You are on page 1of 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 POLIVINIL KLORIDA Polivinil klorida biasa disingkat PVC, adalah polimer termoplastik urutan ketiga dalam hal jumlah pemakaian di dunia, setelah polietilena dan polipropilena. Di seluruh dunia, lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam konstruksi. Sebagai bahan bangunan, PVC relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai. PVC bisa dibuat lebih elastis dan fleksibel dengan menambahkan plasticizer, seperti ftalat. PVC yang fleksibel sering dipakai sebagai bahan pakaian, perpipaan, atap, dan insulasi kabel listrik. Proses produksi yang dipakai pada umumnya adalah polimerisasi suspensi. Pada proses ini, monomer vinil klorida dan air diumpankan ke reaktor polimerisasi dan inisiator polimerisasi, bersama bahan kimia tambahan untuk menginisiasi reaksi. Kandungan pada wadah reaksi terusmenerus dicampur untuk mempertahankan suspensi dan memastikan keseragaman ukuran partikel resin PVC. Reaksinya adalah eksotermik, dan membutuhkan mekanisme pendinginan untuk mempertahankan reaktor pada temperatur yang dibutuhkan. Bahan ini sangat buruk kestabilannya terhadap panas dan cahaya UV, maka sebelum PVC menjadi produk akhir, biasanya membutuhkan konversi dengan menambahkan heat stabilizer, UV stabilizer, dan plasticizer yaitu campuran dari timbal anorganik, sabun logam dan seyawa tanah organik. Pengaruh bahan ini sangat tergantug pada bahan pemelastik yang dipakai. (http://id.wikipedia.org/wiki/PVC, 2011) 2.2 KEGUNAAN PVC Produk PVC yang diperdagangkan terdiri dari empat jenis grade resin PVC yang masing masing mempunyai berat molekul dan derajat polimerisasi yang berbeda antara lain :

4 Tabel 2.1 Macam PVC dan kegunaannya Grade SG580 SG610 SP660 SG710 BM 40000 50000 55000 69000 Derajat Polimerisasi 700 800 880 1000 Kegunaan Isolator kabel listrik Fiber, dan film Pipa air Fitting pada pipa PVC (Quality Control PT.TPC,2011)

Panjang rantai polimer ditunjukkan oleh derajat polimerisasi (DP), yaitu banyaknya kesatuan berulang dalam rantai tersebut (n). Sedangkan berat molekul (BM) polimer merupakan hasil kali BM kesatuan berulang dengan DP-nya. Derajat polimerisasi mempengaruhi sifat polimer. Semakin besar derajat polimerisasi, polimer semakin keras atau kaku. Sedangkan semakin kecil derajat polimerisasi maka polimer akan semakin elastic (Quality Control PT.TPC,2011). 2.3 MACAM-MACAM PROSES PEMBUATAN PVC Proses polimerisasi untuk produksi Poly Vinyl Chlorida ada tiga macam, yaitu: 1. Polimerisasi bulk 2. Polimerisasi emulsi 3. Polimerisasi suspensi 2.3.1 POLIMERISASI BULK Sekitar 10 % Produksi PVC di dunia menggunakan proses Bulk. Polimerisasi Vinyl Chloride secara bulk dibagi menjadi dua tahap, yaitu: a. Pre-polymerisasi : Pada tahap pertama ini mula-mula monomer dan inisiator dimasukkan dalam vertical reaktor yang dilengkapi pengaduk flat-blade turbin dan baffle. Monomer terpolimerisasi dengan konversi 7-10%. Dibawah konversi 7%, butiran kurang kohesif untuk ditransfer tanpa pemisahan. Diatas konversi 10%, campuran terlalu viscous untuk mempertahankan sistem homogen. Butiran yang terbentuk pada tahap prepolimerisasi

5 menjadi bibit atau awal butiran polimer yang tumbuh pada tahap Post-polimerisasi. (Kirk-othmer,1965 ) b. Post-polymerisasi : Slurry dari tahap prepolimerisasi dialirkan menuju reactor tahap

kedua dengan menambahkan inisiator dan VCM baru. Reaktor horizontal atau vertikal dapat digunakan , dimana ukurannya dua kali dari reaktor untuk tahap prepolimerisasi dan dilengkapi dengan pengaduk blade yang berkecepatan rendah. Pada tahap kedua, partikel primer berukuran 0,1 m setiap bibitnya untuk membentuk PVC grain yang berukuran akhir dengan diameter 130-160 m. Reaksi berlangsung melalui fase liquid dan pada konversi 25% berubah menjadi bubuk. Reaksi berlanjut hingga tekanan dalam reaktor mulai turun dan hilangnya monomer fase liquid. Waktu reaksi sekitar 3-9 jam tergantung pada produknya. Monomer yang tidak bereaksi dihilangkan dengan vacuum dan diperoleh kembali dengan cara kompresi uap dan kondensasi dalam kondenser recycle. (Kirk-othmer,1965). Monomer storage

Inisiator Polimerisasi Monomer recovery

Finishing

Bulk Handling

Gambar 1. Diagram Blok Proses Polimerisasi Bulk (Leonard I. Mess, 1965)

6 2.3.2 POLIMERISASI EMULSI Pada proses ini, mula-mula monomer diemulsikan dalam air dengan menggunakan surface agent. Hampir seluruh monomer menjadi droplet-droplet emulsi. Inisiator yang larut dalam air ditambahkan dan polimerisasi dimulai pada saat masuknya radikal ke dalam monomer yang telah membesar. Rantai polimer ini akan berakhir sampai terjadinya interaksi antara radikalradikal partikel dengan jalan difusi melalui fase cair dari butiran-butiran viscous emulsi monomer. Stabilitas harus dijaga dengan jalan absorbsi dari rantai radikal pada viscous emulsi monomer. Dengan teknik ini, kenaikan berat molekul akan terjadi dalam laju yang cepat dengan ukuran partikel 2 12 mikron. ( Kirk othmer ,1965).

Monomer storage

Inisiator

Pelarutan Inisiator Pelarutan

Polimerisasi

Monomer recovery

Incinerator

Emulsifier

Stripping

Blending H2O purifikasi Drying

Waste water treatment

Bulk Handling

Gambar 1. Diagram Blok Proses Polimerisasi Emulsi (Leonard I. Mess, 1965) 2.3.3 POLIMERISASI SUSPENSI Pada proses ini, mula mula air panas dan suspending agent dimasukkan dalam reaktor. Setelah itu, VCM dan air panas dimasukkan. Dengan bantuan pengadukan cepat, VCM

7 didispersikan dalam air. Setelah reaktor mencapai temperatur mendekati temperatur reaksi, katalis diumpankan. Waktu reaksi sekitar 6 jam, tekanan sekitar 145 psi dan suhu reaksi antara 45-750C. Laju konversi VCM menjadi PVC kurang lebih 15%//jam. Tekanan menurun tajam saat konversi 85% dan reaksi berlanjut hingga konversi mencapai 90%. Konversi yang

dihasilkan bervariasi antara 80 % - 90 %. Setelah polimerisasi berakhir, slurry PVC dialirkan ke Blowdown tank dan gas VCM direcovery menggunakan compressor. Recovery dilakukan

sampai tekanan blowdown tank mencapai vakum. Slurry PVC lalu diumpankan ke kolom stripping untuk memisahkan residual VCM yang masih terkandung dalam slurry. Slurry lalu dikeringkan untuk memisahkan PVC dengan air. (Kirk-othmer, 1965)

Monomer storage

Inisiator Suspending agen Pelarutan

Polimerisasi

Monomer recovery

Incinerator

Stripping Buffer H2O purifikasi Drying

Dewatering

Waste water treatment

Bulk Handling Gambar 1. Diagram Blok Proses Polimerisasi Suspensi (Leonard I. Mess, 1965) 2.4 POLIMERISASI ADISI Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai (pemecahan rantai ikatan atau penguaraian ikatan rangkap) dan disebabkan oleh radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak berpasangan) atau ion. Polimer penting yang dihasilkan melalui

8 polimerisasi adisi adalah polimer turunan ethena berbentuk CH2 = CHX atau CH2 = CXY disebut monomer vinyl. Reaksinya secara umum dapat dituliskan sebagai berikut : CH2 = CH X - CH2 CH CH2 CH - dst X X (Billmeyer,1991) Polimerisasi ini berlangsung sangat cepat (beberapa detik). Reaksi keseluruhannya memakan waktu yang lama karena penelitian menunjukkan bahwa reaksi rantai berlangsung dalam suatu deret reaksi cepat yang diselingi dengan waktu cukup panjang, diistilahkan sebagai gejolak. (Cowd, 1991) 2.5 DERAJAT POLIMERISASI Derajat dinyatakan sebagai jumlah total unit-unit struktur, termasuk gugus fungsi, dan berhubungan dengan panjang rantai dan berat molekul. Rantai-rantai polimer selalu mempunyai panjang yang bervariasi (kecuali untuk beberapa polimer alam) biasanya dinyatakan dalam derajat polimerisasi rata-rata. (Jayanudin, 2011) Persamaan sederhana untuk menghubungkan persen konversi monomer, jika dianggap bahwa ada No molekul awal dan N molekul (total) setelah periode reaksi tertentu, maka jumlah molekul yang bereaksi adalah No N. konversi reaksi p dinyatakan dengan persamaan :

Atau persamaan yang lain sebagai berikut :

dimana Co dan C adalah konsentrasi awal dan konsentrasi setelah waktu tertentu.

9 Derajat polimerisasi dapat dihitung menggunakan persamaan :

Konversi monomer juga dapat ditentukan juga dari penurunan konsentrasi. (Jayanudin,2011) 2.6 FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEBERHASILAN REAKSI PEMBENTUKAN PVC 1. Suhu Suhu mempengaruhi konstanta kecepatan reaksi sesuai dengan persamaan Arrhenius. Jika suhu semakin tinggi maka nilai kecepatan reaksi semakin tinggi. Menurut Arrhenius, hubungan antara konstanta kecepatan reaksi dengan suhu mengikuti persamaan : k = A exp (-E/RT) dimana, k = konstanta laju reaksi A = faktor pra eksponensial Ea = energi aktifasi (kJ/mol) R = tetapan gas = 8,314 kJ/mol = 1,987 kal/mol K T = suhu mutlak (K) Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa semakin tinggi suhu maka konstanta laju reaksi juga semakin meningkat sehingga konversi reaksi juga semakin tinggi (Perry, 1999). Harga k sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada reaksi fase gas, harga k juga dipengaruhi oleh katalis, tekanan total sistem, dsb. Pada reaksi fase cair, harga k juga dipengaruhi oleh tekanan total sistem, kekuatan ion, pemilihan pelarut, dsb. Namun demikian, pengaruh faktorfaktor ini biasanya sangat kecil sehingga dapat diabaikan terhadap pengaruh suhu (http://supardiyo.wordpress.com/tag/kimia-dasar, 2009).

10 Reaksi polimerisasi pembentukan VCM menjadi PVC :

Reaksi dilakukan dalam sebuah reaktor berbentuk tangki yang dilengkapi pengaduk yang dioperasikan pada temperatur operasi 580C dan tekanan 8,7 kg/cm2. Pemilihan temperatur ini berdasarkan kecepatan reaksi pembentukan Poly Vinyl Chloride dari reaksi polimerisasi semakin meningkat dengan kenaikan suhu, katalis CT-2 (Di-2 Ethylhexyl Peroxy Dicarbonate) memiliki temperatur optimal aktif adalah 580C, mengendalikan derajat polimerisasi karena pada saat temperatur 580C derajat polimerisasi sudah tercapai, pada temperatur 580C memberikan konversi reaksi yang maksimal yaitu 85%. (Central Control Room PT. TPC, 2011) Terjadi hubungan yang linier antara suhu dan waktu reaksi dengan derajat polimerisasi. Hal ini karena semakin lama waktu reaksi maka extent of reaction atau konversi yang dihasilkan semakin besar. Kenaikan suhu mengakibatkan tumbukan antara molekul-molekul pereaksi semakin tinggi, tenaga kinetis molekul pereaksi juga meningkat. sehingga tumbukan antara molekul-molekul pereaksi menghasilkan reaksi kimia semakin meningkat. Jadi semakin tinggi suhu maka berat molekul rata-rata polimer semakin tinggi. Panjang rantai polimer dan berat molekul berkaitan dengan derajat polimerisasi yang menyatakan jumlah unit-unit strukturnya. Dengan memperhatikan temperatur dari reaksi, maka derajat polymerisasi dapat dengan mudah dikendalikan selama proses polymerisasi (Jayanudin, 2011). Derajat polimerisasi PVC resin berpengaruh pada berat molekul dari PVC resin itu sendiri. Dalam aplikasinya, resin dengan batasan berat molekul dan derajat polimerisasi tertentu digunakan pada proses pembuatan yang berbeda. Resin PVC dengan berat molekul yang lebih tinggi akan memiliki sifat-sifat mekanis yang lebih tinggi. Semakin panjang rantai, ketangguhan dan kekuatan semakin meningkat, sebab terjadi peningkatan interaksi dalam rantai menjadi lebih kuat pada posisinya dalam menahan deformasi dan perpecahan matriks,

11 baik pada tegangan maupun temperatur tinggi. (http://digilib.its.ac.id/public/ITS-

Undergraduate-7181-1400100025-bab1.pdf) 2. Konsentrasi Konsentrasi VCM yang digunakan pada proses pembuatan PVC sebesar 999,5 kg/liter. Pemakaian konsentrasi zat pereaksi yang tinggi menyebabkan reaksi lebih cepat, sebab makin besar kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul-molekul zat pereaksi (Prima Astuti,2010). Bila kecepatan reaksi semakin tinggi, konversi reaksi akan semakin tercapai. Ketika konversi reaksi tercapai dan derajat polimerisasi sesuai dengan yang diinginkan, viskositas slurry dan kekuatan polimer akan meningkat dengan meningkatnya berat molekul atau derajat polimerisasinya. Semakin panjang rantai molekul suatu polimer, semakin besar energi yang diperlukan untuk mengatasi ikatan sekundernya. Selain itu, sifat jenuh polimer sangat bergantung pada ukuran dan rantai polimer seperti jumlah molekul, dan ukuran molekul polimer dapat digambarkan melalui berat molekul pada polimer. (Quality Control PT.TPC, 2011) 3. Tekanan Tekanan operasi yang digunakan dalam reaksi polimerisasi pembentukan PVC adalah 8,7 kg/cm2. Pada saat tekanan tinggi, konversi reaksi polimerisasi juga semakin tinggi. Konversi polimerisasi berbanding lurus dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi menentukan grade produk PVC. Jadi tekanan pada saat reaksi polimerisasi juga akan mempengaruhi grade produk PVC yang dihasilkan. Pada saat proses suhu dan tekanan harus dikendalikan untuk memperoleh derajat polimerisasi yang sesuai dengan grade produk PVC yang diinginkan (Central Control Room PT.TPC, 2011). 2.7 SIFAT MEKANIS POLIMER Kekuatan merupakan salah satu sifat mekanik dari polimer. Ada beberapa macam kekuatan dalam polimer, diantaranya yaitu sebagai berikut: a. Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Kekuatan tarik yaitu ukuran kekuatan mekanis suatu material untuk mempertahankan bentuknya (tidak mulur) apabila ditarik. Kekuatan tarik penting untuk polymer. Pada

12 dasarnya semakin tinggi kekuatan tarik maka produk polymer akan semakin kaku (tidak mudah mulur). b. Kuat Kompresif (Compressive strength) Adalah ketahanan terhadap tekanan. Polimer dengan compressive strength yang bagus akan mampu menahan berat. c. Kuat Fleksur (Flexural strength) Adalah ketahanan pada bending (flexing). Umumnya larut dalam zat pelarut tertentu kecuali pada bahan tertentu seperti politetrafluoretilen. Kalau tidak larut, mudah retak karena kontak terus-menerus dengan zat pelarut dan disertai adanya tegangan. Polimer yang mempunyai flexural strength tinggi akan kuat saat dibengkokkan. d. Kuat Impak (Impact strength) : Adalah ketahanan terhadap tegangan yang datang secara tiba-tiba. Polimer dengan kekuatan impak bagus akan kuat saat dipukul dengan keras secara tiba-tiba. Tabel 2.2 Sifat Mekanik PVC Sifat Mekanik PVC Kuat Tarik (MPa) Kuat Kompresif (MPa) Kuat Fleksur (MPa) Kuat Impak (N/cm) Parameter 41 52 55 90 69 110 0,23 1,3 (Haipan Salam, 2010) Semakin tinggi suhu maka konversi reaksi polimerisasi semakin besar. Konversi reaksi berbanding lurus dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi yang tinggi dari bahan memberikan sifat mekanik yang baik, Sedangkan derajat polimerisasi rendah, maka sebaliknya sifat-sifat mekaniknya menjadi buruk. (Quality Control PT.TPC,2011) 2.8 REAKTOR BATCH Penggunaan Batch Reactor sangat cocok digunakan untuk produksi berkapasitas kecil misalnya dalam proses pelarutan padatan, pencampuran produk, reaksi kimia, Batch distillation,

13 kristalisasi, ekstraksi cair-cair, polimerisasi, farmasi dan fermentasi

(http://www.engin.umich.edu/~cre/asyLearn/bits/batch/index, 2010). Reaktor yang selama reaksi tidak ada pemasukan zat pereaksi dan pengeluaran zat hasil. Dalam reaktor setiap titik mewakili konsentrasi dan suhu member pengaruh terhadap waktu dan nilai dari setiap titik tersebut adalah sama. Komposisi dalam reaktor seragam dan berubah sepanjang waktu. Biasanya ukuran reaktor didesain untuk kapasitas produksi rendah dan waktu siklus batch lengkap termasuk persiapan bahan masuk, pemanasan, reaksi, pengeluaran produk dan pencucian. Reaktor batch biasanya untuk fase cair dan dioperasikan pada kondisi isothermal dan volume konstan. Reaktor ini juga mudah diadaptasikan dalam skala laboratorium dan membutuhkan peralatan yang tidak terlalu rumit. Keuntungan reaktor batch : - Lebih murah dibanding reaktor alir - Lebih mudah pengoperasiannya - Lebih mudah dikontrol

Kerugian reaktor batch : - Tidak begitu baik untuk reaksi fase gas (mudah terjadi kebocoran pada lubang pengaduk) - Waktu yang dibutuhkan lama, tidak produktif (untuk pengisian, pemanasan zat pereaksi, pendinginan zat hasil, pembersihan reaktor, dan waktu reaksi) (http://id.wikipedia.org/wiki/batch reaktor,2011) Dalam perhitungan reaktor batch ideal diperlukan reaktan pembatas. Dalam reaktor batch tidak ada komponen yang masuk atau meninggalkan reaktor selama reaksi berlangsung. Persamaan neraca massa untuk komponen A adalah Kecepatan alir A masuk sistem kecepatan alir A keluar sistem perubahan alir A karena reaksi = akumulasi A dalam sistem 0 0 + perubahan A karena reaksi = Akumulasi A dalam system

14

Perubahan alir A karena reaksi

: (rA) . V ( rA) . V rA = =

Akumulasi A dalam sistem :

Sehingga gabungan persamaan diatas menjadi : ( rA) . V = (Levenspiel, 1990)

You might also like