You are on page 1of 30

PERAMBATAN GELOMBANG RADIO DALAM RUANGAN

Putu Surya Gs, putusuryags@windowslive.com

1. PERAMBATAN GELOMBANG RADIO Perambatan gelombang radio memiliki peranan penting dalam sistem komunikasi tanpa kabel (wireless), karena proses pengiriman informasi dari pengirim (transmitter) menuju penerima (receiver) melalui gelombang radio. Pada sistem komunikasi wireless telah umum dikenal kondisi LOS dan NLOS. Hal ini berkaitan dengan daerah pancar antara pengirim dan penerima yang dikenal dengan Fresnel Zone. Pada gambar 1.1, daerah Fresnel Zone clearance tergantung pada frekuensi kerja dan jarak antara pengirim dan penerima. Pada kondisi LOS, antara pengirim dan penerima tembus pandang secara langsung tanpa ada rintangan (first Fresnel Zone). Apabila kriteria ini tidak terpenuhi, maka penerimaan sinyal akan menurun secara drastis. Pada kondisi NLOS, sinyal yang sampai pada penerima telah melalui pemantulan (reflections), pemencaran (scattering) dan pembiasan (diffractions). Sinyal yang akan diterima merupakan gabungan dari direct path, multiple reflected paths, scattered energy dan diffracted propagation paths. Kondisi multipath ini akan memberikan perbedaan polarisasi, redaman, delay pancaran dan ketidakstabilan dibandingkan dengan sinyal yang diterima secara langsung melalui direct path, ilustrasi terdapat pada gambar 1.2. Oleh sebab itu pemodelan perambatan gelombang radio merupakan bagian yang paling rumit dari suatu perancangan sistem konunikasi bergerak.

Gambar 1.1 Fresnel Zone

Gambar 1.2 Ilustrasi LOS dan NLOS

Jika antara pengirim (Tx) dengan penerima (Rx) terletak dalam suatu garis pandang, maka pemodelan perambatan gelombang yang digunakan adalah Free Space Propagation Models. Pemodelan ini mengacu pada rumusan Friis yaitu :
Pt Gr Gt 2 Pr(d)= (4 )2 d 2

(1.1)

dimana, Pr(d) : daya yang diterima pada penerima [watt] Pt Gt : daya yang dikirim. : gain dari antena pengirim [watt] [watt]

Gr d

: gain dari antena penerima : panjang gelombang

[watt] [meter]

: jarak antara pengirim dan penerima [meter] Nilai Gt dan Gr bergantung pada appertur efektif antena (Ae) ,dalam

[meter2]. Appertur antenna merupakan suatu permisalan luasan dari antenna, yang akan menyerap daya ketika luasan tersebut dikenai gelombang radio.
4 Ae 2

G=

(1.2)

Sedangkan merupakan panjang gelombang dari frekuensi carrier (fc) , dalam [Hz], gelombang radio yang dipancarkan
c 2 c = fc c

(1.3)

Suatu antenna yang dialiri oleh arus akan menghasilkan medan elektrik dan medan magnetik di sekitar antenna tersebut, dari kedua medan inilah gelombang radio terbentuk, dimana frekuensi dari gelombang ini yang akan menjadi frekuensi carrier suatu informasi. Medan elektrik (E), dalam [volt/meter], dan medan magnetik (H), dalam [ampere/meter] direpresentasikan sebagai fungsi sinusoidal. Perkalian antara E dan H (secara vektor) akan menghasilkan power flux density atau rapat daya (Pd), dalam [watt/meter2], yaitu daya yang mengenai satuan luasan, yang arahnya merupakan arah rambatan gelombang radio. Suatu karakteristik impedans (), dalam [], diperoleh dari Pembagian antara E dengan H, yang menyatakan hambatan pada ruang.

Pd = E H = E

E E2 =

dengan =

E H

(1.4)

dimana untuk ruang hampa (free space) , = 120 377. Dari rumusan diatas maka daya yang diterima oleh pemancar dapat juga diperoleh dari perkalian rapat daya dengan appertur efektif antenna

Pt Gr Gt 2 E2 Pr ( d ) = Pd Ae = Ae= (4 ) 2 d 2

(1.5)

Pemodelan diatas merupakan pemodelan yang sangat sederhana dimana daya yang diterima oleh penerima hanya bergantung pada kekuatan antenna pengirim dan penerima serta jarak antara pengirim dan penerima, pada suatu lintasan lurus. Pada pembahasan selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pemodelan yang memperhitungkan variable yang lebih kompleks seperti kondisi dan struktur lintasan. 2. MEKANISME PERAMBATAN GELOMBANG Pada kondisi sebenarnya, umumnya sistem komunikasi bergerak beroperasi di daerah perkotaan yang cenderung bersifat NLOS, terdapat banyak penghalang antara pengirim dan penerima seperti gedung-gedung dan pepohonan, sehingga permodelan perambatan gelombang radio akan semakin rumit. Demikian pula untuk sistem komunikasi di dalam ruangan, bahkan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi karena memiliki variable yang lebih banyak, seperti : adanya sekat antar ruang, pengaruh tubuh manusia, kondisi ruangan, jumlah jendela dan pintu yang terbuka dan lain-lain. Secara umum, mekanisme perambatan

gelombang radio ketika menemui penghalang dibedakan menjadi tiga yaitu pemantulan (reflection), pembelokan (diffraction) dan penghamburan (scattering). a. Pemantulan Pemantulan terjadi ketika rambatan gelombang radio berbenturan dengan suatu objek yang mempunyai dimensi yang lebih besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang radio tersebut. Dengan kata lain jika gelombang radio merambat dari suatu medium ke medium lain yang mempunyai sifat elektriks berbeda, maka gelombang tersebut sebagian akan dipantulkan ke medium pertama dan sebagian akan diteruskan menuju medium kedua. Pemodelan pemantulan gelombang radio dalam komunikasi bergerak menggunakan 2-Ray model, digambarkan pada gambar 2.1, dimana pada pemodelan ini diasumsikan permukaan bumi datar.

Gambar 2.1 Two Ray Ground Reflected Model

Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa terdapat dua perambatan gelombang yang diterima oleh penerima yaitu gelombang langsung ( line of sight ) yang merambat melalui lintasan d dipresentasikan dengan persamaan :
E0 d 0 d ) cos( c ( t d c

E LOS (d = ,t)

(1.11)

dan gelombang pantul yang merambat melalui lintasan d, yang dipresentasikan dengan persamaan :
E0 d 0 d ) cos( c ( t d c

E g (d = ,t)

, untuk i = t = -1

(1.12)

sehingga ETOT = ELOS + Eg


E0 d 0 d )) + (- 1) E0 d 0 cos( c ( t - d )) (1.13) cos( c ( t d c d c

d =
dengan

d =

(h - h ) + d (h + h ) + d
2 t r 2 t r

= d d -

2ht hr d

(1.14)

dimana E0 dan merupakan medan elektrik pada free space dengan jarak referensi sebesar d0 dari transmitter. Persamaan 1.13 dapat disederhanakan dengan mengganggap bahwa semakin besar jarak antara pengirim dan penerima, maka akan semakin kecil sehingga :

E0 d 0 E0 d 0 E0 d 0 d d d

(1.15)

dari persamaan (1.15), (1.14), (1.3) maka persamaan (1.13) dapat disederhanakan
2 E0 d 0 2ht hr d d

ETOT ( d )

(1.16)

kemudian dengan mengkombinasikan persamaan (1.2), (1.5) dan (1.16) maka didapatkan persamaan Pr = Pt Gr Gt
ht 2 hr 2 d4

(1.17)

maka rugi-rugi lintasan untuk pemodelan ini sebagai berikut: PL(dB) = 40logd (10logGt + 10logGr + 20loght + 20loghr) Mekanisme pemantulan gelombang radio di dalam (1.18) ruangan

diilustrasikan pada gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2 Ilustrasi pemantulan gelombang radio dalam ruangan

b. Difraksi Pembelokkan terjadi ketika rambatan gelombang radio menabrak suatu ujung yang tidak dapat ditembus. Ketika menemui penghalang yang mempunyai permukaan tajam, maka gelombang radio akan dilewatkan pada permukaan yang tajam tersebut. Dengan adanya pembelokkan gelombang maka gelombang akan dapat merambat melalui kurva permukaan bumi, melewati horizon dan perambat dibelakang penghalang. Berdasarkan prinsip Huygens, maka terdapat sumber gelombang kedua yang dibentuk dibelakang penghalang meskipun tidak ada jalur. Pada gambar 2.3 terlihat ketika gelombang yang dipancarkan oleh transmitter menemui penghalang, maka gelombang tersebut akan dilewatkan ujung penghalang yang tajam untuk dibelokkan, sedangkan sumber gelombang kedua dibentuk di belakangnya.

a. T dan R sama tinggi

b. T dan R berbeda tingginya

Gambar 2.3 Knife-edge diffraction

geometry Dari gambar 2.3 maka didapatkan persamaan :

h 2 (d1 + d 2 ) 2 d1 d 2

dan

(1.19)

dengan = selisih antara lintasan langsung (line of sight) dengan lintasan yang mengalami pembelokan. = beda fase antara lintasan langsung dan yang mengalami pembelokan. Seperti pada pemantulan gelombang, pada pembelokan gelombang terdapat suatu parameter yang akan mempengaruhi penerimaan gelombang pada receiver yaitu parameter fresnel kirchoff diffraction yang (1.20)

dipresentasikan sebagai berikut : v = h

2(d1 + d 2 ) d1 d 2

Pada pembelokan gelombang rugi-rugi pembelokan gelombang merupakan fungsi dari selisih lintasan disekitar penghalang dipresentasikan dengan fresnel zone, yaitu daerah dimana gelombang kedua sukses mendapatkan lintasan, dimana lintasan tersebut lebih besar n/2 dari lintasan total line of sight. Untuk menghitung rugi-rugi akibat adanya pembelokkan gelombang maka digunakan Knife-edge Diffraction Model yang menggunakan parameter fresnel kirchoff diffraction dalam perhitungannya adalah sebagai berikut :

Ed 1 j exp((- jt 2 ) / 2)dt L(v) E0 2 v


satuan dB maka rugi-rugi pembelokan

(1.21)

Dalam

gelombang (1.22)

dipresentasikan : Gd(dB) = 20 log |L(v)|

10

Gambar 2.4 Difraksi gelombang radio dalam ruangan

Mekanisme difraksi didalam ruangan banyak terjadi pada pintu, jendela yang terbuka maupun pada sekat-sekat ruangan, ilustrasi mekanisme difraksi ditunjukkan oleh kotak merah pada gambar 2.4. c. Penghamburan Penghamburan gelombang terjadi ketika gelombang radio melalui media yang mempunyai dimensi yang lebih kecil dibandingkan panjang dari gelombang radio tersebut. Scattering dihasilkan oleh permukaan yang kasar dan benda berukuran kecil, misalnya daun-daunan. Pada gambar 2.5 ditunjukkan mekanisme penghamburan gelombang ketika menemui penghalang yang mempunyai permukaan kasar

.
Gambar 2.5 Mekanisme Scattering

11

Perhitungan rugi-rugi yang diakibatkan oleh hamburan digunakan Radar Cross Section Model. Radar cross section () didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya daya hamburan dengan rapat daya yang mengenai benda penghambur, dalam [meter2] Dengan rumusan Friis maka daya yang diterima oleh benda penghambur (Ps) sebagai berikut
Pt Ae s 2 2

Ps =

(1.23)

jika benda penghambur bersifat isotrop (Ae = 2/4) maka daya yang diterima oleh receiver diperoleh sebagai berikut
Ps Ae (2 / 4 ) Pt Ae 2 Pr = = 2 2 s 2 4 s 2 s 2

(1.24)

Dari kombinasi persamaan (1.2) dan (1.24) didapat persamaan Pr dalam [dB]
)] Pr ( dBm) = Pt ( dBm) + 20 log G + 20 log + 10 log( ) - [30 log( 4 ) + 20 log s + 20 log (s

(1.25)

12

3. PERAMBATAN GELOMBANG DI DALAM RUANGAN Dari pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa mekanismemekanisme perambatan gelombang radio di luar dan di dalam ruangan adalah sama, namun terdapat perbedaan mendasar pada propagasi di dalam ruangan, jarak yang ditempuh jauh lebih kecil. Dalam rentang pemisahan Tx-Rx yang lebih kecil, dijumpai variasi lingkungan yang lebih banyak, antara lain : layout bangunan, material konstruksi bangunan, tipe bangunan, peletakan antena, sekat dalam ruangan, dan jumlah pintu atau jendela yang terbuka. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pemodelan indoor propagation. a. Model Perambatan Gelombang Terpisah Sekat Pada sebuah bangunan terdapat berbagai interior dan bermacam-macam jenis sekat penyusun gedung yang akan mejadi penghalang bagi rambatan gelombang. Sekat dalam ruangan memegang peranan penting karena sekat dapat menyebabkan pelemahan sinyal radio ketika melewati sekat-sekat tersebut. Sekatsekat dalam bangunan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Hard partition merupakan bagian dari struktur bangunan dan tidak dapat dipindahkan seperti dinding internal tetap, lantai beton antar lantai. Ilustrasi pada gambar 3.1 2. Soft partition merupakan sekat sementara yang dapat dipindahkan dan tingginya tidak mencapai atap bangunan, misalnya sekat dalam kantor yang mudah dipindahkan, pada gambar 3.2

13

Gambar 3.1 Hard Partition

Gambar 3.2 Soft Partition

Pada pemodelan ini diasumsikan pengirim dan penerima berada dalam satu gedung di lantai yang sama dan antara pengirim dan penerima terpisah suatu sekat. Akan sangat menyulitkan untuk menerapkan model general untuk instalasi indoor yang spesifik karena material penyusun sekat bermacam-macam dan memiliki karakteristik listrik serta fisik yang beragam. Tetapi dari berbagai macam penelitian yang dilakukan berulang-ulang pada beberapa gedung yang berbeda oleh para peneliti didapatkan rata-rata karakteristik rugi-rugi yang diakibatkan oleh sekat, dapat dilihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1 menunjukkan Loss (dB) ketika melewati partisi (sekat) yang terbuat dari materi tertentu. Misalnya antara penerima dan pengirim terhalang oleh sekat yang terbuat dari metal, maka loss yang terjadi sebesar 26 dB. Dari tabel juga terlihat frekuensi carrier akan berpengaruh pada pemodelan ini, untuk jenis material yang sama dilewatkan pada frekuensi yang berbeda diperoleh rugi-rugi

14

yang berbeda pula, semakin tinggi frekuensi, maka semakin besar daya yang berkurang.

Tabel 1.1 Rata-rata Rugi-rugi sinyal

15

Tabel 1.1 Rata-rata Rugi-rugi sinyal (Lanjutan)

16

b. Model Perambatan Gelombang Antar Lantai Pada pemodelan ini diasumsikan bahwa antara pengirim dan penerima berada dalam satu gedung namun terpisah lantai atau berada di lantai yang berbeda. Melemahnya sinyal antar tingkat dalam gedung ditentukan oleh beberapa faktor, seperti: dimensi eksternal gedung, material bangunan, konstruksi bangunan dan keadaan sekitar bangunan. Pada pemodelan ini terdapat suatu koefisien yang mempengaruhi penerimaan sinyal ketika gelombang merambat melewati satu atau lebih dari satu lantai, yaitu floor attenuation factor (FAF). Koefisien ini seperti pada pemodelan sebelumnya didasarkan atas beberapa percobaan yang dilakukan berulang-ulang pada beberapa gedung yang berbeda. Dari tabel 1.2 dapat diamati karakteristik perambatan gelombang dalam suatu gedung. Jika antara pengirim dan penerima terpisah satu lantai maka sinyal akan mengalami pelemahan kira-kira sebesar 12.9 dB kemudian meningkat kurang lebih 6 dB untuk setiap penambahan lantai. Tabel 1.2 Rata-rata FAF pada dua gedung yang berbeda

17

c. Log-distance Path Loss Model Pemodelan ini mengindikasikan bahwa daya yang dikirim oleh suatu transmitter akan menurun secara logaritma berbanding dengan jarak, sesuai

Pr = Pt - Pl
perumusan

Pl ( d )[dB] = Pl ( d0 )[db] + 10n log(

d d0

)+ X

(1.32)

dimana Pl(d0) : rugi lintasan pada free space dengan jarak referensi sebesar d0 n X : faktor lingkungan : variable normal acak yang mempunyai satandar deviasi

Pemodelan ini merupakan hasil percobaan yang dilakukan pada beberapa gedung yang mempunyai lingkungan berbeda-beda. Dari hasil percobaan yang dilakukan secara acak (penerima dan pengirim diletakkan berbeda-beda tetapi tetap dalam satu gedung ) maka akan didapatkan koefisien n yang merupakan karakteristik gedung yang diamati. Beberapa nilai n ditampilkan dalam tabel 1.3. Dari tabel 1.3 dapat diamati, misalnya pengirim dan penerima berada dalam pabrik Metalworking maka akan mempunyai n sebesar 1.6, yang kemudian digunakan untuk perhitungan penerimaan daya pada persamaan (1.32). Dari tabel 1.3 juga terlihat bahwa suatu kantor yang mempunyai hard partition akan mempunyai n lebih besar daripada kantor yang mempunyai soft partition. Hal ini disebabkan karena untuk soft partition terdapat ruang bebas di atas sekat yang dapat dilalui gelombang, dimana suatu gelombang mempunyai sifat lebih memilih merambat melalui ruang bebas.

18

Tabel 1.3 Beberapa nilai n dari beberapa bangunan

d. Ericsson Multiple Breakpoint Model Model ini menganggap bahwa ada pelemahan sebesar 30 dB pada d0=1m, yang akurat pada frekuensi 900 Mhz dan unity gain antenna

Gambar 3.3 Ericsson in-building path loss model

19

Pemodelan ini memberikan batas deterministik pada kisaran path loss untuk jarak tertentu. Untuk keperluan simulasi, peneliti menggunakan distribusi uniform untuk menghasilkan nilai path loss dalam jangkauan maksimum dan minimum sebagai fungsi jarak. e. Attenuation Factor Model Pemodelan ini memperhitungkan tipe bangunan dan berbagai variasi lainnya yang disebabkan oleh berbagai macam rintangan. Pemodelan ini memperbaiki Log-distance Path Loss Model dan menunjukkan hasil yang lebih akurat. Variable acak yang digunakan pada persamaan (1.32) diganti dengan suatu variabel yang menunjukkan letak lantai antara pengirim dan penerima, factor yang digunakan yaitu FAF sehingga persamaannya menjadi
d d0

Pl ( d )[ dB] = Pl ( d 0 )[ dB] + 10 n SF log (

) + FAF [dB]

(1.33)

dimana nSF merepresentasikan nilai eksponen untuk pengukuran "lantai sama". Nilai FAF bisa digantikan dengan sebuah nilai eksponen yang sudah diperhitungkan dengan efek-efek pemisahan multi lantai yaitu nMF, sehingga persamaan (1.33) dapat disederhanakan menjadi
d d0

Pl ( d )[ dB] = Pl ( d 0 )[ dB] + 10 n MF log (

(1.34)

beberapa nilai nMF ditampilkan dalam tabel 1.4

20

Tabel 1.4 Beberapa nilai nMF dari beberapa bengunan

f. Ray Tracing Model Pada pemodelan ini, karakteristik sebuah bangunan harus diketahui secara pasti, karakteristiknya terdiri atas : material penyusun, properti dalam ruang, lokasi, tinggi bangunan, letak antena, tinggi antena,serta jarak antara antena pengirim dan pemancar. Hal ini penting dalam penentuan jalur antara pengirim dan penerima. Selain karakteristik bangunan, karakteristik ruangan juga harus diketahui misalnya properti yang ada didalam ruangan, jumlah kaca atau jendela, jumlah pintu dan sebagainya. Setelah semua terdefinisikan maka dengan metode penyelusuran cahaya, banyaknya reflection, diffraction dan scattering yang terjadi dalam ruangan akibat adanya halangan berupa property dalam ruangan tersebut dapat diperkirakan.

21

Suatu gelombang radio mempunyai sifat dualisme yaitu mempunyai sifat sebagai gelombang dan bersifat sebagai foton cahaya, sehingga dari antenna pengirim dapat diperkirakan arah rambatan gelombang radio menuju penerima dengan penelusuran berkas foton cahaya dari gelombang radio tersebut, seperti tampak pada gambar 3.4

Gambar 3.4 Perkiraan arah rambatan gelombang dari Tx ke Rx Dari penelusuran berkas cahaya tersebut maka gelombang yang diterima pada receiver dapat dipresentasikan sebagi berikut :

komponen LOS

komponen reflection

komponen diffraction

(1.35)
komponen scattering

dimana Nr, Nd dan Ns masing-masing merupakan jumlah reflection, jumlah diffraction dan jumlah scattering yang terjadi. i, j dan k, masing-masing

22

merupakan penundaan waktu (delay) datangnya gelombang kedua (akibat reflection, diffraction dan sacttering) pada receiver. Pengembangan Pemodelan Ray-Tracing sekarang ini dilakukan melalui simulasi software computer, AWE-Communications kini mengembangkan software simulasi sehingga dapat dengan mudah menganalisis propagasi gelombang radio dalam ruangan. Pada software ini memiliki database material bangunan (gambar 3.5) yang dapat ditambahkan oleh user sehingga memperoleh hasil simulasi yang sesuai dengan karakteristik bangunannya sendiri.

Gambar 3.5 Database material bangunan

Sebagai contoh penggunaan software simulasi ini, kita lihat data-data hasil pengamatan di Institute for Radio Frequency Technology, University of Stuttgart, Germany. Informasi mengenai bangunannya sebagai berikut : a. Material : Concrete and Glass b. Jumlah tembok : 170 c. Transmitter : 0.90m , 20dBm , 1800 MHz

23

Lebih jelasnya pada gambar 3.6. Site bangunan juga dimasukkan ke software simulasi.

Gambar 3.6 Karakteristik bangunan

Gambar 3.7 Site bangunan dan letak transmitter

Pada gambar 3.7 , site bangunan ditampilkan di software dan dilakukan penentuan lokasi transmitter, sehingga jalur propagasi gelombang dapat diketahui. Pada gambar 3.8, kita dapat melihat hasil simulasi Ray Tracing Model untuk transmitter 1. Pada daerah yang dekat transmitter menunjukkan hasil Field strength yang bagus, warna merah muda mewakili nilai 130dB V/m dan merah

24

bernilai 120 dB V/m. Semakin jauh dari lokasi transmitter maka field strength semakin kecil.

Gambar 3.8 Hasil simulasi propagasi gelombang

g. Body Shadowing Model Dari sekian banyak pemodelan yang telah dibahas belum

memperhitungkan faktor lain yang penting yaitu : faktor bayangan manusia. Gambar 3.9 mengilustraikan bayangan manusia yang menghalangi jalannya gelombang radio (ray) dari suatu terminal (handphone) menuju base satation, dimana base station berada dalam satu ruangan dengan terminal.

Gambar 3.9 Human body shadowing pada indoor propagation

25

Berikut ini adalah penjelasan mengenai salah satu pemodelan Human Body Shadhowing yang berdasarkan pemodelan Ray Tracing. Suatu ruangan yang akan dipakai sebagai pemodelan terlebih dahulu didefinisikan rambatan gelombang (ray) yang terjadi dari base station menuju terminal dengan metode Ray Tracing, gelombang dapat berupa gelombang line of sight, maupun gelombang hasil pantulan, pembelokan dan penghamburan ketika menemui penghalang dalam ruangan. Kemudian rugi-rugi dari masingmasing gelombang tersebut dihitung. Besarnya kekuatan/gain dari antenna pengirim dan base station juga dihitung. Kemudian dilakukan penentuan walkways, yaitu jalur yang biasa dilewati oleh orang-orang. Dalam suatu ruangan maka pergerakan seseorang bisa kemana saja, jalan yang dilalui juga akan dibatasi adanya barang-barang dalam ruangan (meja, kursi, lemari dan sebagainya). Untuk mempermudah perhitungan maka jalur yang dilalui oleh orang-orang dibatasi ditengah ruangan saja, dimana tidak ada benda atau penghalang pada jalur tersebut. Pada langkah ini probabilitas orang yang melalui walkways dihitung. Dari dua langkah diatas, jalur-jalur yang terbentuk (jalur rambatan gelombang dan walkways) digambarkan dalam satu bidang gambar, seperti pada gambar 3.10. Kemudian dari gambar 3.10 dicari titik persimpangan antara jalur rambatan gelombang dengan walkways, yang disebut shadowing point. Pada shadowing point inilah yang diasumsikan terjadinya rambatan gelombang yang terhalang bayangan manusia (shadowing event).

26

Gambar 3.10 Prediksi jalur rambatan gelombang dan walkways dalam satu ruangan

Langkah ketiga adalah menghitung besarnya probabilitas terjadinya shadowing event pada masing-masing jalur rambatan gelombang. Dari besanya probabilitas yang dihitung dapat diketahui besarnya rugi-rugi yang terjadi akibat bayangan manusia. Jika semua jalur rambatan gelombang ternyata tidak terjadi shadowing event (karena probabilitas terjadinya shadowing event pada seluruh jalur rambatan gelombang kecil), maka rata-rata besarnya pelemahan sinyal (L) :
N

L = -10 log - Li / 10 10
i =1

[dB]

(1.40)

Sedangkan jika semua jalur rambatan gelombang terhalang oleh bayangan manusia (probabilitas terjadinya shadowing event pada seluruh jalur rambatan gelombang besar), maka rata-rata besarnya pelemahan sinyal :
N

L = -10 log - Li + Ls 10
(
i =1

) / 10

[dB]

(1.41)

dimana i = jalur gelombang ke- (i = 1,2,3,..) N = jumlah jalur gelombang.

27

Li Ls

= rugi-rugi ketika tidak ada bayangan (dihitung dengan ray tracing) = rugi-rugi akibat adanya bayangan manusia.

Besarnya Ls dihitung dengan pendekatan Parameter Selection Model. Antara terminal dan base station diambil jalur line of sight, kemudian seseorang berjalan melintang melalui jalur line of sight tersebut, seperti tampak pada gambar 3.11. Penerimaan sinyal pada terminal diukur pada saat orang tersebut berada 1 meter sebelum jalur line of sight sampai 1 meter setelah jalur, hasilnya tampak pada gambar 3.12.

Gambar 3.11 Percobaan untuk menghitung Ls

dth = 0.9 m

Lsh = 6 dB Gambar 3.12 Hasil pengukuran parameter selection

28

Dari hasil pengukuran (pada gambar 3.12), saat penerimaan sinyal bernilai 0, merupakan saat tidak terjadi shadowing event antara pengirim dan penerima. Jarak antara kedua saat tidak terjadi shadowing event diambil sebagai jarak ambang atau threshold distance (dth), yaitu jarak dimana pada jarak tersebut terjadi pelemahan sinyal akibat bayangan manusia. Dari hasil perhitungan juga didapat nilai pelemahan sinyal akibat bayangan manusia (Lsh) yaitu 6 dB, diambil dari rata-rata besarnya pelemahan yang terjadi.

29

KESIMPULAN

1. Perambatan gelombang radio memiliki peranan penting dalam sistem komunikasi wireless. 2. Pemodelan propagasi gelombang dalam ruangan lebih rumit dibandingkan propagasi luar ruangan karena memiliki faktor-faktor yang lebih banyak. 3. Mekanisme perambatan gelombang elektromagnetik dibedakan menjadi tiga a. Pemantulan (reflection), terjadi pada saat gelombang elektromagnetik menabrak medium dengan dimensi lebih besar. b. Pembelokkan (diffraction), terjadi saat gelombang elektronagnetik menemui suatu penghalang yang mempunyai permukaan tajam. c. Penghamburan (scattering), terjadi saat gelombang elektromagnetik menabrak penghalang yang berupa partikel-partikel kecil. 4. Beberapa Pemodelan perambatan gelombang dalam ruangan: a. Model Perambatan Gelombang Terpisah Sekat b. Model Perambatan Gelombang Antar Lantai c. Log-distance Path Loss Model d. Ericsson Multiple Breakpoint Model e. Attenuation Model f. Ray Tracing Model g. Body Shadowing Model

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Rappaport, Theodore S., 1996, Wireless Communications - Principles & Practice., New York : Prentice Hall 2. Obayashi, S. and Zander, J., A Body-Shadowing Model for Indoor Radio Communication Environments, IEEE Transactions on Antennas and

propagation., Vol 46, no 6, June 1998. 3. AWE Communications GMbh , Presentasi Propagation Model & Scenario www.awe-communications.com

You might also like