You are on page 1of 16

Dengan kondisi bunga deposito yang semakin menurun, tentunya tidak memberikan return yang cukup baik kita

untuk meningkatkan daya beli kita akan dana yang kita miliki. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat inflasi yang lebih besar dari bunga deposito. Bila kita mencoba untuk memulai suatu usaha baru dalam rangka untuk meningkatkan return kita (apapun usaha yang kita pilih seperti toko lampu, toko HP, toko stationary, usaha laundry dll), tentunya kita perlu : 1. menghitung-hitung berapa dana yang diperlukan untuk menyewa tempat usaha, membeli perabotan, mempekerjakan karyawan dan hal-hal lain 2. membuat proyeksi : a. berapa volume penjualan yang perlu diperoleh agar dapat minimal menutup seluruh biayabiaya timbul. Ini dikenal dengan istilah Break Even Point (Biasa disingkat BEP) dimana seluruh biaya yang timbul sama dengan total penjualan yang diperoleh, sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan maupun kerugian b. berapa volume penjualan yang diperlukan agar kita dapat memperoleh laba yang kita targetkan Untuk dapat membuat proyeksi tersebut tentunya kita perlu mengetahui bagaimana cara menghitung Break Even Point atau yang biasa disingkat BEP. Dalam menyusun perhitungan BEP, kita perlu menentukan dulu 3 elemen dari rumus BEP yaitu : 1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali 2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan 3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli Adapun rumus untuk menghitung Break Even Point ada 2 yaitu : 1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi Break Even Point : Total Fixed Cost __________________________________ Harga jual per unit dikurangi variable cost Contoh : Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,Variable cost Rp.5,000 / unit Harga jual Rp. 10,000 / unit Maka BEP per unitnya adalah

Rp.200,000 __________ = 40 units 10,000 5,000 Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan 2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima agar terjadi BEP : Total Fixed Cost __________________________________ x Harga jual / unit Harga jual per unit dikurangi variable cost Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah Rp.200,000 __________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,10,000 5,000

(Irwan Santoso) Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya) BEP amatlah penting kalau kita membuat usaha agar kita tidak mengalami kerugian, apa itu usaha jasa atau manufaktur, diantara manfaat BEP adalah 1. alat perencanaan untuk hasilkan laba 2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan. 3 Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan 4 Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti Setelah kita mengetahui betapa manfaatnya BEP dalam usaha yang kita rintis, kompenen yang berperan disini yaitu biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkannya atau menentukan suatu biaya itu biaya variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh kita untuk produksi ataupun tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak produksi maka tidak ada biaya ini Salah satu kelemahan dari BEP yang lain adalah Bahwa hanya ada satu macam barang yang diproduksi atau dijual. Jika lebih dari satu macam maka kombinasi atau komposisi

penjualannya (sales mix) akan tetap konstan. Jika dilihat di jaman sekarang ini bahwa perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya mereka menciptakan banyak produk jadi sangat sulit dan ada satu asumsi lagi yaitu Harga jual persatuan barang tidak akan berubah berapa pun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal ini demikian pun sulit ditemukan dalam kenyataan dan prakteknya. Bagaimana cara menghitungnya? Untuk menghitung BEP kita bisa hitung dalam bentuk unit atau price tergantung untuk kebutuhan PERHITUNGAN BEP Atas dasar unit

Atas dasar sales dalam rupiah

Keterangan: FC : Biaya Tetap P : Harga jual per unit VC : Biaya Variabel per unit Biaya tetap adalah total biaya yang tidak akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan volume produksi. Biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya tetap merupakan biaya yang akan selalu terjadi walaupun perusahaan tidak berproduksi. Biaya variable adalah total biaya yang berubah-ubah tergantung dengan perubahan volume penjualan/produksi. Biaya variable akan berubah secara proposional dengan perubahan volume produksi Kita lihat dalam studi kasus:

Lebih lengkapnya download artikelnya : BREAK EVENT POINT Click Here to Advertise on My Blog Upload, Share dan Earn to ziddu.com search engine

KRITERIA INVESTAS Dihimpun dari berbagai sumber oleh Ecep Jalaluddin Sy SMK N 1 Mundu Cirebon
1. Menghitung Arus Uang Tunai (Cash Flow)

Cash flow adalah arus seluruh pengeluaran dan penerimaan proyek pada setiap satuan waktu proyek dari keseluruhan waktu yang direncanakan. Cash flow yang berupa penerimaan (pemasukan) disebut cash inflow / cash proceeds / cash income / cash receipts. Sedangkan cash flow yang berupa pengeluaran disebut cash out flow / cash disbursement / cash expenditure / cash cost. Selisih dari cash inflow dan cash out flow disebut Net cash flow atau Aliran Kas Neto/Bersih.

Komponen cash inflow antara lain adalah hasil produksi, pajak terhutang, pinjaman, modal sendiri, nilai sisa dari aktiva (Salvage value) dan kadangkadang juga dimasukan penyusutan aktiva. Komponen dari cash outflow antara lain adalah investasi proyek, pelunasan pajak, pelunasan pokok pinjaman dan bunga dan Replacment (penggatian aktiva). Dari perhitungan tersebut dalam cash flow ini akan diketahui Surplus minus kas (kas awal dan kas akhir) serta saldo Debet Kredit (sisa pinjaman).

2. Analisis Kriteria Investasi

Kriteria investasi merupakan indeks-indeks untuk mencari suatu ukuran tentang baik tidaknya atau layak tidaknya suatu proyek (usaha). Karena itu penentuan layak tidaknya suatu usaha yang direncanakan akan dilaksanakan atau tidak ditentukan oleh kemungkinan keuntungan finansial yang dapat diperoleh. Menilai kelayakan usaha adalah cara yang ditempuh untuk menentukan layak (feasible) tidaknya suatu usaha dilaksanakan. Pada umumnya, apabila penilaian kelayakan usaha dilakukan dengan benar dan hasilnya menunjukkan bahwa usaha yang direncanakan itu layak untuk dilaksanakan, maka pelaksanaannya jarang mengalami kegagalan, kecuali penilaian kelayakan usaha dilakukan dengan data yang tidak benar dan/atau karena adanya faktor-faktor yang tidak dapat terkontrol, misalnya terjadi bencana alam. Ada beberapa kriteria yang biasa digunakan untuk menentukan kelayakan usaha melalui analisis manfaat finansial. Dari sekian banyak kriteria tersebut ada empat yang paling banyak digunakan. Setiap kriteria/indeks menggunakan present value (nilai kini) yang telah di-discount dari arus manfaat (penerimaan) dan biaya selama umur proyek. Ada banyak indeks kriteria Investasi yang dapat digunakan. Namun tidak satupun dari berbagai kriteria tersebut disetujui orang secara universal sebagai yang bermanfaat di dalam setiap keadaan. Setiap kriteria mempunyai kebaikan serta kelemahan. Si penilai proyek harus memutuskan kriteria manakah yang paling tepat digunakan sesuai dengan keadaannya. Lima kriteria Investasi yang paling banyak digunakan adalah : 1. Net Present Value (NPV) dari arus manfaat dan biaya. 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 4. Gros Benefit Cost Ratio (Gros B/C) 5. Profitability Ratio (PV/K)

Dari lima kriteri tersebut, ketiga kriteria pertama (NPV, IRR dan B/C) lebih dapat dipertanggungjawabkan untuk penggunaan-penggunaan tertentu,

sedangkan yang kedua terakhir (Gros B/C dan PV/K) mendapat kritik dari segi teorinnya.

Setiap kriteri tersebut digunakan untuk menentukan diterima tidaknya (layak tidaknya) suatu rencana proyek yang diusulkan dipandang dari aspek profitabilitas komersil.

a. Konsep Nilai Waktu dan Uang Untuk proyek jangka panjang, pembahasan konsep Nilai Waktu dan Uang merupakan hal yang penting. Waktu sangat berharga bagi manusia pada umumnya dan bagi pemikir ekonomis khususnya karena akhirnya masalah waktu tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat dengan uang. Peranan dan hubungan antara waktu dan uang ini menimbulkan pemikiran bahwa orang-orang lebih menghargai uang yang dimiliki sekarang dari pada masa yang akan datang. Sebagai contoh kalau ditawarkan kepada kita mana yang lebih suka, menerima uang Rp 1000,- saat ini atau menerima Rp 1000,- nanti tahun depan. Tentu jawabannya lebih suka menerima Rp 1000 saat ini. Keputusan ini diambil tentunya karena walaupun nominal uang tersebut sama yaitu Rp 1000,- antara saat ini dan tahun depan, tetapi nilai riilnya (daya tukar) berbeda (berubah). Kalau uang Rp 1000,- saat ini dapat membeli 2 kg beras, mungkin tahun depan hanya dapat membeli 1,5 kg beras engan kualitas yang sama.

Penurunan nilai riil mata uang tersebut antara lain terutama disebabkan oleh inflasi. Semakin tinggi tingkat inflasi semakin besar pula penurunan nilai mata uang. Contoh lain yang berhubungan dengan masalah ini adalah kalau inflasi meningkat, maka umumnya bank-bank harus memberikan suku bunga simpanan (misal deposito, tabungan) yang makin tinggi agar masyarakat tetap bersedia menyimpan uangnya di bank. Apabila tingkat bunga simpanan lebih rendah dari tingkat inflasi, maka tidak akan ada seorangpun yang bersedia menyimpan dananya di bank.

Apa peranan konsep tersebut dengan perencanaan/analisa proyek ? Inti dari perencanaan adalah menentukan apakah dan sampai berapa jauhkah proyek

tersebut memberikan manfaat (penerimaan) yang lebih besar daripada biayanya kepada pemiliknya. Untuk menentukan ada tidaknya dan tingkat dari manfaat bersih itu perlu kita bandingkan arus manfaat dari proyek-proyek tersebut dengan arus biayanya. Tetapi timbul pertanyaan bagaimanakah cara membandingkan biaya yang harus dikeluarkan saat ini (investasi) dengan manfaat (penerimaan) yang akan diterima baru beberapa tahun kemudian ?

Kalau kita perhatikan kembali contoh dari kedua kasus inflasi, ternyata tingkat bungalah yang memungkinkan kita untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya di dalam waktu yang tidak merata. Untuk setiap nilai tingkat bunga i dan setiap jangka tahun selama bunga itu diasumsikan telah/akan didapat/dibayar, terdapat suatu discount factor yang unik. Discount factor ini telah ada yang dibuat dalam tabel, antara lain yang diterbitkan oleh Word Bank dengan judul Compounding and Discounting Table for Project Evaluation. Sehubungan dengan itu, dalam hal ini akan dijelaskan dua pengertian penting melalui contohcontoh, yakni Compounding Intertest Factor dan Discounting Factor. Compounding Intertest disebut juga bunga majemuk atau bunga berbunga adalah bunga yang menunjukkan bahwa bunga dari suatu pokok pinjaman akan dikenakan bunga lagi pada periode berikutnya. Contoh jika pokok pinjaman

Rp 100,- dengan tingkat bunga 12 %/th, maka sesudah satu tahun jumlah yang harus dikembalikan adalah

Rp 100,- + 12 % x Rp 100,= Rp 100,- (1 + 12 %) = Rp 112,-

Kalau pinjaman itu akan dikembalikannya setelah dua tahun, maka bunga yang Rp 12,- akan kena bunga lagi, sehingga jumlahnya menjadi:

Rp 100,- (1 + 12 %) ( 1 + 12 %) = Rp 100,- (1 + 12 %) = Rp 100,0 (1 + 0,12)

= Rp 125,44

Seandainya jumlah semula (Rp 100,-) disebut P (Pressent amount), jumlah tahun selama uang dipinjam disebut n, jumlah yang harus dikembalikan disebut F (Future amount) dan tingkat bunga disebut i (interest), maka

perhitunan di atas dapat ditulis dengan rumus:

F = P (1 + i ) n
(1 + i )
n

disebut Compounding Factor, yakni suatu bilangan yang lebih besar

dari satu (1,0) yang dapat dipakai untuk mencari suatu jumlah yang akan datang (F) berdasarkan jumlah sekarang (P) setelah diberi bunga berbunga pada setiap akhir tahun (n).

Sedangkan dalam perencanaan/analisa proyek yang diketahui bukan P malainkan F (besarnya nilai di masa yang akan datang). Dengan demikian untuk mencari nilai P (Nilai Sekarang= Pressent Value) rumusnya menjadi:

P=

F (1 + i ) n

= F

(1 + i ) n 1 (1 + i )
n

disebut Discount Factor (DF), yakni suatu bilangan yang kurang dari

satu (1,0) yang dapat digunakan untuk mencari nilai sekarang (P) dari nilai masa yang akan datang (F). Dengan demikian maka rumusnya menjadi:

P = F x DF
1) Net Persent Value (NPV)

Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih adalah analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang (present value) arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha ditambah penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana yang dikeluarkan untuk membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha.

Untuk menghitung NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang: (1) jumlah investasi yang dikeluarkan, dan (2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur ekonomis Rumus dari NPV adalah:

PVI

I (1 + i )
t

n
=

n
PVNCF

t=

t=1

t=0

NCF

t =1 di mana:

(1 + i )t

NCF

= Net Cash Flow/Arus Kas Bersih= (laba setelah pajak + penyusutan) dari tahun pertama sampai tahun ke n I n i = Pengeluaran investasi dari tahun awal (0) sampai tahun ke n = Umur ekonomis dari proyek = Tingkat Diskonto (discount factor DF) = tingkat bunga /social opportunity cost of capital yang ditunjuk Social Discount Rate (tingkat bunga umum) PVNCF = Present Value dari NCF PVI = Present Value dari Investasi

Dalam analisis proyek, NPV 0 dikatakan proyek layak untuk dilaksanakan dan NPV < 0 proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Atau dengan kata lain, apabila nilai sekarang penerimaan bersih dari masa yang akan datang lebih besar dari pada nilai sekarang Investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan, begitu pula sebaliknya.

2) Internal Rate of Return IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Atau IRR merupakan tingkat bunga yang menyebabkan nilai sekarang Investasi (Net Investment Present Value) sama dengan nilai sekarang penerimaan bersih (Net Benefit Present Value) di masa mendatang.

IRR biasanya sulit diselesaikan (dicari nilai i nya) secara langsung, karena harus ada dua NPV, yakni NPV1 yang harus potitif dan NPV2 yang harus negatif. NPV1 adalah nilai NPV pada tingkat discount rate i yang sesuai dengan tingkat discount rate yang berlaku saat rencana usaha dibuat, sehingga menghitungnya lebih mudah. Maka i-nya kita sebut sebagai i1 dan NPV-nya kita sebuat sebagai NPV2. Sedangkan NPV2 adalah nilai NPV pada tingkat discount rate i yang harus dicari sampai ditemukan NPV-nya negatif. Sehingga untuk menentukannya biasanya

didekati dengan coba-coba melalui prosedur sebagai berikut : a. Pilih discount rate i yang dianggap dekat dengan discount rate i yang berlaku (biasanya naik satu tingkat discount rate), lalu dihitung NPV-nya. Jika NPV yang diperoleh positif berarti nilai percobaan pemilihan i tadi belum benar. Jadi harus dipilih i yang lebih tinggi sampai diperoleh NPV negatif. Jika sudah diperoleh NPV negatif, maka kita sebut i-nya sebagai i2 dan nilai NPV nya sebagai NPV2 b. Dengan telah diperolehnya dua nilai NPV yang positif dan negatif maka IRR dapat diselesaikan dengan rumus :

IRR = i 1 + ( i 2 i 1) NPV1 + NPV2

NPV1

Di mana: i 1 = Tingkat diskonto (tingkat bunga) yang menghasilkan NPV positif i 2 = Tingkat diskonto (tingkat bunga) yang menghasilkan NPV negatif Jika ternyata IRR dari suatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku sebagai social discount rate, maka nilai NPV dari proyek itu adalah sebesar nol. Jika IRR lebih kecil dari social discount rate, berarti NPV lebih kecil dari nol. Oleh karena itu suatu nilai IRR yang lebih besar dari / sama dengan () Social Discount Rate menyatakan tanda Go (layak) untuk suatu proyek, sedangkan jika IRR lebih kecil dari Social Discount Rate berarti proyek itu No Go (tidak layak).

3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C adalah suatu metoda untuk melihat berapa besar benefit yang dapat diperoleh dari setiap penanaman satuan biaya.

Analisis net B/C merupakan perbandingan antara presen value dari arus kas bersih dengan present value investasi yang dikeluarkan. Net B/C sering juga disebut sebagai profitability indeks. Jadi, net B/C dihitung dengan rumus:

n PVNCF t=1 Net B/C = n PVI t=1

Jika perhitungan tadi memberikan hasil = 1, berarti NPV = 0. Dan jika hasilnya lebih dari satu, berarti NPV > 1. Dengan demikian jika Net B/C 1 berarti merupakan tanda Go (layak) untuk suatu proyek dan Net B/C < 1 berarti No Go (tidak layak).

Contoh Aplikasi Penilaian Kelayakan Usaha

Untuk memahami bagaimana penilain kelayakan usaha diiakukan, cermati contoh berikut dengan seksama. Bila perlu diskusikan dengan teman-teman dan minta bimbingan guru untuk memahaminya.

Anggaplah A sedang merencanakan untuk menjalankan usaha angkutan kota. Untuk maksud tersebut, A berusaha memperoleh informasi lebih mendalam mengenai usaha angkutan kota tersebut. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari beberapa pengusaha angkutan kota diperoleh data sebagai berikut: 1. Jumlah biaya investasi untuk satu kendaraan angkutan kota bekas siap pakai mencapai RP 39.850.000,00 dengan umur ekonomis seiama 5 tahun. Di samping itu berdasarkan pengalaman, kendaraan setelah lima tahun masih memiliki nilai sisa dengan harga jual Rp 5.000.000,00. 2. Biaya operasi dan pemeliharaan per tahun mencapai Rp 4.620.000,00 dengan rinciannya per tahun adalah, a. Gaji sopir Rp 1.800.000,00 . b. Biaya ban Rp 2.340.000,00. c. Biaya aki Rp 80.000,00. b Biaya perawatan Rp 120.000,00

Selama 5 tahun jumlah biaya operasi dan perawatan diperkirakan tidak berubah. 3. Penyusutan kendaraan dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus. Jadi Penyusutan kendaran per tahun = (harga beli aset - nilai sisa)/umur ekonomis = (39.850.000 - 5.000.000)/5 = Rp 6.970.000,00. 4. Setoran rata-rata per hari Rp 55.000,00 dan sebulan dihitung 26 hari. Dengan demikian, perkiraan pendapatan per tahun adalah Rp 17.160.000,00. 5. Sumber dana investasi seluruhnya dibiayai dari modal sendiri. Tingkat bunga kredit bank diketahui misalnya sebesar 19% per tahun. Berdasarkan data tersebut, A ingin mengetahui apakah rencana usaha angkutan kota tersebut layak atau tidak untuk dijalankan. Untuk maksud tersebut A menghitung perkiraan rugi/laba, perkiraan arus kas, dan analisis manfaat finansial terhadap rencana usaha angkutan kota tersebut.

Hasilnya dipaparkan melalui Tabel 1 sampai Tabel 4 sebagai berikut:

TABEL 1 Perkiraan Rugi/Laba Usaha Angkutan Kota (dalam Rp 000)

No

Keterangan 0 1 17.160 17.160 4.620 6.970 11.590 5.570 5.570 5.570 12.540 2

Tahun 3 17.160 4 5

1 Pendapatan Usaha a. Setoran b. Nilai sisa 2 Jumlah Pendapatan (Bt) 3 a. Biaya operasional dan perawatan b. Biaya penyusutan 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Biaya (Ct) LABA KOTOR (2) (4) Bunga Pinjaman LABA SEBELUM PAJAK Pajak LABA BERSIH ARUS KAS BERSIH (NCF) (9) + ( Penyusutan (D) )

17.160 17.160 5.000 17.160 17.160 17.160 22.160 4.620 4.620 4.620 4.620 6.970 11.590 5.570 5.570 5.570 12.540 6.970 11.590 5.570 5.570 5.570 12.540 6.970 11.590 5.570 5.570 5.570 12.540 6.970 11.590 10.570 10.570 10.570 17.540

17.160

NCF = Net Cash Flow = (Bt Ct) + D TABEL 2. Perkiraan Arus Kas Bersih Usaha Angkutan Kota

Tahun 0
1

Investasi 39.850.000,00
-

Arus Kas Bersih (NCF) 12.540.000 12.540.000 12.540.000 12.540.000 17.540.000

2 3 4 5

TABEL 3. Perhitungan Net Present Value Usaha Angkutan Kota Arus Kas Bersih DF *) (NCF) 19% 1 12.540.000 12.540.000 12.540.000 12.540.000 17.540.000 .8403 .7061 .5934 .4986 .4190 Present Value Investasi (PVI) 39.850.000 39.850.000 Present Value NCF {PVNCF} 10.537.362 8.854.494 7.441.236 6.252.444 7.349.260 40.437.796

Tahun Investasi 0 1 2 3 4 5 Jumlah 39.850.000 -

Perhitungan NPV =
n n

PVNCF

PVI

t=1

t=0

= 40.437.796 39.850.000 = 587.796

Jadi pada tingkat bunga (DF) 19 %, usaha itu layak dilanjutkan atau Go Artinya bahwa nilai sekarang penerimaan bersih dari masa yang akan datang lebih besar dari pada nilai sekarang Investasi, atau sebesar Rp 587.796,-.

Perhitungan Net B/C

n PVNCF t=1 Net B/C = n PVI t=1

= 39.850.000 = 1,01

40.437.796

Net B/C = 1,01 mengandung arti, dari setiap Rp 1,- pengeluaran investasi sanggup menghasilkan penerimaan kas bersih sebesar Rp 1,01,-

Perhitungan IRR TABEL 4 Perhitungan IRR Usaha Angkutan Kota Ta hun Arus Kas Bersih (NCF) Tingkat Bunga 19% Tingkat Bunga 21 %

DF .8403 .7061 .5934 .4986 .4190

PVNCF 10.537.362 8.854.494 7.441.236 6.252.444 7.349.260 40.437.796

DF
.8264 .6830 .5644 .4665 .3855

PVNCF
10.363.056 8.564.820 7.077.576 5.849.910 6.761.670 38.617.032

1 2 3 4 5

12.540.000 12.540.000 12.540.000 12.540.000 17.540.000

Jumlah

PVI 39.850.000 NPV 587.796

39.850.000 1.232.968

IRR = i 1 + ( i 2 i 1) NPV1 + NPV2

NPV1

587.796 IRR = 19 % + (21 % - 19 %) x 587.796 ( - 1.232.968)

= 19 % + (2 % x 0,3228293178) = 19 % + 0,6456586356 % = 19,65 % = 19,65 % > 19 %

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis manfaat finansial, yaitu dengan menggunakan ukuran atau kriteria NPV, net B/C dan IRR diperoleh hasil sebagai berikut: (1) NPV > 0 (2) Net B/C atau indeks profitabilitas > 1 (3) IRR > 19% Karena itu dapat disimpulkan bahwa, rencana usaha angkutan kota layak untuk dilaksanakan. TUGAS Cobalah Anda buat rencana usaha sesuai dengan program keahlian yang Anda dalami. Lalu hitung kelayakannya berdasarkan kriteria investasi yang telah Anda pelajari

You might also like