Professional Documents
Culture Documents
Pembangunan Tradisional
Hakekat Pembangunan
Dewasa ini istilah pembangunan telah menjadi kata tunggal yang bermakna majemuk. Kata pembangunan dapat dipahami sekaligus sebagai kata kerja, kata benda dan kata sifat. Dilihat sebagai proses kegiatan yang berlanjut, pembangunan dapat dipandang sebagai kata kerja. Sebagai suatu sistem, proses kegiatan pembangunan itu berlangsung dalam suatu totalitas, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi. Setiap kegiatan dalam proses itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apa yang direncanakan, itu yang akan dilaksanakan. Apa yang dilaksanakan, itu yang akan dievaluasi. Selanjutnya, temuan dari evaluasi menjadi masukan kembali dalam penyusunan rencana baru, begitu seterusnya. Meski proses kegiatan berlangsung secara berulang, namun tidak boleh bersifat rutin dan berjalan ditempat. Kondisi baru harus menjadi makin baik dan meningkat melalu. identifikasi dan upaya untuk memperbaiki kelemahankelemahan yang dijumpai pada setiap tahap dalam proses kegiatan. Dilain pihak, tujuan pembangunan juga terlihat sebagai kata benda. Tujuan yang ingin dicapai itu dapat dilukiskan dengan angka-angka yang konkrit. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan lebih adil, kesempatan kerja yang bertambah banyak, jumlah produksi yang lebih meningkat, sarana transportasi dan komunikasi yang lebih baik dan lebih banyak, jumlah gedung sekolah yang makin bertambah, sarana kesehatan yang lebih banyak dan lebih bermutu, fasilitas produksi dan pemasaran yang lebih mudah serta mendorong kegiatan ekonomi rakyat dan usaha besar, dan sebagainya. Dengan demikian, rumusan tentang tujuan pembangunan harus terukur secara jelas, tidak boleh kabur dan bersifat sloganitas. Tujuan yang kabur dan tidak terukur mempersulit kegiatan evaluasi, sehingga tidak pernah dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada untuk meningkatkan pembangunan. Dalam ukuran yang konkrit, pembangunan baru dianggap berhasil kalau misalnya, hasil produksi dan pelayanan yang tersedia menjadi lebih bermutu dan lebih banyak. Dengan kata lain, pengadaannya menjadi lebih efektif dan lebih efisien. Karena tujuan juga dianggap sebagai kondisi yang lebih baik, istilah pembangunan juga dapat dipandang dalam hubungan sebagai kata sifat. Sebagai kondisi yang lebih baik, tujuan pembangunan menjadi yang diinginkan (desirable). Persoalannya, diinginkan oleh siapa? Selama pembangunan hanya bermanfaat bagi kelompok kecil yang kuat dan membawa melarat bagi sebagian besar golongan miskin, maka pembangunan menjadi tidak disukai oleh masyarakat.
Masalahnya bukan terletak pada pembangunan itu sendiri, tetapi pada kepentingan siapa yang diwakili oleh pembangunan dimaksud.
Pandangan Tradisional
Pada mulanya upaya pembangunan negara sedang berkembang (NSB) diidentikan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita, atau populer disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan yang membedakan negara maju dengan NSB adalah pendapatan rakyatnya. Dengan ditingkatkan pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB dapat terpecahkan, misalkan melalui apa yang dikenal dengan dampak merembes kebawah (trickle down efect). Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dari meningkatnya pendapatan nasional (GNP) per kapita riil, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional dalam harga konstan (setelah dideflasi dengan indeks harga) harus lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan penduduk. Kecenderungan di atas terlihat dari pemikiran-pemikiran awal mengenai pembangunan, seperti teori Harrod Domar, Arthur Lewis, WW Rostow, Hirschman, Rosenstein Rodan, Nurkse, dan Leibenstein. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya mereka sependapat bahwa kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Tak pelak lagi konsep dan strategi pembangunan semacam itu dijiwai oleh pengalaman negaranegara Eropa. Inilah disebuteurocentrism, Eropa Sentris, dalam pemikiran awal tentang pembangunan (Hettne,1991). Paham developmentalis gaya eropa ini ditandai dengan munculnya kapitalisme, naiknya masyarakat borjuis sebagai kelas sosial yang dominan, relatif berhasilnya revolusi industri, dan diperkenalkannya perumbuhan sebagai ide perkembangan masyarakat. Tradisi pemikiran arus utama (mainstream) Eropa diterjemahkan lebuh lanjut oleh: 1. Model Liberal: mendasarkan diri pada berlangsungnya mekanisme pasar, industrialisasi yang bertahap, dan perkembangan teknologi. 2. Strategi Kapitalis Negara: merupakan reaksi terhadap paradigma modernisasi. 3. Model Soviet: merupakan pembangunan lebih lanjut dari strategi kapitalis negara, yang nampaknya diilhami oleh kisah sukses Soviet dalam program industrialisasinya. 4. Keynesianisme: merupakan manifestasi dari kapitalisme yang telah mencapai tahap dewasa, yang intinya mengehendaki campur tangan pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2
Sekitar tahun 1960, ketika data makro yang dapat diperbandingkan secara internasional telah tersedia, Madison, Denison dan para ahli lain menemukan bahwa perbedaan dalam pembentukan modal dan faktor input tidak banyak menjelaskan mengapa timbul perbedaan dalam pertumbuhan ekonomi. Ternyata baru disadari ada banyak faktor yang tadinya dianggap residual, ternyata ikut berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Residual disini dikaitkan dengan investasi modal manusia dengan kemajuan teknologi. Pentingnyainvestment in man, yang menekankan peranan faktor pendidikan dan budaya, merupakan tahap pertama menuju kosep pembangunan yang semakin tidak murni ekonomi lagi. Pembangunan pun semakin disadari tidak hanya berdimensi ekonomi tetapi multi dimensi.
didaerah tersebut. Kebijaksanaan pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh perundingan para tuan tanah di daerah tersebut.
proses peningkatan investasi. Pembangunan ekonomianya memungkinkan oleh adanya kenaikan produktivitas di sektor pertanian dan perkembngan di sektor pertambangan. Menurut Rostow, kemajuan sektor pertanian mempunyai peran penting dalam masa peraluhan sebelum tahap tinggal landas. Peranan sektor pertanian tersebut antara lain : Menjamin penyediaan bahan makanan bagi seluruh penduduk di pedesaan maupun perkotaan. Hal ini menjamin penduduk agar tidak kelaparan dan menghemat devisa karena impor bahan makanan bisa dihindari. Memperluas pasar dari berbagai kegiatan industri. Memperluas pasar industri barang-barang konsumsi Memperluas pasar industri- industri penghasil input pertanian modern seperti mesin mesin pertanian dan pupuk kimia Menaikkan penerimaan pemerintah melalui pajak sektor pertanian Menciptakan tabungan yang bisa digunakan di sektor-sektor lainnya. Sementara pembangunan prasarana, menurut Rostow, bisa menghabiskan sebagian besar dari dana investasi. Investasi di bidang prasarana ini memiliki 3 ciri yaitu: - Tenggang waktu antara pembangunannya dan pemetikan hasilnya (gestation period) sangat lama, - Pembangunannya harus dilakukan secara besar-besaran sehingga memerlukan biaya yang banyak, - Dan manfaat pembangunannya dirasakan oleh masyarakat banyak. Berdasarkan sifat-sifat inilah maka pembangunan prasarana harus dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu, Rostow juga menunjukkan bentu perubahan dalam kepemimpinan pemerintah dari masyarakat yang mengalami transisi. Untuk menjaminterciptanya pembangunan yang teratur, suatu kepemimpinan yang baruharuslah mempunyai sifat nasionalisme yang reaktif (reactive nationalism) yaitu bereaksi secara positif atas tekanan- tekanan dari negara maju.
coraknya ditentukan oleh perkembangan teknologi, kekayaan alam, sifat-sifat dari tahap lepas landas yang terjadi, dan juga oleh kebijaksanaan pemerintah. Dalam menganalisis karakteristik tahap menuju kedewasaan, Rostow menekankan analisisnya kepada corak perubahan sektor pemimpin di beberapa negara yang sekarang sudah maju. ia juga menunjukkan bahwa perubahan sektor pemimpin pada tiap-tiap negara tersebuta adalah berbeda dengan pada tahap tinggal landas.
4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS), ratio modal output (capital out ratio put= COR) dan rasio pertambahan modal output (incremental capital output ratio = ICOR) besarnya tetap.
Bahkan bisa dikatakan bahwa teori-teori pertumbuhan bertahap ini telah gagal total dalam memperhitungkan berbagai kenyataan penting lainnya. Antara lain, bahwasanya negaranegara Dunia Ketiga sekarang ini merupakan bagian integral dari suatu sistem internasional yang sedemikian rumit dan interkatif, sehingga strategi-strategi pembangunan yang paling hebat dan terencana dengan matang sehingga sekalipun dapat dimentahkan begitu saja oleh kekuatankekuatan asing yang keberadaan dan sepak-terjangnya sama sekali di luar kendali negra-negara yang bersangkutan.
Asumsi pertama, model ini secara implisit mengasumsikan bahwa tingkat pengalihan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor modern pasti sebanding dengan tingkat akumulasi modal sektor modern. Semakin cepat tingkat akumulasi modalnya, maka akan semakin tinggi tingkat pertumbuhan sektor modern dan semakin cepat pula penciptaan lapangan kerja baru. Akan tetapi apa yang akan terjadi apabila keuntungan para kapitalis tersebut justru diinvestasikan kembali dalam bentuk barang-barang modal yng lebih canggih dan lebih hemat tenagakerja, bukan pada barang modal yang sebenarnya hanya merupakan duplikasi dari modal yang sudah ada sebelumnya seperti yang diasumsikan leh Lewis?. Asumsi kedua adalah adanya dugaan bahwa di pedesaan terjadi kelebihan tenaga kerja, sedangkan di daerah perkotaan terjadi penyerapan faktor-faktor produksi secra optimal. Namun, hasil dari sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa keadaan sebaliknyalah yang lebih mungkin terjadi didunia ketiga yaitu seperti jumlah pengangguran di perkotaan cukup besar tetapi hanya sedikit surplus tenaga kerja di pedesaan. Dugaan tersebut memang ada pengecualiannya pada at tertetu yakni ketika adanya arus pekerja musiman dan perpindahan permanen penduduk secara geografis. Aka tetapi para hli ekonomi pembangunan saat ini telah sepakat bahwa asumsi surplus tenaga kerja di perkotaan secara empiris lebih tepat daripada asumsi sebaliknya yang dikemukakan Lewis. Asumsi ketiga yaitu dugaan tentang pasar tenaga kerja yang kompetitif di sektor modern akan menjamin keberadaan upah riil di perkotaan yang konstan sampai pada suatu titik dimana surplus penawaran tenaga kerja habis terpakai, tidak dapat diterima. Pada tahun sebelum 1980-an, salah satu ciri yang mengesankan dari penentuan tingkat upah pasar tenaga kerja perkotaan di hampir semua negara berkembang adalah upah yang diberikan cenderung meningkat sangat besar dari waktu ke waktu, baik secara absolut maupun secara relatif, yakni apabila dibandingkan dengan pendapatan di daerah pedesaan. Dapat disimpulkan bahwa apabila kita memperhitungkan adanya bias penghematan tenaga kerja pada sebagian besar pada sebagian alih teknologi modern, adanya sejumlah pelarin modal ke luar negeri, tidak adanya surplus tenaga kerja di daerah pedesaan , semakin merajalelanya surplus tenaga kerja di daerah perkotaan, dan terus bertahannya kecenderungan peningkatan upah secara cepat pada sektor modern, bahkan juga di tengah terjadinya pengangguran terbuka, model dua sektor ini memang harus ada perubahan baik itu dari segi asumsi-asumsi dan analisisnya.