You are on page 1of 5

Baterai adalah alat listrik-kimiawi yang menyimpan energi dan mengeluarkan tenaganya dalam bentuk listrik.

Sebuah baterai biasanya terdiri dari tiga komponen penting, yaitu: 1. batang karbon sebagai anode (kutub positif baterai) 2. seng (Zn) sebagai katode (kutub negatif baterai) 3. pasta sebagai elektrolit (penghantar) Baterai yang biasa dijual (disposable/sekali pakai) mempunyai tegangan listrik 1,5 volt. Baterai ada yang berbentuk tabung atau kotak. Ada juga yang dinamakan rechargeable battery, yaitu baterai yang dapat diisi ulang, seperti yang biasa terdapat pada telepon genggam. Baterai sekali pakai disebut juga dengan baterai primer, sedangkan baterai isi ulang disebut dengan baterai sekunder. Baik baterai primer maupun baterai sekunder, kedua-duanya bersifat mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Baterai primer hanya bisa dipakai sekali, karena menggunakan reaksi kimia yang bersifat tidak bisa dibalik (irreversible reaction). Sedangkan baterai sekunder dapat diisi ulang karena reaksi kimianya bersifat bisa dibalik (reversible reaction).

Baterai dengan bermacam ukuran dan Voltase Sejarah baterai

Baterai tidak diketahui di zaman dahulu. Penemuan baterai berawal di Baghdad, Irak. Penemuan ini berawal ketika sebuah silinder tembaga diletakkan di tengah-tengah batang besi dalam larutan yang tidak diketahui. Larutan ini belakangan disebut elektrolit dan peristiwanya dikenal sebagai ionisasi larutan elektrolit (Monk, 2004). Baterai yang ditemukan di Baghdad merupakan salah satu artifak kuno yang paling membingungkan para ilmuwan maupun arkeolog. Pada tahun 1930 silam, pada sebidang makam kuno di luar Baghdad (Khujut Rabula), beberapa arkeolog yang melakukan penggalian di sana menemukan sebuah artifak yang diduga merupakan satu set baterai kimia yang usianya telah mencapai 2000 tahun lebih (Jenstea, 2010). Artifak aneh tersebut terdiri atas sebuah silinder tembaga, batang besi, serta aspal yang disusun sedemikian rupa dalam sebuah jambangan kecil (tinggi 14 cm dan diameter 8 cm) yang terbuat dari tanah liat. Setelah para ahli mereka ulang, ternyata memang benar didapati bahwa artifak

tersebut merupakan sebuah baterai elektrik kuno. Para peneliti berhasil memperoleh tegangan sebesar 1,5 volt dari artifak batu baterai elektrik tersebut, yang bekerja nonstop selama 18 hari dengan cara memasukkan cairan asam ke dalam jambangannya, misalnya air jeruk (sunkist atau lemon lebih bagus), H2SO4, serta semua larutan golongan elektrolit (Jenstea, 2010). Usia artifak baterai kuno ini diperkirakan berkisar 2.000 5.000 tahun, jauh sebelum Alessandro Volta (Italia) membuat baterai pertama kali pada tahun 1800 M serta Michael Faraday (Inggris) menemukan induksi elektromagnetik dan hukum elektrolisis pada tahun 1831 M yang jarak penemuannya hingga kini mencapai sekitar 200 tahun lebih. Temuan ini tentunya dapat mengubah pandangan manusia masa kini akan kemajuan teknologi yang telah dicapai oleh peradaban manusia masa lalu. Nampaknya, aktivitas elektrik telah dikenal oleh manusia pada masa-masa itu. Tidak hanya artifak baterai di Baghdad saja yang menarik perhatian para ilmuwan maupun arkeolog di seluruh dunia, tetapi juga terdapat beberapa artifak serupa yang diduga juga sebagai peralatan elektrik masa silam, seperti Dendeera Lamps, Assyrian Seal, maupun The Coffin of Henettawy (Jenstea, 2010). Baterai Nickel Cadmium (Ni-Cad) yang merupakan baterai yang dibuat dari campuran Nikel dan Cadmium, diproduksi pertama kali setelah penemuan artifak batu baterai di Baghdad yang membuat perhatian dunia tertuju ke arah penelitian tentang pembuatan dan pengembangan baterai yakni pada tahun 1946. Namun memiliki kekurangan yakni ada pada biaya pembuatan yang mahal, kapasitas berkurang jika baterai tidak dikosongkan (memory effect), dan tidak ramah lingkungan (beracun). Kemudian pada tahun 1980, baterai Nickel Metal Hydride (NiMH) dikembangkan dengan kapasitas lebih besar dan tidak menggunakan senyawa kimia yang berbahaya bagi lingkungan. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, baterai ini dianggap kurang mampu menangani perangkat eletronik yang baru. Pada perkembangan selanjutnya adalah baterai Lithium-Ion yang ditemukan pertama kali tahun 1960 di Bell Labs. Baterai ini paling banyak digunakan untuk perangkat elektronik karena rasio energi dan berat paling baik, tanpa memory effect (bisa diisi ulang kapan saja), bentuk sangat fleksibel, ringan, dan kehilangan daya saat digunakan paling kecil. Namun sayangnya, kekurangan dari baterai ini adalah umur pakainya tergantung dari lama pembuatan dan seringnya frekuensi isi ulang. Maka dari itu, muncullah baterai Lithium-Polymer (Bataviase, 2010). Lithium-Polymer (Li-Po) merupakan pengembangan dari Li-Ion, yang mulai digunakan untuk perangkat elektronik sejak tahun 1996. Biaya pembuatan Li-Po lebih murah dibandingkan LiIon, dan lebih tahan terhadap kerusakan fisik. Kapasitas penyimpanan energi Li-Po 20% lebih tinggi dibanding Li-Ion, 300% lebih tinggi dibandingkan daya simpan NiCad dan NiMH. Tetapi karena produksinya belum sebanyak baterai Li-Ion, harga jual dari baterai yang satu ini masih lebih mahal (Bataviase, 2010). SEJARAH BATERAI Baterai telah ada lebih lama dari yang anda perkirakan. Pada tahun 1938, seorang arkeologis bernama Wilhelm Konig menemukan beberapa periuk tanah liat yang aneh saat dia menggali di Khujut Tabu, sedikit diluar Baghdad-Iraq. Periuk ini, yang panjangnya berukuran kira-kira 12.7 sentimer, mengandung batang besi yang terbungkus dengan tembaga dan berusia kira-kira 200 tahun SM. Hasil pengujian menunjukan periuk tersebut pernah diisi dengan zat asam seperti cuka

atau anggur, dan hal inilah yang menyebabkan Wilhelm Konig berpendapat bahwa periuk ini adalah baterai jaman kuno. Sejak penemuan ini, para peneliti telah membuat tiruan periuk tersebut, dan faktanya memang periuk tersebut dapat menghasilkan arus listrik. Baterai Baghdad ini barangkali pernah digunakan untuk ritual keagamaan, keperluan medis, atau bahkan pelapisan menggunakan listrik. Pada tahun 1799, seorang fisikawan Italia bernama Alessandro Volta membuat baterai pertamanya dengan cara menumpuk secara bergantian lapisan seng, karton yang direndam air garam, dan perak. Penumpukan ini, yang disebut tumpukan voltaik, bukan alat pertama yang menghasilkan listrik, namun alat ini adalah yang pertama yang menghasilkan arus yang stabil dan bertahan lama. Namun ada beberapa kekurangan dari penemuan Alessandro Volta ini. Tinggi tumpukan lapisan-lapisannya terbatas karena berat dari tumpukan tersebut dapat menekan air garam keluar dari karton. Piringan logamnya juga cenderung berkarat dengan cepat, dan memperpendek usia baterai. Walaupun dengan segala kelemahan ini, satuan unit kekuatan elektromotif saat ini disebut volt karena menghargai jasa dan pencapaian Alessandro Volta.

Baterai Alessandro Volta. Sumber: Howstuffworks. terobosan selanjutnya dalam teknologi baterai datang pada tahun 186 saat ahli kimia bernama John Frederick Daniell menemukan sel Daniell. Baterai pada masa ini, lempengan tembaga ditempatkan pada dasar bejana kaca, dan cairan tembaga-sulfat dituangkan hingga memenuhi setengah bejana kaca. Lalu lempengan seng digantungkan pada bejana kaca tersebut, kemudian ditambahkan cairan seng-sulfat. Karena tembaga-sulfat lebih padat daripada seng-sulfat, cairan seng mengambang diatas cairan tembaga dan mengelilingi lempengan seng. Kabel disambubgkan pada lempengan seng melambangkan terminal negatif, lalu kabel satu lagi

disambungkan pada lempengan tembaga dan menjadi terminal positif. Jelas sekali, pengaturan ini tidak akan berfungsi dengan benar pada sebuah senter, namun untuk perangkat tidak bergerak, baterai jenis ini dapat bekerja dengan baik. Bahkan sel Daniell adalah perangkat yang umum untuk menghidupkan bel pintu dan telepon pada masa itu sebelum perangkat penghasil listrik generasi selanjutnya disempurnakan.

Sel Daniell. Sumber: Howstuffworks. Pada tahun 1898, merek Colombia Dry Cell menjadi baterai pertama yang secara umum dijual di Amerika Serikat. Dan pembuatnya, National Carbon Company, yang dikemudian hari berganti menjadi Eveready Battery Company yang memproduksi baterai merek Energizer. Artikel ini merupakan artikel saduran/terjemahan dari Howstuffworks bersambung ke Part 2. Reaksi Kimiawi dalam Baterai Banyak yang terjadi didalam sebuah baterai saat anda menghubungkannya dengan senter, remote control, atau perangkat yang membutuhkan tenaga baterai lainnya. Sementara proses pembangkitan listrik sedikit berbeda diantara banyak jenis baterai, namun cara kerja dasarnya tetap sama. Saat sebuah beban terhubungkan dengan baterai dan membuat sirkuit tertutup diantara kedua terminal baterai, baterai menghasilkan listrik melalui beberapa rangkaian reaksi elektrokimia diantara anoda, katoda dan elektrolit. Anoda mengalami reaksi oksidasi pada dua atau lebih

ionnya (atom atau molekul yang teraliri listrik) dari elektrolit yang menyatu dengan anoda, dan menghasilkan senyawa serta akan melepaskan satu atau lebih elektron-elektron. Pada saat yang sama, katoda melalui sebuah reaksi reduksi dimana pembentuk katoda, ion-ion dan elektron bebas juga menyatu dan membentuk senyawa. Barangkali langkah-langkah reaksi ini sedikit membingungkan, namum sebenarnya sangat sederhana: Reaksi yang dihasilkan anoda menghasilkan elektron-elektron, dan reaksi yang terjadi pada katoda menyerap elektron-elektron tersebut. Hasil dari perpaduan reaksi tersebut adalah tenaga listrik. Baterai akan terus menghasilkan listrik hingga salah satu atau kedua katoda kehabisan zat yang diperlukan agar terjadi reaksi kimia. Baterai moderen menggunakan banyak zat kimia untuk menghasilkan reaksi-reaksi. Beberapa zat kimia yang terkandung dalam baterai diantaranya: * Baterai Zinc-carbon: Reaksi kimia pada baterai zinc-carbon banyak ditemukan pada baterai sel kering tipe AAA, AA, C dan D. Anodanya adalah zinc (seng), dan katodanya adalah mangan dioksida, dan elektrolitnya adalah amonium klorida atau zinc klorida. * Baterai Alkaline: Baterai dengan reaksi kimia ini juga umum ditemukan pada baterai sel kering AA, C dan D. Katodanya terdiri dari campuran mangan dioksida, sementara anodanya adalah serbuk zinc. Baterai jenis ini disebut baterai alkaline karena zat elektrolitnya adalah potasium hidroksida, yaitu sebuah senyawa alkaline. * Baterai Lithium-Ion (rechageable): Baterai dengan reaksi kimia lithium sering digunakan pada perangkat ber-performa tinggi, seperti telepon seluler, kamera digital, dan bahkan mobil tenaga listrik. Beberapa macam senyawa digunakan pada baterai lithium, namun perpaduan yang umum adalah antara katoda ber lithium kobalt oksida, dan sebuah anoda karbon. * Baterai lead-acid (rechargeable): Baterai dengan reaksi kimia ini banyak digunakan pada kendaraan. Elektrodanya biasanya terbuat dari timah dioksida dan timah metalik, sementara elektrolitnya adalah cairan asam sulfur. Artikel ini merupakan artikel saduran/terjemahan dari Howstuffworks bersambung ke Part 3

You might also like