You are on page 1of 26

ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR JINAK BENIGNA PROSTAT HIPERTROFI

Waktu 12/30/2011 04:24:00 AM

Related posts:

1. 2. 3. 4. 5.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PSORIASIS LAPORAN PENDAHULUAN POST ORIF FEMUR & TIBIA Judul-judul penelitian keperawatan, kebidanan, kesehatan masyarakat. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLEN DENGAN Presbiakusis LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLEN DENGAN POST PARATYROIDEKTOM

PENDAHULUAN

Secara klinik tumor dibedakan atas golongan neoplasma dan non neoplasma misal kista, radang atau hipertrofi. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbul dan berkembang biaknya sel-sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker/ karsinoma atau sarkoma tumbuh menyusup ke jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (destruktif) dapat menyebar ke bagian lain tubuh dan umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya (ekspansif), dan umumnya tidak bermetasis, misalnya lipoma. KONSEP DASAR A. Pengertian Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran progresif pada kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Doengoes, 2000: 67) Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran adenomateus dari kelenjar prostat (Barbara C Long, 1996) Benigna prostat hipertrofi adalah pembentukan jaringan prostat yang berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas (Depkes 1999, hal 108) Benigna prostat hipertrofi adalah hiperflasi peri uretral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Syamsuhidayat, Jong. 1997: 1058) B. Etiologi Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon enstrogen (Mansjoer, 2000 hal 329) Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia prostat adalah: 1. 2. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat

3. 4.

Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan (poenomo, 2000, hal 74-75) Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia. (Barbara C Long, 1999: 32) C. PATOFISIOLOGI BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor, penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi. Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter kompensasi otototot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah menimbulkan infeksi. Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine sehingga tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang seharusnya mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di ginjal yang refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu ginjal, hal ini dapat menyebabkan pyclonefritis. Apabila telah terjadi retensi urine dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan insisi. Pada umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan akibat irigasi yang digunakan alat invasif sehingga pemenuhan kebutuhan ADC bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan dapat terjadi infeksi dan peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla tidak dilakukan perawatan dengan menggunakan teknik septik dan aseptik. Manifestasi Klinikl Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai lower urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan

1.

menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif. Gejala iritatif Yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria)

2.

Gejala Obstruktif Yaitu pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi menunggu lama (hesistensi), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overlow. Tanda dan gejala pada pasien yang telah lanjut penyakitnya yaitu gagal ginjal, peningkatan tekanandarah denyut nadi, respirasi. Tanda dan gejala dapat dilihat dari stadiumnya a. Stadium I Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis b. Stadium II Ada retensi urine tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisi 50-150 cc

Ada rasa tidak enak pada waktu BAK (disuria) Nokturia c. Stadium III Urine selalu tersisa 150 cc atau lebih d. Stadium IV Retensi Urine total buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secar periodik. (Depkes, 1996, hal 109)

Untuk mengukur besarnya BPH dapat dipakai berbagai pengukuran, yaitu: a. Rectal Grading Dengan rectal toucher diperkirakan seberapa prostat menonjol ke dalam lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan dengan buli-buli kosong karena bila penuh dapat membuat kesalahan. Gradasi ini sebagai berikut: 0-1 cm . . . . . . . grade 0 1-2 cm . . . . . . . grade 1 2-3 cm . . . . . . . grade 2 3-4 cm . . . . . . . grade 3 >4 cm . . . . . . . grade 4 b. Clinical Granding Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya usia Urine Sisa urine 0 cc . . . . . . . . . . . . . . . normal Sisa urine 0-50 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 1 Sisa urine 50-150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 2 Sisa urine >150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 3 Sama sekali tidak bisa kencing . . . . . . . grade 4 F. Komplikasi Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urine karena produksi terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravisiko meningkat dapat menimbulkan hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal tercepat terjadi jika infeksi karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluahan iritasi dan menimbulkan hematuria serta dapat juga menimbulkan sistitis dan bila terjadi reflek dapat terjadi pyelonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid. G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Analisis Urine pemeriksaan mikroskopis urine untuk melihat adanya lekosit, bakteri dan infeksi Elektrolit, kadar ureum, kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status metabolik Pemeriksaan PSA (Prostat Spesifik Antigen) dilakukan sebagai dasar penentuan paknya biopsi atau sebagai deteksi dari keganasan Darah lengkap Leukosit Blooding time Liver fungsi 2. Pemeriksaan Radiologi Foto polos abdomen Prelograf intravena USG Sistoskopi H. Penatalaksanaan a. Observasi b. Terapi medika mentosa (penghambat Adrenergik , penghambat enzim 5--reduktase, fisioterapi) c. Terapi bedah dan terapi infasiv (Mansjoer Arif, 2000: 333) I. Fokus Keperawatan

1. Pengkajian a. Sirkulasi Tanda: peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal) b. Eliminasi

Gejala: penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan, keraguan-raguan pada berkemih awal. Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap Dorongan dan frekuensi berkemih Nokturia, disuria, hematuria ISK berulang, riwayat batu (status urinaria) Konstipasi

Tanda: massa: Padat di bawah abdomen (distensi kandung kemih) nyeri tekan kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih. c. Makanan/ cairan Gejala: Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.

d. Nyeri/ kenyamanan Gejala: Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatisis akut) e. Keamanan Gejala: demam

f. Seksualitas, Gejala: masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksualitas. Takut incontinensia/ menetap selama hubungan ejakulasi. Tanda: Pembesaran, nyeri tekan prostat g. Penyuluhan/ pembelajaran Gejala: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal. Penggunaan antihipertensi atau antidepresan, antibiotik urinari atau agen biotik, obat yang dijual bebas untuk flu/ alergi obat mengandung simpatometrik. Pertimbangan: DRG menunjukkan merata selama dirawat di RS 22 hari. Rencana pemulangan: memerlukan bantuan dengan management terapi. Contoh: kateter. 2. Fokus Intervensi a. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat. Kriteria hasil: Berkemih dengan jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih Menunjukkan risedu pasca berkemih kurang dari 50 cc dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan aliran Intervensi: Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan Rasional: meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung kemih Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan Rasional: Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi Awasi dan catat waktu serta jumlah tiap berkemih

Rasional: Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal Palpasi atau perkusi area suprapubic Rasional: Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubic Awasi TTV dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer, timbang tiap hari, pertahankan pemasukan dan

pengeluaran yang akurat Rasional: kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal total Beri/dorong kateter lain dan perawtan perineal Rasional: Menurunkan resiko infeksi Dorong masukan cairan sampai 300 ml sehari dalam toleransi jantung bila diindikasikan

Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan kandung kemih dan pertumbuhan bakteri b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih. Kriteria hasil: Pasien mengatakan nyeri hilang atau terkontrol

Pasien tampak rileks Pasien mampu untuk tidur atau istirahat dengan tenang Intervensi

Kaji nyeri, pertahatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya. Rasional: memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi Plester selang drainase pada paha dan kateter abdomen Rasional: Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis skrotal Pertahankan tirah baring bila diindikasikan Rasional: Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut namun ambulasi dini dapat memperbaiki palo berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik Beri tindakan kenyamanan, misal: membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, latihan nafas dalam

Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan kemampuan koping c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis. Kriteria hasil: Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab Intervensi: Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam

Rasional: Deuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal Dorong peningkatan pemasukan oral berdasrkan kebutuhan individu Rasional: Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi atau hipovolemia Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral

Rasional: Memampukan deteksi dini/ intervensi hipovolemik, sistemik Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi Rasional: Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi. DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Linda Juan. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. EGC: Jakarta. Doengoes E Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawtan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta. Syamsuhidayat, R. 1997. Keperawtan medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Benigna Prostat Hipertropi (BPH) A. Pengertian Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Askep BPH

B. Etiologi Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu : Teori Sel Stem (Isaacs 1984) Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral. Teori MC Neal (1978) Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral. Askep BPH

C. Anatomi Fisiologi Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis. Askep BPH

D. Patofisiologi

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Askep BPH

E. Tanda dan Gejala


Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias) Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih. Rasa nyeri saat memulai miksi/ Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

F. Komplikasi
Aterosclerosis Infark jantung Impoten Haemoragik post operasi Fistula Striktur pasca operasi & inconentia urine

G. Pemeriksaan Diagnosis
1. Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.

2.

Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

3.

Prostatektomi Retro Pubis Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4.

Prostatektomi Parineal

Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. Penatalaksanaan
1. Non Operatif Pembesaran hormon estrogen & progesteron Massase prostat, anjurkan sering masturbasi Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan Pemasangan kateter.

2.

Operatif Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml

TUR (Trans Uretral Resection) STP (Suprobic Transersal Prostatectomy) Retropubic Extravesical Prostatectomy) Prostatectomy Perineal

Askep BPH

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengkajian
1. Data subyektif : Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2.

Data Obyektif : Terdapat luka insisi Takikardi

Gelisah Tekanan darah meningkat Ekspresi w ajah ketakutan Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2.

Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

3.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

C. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan 1. : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil :

Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :

Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi Lakukan perawatan aseptik terapeutik Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2.

Diagnosa Keperawatan 2. : Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan : Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil :

Klien akan melakukan perubahan perilaku. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

Intervensi :

Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.

Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

3.

Diagnosa Keperawatan 3. : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi

Kriteria hasil :

Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup. Klien mengungkapan sudah bisa tidur. Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Intervensi :

Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).

Daftar Pustaka

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)


Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,disebabkan oleh karena hiperplasi beberap a atau semua komponen prostat meliputijaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretrapars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebihtua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruk si uretral dan pembatasanaliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yangpas ti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang eratkaitanny a dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain : 1). Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel danstroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi . 2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunante stosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. 3). Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantra nsforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. 4). Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitelda ri kelenjar prostat. 5). Teori sel stem Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 :38 ). 4. Gejala Benigna Prostat Hiperplasia Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu : a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

1. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain 1). Anamnesa Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary TractSymptoms) a ntara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminaldribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejalairitatif dapat berupa urgen si, frekuensi serta disuria. 2) Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapatmening kat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampaisyok pada re tensi urin serta urosepsis sampai syok - septik. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahuiada nya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser padakeadaan re tensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen danklien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adatidaknya residual urin. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktururetra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukankonsistensi sistim persara fan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.Dengan rectal toucher dapat diketah ui derajat dari BPH, yaitu : a). Derajat I = beratnya 20 gram. b). Derajat II = beratnya antara 20 40 gram. c). Derajat III = beratnya > 40 gram. 3) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar guladigunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaanadanya keganasan. 4) Pemeriksaan Uroflowmetri Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urindap at diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian : a). Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif. b). Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line. c). Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif. 5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume danbesar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaandapat dilakukan secara transrektal, tra nsuretral dan supra pubik. c). IVP (Pyelografi Intravena)

Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. d) Pemeriksaan Panendoskop Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli.

2. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah : 1). Observasi Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiaptahun tergantung keadaan klien 2). Medikamentosa Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berattanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi(misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dangolongan supresor androgen. 3). Pembedahan Indikasi pembedahan pada BPH adalah : a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut. b). Klien dengan residual urin > 100 ml. c). Klien dengan penyulit. d). Terapi medikamentosa tidak berhasil. e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif. Pembedahan dapat dilakukan dengan : a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % ) b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy c). Perianal Prostatectomy d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy 4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, TerapiUltrasonik .

B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut : Pre Operasi : 1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat. 2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.. 4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah 5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Post Operasi : 1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P 2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. 3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. 5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi 6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

B. Rencana Asuhan Keperawatan 1. Sebelum Operasi a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat. 1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi 3) Kriteria hasil : Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih 4) Rencana tindakan dan rasional 1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih 2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi 3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal 4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung. R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri 5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik) R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 1). Tujuan Nyeri hilang / terkontrol. 2). Kriteria hasil Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasidan aktivi tas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks,tidur / istirahat dengan tepat. 3). Rencana tindakan dan rasional a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ). R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ). b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebasdari lekukan dan bek uan. R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli. c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut. d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi,pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik R / Menghilangkan spasme c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.

1). Tujuan Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara. 2). Kriteria hasil Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda tanda vital stabil, nadiperifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaranurin tepat. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/. R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal. b). Pantau masukan dan haluaran cairan. R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian. c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.

g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktorpembekuan darah, d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah. 1). Tujuan Pasien tampak rileks. 2). Kriteria hasil Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan. c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan. R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi 1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya. 2). Kriteria hasil Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian. R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan. b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

II. Sesudah operasi 1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : - Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang. - Ekspresi wajah klien tenang. - Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. - Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. - Tanda tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan : 1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih. R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih. 2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih. R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan 3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam. R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. 4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter. R/ Mengurang kemungkinan spasmus. 5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P. R / Mengurangi tekanan pada luka insisi 6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi. R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang. R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme. 8. Observasi tanda tanda vital R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut. 9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik atau anti spasmodik ) R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih. 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi . Kriteria hasil: - Klien tidak mengalami infeksi. - Dapat mencapai waktu penyembuhan. - Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock. Rencana tindakan: 1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril. R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. R/ Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. Pertahankan posisi urobag dibawah. R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. 3. Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam.

R/ Mencegah sebelum terjadi shock. 4. Observasi urine: warna, jumlah, bau. R/ Mengidentifikasi adanya infeksi. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. 3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: - Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan . - Tanda tanda vital dalam batas normal . - Urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan: 1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda tanda perdarahan . R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda perdarahan 2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih 3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi . R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . 4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang kurangnya satu minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat . 5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas . R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan . 6. Observasi: Tanda tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen . 4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: - Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun . - Klien menyatakan pemahaman situasi individual . - Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah . - Klien mengerti tentang pengaruh TUR P pada seksual. Rencana tindakan : 1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR P terhadap seksual . R/ Untuk mengetahui masalah klien . 2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dankejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu) R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual 3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan 4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .

R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik. 5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan . Kriteria hasil: - Klien akan melakukan perubahan perilaku. - Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. - Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan . Rencana tindakan: 1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan . 2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB 3. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari. R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . 4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh . R/ Untuk membantu proses penyembuhan . 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: - Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup. - Klien mengungkapan sudah bisa tidur . - Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur . Rencana tindakan: 1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan . 2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan . R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat 3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ). R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .

Askep BPH
Posted on 30 April 2009 by hidayat2

14 Votes

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH) A. DEFINISI BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai. B. ETIOLOGI Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah: Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin. Faktor umur / usia lanjut. Unknown / tidak diketahui secara pasti. C. ANATOMI FISIOLOGI Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: - Kapsul anatomis - Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya o Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone o Di sekitar uretra disebut periuretral gland Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-

laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan. D. PATOFISIOLOGI Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas E. PATHWAY Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de entre mikroorganismekateterisasiLuka insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko kekurangan vol cairanResiko

perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH F. MANIFESTASI KLINIS Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan: 1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin 2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997). 3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat. 4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum. H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis
I. FOKUS PENGKAJIAN

Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi: a) Data subyektif : o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa. b) Data Obyektif: o Terdapat luka insisi

o Takikardi o Gelisah o Tekanan darah meningkat o Ekspresi w ajah ketakutan o Terpasang kateter J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya. K. RENCANA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi: c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder. Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria : Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih. Intervensi : a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan

e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 20003000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh Tujuan : Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya Kriteria hasil : Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal. Intervensi : a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual e. Beri penjelasan penting tentang: f. Impoten terjadi pada prosedur radikal g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi. 4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre ikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran) c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari Kriteria :

Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi : a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang: o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

You might also like