You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama. Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika. Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi in terbentuk, yaitu :

Halusinasi visual Halusinasi auditori Halusinasi olfaktori Halusinasi gustatori Halusinasi taktil

2. Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. b. Tujuan Khusus

Klien dapat membina hubungan saling percaya Klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

3. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah bagi penulis dalam rangka penyusunan karya tulis ini. Dan supaya penyusunan karya tulis ini terlihat sistematis, maka penulis membagi bahasan menjadi tiga bab,yaitu: Bab I. Pendahuluan Terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Masalah, dan Sistematika Penulisan. Bab II. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi yang terdiri dari pengertian halusinasi, factor pencetus halusinasi, tanda gejala klien dengan halusinasi, dan rencana asuhan keperawatan Bab III. SPTK (Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan) Yang terdiri dari tahap tahap dan tekhnik komunikasi terapeutik Bab IV. Pembahasan Bab V. Penutup Yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II LANDASAN TEORI I. Pengertian Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998). Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119) Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar. II. Jenis-Jenis Halusinasi Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. Pembauan Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya baubauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Cenestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.

Kinistetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

III. Rentang Respon Halusinasi Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Respon Adaptif = Respon Maladaptif Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan pikir/delusi Persepsi akurat ilusi Halusinasi Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi Pengalaman atau kurang perilaku disorganisasi Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias isolasi social Berhubungan sosial Menarik diri

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon neurobiologi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pikiran logis Persepsi akurat

:ide yang berjalan secara logis dan koheren. :proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.

Emosi konsisten

:manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

Perilaku sesuai

:perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.

Hubungan social harmonis

:hubungan

yang

dinamis

menyangkut

hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama. Proses pikir kadang terganggu (ilusi) :menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan

kejadian yang telah dialami sebelumnya. Emosi berlebihan atau kurang :menifestasi perasaan atau afek keluar

berlebihan atau kurang. Perilaku tidak sesuai atau biasa :perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau budaya umum yang berlaku. Perilaku aneh atau tidak biasa :perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku. Menarik diri :percobaan untuk menghindari interaksi

dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.

Isolasi social

:menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. IV. Faktor Pencetus A. Faktor predisposisi 1. Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitianpenelitian yang berikut: a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan

orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3. Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. B. Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor V. Proses Terjadi Halusinasi Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari:

1. Fase Pertama Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.

2. Fase Kedua Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.

3. Fase Ketiga Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.

4. Fase Keempat Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya VI. Tanda dan Gejala Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu: Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. Gerakan mata abnormal.

Respon verbal yang lambat. Diam. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah. Penyempitan kemampuan konsenstrasi. Dipenuhi dengan pengalaman sensori. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Berkeringat banyak. Tremor. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk. Perilaku menyerang teror seperti panik. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi. Menarik diri atau katatonik. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

VII. Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi A. Pengkajian Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. 1. Halusinasi a. Pendengaran

o o

Melirik mata ke kanan/ ke kiri untuk mencari sumber suara Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang berbicara/ benda mati didekatnya

o o

Terlibat pembicaraan dengan benda mati ayau orang yang tidak nampak Menggerakkan mulut seperti mengomel

b. Penglihatan o Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda mati atau stimulus yang tak terlihat o Tiba lari ke ruang lain

c. Pengecepan o o o Meludahkan makanan atau minuman Menolak makanan atau minum obat Tiba-tiba meninggalkan meja makan

d. Penghirup

o Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tidak enak o Menghirup bau tubuh o Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain o Berespon terhadap bau dengan panic e. Peraba o Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api o Melompat-lompat di lantai seperti menghindari sesuatu yang menyakitkan f. Sintetik o Mengverbalisasi terhadap proses tubuh o Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian tubuh yang
diyakini tidak berfungsi

2. Menarik diri o Kurang spontan o Apatis (acuh terhadap lingkungan) o Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih) o Afek tumpul o Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri o Komunikasi verbal menurun/ tidak ada o Mengisolasi diri (menyendiri) o Aktivitas menurun o Kurang energy o Menolak berhubungan dengan orang lain 3. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan o Merusak barang o Ada ide untuk membunuh/ bunuh diri o Melakukan kekerasan Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
Diagnose Keperawatan a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan b. Isolasi sosial : menarik diri c. Perubahan sensori perseptual : halusinasi Nursing Care Plan
No DX Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan TUJUAN Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. PERENCANAAN KRITERIA EVALUASI Klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat INTERVENSI 1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan Rasional 1.Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien. 2.Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 3.Agar klien merasa diperhatikan.

menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. 3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

Isolasi social menarik diri

Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat Klien mengenal halusinasi yang di alaminya

1.Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri. 2.Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.

1.Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri. 2.Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya. 3.Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya.

3.Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.

Perubahan sensori perceptual halusinasi

1. Adakan kontak sering dan singkat. 2. Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.

1.Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi 2.Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif 3.Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien dan klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimblkan

3.Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat. 4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan

klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien

halusinasi 4.Meningkatkan harga diri klien

Data subjektif Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

Data objektif Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya. Tujuan umum: Tujuan khusus: o .

Intervensi:

1. Dengarkan

klien

dengan

penuh

perhatian

dan

empati.

Rasional: Agar klien merasa diperhatikan.

a. Perubahan sensori perseptual : halusinasi Data Subjektif

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.

Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus. Klien merasa makan sesuatu. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya. Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar. Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.

Data Objektif

Klien berbicar dan tertawa sendiri. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu. Disorientasi.

Intervensi: 1. Adakan kontak sering dan singkat.

Rasional: Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi. 2. Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi. Rasional: Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif

3. Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat. Rasional: Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien dan klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi 4. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi. Rasional: Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan. 5. Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.

Rasional : Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi. Data Subjektif

Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.

Data Objektif

Klien terlihat lebih suka sendiri Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup

Intervensi 1. Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri. Rasional: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri. 2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri. Rasional: Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya.

BAB III STRAREGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KLEN DENGAN PSP : HALUSINASI DENGAR PERTEMUAN I 1. Kondisi klien Tertawa dan bicara sendiri Klien mengatakan mendengar kakenya berbicara dengannya

2. Diagnosis : RESIKO MENCEDERAI DIRI 3. Tujuan : Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat Klien mengenal halusinasi yang di alaminya

4. Tindakan keperawatan Bina hubungan saling percaya dengan tekhnik komunikasi terapetik Diskusikan dengan klen halusinasi yang di alaminya

5. Strategi komunikasi a. Orientasi Salam terapetik : slamat pagi ibu/bapak. Perkenalkan namasaya ..saya senang di panggil saya yang akan merawat ibu/bapak slama di rumah sakit ini. Nama ibu/ bapak siapa ? ibu/bapak biasa dipanggil apa ? Evaluasi / validitas : bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini ? Kontrak : bagai mana kalau sekarang kita berbincang bincang tentang suara suara yang sering ibu/bapak dengar ? berapa lama kita akan berbincang bincang ? bagaimana kalau 20 menit ? dimana tempat yang menurut ibu /bapak cocok untuk kita berbincang bincang / bagai mana kalau di sini ? b. Kerja : coba ibu/bapak ceritakan suara suara yang ibu/bapak sering dengar ! apakah ibu/bapak bias mengenali suara suara tersebut ? kalau ibu/bapak tau suara itu suara siapa? Kapan saja suara itu ibu/bapak dengar? situasi yang bagai mana yang menurut ibu/bapak yang menjadi pencetus munculnya suara tersebut ? berapa kali suara itu ibu/bapak dengar dalam sehari ? apakah ibu/bapak merasa terganggu dengan suara suara tersebut ? apakah yang ibu/bapak lakukan jika

suara suara itu muncul ? apakah ibu mengikuti suara-suara yang ibu/bapak dengar ? bagaimana perasaan ibu jika suara suara itu dating ?

c. Terminasi : Evaluasi Subjektif. saya senang sekali ibu/bapak sudah menceritakan suarasuara yang ibu/bapak dengar selama ini. Bagai mana perasaan ibu/bapak

setelah kita berbincang-bincang ini ? Evaluasi Ojektif. jadi seperti yang ibu/bapak katakana tadi suara yang ibu/bapak dengar adalah suara. Suara itu muncul pada saat dalam sehari ibu/bapak mendengar suara-suara itu sebanyak dan ibu/bapak rasakan dan lakukan setelah mendengar suara-suara adalah Tindak lanjut. kalau ibu/bapak mendengar suara-suara itu lagi tolong panggil perawat agar di bantu! Kontrak yang akan dating. nanti besok kita bercakap-cakap lagi yah bu/pak. Kita akan diskusikan bagai mana suara-suara itu di kendalikan. Nanti kita bercakap-cakap di taman, setuju ?.

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998). Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119) Tanda dan Gejala Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. Gerakan mata abnormal. Respon verbal yang lambat. Diam. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.

SARAN

You might also like