadi dalam waktu 4 tahun. Kajian yang lebih mutakhir menunjukkan usia rata-rata kelangsungan hidup berada di sekitar 15 tahun. Prospek untuk pasien yang berhasil ditransplantasikan jauh lebih tinggi.
10

34

6.

Penyakit Imunodefisiensi Gabungan yang Berat


LATAR BELAKANG SCID adalah sindrom yang mengancam kehidupan infeksi berulang, diare, dermatitis, dan gagal tumbuh. Ini adalah prototipe dari penyakit imunodefisiensi primer dan disebabkan oleh cacat molekul banyak yang mengarah pada kompromi yang parah dalam jumlah dan fungsi sel T, sel B, dan kadang-kadang pembunuh alami (NK) sel. Secara klinis, kebanyakan pasien hadir sebelum usia 3 bulan. Tanpa intervensi, SCID biasanya menghasilkan infeksi yang parah dan kematian pada anak-anak pada usia 2 tahun. 11 SCID dianggap sebagai darurat pediatrik karena kelangsungan hidup tergantung pada sel induk pemulihan cepat, biasanya dengan transplantasi sumsum tulang (BMT). Diagnosa yang tepat adalah penting karena melembagakan perawatan yang tepat adalah menyelamatkan nyawa. Meskipun heterogenitas dalam patogenesis cacat kekebalan tubuh, manifestasi kulit yang umum dan infeksi yang khas dapat memberikan petunjuk klinis dalam mendiagnosis ini darurat pediatrik. 11

PATOFISIOLOGI Cacat Genetik SCID hasil dari mutasi pada salah lebih dari 15 gen yang dikenal. Cacat ini molekul mengganggu perkembangan dan fungsi limfosit, menghambat diferensiasi dan proliferasi sel T dan, dalam beberapa jenis, sel B dan sel NK. Produksi antibodi sungguh lemah bahkan ketika sel B dewasa yang hadir, karena kurangnya sel-T bantuan. Sel NK, komponen dari imunitas bawaan, yang bervariasi terpengaruh. 11 SCID dapat secara luas diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: SCID dengan sel B (70% pasien dengan SCID) dan SCID tanpa sel B. Di luar ini pengelompokan dasar, SCID dapat dikategorikan sesuai dengan profil limfosit fenotipik yang mencakup baik statusnya sel-B (B + atau B -) dan NK-cell status (NK NK + atau -) di samping sel-T status (T - , karena selalu ada kekurangan sel T dalam SCID). 11 Mekanisme Patogenesis Patogenesis SCID dapat dibagi lagi ke dalam 5 mekanisme berikut berdasarkan tahap atau tahap di mana lymphopoiesis ditangkap.
35

y y y y y

Cacat sinyal limfokin Sekunder terhadap akumulasi metabolit beracun apoptosis Sel yang rusak sinyal pada dan sebelum tingkat TCR Cacat TCR dan penataan ulang gen Ig Thymus disgenesis11

EPIDEMIOLOGI Amerika Serikat Kejadian ini sebelumnya dilaporkan pada sekitar 1 dari 100.000, tetapi identifikasi awal perbaikan dari subyek yang terkena mengungkapkan bahwa kejadian yang sebenarnya lebih tinggi dari yang diyakini sebelumnya (lebih dekat ke 1 kasus per 50,000-75,000 kelahiran). 11 Internasional statistik Frekuensi International adalah mirip dengan Amerika Serikat. XL-SCID, seperti lainnya terkait-X gangguan, memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada populasi dengan kekerabatan meningkat. 11 Meskipun SCID ini sangat tidak dilaporkan, beberapa negara sekarang mempertahankan pendaftar pasien dengan penyakit imunodefisiensi primer. Di Australia, estimasi prevalensi SCID adalah 0,15 kasus per 100.000; di Norwegia, 0,045 kasus per 100.000, dan di Swiss, 0,47 kasus per 100.000. Di Swedia, SCID terjadi pada 2,43 dari setiap 100.000 kelahiran hidup. 11

Usia Sebagian besar kasus SCID hadir pada pasien lebih muda dari 3 bulan (rata-rata usia saat onset gejala, 2 bulan; usia rata-rata saat diagnosis, 6,5 bulan). 11

Seks Sekitar 50% kasus SCID adalah X-linked (yaitu, terjadi hanya pada laki-laki). Hanya sekitar sepertiga dari laki-laki dengan mutasi rantai umum memiliki riwayat

keluarga yang positif, yang menunjukkan bahwa mutasi de novo menjelaskan persentase

36

yang signifikan dari kasus SCID. Kasus-kasus SCID sisanya disebabkan oleh berbagai mutasi resesif autosomal yang mempengaruhi pria dan wanita sama. 11

PEMERIKSAAN FISIK Temuan fisik multisistemik. Temuan abnormal terutama terkait dengan infeksi ditumpangkan berbagai atau graft-versus-host disease (GVHD), bukan SCID itu sendiri. Pasien mungkin hadir dengan:
y

Gagal tumbuh, mewujudkan sebagai berat badan menurun, tinggi badan, dan lingkar kepala

y y

Dehidrasi akibat diare kronis Berulang, otitis media menyakitkan, yang mungkin lebih parah daripada yang khas, adalah umum

Eczematous ruam dari GVHD, yang mungkin keliru untuk dermatitis atopik , terutama pada sindrom Omenn

Peningkatan laju pernapasan dan usaha dan krepitasi sekunder pneumonia (terutama PCP)

y y

Demam akibat sepsis, infeksi jamur sistemik, atau herpes umum Limfatik jaringan tidak ada, termasuk amandel, kurangnya dikenali organ limfoid perifer harus meningkatkan kecurigaan SCID pada anak dengan infeksi agresif beberapa

Limfadenopati dan hepatosplenomegali pada sindrom Omenn atau sindrom limfosit telanjang

Gejala sisa neurologis dan perkembangan regresi (kehilangan tahap perkembangan), terutama defisiensi purin nukleotida (PNP) fosforilasa (penyebab yang genetik, tidak menular); gangguan neurologis juga terjadi sekunder terhadap sistem saraf pusat (SSP) infeksi

Nyeri perut, termasuk nyeri sekunder terhadap gastrointestinal (GI) infeksi dan hepatomegali dari hepatitis virus Kandidiasis 11

37

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y y y y y y y y y y y y y y y

Agammaglobulinemia Dermatitis Atopik B-Cell dan T-Cell Gangguan Gabungan Bruton agammaglobulinemia Cartilage-rambut Hypoplasia Cutaneous Manifestasi HIV Penyakit Cystic Fibrosis Graft Versus Hosti Penyakit Manusia Infeksi Virus Immunodeficiency Hyperimmunoglobulinemia E (Ayub) Sindrom Aspek imunologi DiGeorge Syndrome Lymphohistiocytosis Lymphoproliferative Gangguan T-Cell Gangguan Wiskott-Aldrich Syndrome X-linked immunodeficiency Dengan Hyper IgM11

LABORATORIUM Lakukan hitung darah lengkap (TDL) dengan diferensial untuk membantu mendeteksi limfopenia. Anak-anak dengan SCID memiliki jumlah limfosit lebih rendah dari 3000/ L, namun, sejumlah normal limfosit tidak mengesampingkan SCID, karena limfosit mungkin berfungsi. Sebuah jumlah limfosit absolut lebih rendah dari 2500/ L pada bayi pasti menjamin hasil pemeriksaan lebih lanjut, tetapi setiap bayi dengan infeksi berat atau infeksi oportunistik harus memiliki hasil pemeriksaan awal penuh. 11 Mendapatkan total serum imunoglobulin (Ig) tingkatan, termasuk IgG, IgA, IgM, dan IgE. Imunoglobulin tingkat, tingkat terutama IgM, dapat rendah. Namun, segera setelah lahir, kadar IgG mungkin palsu meningkat karena IgG ibu. 11 Draw spidol limfosit pada saat yang sama dengan CBC untuk mendapatkan persentase dan jumlah absolut dari CD3 + sel T, sel T CD4 +, CD8 + T sel, CD19 + sel B, dan alami penanda sel pembunuh (NK) (CD16 dan CD56) . 11
38

Fungsi

limfosit

harus

dinilai

dengan

mengukur

tanggapan

terhadap

phytohemagglutinin, stimulan spesifik T-sel proliferasi, concanavalin Sebuah diarahkan pada sel T proliferasi, dan mitogen pokeweed diarahkan pada sel T dan B-sel proliferasi. Sebuah ketiadaan lengkap fungsi sel T dengan tes mitogen dapat terjadi dalam hubungan dengan jumlah limfosit normal untuk usia dalam beberapa bentuk SCID, termasuk Xlinked SCID (XL-SCID), di mana semua limfosit adalah sel B. DiGeorge syndrome adalah contoh lain di mana jumlah limfosit mungkin lebih tinggi dari 2000/ L tanpa fungsi sel T, atau, sebaliknya, normal fungsi sel T dapat diamati meskipun limfopenia. 11 Antigen spesifik, seperti tetanus dan Candida, merangsang proliferasi limfosit dan merupakan langkah selanjutnya dalam fungsi limfosit dari tanggapan terhadap mitogens spesifik. Bayi muda yang sehat mungkin tidak merespon dengan baik untuk antigen tertentu karena kurangnya eksposur dan / atau belum menghasilkan sel-T fungsi. 11 Fungsi lain sel T yang digunakan untuk skrining adalah kemampuan mereka untuk berkembang biak dalam menanggapi sel alogenik; respon bantu dalam menentukan jenis SCID tetapi juga relevan dengan menentukan kebutuhan terapi imunosupresif dalam persiapan untuk pemulihan sel induk. Aktivator Tambahan proliferasi limfosit adalah asetat miristat phorbol (PMA) dengan ionomycin atau anti-CD3 dan anti-CD28. 11

Prenatal Diagnostic Teknik Diagnosis prenatal dapat mencoba ketika sejarah keluarga adalah positif untuk SCID. Tes DNA tersedia memungkinkan untuk identifikasi mutasi yang melibatkan ADA, RAG1/RAG2, JAK3, C, IL-7 reseptor, dan Artemis, serta mutasi gen banyak lainnya yang terkait dengan fenotip SCID. 11 Diagnosis prenatal ini dimungkinkan dengan chorionic villus sampling pada usia kehamilan 10 minggu (atau lambat) dengan amniosentesis, menggunakan metodologi DNA dalam keluarga untuk siapa mutasi yang tepat telah ditetapkan. 11 Pengambilan sampel darah janin untuk pengujian fluorocytometric, respon mitogen, dan tingkat enzim dapat membuat diagnosis ketika analisis DNA tidak tersedia. Percutaneous umbilical pengambilan sampel darah dilakukan untuk memeriksa darah janin untuk T-sel kekurangan, serta tingkat enzim ADA. 11

39

Analisis mutasi Teknik-teknik untuk analisis mutasi termasuk screening oleh untai tunggal polimorfisme konformasi (SSCP), yang mendeteksi sekitar 85% dari mutasi, dan sidik jari dideoksi (DDF), tes yang lebih sensitif. Standar kriteria untuk mendeteksi perubahan DNA yang tepat adalah penentuan DNA genom; sekuensing DNA langsung harus dilakukan untuk beberapa cacat molekuler, seperti yang pada ujung 3 'dan 5' dari ekson dan di mana struktur ekson-intron penuh gen belum digambarkan. 11

Tes lainnya Tes skrining yang baru lahir untuk T-sel reseptor lingkaran eksisi (TRECs) telah digunakan untuk mengidentifikasi bayi dengan sel T limfopenia. Tidak ada TRECs terdeteksi pada bayi baru lahir dengan SCID. 11 Bronkoskopi sering diindikasikan untuk mengidentifikasi agen etiologi untuk infeksi paru. Endoskopi dan biopsi yang penting dalam menggambarkan sejauh dan mengidentifikasi penyebab diare dan gejala GI lainnya. 11

PENATALAKSANAAN Terapi obat bukan merupakan bagian utama dari pengobatan penyakit primer. Intervensi bedah yang lazim tidak diindikasikan untuk immunodeficiency gabungan parah (SCID) dan juga bukan bagian dari pengobatan utama. 11 Perawatan konvensional untuk setiap pasien dengan SCID mencakup isolasi untuk menghindari infeksi dan kulit teliti dan higienis perawatan mukosa saat pasien menunggu pemulihan sel induk. Nutrisi parenteral yang lazim diberikan kepada anakanak dengan diare dan gagal tumbuh. Darah transfusi produk harus limfosit-habis dan radiasi untuk mencegah transfusion-associated graft-versus-host disease (GVHD). 11 Tanda-tanda sepsis dan infeksi paru mungkin halus; mandat demam pencarian rinci untuk agen menular. Empirik antibiotik spektrum luas harus diberikan parenteral selama menunggu hasil budaya dan analisis cairan tubuh. Pertimbangkan pengobatan profilaksis dengan nistatin untuk mencegah kandidiasis mukokutan. 11 SCID adalah keadaan darurat pediatrik dan harus ditangani secepatnya. Imunoglobulin intravena (IVIG) harus diberikan segera, dan evaluasi untuk transplantasi
40

sumsum tulang (BMT) harus dimulai. Pasien dengan SCID yang dirawat dengan BMT sebelum usia 3,5 bulan memiliki tingkat ketahanan hidup lebih baik. BMT adalah pengobatan utama pilihan bagi sebagian besar jenis SCID ketika donor yang sesuai sudah ditemukan. Perlakuan awal dengan kemoterapi ablatif adalah kontroversial. Jika sel B tidak menanamkan, bulanan IVIG terapi penggantian mungkin diperlukan. 11 Administrasi produk darah nonirradiated atau hidup-virus vaksin (terutama polio atau bacille Calmette-Guerin [BCG]) untuk pasien yang diduga menderita SCID atau menjalani pemeriksaan untuk SCID adalah kesalahan yang dapat membuktikan berbahaya jika pasien ternyata telah SCID . Anak-anak dapat mengembangkan penyakit dari virus dilemahkan bahkan meninggal setelah terpapar vaksin ini. 11

Farmakologis Profilaksis Melawan Infeksi Karena sel T tidak hadir, disfungsional, atau keduanya, mengelola P jiroveci (carinii) pneumonia (PCP) profilaksis pada semua pasien sampai fungsi sel T dipulihkan dengan cara terapi BMT atau lainnya. Trimetoprim-sulfametoksazol adalah obat pilihan dan dapat diberikan pada pasien yang lebih tua dari 2 bulan atau dalam Dia ikterus neonatal tidak lagi menjadi perhatian. 11 Dalam kasus-kasus individu, profilaksis dengan obat antivirus (misalnya asiklovir) atau antibiotik juga mungkin tepat. Setelah paparan varicella zoster virus (VZV), profilaksis dengan globulin imun varicella zoster (VZIG) harus diberikan dalam waktu 48 jam, jika memungkinkan; VZIG mungkin berkhasiat hingga 96 jam setelah paparan. Di luar interval itu, asiklovir telah diberikan dan dapat mencegah atau memodifikasi keparahan infeksi VZV. 11

IVIG Replacement Therapy Konsensus di antara immunologists klinis adalah bahwa dosis IVIG dari 400-600 bulan mg / kg masing-masing atau dosis yang mempertahankan melalui serum imunoglobulin (Ig) tingkat G di atas 500 mg / dL yang diinginkan. Pasien dengan terkaitX agammaglobulinemia dan meningoencephalitis memerlukan dosis jauh lebih tinggi (1 g / kg) dan terapi mungkin intratekal. 11

41

Pengukuran preinfusion (palung) serum IgG tingkat setiap 3 bulan sampai kondisi mapan dicapai dan kemudian setiap 6 bulan jika pasien stabil dapat membantu dalam menyesuaikan dosis IVIG untuk mencapai tingkat serum yang memadai. Untuk orang yang memiliki katabolisme tinggi IgG infus, infus lebih sering (misalnya setiap 2-3 minggu) dosis kecil dapat mempertahankan tingkat serum pada kisaran referensi. 11 Tingkat penghapusan IgG mungkin lebih tinggi selama periode infeksi aktif; mengukur tingkat serum IgG dan menyesuaikan diri dengan dosis yang lebih tinggi atau interval yang lebih pendek mungkin diperlukan. 11 Banyak IVIG persiapannya sudah tersedia (lihat Tabel 2).
[30, 31, 32, 33]

Untuk terapi

pengganti pada pasien dengan defisiensi imun primer, semua merek IVIG mungkin setara, meskipun proses inaktivasi virus berbeda (misalnya, vs pelarut deterjen pasteurisasi dan cair vs diliofilisasi). Pemilihan merek dapat tergantung pada rumah sakit atau formularium rumah perawatan dan ketersediaan lokal dan biaya. 11

Bone Marrow Transplantasi Meskipun pengobatan proses infeksi akut sangat penting, satu-satunya obat untuk hampir semua bentuk SCID adalah transplantasi sumsum tulang atau pemulihan sel induk lain.
[34, 35]

Pendekatan ini berhasil jika penyakit ini didiagnosis dalam 3 bulan pertama

kehidupan . Transplantasi awal sebelum 3,5 bulan dikaitkan dengan kelangsungan hidup secara keseluruhan lebih baik. [36] Dengan transplantasi awal dan pemantauan agresif dan pengobatan infeksi, tingkat kelangsungan hidup dapat setinggi 97%. Tidak ada vaksin hidup harus diberikan sebelum BMT. 11 Donor sumsum tulang yang optimal merupakan antigen leukosit manusia (HLA)cocok saudara kandung atau orang tua jika kerabat hadir. Donor orangtua Haploidentical, HLA-cocok donor tidak berhubungan, dan HLA 5/6 alel-cocok donor terkait juga telah berhasil, namun risiko kegagalan graft, GVHD, dan tidak memadai B-fungsi sel yang lebih tinggi. Baik chemoablation pretransplant atau profilaksis GVHD diperlukan untuk engraftment sukses dengan donor identik, namun, yang pertama adalah perlu dengan nonidentical HLA-cocok donor. 11 Evaluasi Pretransplant rutin meliputi pengujian penerima dan donor untuk agen menular, seperti cytomegalovirus (CMV), HIV, dan virus hepatitis. Setelah BMT, obat
42

terapi untuk mencegah GVHD harus dijaga. [37] Semua produk darah harus menerima 25Gy radiasi untuk mencegah GVHD fatal. 11 BMT merupakan terapi utama untuk kekurangan purin nukleotida (PNP) fosforilasa dan sindrom limfosit telanjang ketika donor yang sesuai tersedia. Itu juga merupakan pengobatan utama untuk sindrom Omenn, namun perlakuan awal kemoterapi ablatif diperlukan karena engraftment sel ibu. 11 Dalam seri terbesar pasien dengan SCID, BMT berhasil 80% pasien. Fungsi sel T telah cukup dalam sekitar 90% pasien yang bertahan hidup 6 bulan setelah transplantasi, dan B-sel fungsi telah memadai dalam 70% dari pasien ini. Pemeriksaan meliputi kompleks histokompatibilitas utama (MHC) mengetik untuk mengidentifikasi saudara sepenuhnya cocok, atau, dalam hal kekerabatan, mungkin orangtua. 11 Dalam rahim BMT ke dalam rongga peritoneal janin berhasil, dengan pemulihan sel-T di X-linked SCID (XL-SCID) dan 1 kasus karena interleukin (IL) -7 defisiensi reseptor rantai . Darah tali pusat transplantasi sel induk dari donor yang terkait atau tidak terkait adalah pilihan. 11

Terapi Lain Penggantian enzim Perlakuan utama untuk adenosin (ADA) kekurangan deaminase adalah polietilen glikolterkonjugasi yang sedang berlangsung ADA (PEG-ADA) terapi pengganti. Pasien harus memiliki fungsi kekebalan tubuh mereka dipantau dan profilaksis yang diberikan, tergantung pada status kekebalan mereka. Terapi penggantian enzim biasanya menghasilkan perbaikan pada pasien dengan ADA-kekurangan SCID, tetapi tidak lengkap pemulihan fungsi kekebalan tubuh. 11 Interleukin pengganti Intravena IL-2 pengganti adalah terapi primer, dan BMT adalah alternatif jika donor yang sesuai tersedia. 11 Siklosporin dan interferon Terapi khusus untuk dermatitis dan eosinofilia dalam imunodefisiensi gabungan yang berat adalah imunosupresi dengan penambahan siklosporin dan kemungkinan interferon

43

(IFN)- . Modalitas ini telah digunakan untuk mengobati sindrom Omenn tetapi secara teoritis harus efektif dalam mengobati GVHD ibu atau transfusi diinduksi. 11

Gene Therapy Terapi gen adalah pilihan yang layak untuk pasien dengan XL-SCID atau ADAkekurangan SCID yang tidak memiliki saudara HLA-identik. Pengobatan secara optimal diberikan sebelum usia 4 bulan untuk mengurangi risiko transduksi gen gagal dan leukemia. Studi murine menunjukkan bahwa terapi gen dapat bekerja untuk JAK3 dan RAG2 mutasi juga. Beberapa percobaan terapi gen klinis telah dilakukan, namun pendekatan ini masih memerlukan pengembangan lebih lanjut sebelum menjadi protokol rutin. 11 Sebuah uji klinis terapi gen untuk XL-SCID menemukan bahwa dalam kasus penyisipan gen yang berhasil, sel T fungsional dikembangkan dalam 18 minggu dan telah terdeteksi selama 5 tahun kemudian. [41] Efek samping ini termasuk kegagalan penyisipan gen dan akut lymphoblastic leukemia karena penyisipan menyimpang dalam gen MOL-2, yang keduanya terjadi pada pasien yang lebih tua. Penelitian lain menegaskan risiko leukemia pada pasien yang menjalani terapi gen dan upaya sedang dilakukan untuk menguranginya. 11 ADA kekurangan adalah bentuk pertama dari SCID yang terapi gen dicoba, dan kemanjuran telah dilaporkan di 4 pasien, melainkan tetap dalam tahap eksperimental. Meskipun beberapa manfaat jangka panjang dari terapi gen telah dilaporkan untuk ADAkekurangan pasien dengan SCID, komplikasi serius muncul dalam beberapa kasus terapi gen pada pasien dengan defisiensi rantai umum. 11 Perkembangan leukemia merupakan komplikasi dari terapi gen dan tampaknya terkait ke lokasi penyisipan transgen. Beberapa menyarankan bahwa hasil yang lebih baik dapat terjadi dengan vektor yang berbeda atau situs penyisipan yang lebih spesifik.
[42]

Sebuah risiko lebih besar kelainan kognitif dan masalah emosional dan perilaku juga telah dilaporkan pada pasien dengan ADA-kekurangan SCID yang menerima terapi jangka panjang enzim pengganti. 11

44

PROGNOSIS Tanpa pengobatan, kematian akibat infeksi biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Diagnosa harus dibuat sebelum parah infeksi yang mengancam jiwa terjadi sehingga kekebalan dapat dipulihkan dengan penggantian enzim atau BMT; pengobatan tersebut dapat menyebabkan kelangsungan hidup jangka panjang. Dengan sumsum tulang dan sel induk teknik pemulihan lain, banyak pasien dengan SCID sepenuhnya dilarutkan tanpa komplikasi. 11

KOMPLIKASI Pasien yang beresiko terkena infeksi dari pemulihan kekebalan yang tidak memadai dari transplantasi sumsum tulang (BMT) atau penggantian enzim. Infeksi oportunistik biasanya mengikuti infeksi lebih umum. P jiroveci dan jamur pneumonia menyebabkan kematian dalam kasus-kasus klasik. CMV, VZV, dan HSV infeksi biasanya terjadi pada bayi yang sudah mengalami infeksi diobati. Kompromi neurologis dari polio dan enterovirus lain menghalangi pemulihan sel induk. 11 Pastikan anak tidak menerima vaksin virus hidup sampai setelah engraftment BMT, terutama polio atau bacille Calmette-Guerin (BCG) vaksin. Imunisasi anak-anak dengan SCID tidak hanya sia-sia, karena mereka tidak dapat membuat antibodi, tetapi juga berbahaya, karena mereka dapat mengembangkan penyakit (misalnya poliomyelitis) dari virus dilemahkan bahkan meninggal setelah terpapar vaksin ini. 11

7.

Defisiensi Sistem Komplemen


LATAR BELAKANG Sistem komplemen adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan. Sistem komplemen memainkan peran penting dalam pertahanan terhadap organisme piogenik. Hal ini mendorong respon inflamasi, menghilangkan patogen, dan meningkatkan respon kekebalan. Kekurangan dalam kaskade komplemen dapat menyebabkan infeksi berat dan sepsis. 12 Selain bermain peran penting dalam pertahanan host terhadap infeksi, sistem pelengkap adalah mediator baik dalam patogenesis dan pencegahan penyakit kompleks imun, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE). Temuan ini menggarisbawahi dualitas
45

sistem komplemen. Ini memiliki efek perlindungan ketika berfungsi di moderasi terhadap patogen; pada saat yang sama, peradangan dipromosikan oleh aktivasi komplemen dapat menyebabkan kerusakan sel jika tidak disimpan di cek. 12

PATOFISIOLOGI Kaskade komplemen terdiri dari 3 jalur terpisah yang berkumpul dalam jalur akhir yang umum. Jalur termasuk jalur klasik (C1qrs, C2, C4), jalur alternatif (C3, faktor B, properdin), dan jalur lektin (Mannan mengikat lektin [MBL]). Jalur klasik dipicu oleh interaksi dari bagian Fc dari antibodi (imunoglobulin [Ig] M, IgG1, IgG2, IgG3) atau protein C-reaktif dengan C1q. Jalur alternatif diaktifkan secara antibodi independen. Lektin mengaktifkan jalur lektin dengan cara yang mirip dengan interaksi antibodi dengan pelengkap di jalur klasik. Ini 3 jalur bertemu di C3 komponen. Meskipun masingmasing cabang dipicu berbeda, tujuan umum adalah untuk deposit kelompok C3b pada target. Deposisi ini menyediakan untuk perakitan serangan membran kompleks (MAC), komponen C5b-9. MAC diberikannya aktivitas pembunuhan yang kuat dengan menciptakan perforasi di membran sel. 12 Kekurangan pelengkap mempengaruhi pasien terhadap infeksi melalui 2 mekanisme: (1) opsonisasi tidak efektif dan (2) cacat dalam aktivitas litik (cacat pada MAC). Kekurangan pelengkap tertentu juga berhubungan dengan peningkatan risiko terkena penyakit autoimun, seperti lupus. 12

EPIDEMIOLOGI
Frekuensi Internasional Insiden defisiensi system komplemen di seluruh dunia relatif jarang. 12

Mortalitas / Morbiditas
Individu dengan kekurangan pelengkap yang menghambat opsonisasi hadir dengan infeksi berulang sering serta tingkat tinggi morbiditas dan mortalitas. Defisiensi C3, opsonin besar, menghasilkan infeksi piogenik berulang, terutama dengan bakteri dienkapsulasi. 12

46

Kekurangan awal komponen jalur klasik (C1, C4, C2) biasanya tidak mempengaruhi individu untuk infeksi berat tetapi berhubungan dengan gangguan autoimun, terutama lupus. 12 Pasien dengan cacat dalam pembentukan MAC memiliki tingkat yang lebih rendah dari angka kesakitan dan kematian dari, misalnya, pasien dengan cacat dalam C3; kekurangan dalam komponen litik dari kaskade komplemen diperkirakan memiliki beberapa efek perlindungan terhadap generasi full-blown sepsis. Pasien-pasien ini berisiko tinggi untuk infeksi berulang dengan Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis. Infeksi piogenik parah dan sepsis terjadi pada anak dan neonatus yang memiliki kekurangan dari komponen MAC. 12

Ras Tidak ada kecenderungan untuk ras tertentu12

Seks Defisiensi system komplemen pada perempuan dan pri adalah sama12 Usia
Individu dengan defisiensi system komplemen yang menghambat opsonisasi sering hadir pada usia dini (bulan ke beberapa tahun) karena peningkatan kerentanan terhadap infeksi berat. 12

PEMERIKSAAN FISIK
Tidak ada temuan fisik tertentu adalah patognomonik untuk defisiensi komplemen. Sebaliknya, manifestasi klinis wakil dari infeksi dan penyakit kompleks imun terhadap pasien yang memiliki kecenderungan. 12

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y y y y y y y

Hypocomplementemia Hypogammaglobulinemia Defisiensi imunoglobulin A Imunoglobulin D Defisiensi Defisiensi imunoglobulin G Imunoglobulin M Defisiensi Imunosupresi Infeksi meningokokus 47

y y y y y

Meningococcemia Sepsis, bakteri Syok septik Sistemik Lupus Eritematosus Urtikaria12

LABORATORIUM Pengukuran langsung dari individu protein komplemen serum, seperti C3 dan C4, juga dapat dilakukan dan sangat membantu dalam menentukan diagnosis. 12

PENATALAKSANAAN Terapi definitif kekurangan pelengkap memerlukan mengganti komponen yang hilang dari kaskade, baik melalui infus langsung dari protein atau melalui terapi gen. Karena tidak pilihan ini saat ini tersedia, pengobatan pasien ini berfokus pada pengelolaan gejala sisa dari kekurangan komplemen tertentu.
o

Bagi banyak pasien, pengobatan harus difokuskan pada pemberantasan infeksi tertentu, terutama dengan organisme encapsulated seperti meningitidis N. Dalam kebanyakan kasus penyakit meningokokus, pengobatan dengan dosis meningeal dari generasi ketiga cephalosporin meliputi sebagian besar strain N meningitidis.

Untuk pasien lain, defisiensi komplemen mungkin berupa flare episodik penyakit autoimun, pengobatan pasien ini berfokus pada terapi imunosupresif penyakit ini.

Yang penting, perhatikan bahwa beberapa tumpang tindih sering ada antara peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan kecenderungan lebih besar untuk mengembangkan penyakit autoimun; kedua situasi klinis mungkin perlu ditangani secara bersamaan dalam setiap pasien satu.

PENCEGAHAN Administrasi dari vaksin meningokokus multivalent dianjurkan pada pasien dengan defisiensi komplemen dikenal, terutama pasien kekurangan protein MAC. Demikian pula, pemberian vaksin pneumokokus dan Haemophilus influenzae vaksin juga dapat memberikan perlindungan terhadap organisme dienkapsulasi. 12

48

KOMPLIKASI Komplikasi penyakit ini bisa serius; kerusakan SSP parah dan kematian akibat meningitis adalah salah satu hasil terburuk yang merugikan. 12

PROGNOSIS Secara umum, prognosis untuk pasien dengan defisiensi C3 lebih miskin dibandingkan dengan individu dengan kekurangan pelengkap lainnya. Pasien mungkin memiliki berat, episode berulang infeksi piogenik dimulai ketika masih berusia beberapa bulan. Banyak dapat meninggal karena sepsis awal kehidupan. 12 Pasien dengan kekurangan salah satu komponen awal dari jalur klasik (C1, C4, C2) memiliki risiko tinggi untuk penyakit autoimun tetapi pada risiko lebih rendah untuk sepsis dengan infeksi piogenik. 12 Kekurangan komponen MAC (C5, C6, C7, C8) atau properdin meningkatkan risiko infeksi berulang yang disebabkan oleh organisme Neisseria. 12 Mannan mengikat lektin (MBL) defisiensi telah dikaitkan dengan peningkatan frekuensi infeksi piogenik dan sepsis, terutama pada neonatus dan anak 12

8.

Sindroma Hiper-IgE
LATAR BELAKANG Hyperimmunoglobulin E syndrome (HIEs) pertama kali digambarkan sebagai sindrom Ayub pada tahun 1966, ketika 2 pasien dilaporkan dengan dermatitis eczematous, bisul staphylococcal berulang, sendi hyperextensible / patah tulang berulang, dan wajah kasar khas. 13 Buckley dkk memperluas gambaran klinis pada tahun 1972 dan melaporkan hubungan dengan imunoglobulin E tinggi (IgE) pada pasien dengan sindrom hyperimmunoglobulin E. Hyperimmunoglobulin sindrom E sekarang dikenal sebagai penyakit immunodeficiency primer ditandai dengan abses kulit berulang, pneumonica berulang dengan pneumotocele, eczematous dermatitis, dan peningkatan serum IgE tingkat. Hyperimmunoglobulin sindrom E awalnya dilaporkan memiliki dominan autosomal (AD) pola warisan, tetapi kasus sporadis sindrom hyperimmunoglobulin E dan kasus dengan autosomal (AR) warisan resesif telah dijelaskan. 13
49

ETIOLOGI Studi terbaru mengungkapkan bahwa banyak kasus sindrom Hie AD berhubungan dengan STAT3 mutasi dan paling AR sindrom Hie terkait dengan DOCK8 mutasi. 13

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Frekuensi adalah belum ditentukan. Laporan yang diterbitkan adalah dari Amerika Serikat dan Eropa. Sebuah studi berbasis populasi terakhir menyimpulkan bahwa kejadian semua immunodeficiencies primer nyata meningkat antara 1976-2006. 13 Internasional Frekuensi belum ditentukan. 13 Mortalitas / Morbiditas Meskipun pasien melaporkan tertua berusia sekitar 60 tahun, kematian di dekade kedua dan ketiga kehidupan akibat penyakit paru berat dan infeksi pneumatoceles dengan spesies Aspergillus , Pseudomonas aeroginosa, atau organisme lainnya telah dilaporkan pada pasien dengan sindrom Hie AD. Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas, sekitar 80% pasien memiliki pneumatoceles sekunder terhadap pneumonia , dan persentase yang sama memiliki mukokutan kronis dan kandidiasis ungual. Morbiditas termasuk patah tulang dengan cedera ringan pada sekitar 60% pasien dengan sindrom AD Hie. Pada pasien dengan sindrom Hie AR, morbiditas dan mortalitas yang terkait erat dengan komplikasi SSP, autoimunitas, dan keganasan. Pasien dengan sindrom Hie AR dengan DOCK8 mutasi diketahui memiliki komplikasi yang sering dengan infeksi virus pada kulit yang disebabkan oleh varicella-zoster , herpes simplex virus , HPV, dan virus moluskum kontagiosum pada usia yang lebih muda. Pasien dengan sindrom Hie AR juga tahu untuk mengembangkan parah kronis refraktori M infeksi kontagiosum pada frekuensi tinggi. 13

50

Ras Hie sindrom telah dilaporkan pada semua kelompok ras di Amerika Serikat, tetapi kejadian yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena kelangkaan penyakit. Kehadiran penyakit pada beberapa kelompok ras ini penting karena menunjukkan bahwa beberapa mutasi yang berbeda dalam gen yang sama yang hadir. 13

Seks Prevalensi adalah sama antara pria dan wanita. 13

Usia Pasien dengan berbagai sindrom AD Hie di usia dari 0-60 tahun. Karena tidak semua pasien memiliki spektrum yang sama infeksi, fitur wajah, dan anomali rangka, beberapa pasien dengan AD Hie tidak diidentifikasi sampai di kemudian hari ketika penyakit yang lebih kronis berkembang. Kebanyakan pasien dengan sindrom Hie AR didiagnosa pada usia kurang dari 20 tahun karena fitur klinis karakteristik (misalnya, infeksi virus yang parah kulit, infeksi sinopulmonary berulang, dan nyata meningkat IgE tingkat). 13

PEMERIKSAAN FISIK Kelainan wajah dan eksim bervariasi dengan usia. Bayi dan balita dengan sindrom Hie AD sering tidak menunjukkan wajah yang khas ditemukan pada pasien lebih tua dengan sindrom AD Hie. Dengan masa pertengahan, bagaimanapun, sebagian besar pasien dengan sindrom Hie AD memiliki wajah kasar, dahi menonjol, jembatan hidung yang luas, dan hidung bulat. Anomali wajah garis tengah seperti bibir sumbing dan kelainan palatal mungkin ada. Craniosynostosis telah dilaporkan pada beberapa pasien. Kelainan tulang seperti itu tidak tampak hadir pada pasien dengan sindrom Hie AR. 13 Eczematous dermatitis dan lichenifikasi mempengaruhi wajah, batang, dan ekstremitas dalam distribusi mirip dengan yang ditemukan pada orang tanpa sindrom Hie yang memiliki dermatitis atopik . Dermatitis adalah pruritus, menyebabkan ekskoriasi. Ini berbeda dari eksim khas dalam tangis, lesi eczematous superinfected parah kulit sering kurang; pasien dengan sindrom Hie bukan mengembangkan bisul, mendalam abses
51

dingin, dan bahkan pyomyositis. Beberapa pedoman telah dibentuk untuk diagnosis dan manajemen dermatitis atopik. 13 Pada pasien dengan sindrom Hie AD, beberapa patah tulang dapat menyebabkan asimetri di ekstremitas atau dinding dada. Scoliosis berkembang selama masa remaja dan kelainan tulang belakang menyebabkan deformitas tulang belakang. Satu studi terbaru yang dilaporkan sendi hyperextensible pada sekitar 70% dari pasien AD HIEs. Kelainan gigi juga sering terlihat pada orang dengan sindrom AD Hie. Beberapa pasien dengan sindrom Hie AD dilaporkan gagal untuk menumpahkan gigi utama mereka. Mereka mungkin mempertahankan gigi ini bahkan saat gigi tetap meletus. 13 Sinusitis kronis, kronis bronkitis , dan abses paru (untuk pasien dengan sindrom Hie AD) adalah temuan sinopulmonary umum. Batuk dahak penghasil purulen adalah umum pada pasien yang mengembangkan pneumatoceles, meskipun beberapa individu memiliki batuk kering yang terkait dengan infeksi sinopulmonary. Desah sangat tidak biasa pada orang dengan sindrom Hie dan lebih sugestif asma atopi dengan kadar IgE tinggi. Manifestasi umum pada pasien dengan sindrom Hie AD termasuk batuk kronis dan pneumatoceles dalam dekade kedua kehidupan. 13 Karena AD sindrom Hie mempengaruhi sistem organ multipel dan gambaran klinis dapat berubah seiring dengan usia, National Institutes of Health (NIH) mengembangkan sistem penilaian untuk diagnosis klinis untuk sindrom Hie. Nilai titik klinis lebih dari 40 dilaporkan menjadi sangat mungkin untuk memiliki AD sindrom Hie. Temuan Klinis terdaftar dalam sistem angka meliputi tertinggi kadar serum IgE, abses kulit, pneumonia, anomali paru parenkim, mempertahankan gigi primer, skoliosis (kelengkungan maksimum), patah tulang dengan trauma minor, jumlah eosinofil tertinggi, karakteristik fitur wajah kasar, anomali garis tengah, ruam yang baru lahir, eksim (tahap terburuk), frekuensi infeksi saluran pernapasan atas, kandidiasis, infeksi serius lainnya, infeksi janin, hyperextensibility, limfoma , peningkatan lebar hidung, dan langit-langit tinggi. Skor diperbaiki dengan usia muda. 13

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y

Aspergillosis Dermatitis Atopik


52

y y y y

Kronis Penyakit granulomatosa Variabel umum Immunodeficiency Omenn Syndrome Wiskott-Aldrich Syndrome 13

LABORATORIUM Kadar IgE maksimum lebih besar dari 10 standar deviasi lebih tinggi dari yang sesuai dengan usia batas normal (sering 100 kali lebih besar dari batas atas normal) cukup untuk mengkonfirmasi diagnosis E AD hyperimmunoglobulin (Hie) sindrom pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Namun, dokter harus berhati-hati untuk mengecualikan individu atopik parah yang IgE mungkin meningkat ke tingkat yang sama. Tingkat IgE mungkin menipu rendah pada bayi usia kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa yang lebih tua, yang tingkat IgE telah diamati menurun. Hitungan CBC biasanya menunjukkan peningkatan absolut eosinofilia dengan neutrofil relatif normal dan jumlah limfosit. Segera tipe hipersensitivitas hasil tes kulit untuk alergi bisa positif untuk makanan dan aeroalergen. Tes untuk mendeteksi alergen-IgE spesifik mungkin kurang sensitif, lebih mahal, dan sering menyesatkan dalam kehadiran sangat tinggi kadar serum IgE, itu dapat meningkatkan kemungkinan hasil positif palsu untuk alergen-IgE spesifik bahkan dengan penggunaan lebih spesifik enzyme-linked immunosorbent (ELISA). T-limfosit populasi bervariasi. Kelainan umum dilaporkan termasuk penurunan CD8
+ +

sel T dan CD45RO

sel T memori. Respon proliferasi terhadap mitogens

(phytohemagglutinin, concanavalin A, dan pokeweed) biasanya normal. Tertunda-jenis hasil tes kulit hipersensitivitas sering negatif pada pasien dengan sindrom Hie tetapi juga negatif pada pasien dengan dermatitis atopik parah. Pada pasien dengan sindrom Hie AR, penurunan respon proliferatif terhadap antigen tertentu dapat ditemukan. Tidak adanya atau penurunan yang signifikan dalam jumlah sel Th17 diidentifikasi menggunakan pewarnaan intraseluler interleukin (IL) -17 adalah karakteristik pada pasien dengan sindrom Hie AD dengan STAT3 mutasi serta sindrom Hie AR dengan DOCK8 kekurangan. [17, 21] . [19] penghitungan sel Th17 dengan sitometri

53

secara komersial availabe di Rumah Sakit Anak dan Sistem Kesehatan, Sekolah Kedokteran Wisconsin. Kemotaksis neutrofil mungkin akan menurun sebagai respon terhadap N-formil-1methionyl-l-leucyl-l-fenilalanin (FMLP), tetapi hasilnya tidak selalu direproduksi, bahkan pada pasien yang sama.

PENATALAKSANAAN Antimikroba profilaksis terhadap Staphylococcus S dan spesies Candida merupakan manajemen yang paling penting dari HIEs. Lini pertama anti-staphylococcal antibiotik dicloxacillinYang atau trimetoprim-sulfametoksazol. Flukonazol adalah obat pilihan terhadap spesies Candida. 13 Dermatitis eczematous memerlukan terapi topikal ketat dengan steroid dan krim pelembab. Aplikasi topikal dari kalsineurin inhibitor (tacrolimus dan pimecrolimus) dapat juga digunakan untuk mengontrol lesi eczematous, tetapi tindakan imunosupresif mereka pada infeksi kulit harus dimonitor dengan baik. Sebuah obat untuk mengontrol pruritus sering dibutuhkan, ini mungkin diphenhydramine atau antihistamin lagi bertindak seperti loratadine, fexofenadine, desloratadine, atau cetirizine. Kontrol dermatitis menjadi penting ketika gips diterapkan untuk mengelola patah tulang atau scoliosis. 13 Bila radang paru-paru berkembang, biasanya karena infeksi S aureus. Umumnya, intravena nafcillin atau vankomisin untuk methicillin-resistant Staphylococcus S (MRSA) adalah terapi lini pertama. Haemophilus influenzae tipe b dan non-typable strain juga menyebabkan pneumonia, dalam kasus ini, cefuroxime intravena adalah obat pilihan. Superinfeksi dari pneumatoceles atau abses paru dengan spesies Aspergillus membutuhkan amfoterisin intravena selama beberapa bulan, biasanya, intervensi bedah juga diperlukan. Dada radiograf dari pasien dengan autosomal dominan (M) sindrom E hyperimmunoglobulin (HIEs) dan abses paru-paru setelah pneumonia stafilokokus ganda.Aspergillus fumigatus diisolasi dari abses. 13 Ketika superinfeksi dengan aeruginosa P atau lainnya bakteri gram negatif hadir, suatu aminoglikosida ditambah seftazidim dan intervensi bedah sesuai. 13

54

Dalam kasus pneumonia jiroveci P, intravena trimetoprim-sulfametoksazol diperlukan. Penulis telah melihat pneumonitis yang luar biasa parah dan berkepanjangan dari virus RSV pada bayi; rawat inap dukungan pernafasan yang telah diwajibkan. 13 Transplantasi sumsum tulang adalah kuratif untuk sejumlah besar penyakit immunodeficiency primer, namun satu pasien dengan sindrom Hie dilaporkan memiliki kambuhnya HIEs setelah transplantasi sel induk hematopoietik sukses. 13

PENCEGAHAN Cakupan antibiotik profilaksis oral untuk S aureus dan agen antijamur terhadap Candida spesies diperlukan untuk kebanyakan pasien. 13 Diagnosis prenatal dapat dilakukan pada anak yang lahir untuk orang tua dengan tahu mutasi dengan STAT3 atau DOCK8. 13

KOMPLIKASI Komplikasi paru infeksi, seperti fistula bronkopulmonalis atau perdarahan, adalah keadaan darurat bedah. 13 Craniosynostosis telah dilaporkan pada beberapa pasien dengan HIEs AD. 13 Sesekali kasus keganasan telah dilaporkan terutama di AR-HIEs pasien, terutama yang berasal dari kulit. Pemantauan hati-hati adalah yang ditunjukkan oleh. 13 Pada 13 pasien dengan AR HIEs, 5 dilaporkan memiliki gejala SSP yang berhubungan dengan anomali vaskuler (stenosis, oklusi, dan pembentukan aneurisma), dan 3 dari 5 pasien ini meninggal dengan komplikasi berikutnya (infark serebral dan pendarahan subarachnoid). 13 Baru-baru dilatasi aneurismal fatal dari aorta dada dilaporkan dalam 2 remaja dengan HIEs AR. Aneurisma arteri koroner juga dilaporkan pada 2 pasien dengan HIEs AD yang berada di dekade kelima mereka hidup ketika aneurisma didiagnosis. 13

55

9.

Penyakit Granulomatosa Kronis


Penyakit Granulomatosa kronis (CGD) merupaka kelainan bawaan sel fagositik,

LATAR BELAKANG

hasil dari ketidakmampuan fagosit untuk menghasilkan anion superoksida bakterisida (O


2 -).

Hal ini menyebabkan berulang mengancam nyawa infeksi bakteri dan jamur. 14 Penyakit granulomatosa kronis sekarang diketahui disebabkan oleh cacat dalam

nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH), mengurangi bentuk, kompleks enzim oksidase fagosit. Penyakit granulomatosa kronis mengacu pada karakteristik granuloma yang berkembang sebagai respon terhadap peradangan kronis. 14

PATOFISIOLOGI Penyakit granulomatosa kronis yang disebabkan oleh cacat dalam oksidase NADPH fagositik, yang bertanggung jawab untuk memproduksi O
2 -.

Ini anion

superoksida kemudian diubah menjadi oksidan reaktif yang relatif bakterisida, seperti hidroksil radikal - peroksida, hidrogen (H 2 O 2), anion peroxynitrite (ONOO -) (OH), dan oxyhalides (Hox
2 -,

di mana X adalah bagian yang paling umum klorin). Anion

superoksida dihasilkan dengan mentransfer elektron dari NADPH berkurang menjadi molekul O (Phox).14 Sistem Phox adalah enzim kompleks NADPH oksidase yang terdiri dari 5 komponen protein. Glikoprotein 91 (gp91) dan protein 22 (p22) membentuk b dan subunit dari membran terikat heterodimer disebut sebagai flavocytochrome b558. Protein 47 (p47), protein (P67), dan protein 40 (p40) ada bersama sebagai komponen sitosol dari Phox. Komponen yang terikat membran (gp91 dan p22) dan sitosol (p47, P67, dan p40) berkumpul di membran phagolysosome dalam menanggapi rangsangan inflamasi seperti fagositosis. Kompleks enzim dirakit mengangkut elektron dari NADPH sitosol melewati membran ke molekul oksigen di dalam phagolysosome untuk menghasilkan radikal superoksida dan lebih beracun lainnya, seperti hidrogen peroksida dimediasi oleh superoksida dismutase dan Hox. 14 dalam menanggapi rangsangan fisiologis, seperti fagositosis. Reaksi ini

diperantarai oleh NADPH oksidase fagosit atau dikenal sebagai oksidase fagosit

56

Cacat molekul yang paling umum pada penyakit granulomatous kronis adalah mutasi pada gen (sitokrom B, b subunit) CYBB yang terletak pada kromosom X dan yang mengkodekan untuk gp91 (subunit b sitokrom b558). Sindrom yang dihasilkan biasa disebut X-linked granulomatosa penyakit kronis (X-CGD). Gp91 kekurangan menyumbang 50-70% dari semua kasus penyakit granulomatosa kronis. Lebih dari 350 mutasi pada gen CYBB diketahui, dan sejauh ini, semua yang unik untuk setiap keluarga. Data dari analisis menunjukkan bahwa pembawa mutasi de novo terjadi pada sekitar 10% kasus. 14 Mutasi kedua yang paling umum terjadi pada gen pada kromosom 7 NCF1 yang mengkodekan untuk p47. Mutasi ini adalah bentuk paling umum resesif autosomal dari penyakit, terhitung 20-40% dari semua kasus penyakit granulomatosa kronis. Tidak seperti CYBB yang memiliki lebih dari 350 mutasi, mutasi NCF1 sangat kekal untuk penghapusan tunggal di lebih dari 90% pasien. 14 Mutasi pada gen NCF2 (yang mengkode P67) dan CYBA (yang mengkode p22) jarang terjadi, terhitung kurang dari 10% dari semua kasus penyakit granulomatosa kronis. Kedua hasil mutasi pada bentuk resesif autosomal penyakit granulomatosa kronis. Sekitar 95% dari mutasi tersebut di atas mengakibatkan tidak lengkap atau tingkat sangat berkurang dari protein yang terkena. Dalam 5%, tingkat normal protein cacat yang dihasilkan. The 4 bentuk penyakit yang disebut sebagai X91 (X-linked, gp91), A22 (autosomal, p22), A47, dan A67 CGD. The terkena. 14 Kurang dari 10% pasien memiliki bentuk X-linked varian dari CGD (X91
-), + -, o

superscript,

atau

ditambahkan untuk

menunjukkan tingkat normal, penurunan tingkat, atau tidak lengkap dari subunit yang

yang

memiliki perjalanan klinis yang relatif ringan. Sebagian besar pasien ini memiliki tingkat rendah tetapi terdeteksi flavocytochrome b588, dan fagosit mereka dapat menghasilkan sejumlah terukur superoksida. Cacat pada p47 juga tampaknya dikaitkan dengan kekurangan enzimatik dan klinis kurang pentingnya daripada yang diamati dalam bentuk lain. Diagnosis di masa dewasa tidak jarang pada pasien dengan aktivitas Phox sisa. 14

57

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Insiden pasti penyakit granulomatosa kronis tidak diketahui. Analisis data yang diajukan ke registri nasional menunjukkan bahwa kejadian penyakit granulomatosa kronis di Amerika Serikat adalah sekitar 1 kasus per 200,000-250,000 populasi (sebanyak 20 pasien dengan penyakit granulomatosa kronis yang lahir setiap tahun), tanpa ras jelas atau etnis kegemaran. 14 Internasional Survei dari Belanda dan bagian lain dunia menunjukkan frekuensi sekitar 1 kasus di 220,000-500,000 populasi. 14
\

Mortalitas / Morbiditas Sebuah studi rinci tentang riwayat alami penyakit granulomatosa kronis tidak tersedia. Data registri menunjukkan bahwa kedua angka kesakitan dan angka kematian tertinggi pada pasien dengan bentuk X-linked penyakit. Sejumlah besar pasien di registri meninggal selama dekade kedua dan ketiga kehidupan, meskipun beberapa selamat di luar dekade keempat. Sekitar 80% pasien masih hidup di 5 tahun setelah mereka masuk dalam registri. Bahkan di era modern perawatan untuk penyakit ini, data sporadis menunjukkan kelebihan potensi dalam mortalitas pada individu yang berusia 10-30 tahun. 14

Ras Tidak ada predileksi ras dikenal. 14

Seks Sekitar dua pertiga kasus diwariskan sebagai X-linked cacat, dan sisa kasus diwariskan dalam mode resesif autosomal. Dari 368 pasien dari 318 segala suku dilaporkan ke registri penyakit granulomatosa kronis, 316 (86%) adalah laki-laki. 14

58

Usia Meskipun sebagian besar dari individu yang terkena hadir dengan infeksi pada anak usia dini, beberapa laporan menggambarkan pasien yang terkena gejala yang menjadi lambat ini. Penyakit granulomatosa kronis mungkin tidak terdiagnosis pada beberapa pasien karena mereka memiliki fenotip klinis ringan. 14

PEMERIKSAAN FISIK Uraian awal anak dengan penyakit granulomatosa kronis yang ditandai sebagai yang mengalami limfadenopati, hepatosplenomegali, kegagalan pertumbuhan, dan stigmata dari infeksi kulit kronis. 14 Temuan fisik yang diamati kurang umum sekarang daripada sebelumnya karena kebanyakan pasien diidentifikasi dan dirawat di awal masa bayi atau masa kanak-kanak.
14

Pasien yang terinfeksi kadang-kadang hadir tanpa gejala khas infeksi (yaitu, demam, leukositosis). 14

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y y y y y y y

Bruton agammaglobulinemia Variabel umum Immunodeficiency Melengkapi Kekurangan Manusia Infeksi Virus Immunodeficiency Hyperimmunoglobulinemia E (Ayub) Sindrom Leukosit Adhesi Defisiensi Parah Gabungan Immunodeficiency Wiskott-Aldrich Syndrome14

LABORATORIUM Tes-tes berikut diindikasikan pada penyakit granulomatosa kronis (CGD): y Nitroblue tetrazolium (NBT) tes Uji standar untuk aktivitas oksidase fagositosis adalah tes NBT. Para NBT senyawa tidak berwarna dikurangi menjadi formazan biru oleh aktivitas sistem
59

enzim Phox. Beberapa versi dari tes ada; masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. y y Dihydrorhodamine (DHR) tes Prenatal diagnosis Diagnosis prenatal untuk saudara kandung dari pasien yang terkena dapat dicapai dalam satu dari dua cara. Ketika mutasi yang tepat diidentifikasi pada anak yang terkena dampak, chorionic villus biopsi dapat dilakukan untuk mendapatkan DNA yang cukup untuk mengidentifikasi janin yang terkena. Sebagai alternatif, polimorfisme yang berulang dinukleotida terkait dengan gen CYBB mungkin berguna dalam diagnosis prenatal X-CGD. 14

PENATALAKSANAAN Profilaksis antimikroba, pengobatan dini dan agresif dari infeksi, dan interferongamma merupakan landasan terapi saat ini penyakit granulomatosa kronis (CGD). sel induk hematopoietik transplantasi (HSCT) dari antigen leukosit manusia (HLA)-yang kompatibel donor dapat menyembuhkan granulomatosa kronis penyakit. Namun, pendekatan ini penuh dengan morbiditas yang signifikan secara klinis dan risiko hingga kematian. HSCT tetap merupakan modalitas terapi yang kontroversial dalam penyakit ini, bahkan ketika sel induk dari donor saudara kandung yang cocok tersedia. 14
o

Interferon-gamma sekarang direkomendasikan sebagai terapi seumur hidup untuk Kuratif pendekatan (HSCT) 14

profilaksis infeksi pada penyakit granulomatosa kronis. 14


y

HSCT adalah modalitas terapeutik kuratif hanya saat ini tersedia untuk penyakit ini. Sedikitnya 24 pasien yang telah menjalani HSCT untuk penyakit granulomatosa kronis dilaporkan Registry Bone Marrow Transplant Internasional Pusat Internasional Darah dan Sumsum Penelitian Transplantasi (CIBMTR). Laporan kasus beberapa HSCTs berhasil dipublikasikan dalam literatur. [10] Karena kurangnya transplantasi dilakukan sampai saat ini, penilaian bermakna dari kemungkinan hasil yang sukses setelah HSCT pada penyakit granulomatosa kronis tidak dapat dibuat.

60

Transplantasi dengan sumsum tulang saudara cocok atau darah tali pusat mungkin akan paling berhasil jika dilakukan pada masa bayi atau anak usia dini, ketika risiko kematian akibat infeksi atau penyakit graft versus host adalah minimal. Namun, bahkan dalam situasi seperti ini, resiko kecil tapi terbatas kematian dari HSCT dicatat. Risiko ini telah menyebabkan Terapi gen 14 Terapi gen untuk penyakit granulomatosa kronis yang menarik untuk berbagai alasan. Cacat genetik yang tepat biasanya dapat diidentifikasi. Sel-sel yang tidak memiliki produk gen fungsional dan prekursor mereka dapat diakses dalam darah atau sumsum tulang. Karena pembawa X-CGD jarang bergejala, kecuali kurang dari 10% dari fagosit mengekspresikan gen normal untuk gp91, koreksi stabil hanya 5-10% dari fagosit beredar mungkin cukup untuk secara substansial meningkatkan hasil klinis. Kerugian utama dari penyakit granulomatosa kronis sebagai penyakit kandidat untuk ter api gen adalah bahwa sel-sel gen yang dimodifikasi tidak memiliki keuntungan selektif lebih rusak sel inang. Hal ini karena gen Phox diperlukan hanya dalam fagosit tersembuhkan dibedakan. Hasil yang dipublikasikan dari terapi gen pada penyakit granulomatosa kronis berasal dari penelitian hewan, dalam studi in vitro sel berasal dari sumsum tulang manusia, dan laporan transfer angkat ex vivo dimodifikasi sel ke pasien manusia. Sebuah laporan pada dua pasien yang menjalani berkurang intensitas pengkondisian transplantasi dan transfer gen menyebabkan peningkatan dalam aktivitas yang menghasilkan superoksida fagosit.
[11]

keengganan

di

kalangan

dokter

yang

merawat

dalam

merekomendasikan atau menggunakan prosedur terapeutik.


y

Jangka panjang tindak lanjut penelitian yang diperlukan untuk

mendokumentasikan keamanan dari penyisipan gen dan kemungkinan efek merusak. Dengan teknik saat ini, sementara sebagian koreksi dari cacat fagosit dapat dibuat sebagai tambahan untuk terapi medis infeksi akut atau kronis. Namun, koreksi signifikan secara klinis tahan lama penyakit granulomatosa kronis dengan terapi gen menunggu diperbaiki metode untuk transfer gen, menargetkan sel-sel induk hematopoietik, dan pengendalian ekspresi genetik. Ketika masalah ini diselesaikan, terapi gen aman praktis akan menjadi pilihan perawatan untuk penyakit granulomatosa kronis.

61

PROGNOSIS Prognosis untuk pasien dengan penyakit granulomatosa kronis telah meningkat selama 2 dekade terakhir. Meskipun tidak ada studi formal tentang sejarah alami dari penyakit ini telah dilakukan, durasi kelangsungan hidup saat ini rata-rata untuk pasien dengan penyakit granulomatosa kronis diperkirakan sekitar 20-25 tahun, dengan angka kematian sebesar 2-3% per tahun. Angka kematian tertinggi adalah pada anak usia dini. Penyebab biasa kematian adalah infeksi. Namun, penyakit granulomatosa kronis memiliki heterogenitas klinis yang signifikan dalam tingkat keparahan penyakit pada pasien yang terkena. . 14

10.

Hipogammaglobulin Sementara pada Bayi


Hypogammaglobulinemia Transient masa bayi (THI) adalah penyakit yang relatif

LATAR BELAKANG

umum immunodeficiency primer yang mempengaruhi bayi dan anak kecil. Setelah lahir, ibu imunoglobulin G (IgG) yang catabolized, dan IgG disintesis oleh bayi secara bertahap terakumulasi. Tingkat serum biasanya mereka mencapai titik nadir fisiologis pada bayi usia 3-6 bulan. 15 THI ini ditandai dengan penurunan serum IgG dengan atau tanpa imunoglobulin menurun A (IgA) dan M imunoglobulin (IgM) tingkat kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari usia disesuaikan tingkat referensi kisaran pada bayi yang lebih tua dari usia 6 bulan di tahun pertama hidup tetapi dengan normal untuk mendekati normal tanggapan antibodi terhadap imunisasi protein. Selain itu, gangguan imunodefisiensi primer perlu dikecualikan. Tingkat ini biasanya meningkat ke kisaran referensi pada usia 2-6 tahun pada anak dengan THI. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa THI mungkin merupakan cacat sel B intrinsik dengan respon antibodi yang abnormal, terutama Streptococcus pneumoniae, virus pernapasan, dan Haemophilus influenzae tipe B. 15

ETIOLOGI Penyebab THI tidak diketahui. Siegal et al (1981) melaporkan penurunan CD4
[2] +

T-helper fungsi sel dan B-sel sintesis IgG dan IgA dalam THI; penelitian selanjutnya telah dapat mengkonfirmasi hal ini. Kowalczyk et al (1997) melaporkan
62

ketidakseimbangan meningkat . TNF dan IL-10 sintesis

[14]

tanggapan antibodi terhadap

antigen protein normal atau mendekati normal, namun kekurangan antibodi terhadap antigen polisakarida selektif bakteri (misalnya, imunisasi pneumoniae S, H influenzae tipe B) hadir dengan kekurangan IgA dan IgG -2 subclass kekurangan. Peningkatan sel B dan penurunan memori dan beralih sel B yang telah diamati. Karena kebanyakan anak "mengatasi" immunodeficiency mereka, tampaknya menjadi cacat pematangan pada bayi dan anak kecil. Oleh karena itu, THI mungkin merupakan cacat yang mempengaruhi pematangan sel T CD4 +, sel B, dan / atau antigen-presenting sel. 15

EPIDEMIOLOGI Frekuensi Amerika Serikat Frekuensi yang tepat dari THI tidak diketahui, meskipun telah diperkirakan 0,061-1,1 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Dalam sebuah survei nasional di Jepang, THI terdiri 18,5% dari gangguan imunodefisiensi primer.
[10]

Menurut pengalaman penulis, THI

adalah diagnosis relatif umum pada anak-anak dirujuk untuk evaluasi infeksi berulang. 15

Mortalitas / Morbiditas Orang dengan THI telah meningkatkan frekuensi infeksi saluran pernafasan atas, terutama otitis media dan sinusitis , dan, kadang-kadang, radang paru-paru . Mengancam nyawa infeksi bakteri dapat terjadi tetapi jarang. 15

Ras THI terjadi pada orang dari semua ras. 15

Seks Whelan dkk dan Ji-hong dkk melaporkan dominan laki-laki dengan rasio priaperempuan sekitar 2:1. Pasien sering memiliki riwayat keluarga THI dan mungkin memiliki riwayat keluarga lain penyakit immunodeficiency primer, seperti selektif kekurangan IgA dan variabel umum immunodeficiency. Tiller dan Buckley (1978) melaporkan riwayat keluarga peningkatan parah immunodeficiency gabungan (SCID) . 15
63

Usia THI adalah gangguan imunodefisiensi kongenital yang bermanifestasi setelah bayi catabolizes ibu yang diturunkan IgG, biasanya pada usia 6 bulan. Kebanyakan anak berusia 2-6 tahun mengatasi kondisi ini ketika serum IgG, IgA, dan M imunoglobulin (IgM) konsentrasi menormalkan, seperti halnya tanggapan antibodi terhadap protein dan antigen polisakarida. 15

PEMERIKSAAN FISIK Temuan Pemeriksaan fisik biasanya normal. Amandel, kelenjar gondok, dan kelenjar getah bening normal pada pasien dengan THI, yang membantu untuk membedakan dari yang lain THI bawaan intrinsik sel B cacat kekebalan tubuh. Di Xlinked agammaglobulinemia infantil ( Bruton agammaglobulinemia ) dan umum variabel imunodefisiensi, kelenjar getah bening perifer, jaringan tonsil, dan jaringan adenoid adalah hypotrophic. Namun, hipertrofi jaringan tonsil dan splenomegali mungkin ada dalam sebanyak 25% pasien dengan immunodeficiency variabel umum. Dalam hiper-IgM syndrome (HIGM) , hiperplasia limfoid dan splenomegali adalah seragam ini. Pertumbuhan biasanya normal pada pasien dengan THI, seperti di paling utama sel B immunodeficiencies. 15

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y y y y y

Agammaglobulinemia Bruton agammaglobulinemia Variabel umum Immunodeficiency IgA dan IgG Kekurangan Subclass Protein-Kehilangan enteropati Parah Gabungan Immunodeficiency 15

LABORATORIUM Dalam mengevaluasi hypergammaglobulinemia transien dari masa bayi (THI), serum IgG tingkat mengalami penurunan kurang dari 2 SD untuk disesuaikan menurut
64

umur tingkat referensi jangkauan. Seringkali, serum IgA tingkat juga menurun, namun tingkat IgM biasanya dalam kisaran referensi. Arus cytometry studi mengungkapkan bahwa persentase dan jumlah CD3
+ +

dan terutama CD4

sel T mungkin akan sedikit

menurun tapi biasanya normal. Fungsi sel T dinilai oleh hipersensitivitas tipe lambat (DTH) dan dalam respon vitro lymphoproliferative normal. Persentase dan jumlah CD19 + sel B dapat ditingkatkan, namun dalam pengalaman penulis, CD27 + CD27 + memori dan IgD-IgM-switched sel B mungkin akan menurun. 15 Titer antibodi untuk imunisasi protein (misalnya, tetanus toksoid, toksoid difteri, polio) adalah pada konsentrasi normal atau mendekati normal. Hal ini membedakannya dari lebih THI B-dan serius T-sel gangguan imunodefisiensi. Namun, antibodi respon terhadap infeksi virus pernapasan juga mungkin akan menurun. Selanjutnya, Dalal dan Roifman (2001) melaporkan bahwa antibodi tanggapan setelah imunisasi mungkin normal tetapi tidak dapat bertahan pada penentuan serial. 15 Berbeda dengan respon terhadap antigen protein, antibodi respon terhadap antigen polisakarida sering abnormal. Pada anak dengan THI lebih tua dari 2 tahun, dan Wolpert Knutsen (1998) diamati respon antibodi yang buruk terhadap vaksin pneumokokus konjugasi (Pneumovax); pada anak dengan THI muda dari 2 tahun, antibodi respon yang buruk terhadap vaksin pneumokokus konjugasi-(Prevnar) adalah diamati. [11] Dorsey et al (2006) melaporkan bahwa imunisasi terhadap antigen polisakarida terkonjugasi sering di bawah normal pada anak dengan THI. [1] ini penulis mengamati respon antibodi menurun untuk kedua terkonjugasi jenis vaksin influenzae B dan H imunisasi S pneumoniae pada anak dengan THI. 15 Memori dan sel B switched harus dianalisis. CD19 + CD27 + sel B memori dan IgM-IgD-CD27 + sel B switched mengalami penurunan di banyak immunodeficiencies sel B, seperti CVID, sindrom HIGM, dan defisiensi antibodi selektif (SAD). BukowskaStrakova dkk menganalisis memori dan beralih sel B dalam CVID, THI dan selektif IgA defisiensi (SIgAD).
[15]

Memori dan beralih sel B yang biasanya menurun pada 56 anak

dengan CVID tapi normal dalam 37 anak-anak dengan THI dan di 39 anak-anak dengan SIgAD dibandingkan dengan usia yang sama anak usia 0-7 tahun kontrol. Namun, mereka tidak mengamati pada beberapa anak muda dari 5 tahun dengan gejala THI, penurunan memori, dan beralih sel B. Dalam pengalaman kami, pada bayi dengan THI
65

dan penurunan respon antibodi baik terkonjugasi dan / atau S pneumoniae imunisasi, memori dan beralih sel B biasanya menurun. Namun, memori dan beralih sel B menormalkan ketika IgG dan meningkatkan respon antibodi. 15 Pola imunoglobulin serum IgG dan penurunan tingkat IgA menyerupai terkait-X hiper-IgM (XL-HIGM tipe 1) sindrom, autosom resesif CD40 HIGM defisiensi (tipe 2), dan variabel umum immunodeficiency. Dalam HIGM dan umum variabel

imunodefisiensi, sel B dewasa yang hadir. Selain itu, memori dan beralih sel B mengalami penurunan dalam kondisi ini, yang dapat dilihat pada THI juga. Namun, kekurangan antibodi parah membedakan kondisi ini dari THI. Defisiensi sel T CD40 ligan (gp39, CD154) adalah cacat genetik di XL-HIGM, dan kekurangan sel B CD40 adalah cacat genetik pada jenis HIGM 3. CD40L dan CD40 dapat dianalisis menggunakan sitometri. 15 Defisiensi aktivasi-induced deaminase cytidine (AID) dan urasil-DNA

glycosylase (UNG) pada sel B telah dikaitkan dengan bentuk resesif autosomal dari HIGM yang mempengaruhi sel B (HIGM tipe 2). Gene analisis dari cacat pada HIGM dapat dianalisis oleh laboratorium komersial yang mengkhususkan diri dalam kerusakan genetis. 15

PENATALAKSANAAN Hypogammaglobulinemia Transient masa bayi (THI) pengobatan konservatif dan tergantung pada beratnya infeksi dan respon pasien terhadap terapi. Pengobatan antibiotik yang tepat mungkin sudah cukup. Namun, mengingat bukti yang muncul bahwa THI adalah intrinsik sel B imunodefisiensi, dengan kekurangan antibodi terhadap imunisasi dan polisakarida terkonjugasi-polisakarida (misalnya, S pneumoniae), pengobatan dengan antibiotik profilaksis adalah wajar. 15 Selanjutnya, pada pasien dengan THI yang mengembangkan parah infeksi yang mengancam jiwa atau yang mengalami infeksi berulang saluran pernafasan meskipun terapi antibiotik, percobaan terapi antibodi pengganti dalam bentuk imunoglobulin intravena (IVIG) diindikasikan. Penyidik telah merekomendasikan IVIG selama 6-12 bulan dengan menggunakan dosis terapi biasa IVIG dari 400-800 mg / kg intravena setiap 3-4 minggu. Suatu bentuk subkutan gammaglobulin (Vivaglobin) telah menjadi tersedia
66

sebagai alternatif untuk IVIG. Dosis terapi yang biasa adalah 100-200 mg / kg secara subkutan per minggu. 15 Alergi rhinitis kontribusi untuk otitis media berulang dan sinusitis. Jika rhinitis alergi terjadi, anak harus agresif diobati dengan kortikosteroid topikal hidung dan antihistamin. 15 Imunisasi rutin pada anak dengan terus THI. Baru-baru ini, vaksin pneumokokus konjugasi heptavalent telah direkomendasikan untuk imunisasi rutin pada anak-anak dimulai pada usia 2 bulan. Apakah imunisasi ini dapat secara signifikan mengurangi otitis media pada anak dengan THI tidak jelas. Vaksin pneumokokus konjugasi heptavalent mencakup sekitar 85% dari serotipe bertanggung jawab untuk infeksi pneumokokus invasif pada anak. 15 Dalam studi anak-anak sehat, vaksin pneumokokus secara signifikan dieliminasi infeksi invasif tetapi mengurangi frekuensi otitis media dengan hanya 20%. Sorensen et al telah melaporkan bahwa persentase yang signifikan dari anak-anak dengan kekurangan antibodi terhadap antigen polisakarida selektif bakteri setelah imunisasi dengan vaksin konjugasi (Pneumovax) mengembangkan tingkat antibodi pelindung setelah imunisasi dengan vaksin konjugasi (Prevnar), dengan penurunan infeksi. 15

Bedah Banyak dari anak-anak ini disebut otolaryngologists untuk penempatan tabung tympanostomy untuk otitis media berulang dan bedah sinus endoskopi fungsional (FESS) untuk sinusitis kronis. Tabung tympanostomy adalah manfaat pasti dalam pencegahan otitis media berulang, dan gejala sisa anatomi dan audiologic potensi merugikan dari penempatan tabung harus diperhatikan. Demikian juga, beberapa telah menyarankan bahwa FESS bukanlah obat untuk sinusitis kronis tetapi bahwa yang mendasari penyakit imunodefisiensi harus diobati dengan tepat. 15

PROGNOSIS
y

Prognosis jangka panjang untuk pasien dengan THI adalah sangat baik, sistem Serius infeksi yang mengancam jiwa pada pasien dengan THI jarang terjadi. 15
67

kekebalan tubuh menjadi normal pada pasien dengan usia 2-6 tahun.
y

11.

Kandidiasis Mukokutaneus Kronis


Latar belakang Kandidiasis mukokutan kronis (CMC) mengacu pada sekelompok heterogen gangguan yang ditandai oleh infeksi superfisial berulang atau persisten pada kulit, membran mukosa, dan kuku dengan organisme Candida, biasanya Candida albicans Gangguan ini terbatas pada permukaan kulit,dengan kecenderungan sedikit untuk sistemik diseminasi. CMC tidak mewakili penyakit tertentu, melainkan presentasi fenotipik spektrum kekebalan, endokrinologik, dan gangguan autoimun. Fitur pemersatu dari gangguan heterogen terganggu diperantarai sel kekebalan terhadap spesies Candida. Gambar di bawah menggambarkan CMC pada kuku. 16

Menebal, terfragmentasi, hiperkeratotik kuku dan kulit eritematosa periungual. Courtesy of Walter Reed Army Medical Center.

PATOFISIOLOGI Candida albicans adalah ragi oportunistik yang merupakan bagian dari flora normal pada saluran pencernaan, kulit, dan selaput lendir. Jamur bisa ada di ragi, (pseudohyphal) miselium, atau fase chlamydospore. Penyakit invasif adalah jarang, namun ketika itu terjadi, biasanya berhubungan dengan elemen miselium. Beberapa faktor tuan rumah adalah penting dalam mempertahankan terhadap infeksi oleh organisme candida. Sehat, kulit utuh yang terus desquamates dan melahirkan kembali biasanya merupakan penghalang awal yang efektif. Sistem kekebalan tubuh utuh sangat penting untuk menjaga ini organisme oportunistik di teluk. 16 CMC dikaitkan dengan cacat dalam imunitas diperantarai sel yang baik mungkin terbatas terhadap antigen Candida atau menjadi bagian dari kelainan kekebalan yang lebih umum. Data terakhir menunjukkan perubahan dalam produksi sitokin sebagai respon terhadap antigen Candida. Perubahan ini termasuk interleukin menurun 2 dan
68

interferon-gamma level (T beberapa studi.


[1, 2]

1 sitokin) dan peningkatan interleukin 10 tingkat dalam

Pasien yang kekurangan kekebalan sel-T (misalnya, mereka dengan

sindrom defisiensi imun berat gabungan atau DiGeorge Sindrom) atau pasien dengan sangat terganggu fungsi sel T (misalnya, pasien dengan AIDS) rentan terhadap infeksi candida kronis. Cacat dalam imunitas humoral tidak umum diamati pada pasien dengan CMC, dan pasien dengan defisiensi antibodi tidak terlalu rentan terhadap kandidiasis. 16

EPIDEMIOLOGI Mortalitas / Morbiditas CMC tidak terkait dengan tingkat kematian yang tinggi karena infeksi kandida invasif disebarluaskan jarang terjadi. Dalam CMC yang terisolasi, prognosisnya baik, namun morbiditasnya signifikan terkait dengan kulit kronis dan persisten, kuku, dan infeksi selaput lendir candida. Risiko dari aneurisma mikotik, walaupun rendah, tetap dapat menjadi kemungkinan yang nyata.
[4]

Dalam sebuah subset dari pasien, thymoma

ganas atau kanker rongga mulut dan saluran pencernaan dapat terjadi. Pasien dengan distrofi polyendocrinopathy-kandidosis-ectodermal autoimun (APECED) memiliki morbiditas yang signifikan dari endokrinopati atau penyakit autoimun lainnya terkait dengan kondisi ini. Beberapa kasus pneumonia Pneumocystis carinii pada pasien dengan CMC dilaporkan dalam literatur. 16

Ras Tidak ada predileksi rasial dilaporkan untuk CMC, meskipun APECED yang paling umum di Finlandia, Sardinia, dan populasi Yahudi Iran. 16 Seks Rasio laki-perempuan untuk CMC sama. 16 Usia CMC biasanya memanifestasikan pada masa bayi atau anak usia dini (60-80% kasus), dengan usia rata-rata onset 3 tahun. Onset tertunda atau orang dewasa penyakit ini

69

dilaporkan dan dapat dikaitkan dengan timoma, myasthenia gravis, dan kelainan sumsum tulang. 16

GEJALA KLINIS Pasien datang dengan infeksi kandida superfisial berulang atau berkelanjutan dari rongga mulut (sariawan) atau daerah intertriginosa atau periorificial. Bayi sering hadir dengan sariawan bandel, dermatitis popok candida, atau keduanya. Skala yang lebih luas dari lesi kulit dan kuku menebal dan merah, bengkak jaringan periungual dapat mengikuti infeksi ini. 16 Kandidiasis sistemik dan dermatitis jamur invasif, meskipun jarang, biasanya terjadi pada bayi prematur, terutama yang dengan berat lahir sangat rendah. 16 Infeksi candida yang berulang dan tahan api, yang mencirikan CMC, harus dibedakan dari pertumbuhan berlebih lebih umum dan pengobatan responsif Candida yang terjadi dalam pengaturan terapi antibiotik sistemik, lokal / sistemik pengobatan kortikosteroid, atau hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus. 16

PEMERIKSAAN FISIK CMC didiagnosa berdasarkan temuan pemeriksaan fisik, pemeriksaan kalium klorida (KOH), kultur jamur, dan riwayat infeksi kandidiasis berulang dan tahan api. Pemeriksaan oral dapat mengungkapkan plak putih atau sariawan cheilitis angular perlche. Keterlibatan oral dapat menjalar sampai ke esofagus, tetapi penjalaran ini sangat jarang. 16 Kuku dapat menebal, terfragmentasi, dan berubah warna, dengan edema dan eritema yang signifikan dari jaringan periungual sekitarnya, simulasi clubbing (lihat gambar pertama di bawah). 16 Lesi kulit lebih sering adalah acral dan ditandai dengan eritematosa, hiperkeratotik, plakat serpiginous (lihat gambar kedua di bawah). 16 Kulit kepala mungkin terlibat dengan plak hiperkeratotik serupa, yang dapat mengakibatkan jaringan parut alopecia (lihat gambar ketiga di bawah). 16

70

Menebal, terfragmentasi, hiperkeratotik kuku dan kulit eritematosa periungual. Courtesy of Walter Reed Army Medical Center.

Berkulit hiperkeratotik plak pada dan di sekitar hidung. Courtesy of Walter Reed Army Medical Center.

Berkulit hiperkeratotik plak pada alis, dahi kulit kepala, dan. Courtesy of Walter Reed Army Medical Center.

Sebuah subset dari pasien CMC memiliki infeksi noncandidal berulang atau berat, termasuk dari jamur patogen virus, bakteri, dan lainnya. Beberapa pasien dengan CMC memiliki tingkat rendah zat besi serum dan penurunan toko besi, kemungkinan berhubungan dengan penyerapan zat besi menurun. Pengganti besi harus dimulai pada pasien ini. Beberapa pasien dilaporkan telah membaik setelah terapi besi parenteral. Beberapa klasifikasi ada untuk CMC. Para penulis mengkategorikan CMC berdasarkan hubungannya dengan kondisi lain. 16
71

CMC tanpa endokrinopati16


o o o

Kategori ini terdiri dari spektrum presentasi klinis. Warisan mungkin autosomal resesif atau dominan, tetapi banyak kasus sporadis. Onset adalah di masa kecil, dan tidak terkait endokrin atau gangguan autoimun yang diamati.

CMC dengan endokrinopati16


o

CMC dapat terjadi sebagai bagian dari sindrom autoimun polyendocrinopati tipe 1 ( Pewarisan Mendel Online di Man # 240300 ), juga dikenal sebagai APECED. [6]


APECED ditandai oleh minimal 2 dari berikut: CMC, hipoparatiroidisme, dan penyakit Addison. Gangguan autoimun lainnya dapat berhubungan, seperti, diabetes tipe 1, tiroiditis autoimun, penyakit Graves, alopecia areata, vitiligo, hipogonadisme, sirosis bilier, hepatitis, idiopatik purpura thrombocytopenic, dan anemia pernisiosa.

APECED diwariskan dalam

mode resesif autosomal dan biasanya

bermanifestasi awal di masa kecil. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen regulator autoimun (Aire) pada 21q22.3, yang mengkode protein yang memainkan peran penting dalam membangun dan memelihara toleransi di timus. [7]


Sebuah penelitian baru menemukan bahwa pasien APECED memiliki cacat reseptor-mediated internalisasi Candida, yang menyebabkan perubahan Candida spesifik respon imun. [6]

Kandidiasis sering manifestasi pertama APECED, muncul sebelum usia 5 tahun dalam banyak kasus, diikuti oleh manifestasi dari endokrin lainnya dan kondisi nonendocrine, termasuk ectodermal displasia. Ectodermal displasia manifestasi termasuk gigi enamel hipoplasia dan distrofi kuku diadu. Keratopati dan kalsifikasi dari membran timpani juga dapat terjadi.

Sebuah tinjauan 2006 dari 18 pasien APECED ditemukan kandidiasis pada semua pasien sebagai gejala menyajikan, dan peneliti menyimpulkan bahwa distrofi ectodermal biasanya hanya terjadi sebagai fenomena sekunder. [7]

72

Tidak ada korelasi ada antara keparahan endocrinopathy dan tingkat keparahan infeksi candida. Perawatan dari endocrinopathy mendasari biasanya tidak meningkatkan infeksi candida.

CMC dapat berhubungan dengan penyakit tiroid. Sebuah CMC dominan autosomal yang terkait dengan penyakit tiroid telah dipetakan ke 2p. [8]

CMC dengan timoma 16


o o

Pasien dalam subkelompok ini biasanya hadir setelah dekade ketiga kehidupan. Pasien-pasien ini mengalami peningkatan risiko myasthenia gravis dan kelainan sumsum tulang.

CMC dengan kondisi lain 16


o o

CMC dapat dilihat pada pasien dengan sindrom hyperimmunoglobulin e. Kandidiasis oral rekuren tidak jarang pada pasien dengan infeksi HIV.

ETIOLOGI CMC terjadi pada kelompok heterogen pasien dengan spektrum yang luas dari disregulasi imun, mulai dari Candida spesifik imunitas menurun menjadi cacat kekebalan tubuh yang lebih luas. 16

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
y y y y

Kandidiasis, Cutaneous Kandidiasis, mukosa DiGeorge Syndrome Parah Gabungan Immunodeficiency16

LABORATORIUM
y

Ketika seorang pasien menyajikan dengan kulit manifestasi dari CMC, studi berikut harus dilakukan:
o

Mengorek dari situs yang terinfeksi tersuspensi dalam 10-20% KOH dan mikroskopis diperiksa. Kehadiran sel ragi dan pseudohifa menegaskan diagnosis. Noda jamur, seperti E hitam chlorazol noda atau Parker biru-hitam tinta, dapat ditambahkan untuk menyoroti organisme.
73

Organisme candida tumbuh baik pada media kultur beberapa. Mereka tumbuh sebagai ragi pada agar Sabouraud dengan kloramfenikol dan cycloheximide C albicans juga. Tumbuh pada medium uji dermatofit tetapi tidak menunjukkan perubahan karakteristik warna merah dermatofit.

Skrining tes laboratorium untuk disfungsi endokrin CMC terkait termasuk glukosa darah atau tes hemoglobin glikosilasi, tes fungsi tiroid, fungsi hati tes, serum evaluasi elektrolit, pengujian kortikotropin, dan nilai kortisol serum. Pertimbangkan jumlah sel darah lengkap, untuk layar untuk leukopenia, dan tes HIV. Tes skrining lainnya endokrin yang dapat dianggap termasuk folliclestimulating hormon, hormon luteinizing, prolaktin, testosteron, paratiroidstimulating hormone, kalsium, fosfat, magnesium, dan uji synacthen pendek. Lakukan tes awal dan tahunan tindak lanjut untuk layar untuk endocrinopathy terkait. 16

Tes lainnya Hasil dari tes imunitas selular, seperti uji tusuk-dengan antigen Candida, mungkin negatif. In vitro proliferasi limfosit biasanya dikurangi untuk ekstrak C albicans. 16 Kekurangan imunoglobulin G subclass telah dilaporkan pada beberapa pasien dengan CMC, yang memiliki predisposisi terhadap infeksi saluran pernapasan. Imunoglobulin terisolasi A dan kekurangan imunoglobulin M juga telah dilaporkan, selain satu kasus agammaglobulinemia lengkap. 16 Pada pasien dengan infeksi berulang lainnya, studi kekebalan tubuh harus dipertimbangkan. 16 Jika kecurigaan klinis untuk APECED tinggi, analisis genetik dari gen Aire dapat konfirmasi. 16 Baru, anti-interferon-1 antibodi yang ditemukan menjadi sangat spesifik untuk APECED dan mendahului munculnya CMC, menunjukkan tes diagnostik yang penting baru. 16

74

Temuan histologis Rutin hematoxylin dan eosin bernoda bagian lesi kandidiasis superfisial mengungkapkan pustula subcorneal. Lesi granulomatosa CMC menunjukkan hiperkeratosis dan parakeratosis, dengan kulit campuran padat menyusup mengandung limfosit dan sel plasma. Noda asam Schiff atau perak periodik spesimen biopsi kulit dapat membantu mengidentifikasi organisme dalam stratum korneum dan dermis. 16

PENATALAKSANAAN Manajemen bisa sulit, dan kekambuhan umum terjadi setelah penghentian terapi. Terapi topikal tidak biasanya efektif pada pasien dengan CMC. Pengobatan keterlibatan oral pada CMC bisa dibantu dengan terapi dengan clotrimazole troches atau larutan nistatin oral. Pengobatan jatuh menjadi 3 kategori utama: agen anti jamur, terapi imunologi, dan terapi kombinasi. 16 Terapi antijamur sistemik adalah terapi utama CMC. Ini dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen imunomodulator. Kelemahan dari terapi antijamur sistemik termasuk risiko efek samping atau toksisitas, kegagalan untuk memperbaiki defisiensi imun yang mendasari, kambuh setelah penghentian terapi, dan resistensi anti jamur untuk beberapa agen antijamur. 16 Terapi imunologi telah diajukan dalam upaya untuk memperbaiki defisiensi imun yang mendasari pada orang dengan CMC. Pengobatan yang paling sering diteliti adalah penggunaan transfer factor. Transfer factor adalah protein bebas sel diekstrak dari limfosit T Candida-imun donor. Meskipun mekanisme yang tepat belum diketahui, telah ditunjukkan untuk mentransfer tertunda-jenis reaksi hipersensitivitas terhadap pasien yang sebelumnya anergic untuk uji kulit candida. 16

75

DAFTAR PUSTAKA
1. Imunodefisiensi pada anak . diunduh dari : http://irfansworld.com/2009/06/05/penyakit-immunodefisiensikelainan-sistem-imun/ 2. Robert M. Kliegman, et al, Immunology in Nelson textbook of pediatrics.19th ed.USA : Saunders company.2009 3. Imunodefisiensi. Diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/76047290/L3-Imunodefisiensi 4. Penyakit imunodefisiensi. Diunduh dari: http://medicastore.com/penyakit/788/Penyakit_immunodefisiensi.html 5. Penyakit imunodefisiensi . diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/30849008/Imunodefisiensi 6. Agammaglobulinemia X-linked diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1050956-overview

7. Common variable defisiensi. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1051103-overview#a0104 8. Sindrom selektif IgA diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/136580-overview 9. Syndrome Digeorge. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1115755-overview

10. WiskottAldrich syndrome. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/137015-overview 11. Severe combined immunodeficiency (SCID) . diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/137265-overview

12. Defisiensi system komplemen diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/886128-overview 13. Hyper IgE syndrome. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/886988-overview 14. Penyakit Granulomatosa Kronis. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/956936-overview 15. Transient hypogammaglobulinemia of infancy. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/888706-overview
76

16. Candidiasis Mukokutaneus Kronis. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1091928-overview

77

You might also like