You are on page 1of 5

Irda Fidrianny, dkk.

Analisis Nikotin dalam Asap dan Filter Rokok


Irda Fidrianny*, IGNA Supradja, Andreanus A Soemardji Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung 40132 (Diterima 9 Agustus 2004, disetujui 18 Oktober 2004) Abstrak Nikotin dalam asap dan filter beberapa rokok telah dianalisis kualitatif dan kuantitatif secara kromatografi lapis tipis. Kadar nikotin dalam asap rokok putih lebih tinggi daripada dalam rokok kretek berfilter dan rokok kretek tanpa filter, kadar nikotin dalam filter rokok yang dibakar lebih besar daripada kadarnya dalam filter rokok sukarelawan. Kata kunci: nikotin, asap rokok, filter. Abstract Qualitative and quantitative thin layer chormatographic analysis of nicotine in smoke and that in filter of some sortes of cigarettes had been carried out. Nicotine content of white cigarette smoke was higher than that in kretek cigarette with or without filter. Nicotine content in cigarette filter was higher than that in cigarette filter from volunteers (smokers). Key words: nicotine content cigarette smoke, filter.

Pendahuluan
Asap rokok mengandung sekitar 4000 senyawa, antara lain nikotin, ter dan 3,4-benozopiren, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, amonia, sulfur [1]. Nikotin, suatu alkaloid yang sudah lama dikenal, dalam asap rokok lama kelamaan akan tera-kumulasi pada dinding pembuluh darah perokok menyempitkan pembuluh darah. Nikotin dalam asap rokok yang masuk ke paru-paru dengan cepat diabsorpsi dari paruparu ke dalam darah dan efisiensinya hampir sama dengan apabila diberikan secara intravena. Senyawa ini mencapai otak dalam waktu 8 detik setelah inhalasi [2]. Bahan utama rokok adalah daun tembakau (Nicotiana tabacum) kering yang merupakan sumber utama nikotin [3]. Di Indonesia, di samping rokok putih, banyak beredar rokok kretek berfilter maupun tanpa filter Penelitian ini bertujuan menentukan kadar nikotin dalam asap rokok beberapa rokok putih, kretek berfilter dan tanpa filter yang disimulasi menggunakan alat simulasi perokok aktif dan filter rokok yang diambil dari sisa rokok yang dibakar dengan alat simulasi perokok aktif dan filter rokok dari sukarelawan.

Percobaan
Bahan Bahan, pelarut dan alat yang digunakan untuk analisis kualitatif adalah rokok kretek berfilter A, B, C, rokok kretek tanpa filter D, E, F, rokok putih G, H, I, nikotin baku, alat simulasi perokok aktif, asam asetat glasial, eter, amonia, kloroform, bismut subnitrat, kalium iodida, metanol, silika gel GF 60. Alat Alat pembuat kromatografi lapis tipis (Spreader StahlDesaga), alat simulasi perokok aktif, alat penguap putar vakum (Rotavapor RE-111), lempeng lapis tipis siap pakai silika gel GF 254, bejana kromatografi, mikropipet (Socorex 5 50 l), lampu ultraviolet, spektrofotometer ultravioletsinar tampak (Shimadzu UV-160), sectrofo-tometer inframerah (Beckman IR33), spektrofotoden-sitometer (Shimadzu Dual Wavelength TLC Scanner CS-910). Prosedur 1. Pengambilan cuplikan Asap rokok hasil pembakaran rokok diisap dengan pompa vakum yang merupakan alat simulasi perokok aktif yang kondisinya dianggap sama dengan kondisi orang yang menghisap rokok secara kuat dan dalam

100 - Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No.3 2004

Irda Fidrianny, dkk

jumlah besar. Filter rokok diperoleh dari rokok yang dibakar dengan alat simulasi perokok aktif dan dari sisa okok sukarelawan. Filter dipisahkan dari bagian rokok yang belum terbakar, bagian kertasnya dibuang, kemudian sisanya ditimbang. 2. Ekstraksi nikotin dari asap rokok dan filter rokok a. Asap rokok Tiga puluh rokok dibakar selama 7 1 menit per rokok dan asap rokok yang diperoleh ditampung dalam 50 mL larutan asam asetat 10 % dengan bantuan pompa vakum yang merupakan alat simulasi perokok aktif, kemudian diekstraksi dengan 10 mL eter, fase air dibasakan dengan 5 mL amonia dan diekstraksi empat kali masing-masing dengan 30 mL kloroform. Kumpulan ekstrak kloroform dipekatkan hingga 10 mL. b. Filter rokok Sejumlah cuplikan filter rokok yang sudah dipisahkan dari bagian rokok yang belum terbakar dimaserasi 24 jam dalam 150 mL larutan asam asetat 10 %, lalu dipekatkan hingga 10 mL. diekstraksi dengan 10 mL eter., selanjutnya diperlakukan sama dengan prosedur ekstraksi nikotin dari asap rokok di atas. 3. Analisis kualitatif nikotin a. Analisis kualitatif nikotin secara kromatografi lapis tipis Analisis kualitatif nikotin dalam asap rokok dan filter rokok dilakukan secara kromatografi lapis tipis dengan membandingkan harga Rf bercak cuplikan dan bercak nikotin baku, dengan menggunakan fase diam silika gel G 60, pengembang metanol-amonia (200:3) dan penampak bercak Dragendorff. b. Analisis kualitatif nikotin secara spektrofotometri ultraviolet Bercak pada kromatogram cuplikan dan nikotin baku, masing-masing dikerok dan dilarutkan dalam etanol. Dibuat spektrum serapan ultraviolet cuplikan dan nikotin baku. Kemudian dibandingkan panjang gelombang maksimum antara cuplikan dan nikotin baku. c. Analisis kualitatif nikotin secara spektrofotometri inframerah Ekstrak kloroform cuplikan dikisatkan, padatan sisanya serta nikotin baku masing-masing dibuat mull dengan nujol untuk pembuatan spektrum inframerah. 4. Analisis kuantitatif nikotin a. Penentuan batas kepekaan nikotin pada lempeng kromatografi lapis tipis Larutan nikotin baku dengan kadar 0,194 mg/mL dalam kloroform ditotolkan masing-masing sebanyak 2, 3, 4, 5, 10, 15, 20, 30, 40,dan 50 L pada pelat kromatografi lapis tipis kemudian dielusi dengan pengembang metanol-amonia (200:3).

b. Pembuatan kurva kalibrasi nikotin baku Nikotin baku dengan kadar 0,097, 0,194, 0,388, 0,775, 1,551, 3,102, 6,205, 12,409 dan 24,819 mg/mL dalam kloroform ditotolkan pada pelat kromatografi lapis tipis siap pakai, setelah dielusi dengan pengembang metanol-amonia (200:3 diukur dengan spektrofotodensitometer pada panjang gelombang maksimum nikotin 265 nm untuk pembuatan kurva kalibrasi nikotin. c. Penentuan perolehan kembali nikotin secara Spektrofotodensitometri Perolehan kembali nikotin dari asap rokok ditentukan dengan cara menampung asap dari hasil pembakaran rokok dari sejumlah cengkeh dalam laruitan asam asetat dengan bantuan alat simulasi perokok aktif, setelah ditambahkan sejumlah tertentu nikotin baku larutan asam asetat tersebut diekstraksi dengan eter. Kemudian fase air diekstraksi dengan kloroform dalam suasana basa. Selanjutnya diperlakukan sama dengan prosedur pada pembuatan kurva kalibrasi nikotin baku di atas. Perolehan kembali nikotin dari asap rokok dapat dihitung dengan bantuan persamaan regresi kurva kalibrasi. Perolehan kembali nikotin dari filter rokok ditentukan dengan cara memasukkan filter rokok yang belum dibakar ke dalam larutan asam asetat. Setelah ditambahkan sejumlah tertentu nikotin baku, larutan asam asetat tersebut diekstraksi dengan eter. Kemudian sisa fase air diekstraksi dengan kloroform dalam suasana basa. Selanjutnya diperlakukan sama dengan prosedur pada pembuatan kurva kalibrasi nikotin baku di atas. Perolehan kembali nikotin dari filter rokok dapat dihitung dengan bantuan persamaan regresi kurva kalibrasi. d. Penentuan kadar nikotin dalam asap rokok dan filter rokok Sejumlah tertentu ekstrak yang diperoleh dari prosedur 2 dan 3 masing-masing ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis tipis, lalu dielusi dengan pengembang metanol-amonia (200:3), diukur dengan spektrofotodensitometer pada panjang gelombang maksimum nikotin 265 nm. Kadar nikotin dalam asap rokok dan filter rokok dihitung dengan bantuan persamaan regresi kurva kalibrasi.

Hasil dan pembahasan


Dalam prosedur awal ekstraksi nikotin dalam asap rokok yang dihasilkan alat simulasi alat perokok aktif ditampung dalam larutan asam. Hal ini dilakukan untuk mengubah nikotin basa yang terdapat dalam asap rokok berubah menjadi bentuk garamnya. Nikotin yang telah diubah menjadi bentuk garamnya lalu diekstraksi dengan eter untuk mengekstraksi senyawa

Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No. 3, 2004 - 101

Irda Fidrianny, dkk.

lain dalam asap rokok yang tidak larut dalam asam. Nikotin dalam bentuk garamnya larut dalam air tetapi tidak larut dalam eter. Dengan demikian nikotin dalam bentuk garamnya tetap berada dalam fase air. Setelah itu fase airnya dibasakan dengan amonia untuk mengubah nikotin menjadi bentuk basanya yang kemudian diekstraksi dengan kloroform. Hasil analisis kualitatif nikotin dalam asap dan filter rokok serta nikotin baku secara kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fase diam silika gel, tiga macam pengembang metanol-amonia (200:3), kloroformmetanol (9:1), sikloheksana-toluena-dietilamin (75:15: 10) dan penampak bercak Dragendorff menun-jukkan bahwa cuplikan asap rokok dan filter rokok mengandung nikotin. Kadar nikotin sampai sekecil 1,94 g. pada lempeng kromatografi lapis tipis masih dapat terdeteksi dengan jelas. Hasil analisis kualitatif nikotin dalam asap rokok secara spektrofotometri ultraviolet dan inframerah menunjukkan bahwa cuplikan yang diuji mempunyai spektrum ultraviolet dan inframerah yang sama dengan nikotin baku. Hal ini menunjukkan bahwa cuplikan adalah nikotin. Dari kurva kalibrasi nikotin baku diperoleh persamaan regresi y = 1,79 x + 9,065 dengan koefisien korelasi r = 0,99. Hasil perolehan kembali nikotin dalam asap rokok dan filter rokok secara spektrofotodensitometri adalah: 99,08 0,17 % dan 99,04 0,12 %. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur yang digunakan memberikan hasil perolehan kembali yang baik. Hasil penentuan perolehan kembali nikotin dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 : Hasil perolehan kembali nikotin dalam asap rokok secara spektrofotodensitometri Kadar Nikotin Sebenarnya % g 19,85 19,85 19,85 19,85 19,85 19,85 100 100 100 100 100 100 Kadar Nikotin yang diperoleh kembali % Rata-rata (%) g 19,68 19,72 19,68 19,63 19,63 19,68 99,11 99,34 99,11 99,89 99,89 99,11 99,08 0,17

Hal ini disebabkan karena dengan adanya filter sebagian nikotin dalam asap rokok tertahan dalam filter yang memang dibuat untuk maksud tersebut. Kadar nikotin dalam asap rokok kretek berfilter ataupun rokok kretek tanpa filter lebih kecil daripada dalam asap rokok putih. Hal ini disebabkan karena dalam rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter sebagian jumlah tembakau digantikan dengan penambahan sejumlah komponen cengkeh, sedangkan dalam rokok putih semuanya terdiri dari komponen tembakau. Dengan demikian jumlah tembakau dalam rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah tembakau dalam rokok putih, sehingga kadar nikotin dalam rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter lebih kecil daripada dalam rokok putih. Hasil penentuan kadar nikotin dalam asap rokok dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar nikotin dalam filter yang berasal dari alat simulasi perokok aktif lebih besar daripada dalam filter rokok yang berasal dari sukarelawan. Hal ini disebabkan karena rokok yang dihisap dengan alat simulasi dihisap secara terus menerus selama pembakaran rokok sehingga jumlah nikotin yang tertahan pada filter lebih besar. Sedangkan rokok yang dihisap oleh sukarelawan tidak dihisap secara terus menerus selama pembakaran rokok sehingga jumlah nikotin yang akan tertahan pada filter lebih kecil. Hasil penentuan kadar nikotin dalam filter rokok dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 2 : Hasil perolehan kembali nikotin dalam filter rokok secara spektrofotodensitometri Kadar nikotin sebenarnya % g 19,85 100 19,85 100 19,85 100 19,85 100 19,85 100 19,85 100 Kadar nikotin yang diperoleh kembali % Rata-rata (%) g 19,63 98,89 19,68 99,11 19,63 98,89 99,04 0,12 19,68 99,11 19,68 99,11 19,68 99,11

Kesimpulan
Kadar nikotin dalam asap rokok putih lebih besar daripada dalam asap rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter. Kadar nikotin dalam filter rokok yang dihisap alat simulasi perokok aktif lebih besar daripada kadar nikotin dalam filter rokok yang dihisap oleh sukarelawan

Kadar nikotin dalam asap rokok kretek berfilter lebih kecil daripada dalam asap rokok kretek tanpa filter.

102 - Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No.3 2004

Irda Fidrianny, dkk.

Tabel 3 : Hasil penentuan kadar nikotin dalam asap rokok Jenis rokok Kretek A B C Filter D E F Putih G H I 1 0,28 0,32 0,33 0,48 0,44 0,35 0,83 1,14 1,20 Kadar nikotin (mg/batang rokok) 2 3 Rata-rata 0,27 0,30 0,28 0,02 0,33 0,30 0,32 0,02 0,36 0,35 0,35 0,02 0,45 0,51 0,48 0,03 0,45 0,48 0,46 0,02 0,33 0,36 0,35 0,02 0,89 0,91 0,88 0,04 1,11 1,16 1,14 0,03 1,21 1,23 1,21 0,02

Keterangan: A, B, C = rokok kretek berfilter; D, E, F = rokok kretek tanpa filter; G, H, I = rokok putih

Tabel 4 : Hasil penentuan kadar nikotin dalam filter rokok yang berasal dari alat simulasi perokok aktif Jenis rokok 1 A B 0,46 0,38 Kadar nikotin (mg/batang rokok) 2 0,55 0,41 3 0,41 0,40 Rata-rata 0,47 0,07 0,40 0,02 0,47 0,07

C 0,41 0,54 0,46 Keterangan: A, B, C = rokok kretek berfilter

Tabel 5 : Hasil penentuan kadar nikotin dalam filter rokok yang berasal dari sukarelawan Jenis rokok A B C 1 0,28 0,32 0,34 Kadar nikotin (mg/batang rokok) 2 3 Rata-rata 0,26 0,26 0,27 0,02 0,28 0,29 0,30 0,02 0,37 0,39 0,37 0,03

Keterangan: A, B, C = rokok kretek berfilter

Daftar pustaka
1. Stedman, R.L., 1968, The Chemical Composition of Tobacco and Tobacco Smoke, Chemical Reviews, 68(2), 153-207.

2. Gilman, A.G. et al. (Eds.), 1991, The Pharmacological Basis of Therapeutics, Vol. I, Pergamon Press, Singapore, 180-181, 545-549, 563. 3. Reynolds, J.E.F. (Ed.), 1993, Martindale: The Extra Phramacopoeia, 30th ed., The Pharmaceutical Press, London, 1393-1394.

104 - Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No.3 2004

Irda Fidrianny, dkk.

4. Gritter, R.J. , 1991, Pengantar Kromatografi, ed. 2, terjemahan Padmawinata K., Penerbit ITB, Bandung, 107-155. 5. Moffat, A.C.. et al. (Eds.), 1986, Clarkes Isolation and Identification of Drugs, 2nd ed., The Phramaceutical Press, London, 807-808.

6. Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Makroskopi, terjemahan Padmawinata K. dan Soediro I., Penerbit ITB, Bandung, 3-10. 7. Windholz, M.(Ed.), 1976, The Merck Index, 9th ed., Merck and Co., Inc., Rahway, 365, 935.

104 - Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No.3 2004

You might also like