You are on page 1of 12

Browse > Home > Modul Otomotif > Mengelas Tingkat Lanjut dengan Proses Las Gas Tungsten

Mengelas Tingkat Lanjut dengan Proses Las Gas Tungsten

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Modul Mengelas Tingkat Lanjut dengan Proses Las Gas Tungsten ini membahas tentang mesin las gas tungsten berikut cara memasang piranti-piranti pendukungnya, praktik pengelasan, dan praktik pemeriksaan dan perbaikan cacat akibat pengelasan. Aspek-aspek yang akan dibahas dalam modul ini meliputi: pengetahuan tentang mesin las gas tungsten berikut cara memasang piranti-piranti pendukungnya, pengelasan sambungan sudut posisi di atas kepala, pengelasan aluminium dengan sambungan tumpul dari segala posisi, pengelasan baja tahan karat dengan sambungan tumpul dari segala posisi, praktik pemeriksaan hasil las dan cara memperbaiki kerusakannya.

B. PRASYARAT Modul ini akan lebih mudah diselesaikan oleh peserta diklat yang sudah menguasai kompetensi mengelas dengan las oksi-asetilen dan las busur metal serta sudah menguasai pengelasan dengan proses las gas tungsten tingkat dasar, atau bagi yang sudah menguasai kompetensi mengelas dengan las gas tungsten yang terdapat pada modul M5.19A

C. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL 1. Penjelasan Bagi Peserta Diklat Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dalam menggunakan modul ini, langkahlangkah yang perlu dilaksanakan antara lain: 1. Bacalah dan pahami dengan seksama uraian materi yang ada pada masing-masing kegiatan belajar. Materi yang kurang jelas dapat ditanyakan pada guru maupun instruktor yang mengampu kegiatan ini. 2. Kerjakanlah tugas-tugas yang diberikan pada setiap kegiatan belajar. Hal ini akan menambah kedalaman peserta diklat pada penguasaan materi-materi yang dibahas pada kegiatan belajar yang bersangkutan. 3. Kerjakan tes formatif dengan baik. Tes ini menunjukkan tingkat penguasaan peserta diklat pada materi-materi yang dibahas dalam kegiatan belajar yang bersangkutan. 4. Jangan berpindah pada kegiatan belajar berikutnya, jika penguasaan materi pada kegiatan belajar sebelumnya masih belum dikuasai. Ulangi kegiatan belajar ini dan bertanyalah hal-hal yang belum dikuasai kepada guru atau instruktor yang mengampu. 5. Kerjakanlah tugas praktik yang terdapat dalam lembar kerja dengan baik. Keberhasilan peserta diklat dalam mengerjakan tugas ini dapat dilihat dengan kualitas pekerjaan yang memenuhi standar yang telah ditentukan. Jika hasil praktik belum memenuhi standar dimaksud, ulangi tugas praktik yang bersangkutan sampai didapatkan hasil praktik yang memenuhi. 2. Petunjuk Bagi Guru Peran guru atau instruktor pada setiap kegiatan belajar modul adalah: 1. Membantu peserta diklat dalam merencanakan proses belajar. 2. Membimbing peserta diklat melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap belajar. 3. Membantu peserta diklat dalam memahami konsep dan praktik baru dan menjawab pertanyaan peserta diklat mengenai proses belajar peserta diklat. 4. Membantu peserta diklat untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain yang diperlukan untuk belajar. 5. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan. 6. Merencanakan seorang ahli/ pendamping guru dari tempat kerja untuk membantu jika diperlukan. 7. Merencanakan proses penilaian dan dan menyiapkan perangkatnya. 8. Melaksanakan penilaian. 9. Menjelaskan kepada peserta diklat tentang sikap, pengetahuan, dan keterampilan dari suatu kompetensi yang perlu untuk dibenahi dan merundingkan rencana pemelajaran selanjutnya. 10. Mencatat pencapaian kemajuan peserta diklat.

Las gas tungsten (las TIG) adalah proses pengelasan dimana busur nyala listrik ditimbulkan oleh elektroda tungsten (elektroda tak terumpan) dengan benda kerja logam. Daerah pengelasan dilindungi oleh gas lindung (gas tidak aktif) agar tidak berkontaminasi dengan udara luar. Kawat las dapat ditambahkan atau tidak tergantung dari bentuk sambungan dan ketebalan benda kerja yang akan dilas. Perangkat yang dipakai dalam pengelasan las gas tungsten adalah: 1. Mesin las AC/ DC 2. Tabung gas lindung 3. Regulator gas lindung 4. Flowmeter untuk gas 5. Selang gas dan perlengkapan pengikatnya 6. Kabel elektroda dan selang 7. Stang las (welding torch) 8. Elektroda tungsten 9. Kawat las 10. Assesories pilihan dapat berupa sistem pendinginan air untuk pekerjaan pengelasan berat, rheostat kaki, dan pengatur waktu busur. Mesin las AC/DC merupakan mesin las pembangkit arus AC/DC yang digunakan di dalam pengelasan las gas tungsten. Pemilihan arus AC atau DC biasanya tergantung pada jenis logam yang akan dilas. Tabung gas lindung adalah tabung tempat penyimpanan gas lindung seperti argon dan helium yang digunakan di dalam mengelas gas tungsten. Regulator gas lindung adalah adalah pengatur tekanan gas yang akan digunakan di dalam pengelasan gas tungsten. Pada regulator ini biasanya ditunjukkan tekanan kerja dan tekanan gas di dalam tabung. Flowmeter dipakai untuk menunjukkan besarnya aliran gas lindung yang dipakai di dalam pengelasan gas tungsten. Selang gas dan perlengkapannya berfungsi sebagai penghubung gas dari tabung menuju pembakar las. Sedangkan perangkat pengikat berfungsi mengikat selang dari tabung menuju mesin las dan dari mesin las menuju pembakar las. Kabel elektoda dan selang gas berfungsi menghantarkan arus dari mesin las menuju stang las, begitu juga aliran gas dari mesin las menuju stang las. Kabel masa berfungsi untuk penghantar arus ke benda kerja. Stang las (welding torch) berfungsi untuk menyatukan sistem las yang berupa penyalaan busur dan perlindungan gas lindung selama dilakukan proses pengelasan. Elektroda tungsten berfungsi sebagai pembangkit busur nyala selama dilakukan pengelasan. Elektroda ini tidak berfungsi sebagai bahan tambah.

Kawat las berfungsi sebagai bahan tambah. Tambahkan kawat las jika bahan dasar yang dipanasi dengan busur tungsten sudah mendekati cair. Elektroda Tungsten Elektroda tungsten adalah elektroda tidak terumpan (nonconsumable electode) yang berfungsi sebagai pencipta busur nyala saja yang digunakan untuk mencairkan kawat las yang ditambahkan dari luar dan benda yang akan disambung menjadi satu kesatuan sambungan. Elektroda ini tidak berfungsi sebagai logam pengisi sambungan sebagaimana yang biasa dipakai pada elektroda batang las busur metal maupun elektroda gulungan pada las MIG. Ada beberapa tipe elektroda tungsten yang biasa dipakai di dalam pengelasan Elektroda tungsten murni biasa digunakan untuk pengelasan AC pada pengelasan aluminium maupun magnesium. Elektroda tungsten thorium digunakan untuk pengelasan DC. Elektroda tungsten Zirconium digunakan untuk AC- HF Argon dan AC Balanced Wave Argon. Elektroda tungsten disediakan dalam berbagai ukuran diameter dan panjang. Untuk diameter dari mulai ukuran 0,254 mm sampai dengan 6,35 mm. Untuk panjang disediakan mulai dari 76,2 mm sampai dengan 609,6 mm. Pengasahan elektroda tungsten dilakukan membujur dengan arah putaran gerinda. Pengasahan dengan arah ini akan mempermudah aliran arus yang akan digunakan di dalam pengelasan, sebaliknya jika penggerindaan dilakukan melintang dengan arah putaran batu gerinda akan mengakibatkan terhambatnya jalannya arus yang digunakan untuk mengelas.

Asal mula las untuk menyambung logam berada jauh di abad perunggu dan sulit dilacak kepan istilah las mulai dipakai. Pada tahun 3000 SM, bangsa Mesopotamia telah menerapkan

proses solder lunak.tanduk rusa disolderkan sebagai relief hiasan. Dua ratus, solder perak kemudian dipakai dalam pembuatan vas bunga di Entemene. Beberapa ahli sependapat bahwa 4000 tahun yang lal bangsa Mesir telah mengenal cara menyambung logam dengan proses pemanasan dan penekanan. Salah satu bukti ditemukan di Lembah daerah kerajaan pada tahun 1922 yang mengisyaratkan bahwa peti jenazah Raja Tutankhamen diperkirakan dibuat sekitar tahun 1360 SM dengan melibatkan proses pengelasan. Proses yang dilakukan pada saat itu adalah proses las tempa. 1. LAS BUSUR NYALA LISTRIK Selama berabad-abad las temopa dipakai sebagai proses utama untuk menyambung logam tanpa banyak mengalami perkembangan. Pada awal abad 19, ditemukan cara baru yaitu las busur nyala listrik (Elekctric Arc Welding) dengan electrode carbon batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan battery sebagai sumber tenaga listrik. Kelemahan utama proses las listrik carbon adalah oksidasi yang relative tinggi pada lasan (lasan mudah karat) sehingga las ini banyak dipakai. Pada waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las tahanan (Resistance Welding). Seorang ahli fisika dari Inggris, James Joule, diakui sebagai penemunya. Pada tahun 1856 dia memenaskan dua batang kawat dengan aliran listrik. Selama proses pemanasan, kedua kawat tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata kedua kawat tersebut saling terikat setelah selesai dipanaskan. Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa jenis proses pengelasan, missal las flash (Flas Welding) pada tahun 1920.las tahanan listrik mencapai kejayaannya setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk memenuhi kebutuhan dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang meliputi las titik, interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosenya menerapkan panas dan tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan penekanan benda kerja berbentuk plat. Pada decade berikutnya, diperkenalkan last hermit (Thermit Welding) berdasarkan prose kimiawi sehingga menambah kesanah teknologi pengelasan. Las thermiddiperoleh dengan menuangkan logam cair diantara dua ujung logam yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan tambah. Pada akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini berhasil menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk beberapa decade sampai dikembangkan las listrik.. Pada tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya perbaikan las busur listrik yang mana las busur tersebut memakai electrode terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode menghasilkan gas dan terak. Gas melindungi kawah lasan dari oksidasi pada saat proses pengelasan sedang berlangsung. Terak melindungi lasan selama proses pembekuan hingga dingin (sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las busur electrode batangan adalah panjang ektode yang terbatas sehingga setiap periode tertentu pengelasan harus berhenti mengganti electrode. Efesiensi bahan tanbah jauh dari 100% karena mesti ada puntngnya. Bertitik tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir tahun 1930an diciptakan las busur electrode gulungan. Secara prinsip, pengelasan tidak perlu berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan pengelasan dapat dilakukan dengan cara semi otomatis atau otomatis. Sebagai

pelindung dipakai flux. Flux dituangkan sesaat dimuka electrode sehingga busur nyala listrik terpendam oleh flux. Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur nyala listrik, kelemahannya, las terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada posisi lain flux akan jatuh berhamburan sebelum berfungsi. Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten. Tungsten tidak mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga tidak terumpan dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan kedaerah lasan sehingga lasan terhindar dari oksidasi. Karena menggunakan las inti sebagai bahan pelindung las ini sering disebut las TIG ( Tungsten Inert Gas). Keberhasilan pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba pula pad alas elektroda gulungan pada awal tahun 1950an. Proses ini selanjutnya disebut Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau las MIG (Metal Inert Gas). Kaena gas argo sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan oksigen atau gas CO yang cukup aktif. Las ini biasa disebut dengan Metal Aktif Gas (MAG). Dapat pula dipakai pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu diketahui bahwa gas gas pelindung lebih mahal, maka cara tersebut hanya dipakai untuk keperluan khusus. Berikutnya ditemukan las busur electrode gulungan dengan pelindung lasan berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala posisi, elektroda dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses ini relative lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi dan teknis pengelasan dapat dikembangkan secara semi otomatis atau otomatis penuh las ini disebut las busur elektroda berinti flux (Flux Core Arc Welding) Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen yang akan dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las stud. Stud terpasang pada benda utama melalui tiga tahap yaitu seting posisi, pencarian ujung stud dan benda utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur nyala dimatikan. Setelah itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu 10000 sampai 500000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut las induksi. Ditinjau dari proses penyatuan benda kerja, las ini termasuk las padat yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan oksidasi atau kotoran pada permukaan benda kerja. Panas yang dihasilakan sangat tipis dipermukaan benda kerja sehingga las ini sangat cocok untuk plat tipis. Pada tahun 1950an , diubahnya energi listrik menjadi seberkas electron yang ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala listrik, pengelasannya sangat cepat maka sangat cocok untuk produksi masal. Daerah panas menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok untuk bahan yang sensitive terhadap perubahan panas. Kualitas lasan sangat baik dan akurasi , hanya saja peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa disebut las electron ( Electron Beam Welding). 2. LAS GESEK Pada tahun 1950, AL Chudikov, seorang ahli mesin dari Uni Sovyet, mengemukakan hasil pengamatannya tentang teori tenaga mekanik dapat diubah menjadi energi panas. Gesekan yang terjadi pada bagian-bagian mesin yang bergerak menimbulkan banyak kerugian karena sebagian tenaga mekanik yang dihasilkan berubah menjadi panas. Chudikov berpendapat, proses demikian mestinya bias dipakai pada proses pengelasan. Setelah melalui percobaan dan penelitian dia berhasil mengelas dengan memanfaatkan panas yang terjadi akibat

gesekan. Untuk memperbesar panas yang terjadi, benda kerja tidak hanya diputar tetapi ditekan satu terhadap yang lain. Tekanan juga berfungsi mempercepat fusi. Cara ini disebut las gesek (Friktion Welding) 3. LAS PLASMA. Las plasma busur nyala listrik (Plasma Arc Welding). Proses plasma sebenarnya merupakan penyempurnaan las tungsren, hanya saja busur nyala listrik tidak muncul diantara elektroda dengan benda kerja tetapi muncul antara ujung elektroda dengan gas inti yang mengalir di sekitarnya. Las plasma ternyata lebih baik dari las tungsten karena busur nyala listrik yang muncul lebih stabil dengan diameter lebih kecil sehingga panasnya lebih terpusat. Proses pengelasan bias lebih cepat, disamping itu tungsten tidak pernah menyentuh benda kerja. 4. LAS SUARA FREKUENSI TINGGI. Awal tahun 1960 ditandai dengan penemuan las yang menggunakan suara frekuensi tinggi (Ultrasonic Welding). Las ini juga menggunakan listrik dalam proses kerjanya, tidak ada aliran listrik pada benda kerja, panas yang ditimbulkan semata-mata hasil proses dan sifatnya hanya membantu dalam proses penyatuan benda kerja. Suara yang digunakan berkisar antara 10000 sampai 175000 Hz, getaran suara disalurkan melalui sosotrode yang dipasang pada benda kerja. Kemudian tekanan yang diterapkan pada benda kerja selama proses. Kelebihan proses ini adalah sesuai untuk benda tipis dan tidak terpengaruh jenis bahan yang disambungkan. Tidak dipakainya energi panas sebagai energi utama merupakan kelebihan sendiri pada bahan tertentu dan tipis, hanya saja kurang berhasil untuk ketebalan benda kerja diatas 2,5mm x 2. Berbagai bentuk las ultrasonic:

a. Wedge reed spot. b. Leteral drive spot. c. Overthung copuler spot. d. Line. e. Ring. f. Continuous seam.

5. LAS EKSPLOSIVE. Las eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW)dikembangkan dari pengamatan seseorang dimasa PDI, ada pecahan-pecahan bom yang melekat kuat pada logam lain yang tertumbuk. Carl dalam penelitiannya menyimpulakn bahwa pecahan bom tersebut menempel karena efek jet pada saat terjadi tumbukan. Efek jet mampu membersihkan kotoran yang melekat pada permukaan kedua benda sehingga terjadi kontak antar atom kedua benda dan menghasilkan ikata yang cukup kuat. 6. LAS LASER. Pada tahun 1955 para ahli fisika berhasil menemukan sinar laser, secara sederhana dapat dikatakan sinar yang diproduksi pada panjang gelombang tertentu dan parallel, kemudian diperbesar, sinar tersebut selanjutnya difokuskan. Panas yang dihasilkan pada titik focus sangat tinggi. Menjelang tahun 1970, laser mulai diterapkan pad alas, laser sebagai sinar dapat diatur secara akurat sehingga las laser sangatsesuai untuk peralatan-peralatan khusus. Las laser dapat dipakai untuk mengelas benda-benda dengan ketebalan 0,13mm sampai 29mm pada kecepatan geser berkisar dari 21 mm/dt sampai 1,2 mm/dt. Persoalan yang timbul pad alas laser sama halnya dengan las electron, kerenggangan benda kerja sangat kecil antara 0,03 sampai 0,15. KESIMPULAN. Bila akhir abad dikatakan sebagai tahun kebangkitan teknologi pengelasan maka setengah abad kemudian adalah masa pertumbuhan. Pada decade tersebut berbagai macam proses pengelasan berhasil diciptakan. Ditinjau dari segi konsep yang dipakai, proses pengelasan dapat dibedakan menjadi las padat (solid state welding), las cair (fusion welding) dan las diffuse (diffusion welding). Pada saat ini las cair banyak digunakan oleh masyrakat umum.

PLASMA ARC WELDING

Ditulis Waisya di Uncategorized pada Maret 6, 2011 Plasma Arc Welding merupakan bagian dari pengelasan busur listrik dan prosesnya serupa dengan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW/TIG welding) yaitu menggunakan elektroda tak terkonsumsi dari tungsten untuk menghasilkan busur listrik pada benda kerja. Perbedaannya adalah pada PAW terjadi aksi konvergensi gas inert di lubang nozzle pada obor las (welding torch) sehingga menghasilkan penguatan busur listrik seperti di tampilkan pada gambar 2.

Gambar 1. Skema peralatan Plasma Arc Welding

Gambar 2. Skema obor las pada PAW (atas) ilustrasi (bawah) Penguatan busur listrik yang terjadi menghasilkan beberapa keuntungan yaitu energi yang terkonsentrasi dan intensitas panas lebih besar, pengelasan lebih cepat, busur listrik lebih stabil, dan hasil lasan lebih bersih. Plasma pada PAW dihasilkan dari aliran Argon yang bervolume rendah melalui bagian dalam lubang obor pada obor las plasma. Pilot busur listrik dengan frekuensi tinggi terbentuk antara elektroda tungsten dan bagian dalam nozzle sehingga mengionisasi lubang gas dan menyalakan busur listrik pada benda kerja. Konsentrasi aliran gas inert dari luar nozzle memberikan perlindungan pada proses pengelasan ini.

Gambar 3. Skematis perbandingan GTAW(a) dan PAW(b) Mekanisme generasi plasma arc bisa melalui dua mode, mode transfer dan non transfer. Mode generasi plasma transfer terjadi apabila benda kerja terhubung elektrik dengan obor las sehingga polaritasnya berlawanan dengan elektroda permanen mengakibatkan plasma tertarik ke benda kerja, mode transfer plasma arc ini yang biasa digunakan untuk proses pengelasan. Sedangkan mode non transfer terjadi melalui pemaksaan plasma oleh gas inert, mode ini digunakan pada proses thermal spray.

Gambar 4. Ilustrasi mode dari generasi plasma (a) transfer (b) non transfer Dua mode pengelasan bisa dilakukan dengan proses plasma arc welding, yaitu mode meltin dan mode key hole seperti di tunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Mode proses las (a) melt-in (b) key hole Pada mode melt in, pemanasan benda kerja terjadi melalui pemindahan panas dari kontak plasma pada bagian dalam permukaan benda kerja. mode ini bagus untuk penggabungan material tipis (0,025 mm 1,5 mm) dengan hasil yang baik memakai arus rendah, atau bagian yang lebih tebal (saampai dengan 3 mm) memakai arus tinggi. Pada mode key hole, energi dengan densitas dan arus plasma yang sangat tinggi menguapkan bagian benda kerja dan menghasilkan lasan, mode ini sangat bagus untuk aplikasi pengelasan yang memerlukan deep penetrasi hingga 20 mm. Gas yang digunakan sebagai plasma dan pelindung biasanya sama. Hal ini dilakukan untuk menghindari variasi pada plasma jet, dimana akan menjadi masalah jika gas atau campuran

gas digunakan berbeda. Campuran gas Argonhidrogen umumnya digunakan sebagai plasma dan gas pelindung. Namun, hydrogen tidak bisa digunakan ketika mengelas baja karbon rendah atau logam reaktif lainnya seperti Zirkonium atau Titanium. Campuran Argon/helium/nitrogen digunakan ketika mengelas duplex stainless steel. Helium murni tidak cocok digunakan, karena menghasilkan kehilangan panas yang tinggi pada plasma sehingga mengakibatkan penurunan umur obor las. Campuran Argonhelium menghasilkan energy yang lebih besar di plasma jet pada arus yang konstan. Meskipun begitu, campuran harus mengandung sedikitnya 50% Helium. Akan tetapi, campuran dengan Helium lebih dari 75% memiliki karakteristik yang sama dengan Helium murni. Argon murni atau campuran Argonhelium sangat cocok untuk pengelasan baja karbon rendah dan logam reaktif (Titanium, Aluminium, Zirconium, dll.) dimana Hidrogen atau Nitrogen tidak bisa digunakan.

Gambar 6. Contoh pengerjaan las dengan PAW

You might also like