You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pada dewasa ini, konflik atau persengketaan di dalam masyarakat semakin marak dan berkembang. Baik persengketaan yang terjadi antar individu, individu dengan kelompok, maupun persengketaan antar kelompok masyarakat. Hal tersebut membuat jalur-jalur yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persengketaan atau konflik tersebut semakin berkembang pula. Selain melalui jalur litigasi atau pengadilan, kini sedang booming dengan penyelesaian konflik melalui jalur non litigasi atau di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi dapat dilakukan melalui mediasi, negosiasi, konsultasi, konsiliasi, koordinasi, dan arbitrase. Kesemuanya ini dapat disebut dengan istilah Alternative Dispute Resolution. Namun, di tengah marak dan berkembangnya Alternative Dispute Resolution tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah apakah eksistensi daripada peradilan desa masih diperlukan lagi di dalam masyarakat ? Dan jika iya, bagaimana perbandingan antara sistem peradilan desa dengan sistem peradilan lainnnya ? Dan pada masa kekinian, langkah atau upaya apakah yang dapat ditempuh guna melestarikan peradilan desa tersebut ? Berangkat dari latar belakang tersebutlah penulis ingin menelaah lebih jauh seberapa penting eksistensi daripada peradilan desa di tengah masyarakat kekinian melalui makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, adapun masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Seberapa pentingkah eksistensi dari peradilan desa ?
2. Bagaimanakah perbandingan antara sistem peradilan desa dengan

sistem peradilan lainnya ? 3. Bagaimanakah upaya pelestarian peradilan desa ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui dan memahami pentingnya eksistensi dari peradilan desa.
2. Untuk mengetahui dan memahami perbandingan antara sistem

peradilan desa dengan sistem peradilan lainnya. 3. Untuk mengetahui dan memahami upaya pelestarian peradilan desa.

1.4 Metode Pendekatan Masalah


Untuk membuat makalah ini penulis menggunakan metode kajian pustaka dengan mencari sumber-sumber referensi yang sesuai dengan pembahasan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Analisa Masalah 2.1.1. Pentingnya Eksistensi Peradilan Desa


Eksistensi merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya pengakuan atas keberadaan sesuatu. Sedangkan peradilan desa adalah tempat mencari keadilan atas penyelesaian suatu masalah atau konflik atau persengketaan yang berada di lingkungan desa, dengan masyarakatnya adalah masyarakat desa tersebut. Jadi, eksistensi peradilan desa dapat diartikan sebagai pengakuan daripada keberadaan peradilan desa itu sendiri. Dan yang menjadi permasalahan adalah pada zaman modern ini, apakah masyarakat masih membutuhkan peradilan desa dalam rangka penyelesaian konflik yang dihadapinya? Masyarakat merupakan sekelompok individu yang bertempat tinggal di suatu wilayah. Masyarakat desa adalah satuan masyarakat terkecil yang berada dalam lingkungan desa. Di Indonesia, kebanyakan masyarakat desa ini masih memiliki gaya hidup yang sederhana dan asas kekeluargaan serta gotong-royongnya masih sangat kental. Masyarakat desa juga kebanyakan masih mempercayai nilai-nilai adat yang telah lama tumbuh dan berkembang dari leluhur atau nenek moyang mereka. Didukung oleh belum meratanya sistem pendidikan serta sarana komunikasi yang meluas di Indonesia, maka hal ini juga mempengaruhi eksistensi daripada peradilan desa itu

sendiri. Dimana di dalam masyarakat yang masih sederhana dengan pengetahuan yang sederhana, serta tingginya tingkat kekeluargaan, peradilan desa masih menjadi suatu alternatif utama dari penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat. Jadi eksistensi daripada peradilan desa di masyarakat kekinian ini masih sangat diakui dan dipercaya pleh masyarakat karena dianggap mumpuni oleh untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di lingkungan desa maupun antar desa secara sederhana dan sesuai dengan rasa kekeluargaan dan gotong-royong, serta nilai adat yang masih kental hidup di dalam jiwa masyarakat.

2.1.2 Perbandingan

antara

Sistem

Peradilan

Desa

dengan Sistem Peradilan Lainnya


Peradilan desa dapat dikatakan sebagai peradilan yang masih menganut sistem paling sederhana diantara sistem peradilan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari tata cara penyelesaian sengketanya yaitu: 1. Pengaduan laporan dari pihak-pihak 2. Prajuru menyampaikan adanya laporan melalui apel tingkat desa, yang terdiri dari : a. Sidang tertutup (pola Kertha/sangkepan prajuru) b. Sidang terbuka (pola paruman) Dan kesemua tatacara penyelesaian diatas masih menggunakan asas musyawarah mufakat di dalamnya. Dan jika dalam penyelesaian melalui jalur peradilan desa belum menyelesaikan sengketa tersebut, biasanya diambil langkah kasasi ke Majelis Madya maupun Majelis Kota.

Sistem peradilan desa ini masih sangat sederhana jika dibandingkan dengan peradilan lainnya, seperti system pada peradilan umum, militer, maupun peradilan agama. Dimana pada sistem peradilan umum biasanya terdapat tahapantahapan yang disebut dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Dan juga adanya tingkatan kasasi dan banding jika putusan perkara dirasa kurang memenuhi rasa keadilan baik oleh penuntut umum maupun penasehat hukum. Selain itu, putusan hakim dalam peradilan umum memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat daripada putusan hakim (prajuru) pada peradilan desa adat yang kebanyakan menggunakan win-win solution. Sanksi yang diberikan oleh peradilan desa juga berbeda dengan sanksi peradilan umum. Pada peradilan biasa, sanksi dapat berupa sanksi pidana, namun pada peradilan desa, sanksi dapat berupa arta danda, sangaskara danda, dan kasepekang. Di dalam peradilan agama, terdapat yang namanya pihak tergugat dan penggugat, dimana masing-masing pihak diberikan waktu untuk menyampaikan replik dan duplik sebelum dicapainya putusan hakim.

2.1.3.Upaya Pelestarian Peradilan Desa


Dikarenakan eksistensi peradilan desa masih dirasa penting dalam penyelesaian sengketa di dalam masyarakat desa, maka dibutuhkan upaya-upaya pelestarian peradilan desa guna mempertahankan eksistensi peradilan desa tersebut. Upaya pelestarian yang paling mendasar adalah mempertahankan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat terlebih dahulu, lalu kemudian

membangun

citra

dalam

masyarakat

bahwa

peradilan

desa

merupakan peradilan yang masih sangat mumpuni dan cocok dalam menyelesaikan berbagai kasus yang dialami masyarakat desa dengan asas kekeluargaan dan gotong-royongnya, serta sesuai dengan hukum adat yang berlaku di desa tersebut.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, adapun hal-hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Eksistensi daripada peradilan desa di masyarakat kekinian masih

sangat diakui dan dipercaya oleh masyarakat desa karena dianggap mumpuni untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di lingkungan desa maupun antar desa secara sederhana dan sesuai dengan rasa kekeluargaan dan gotong-royong, serta nilai adat yang masih kental hidup di dalam jiwa masyarakat.
2. Perbedaan yang paling mendasar daripada sistem peradilan desa

dengan sistem peradilan lainnya adalah, sistem peradilan desa yang masih sangat sederhana dengan berdasar kepada asas kekeluargaan, gotong-royong dan mempertahankan nilai adat. 3. Upaya pelestarian peradilan desa dapat dilakukan dengan

mempertahankan KMHA itu sendiri, lalu memberikan citra kepada masyarakat desa bahwa peradilan desa masih sangat mumpuni dan cocok dalam menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi di dalam masyarakat desa.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan penulis adalah sebagai berikut:
1. Untuk masyarakat agar tidak terburu-buru untuk menyelesaikan

sengketa yang dialami melalui jalur peradilan umum. Sebelumnya dapat menggunakan jalur peradilan desa dengan sifat hakim perdamaiannya.
2. Untuk pemerintah agar tetap mempertahankan eksistensi peradilan

desa ini sebagai salah satu alternative dari jalur peradilan yang dipilih oleh masyarakat Indonesia

You might also like