You are on page 1of 12

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Pada masa ini bahan-bahan kimia sudah sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari kita melakukan kontak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bahan-bahan kimia tersebut. Tidak jarang kita lupa untuk memproteksi diri dari bahan-bahan kimia tersebut, sehingga dapat terjadi trauma kimia. Bahan-bahan kimia tersebut dapat menimbulkan trauma pada berbagai organ dalam tubuh kita apabila salah penggunaan, salah satu organ yang sering terkena trauma kimia adalah mata. Trauma kimia pada mata dapat dibagi menjadi dua kategori besar : trauma basa dan trauma asam. Trauma kimia asam adalah trauma pada mata karena terpaparnya mata oleh zat-zat kimia yang bersifat asam. Trauma asam biasanya lebih tidak berbahaya dibanding trauma alkali karena asam tidak bisa menembus ke dalam jaringan bola mata terkecuali asam hidroflorik. Trauma asam sebagian besar terjadi oleh karena kecelakaan kerja, dimana 20% pasien akan mengalami gangguan tajam penglihatan dan kosmetik. Pada rentang umur 16-45 tahun trauma kimia ini sering terjadi. Tingkat keasaman suatu bahan dinamakan pH, semakin jauh nilai pH dari skala 7, semakin kuat tingkat keasaman atau kebasaan bahan tersebut diimana kerusakan yang ditimbulkan juga semakin besar. Jenis trauma seperti ini dapat menjadi sangat berbahaya dan harus dirawat secara cepat dan tepat, dengan membersihkan bahan kimia tersebut sesegera mungkin untuk mengurangi terjadinya infeksi.1,2 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dalam penatalaksanaan trauma kimia asam pada mata.

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi trauma kimia asam Trauma kimia asam merupakan salah satu kedaruratan pada mata yang memerlukan penanganan cepat dan tepat. Trauma kimia ini biasanya terjadi pada pekerja di laboratorium, industri, pekerjaan yang menggunakan bahan kimia, petani, dan peperangan yang menggunakan bahan kimia.3 Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfat, asam asetat, hidroflorida, dan asam klorida. Jika mata terkena zat kimia bersifat asam maka akan terlihat iritasi berat. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya koagulasi protein ini menyebabkan terbentuknya barier yaitu yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Hal ini berbeda dengan basa yang mampu menembus jaringan mata dan akan terus menimbulkan kerusakan lebih jauh. Koagulasi juga menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa penyembuhan setelah terkena zat kimia asam, akan terjadi perlekatan antara konjungtiva bulbi dengan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron.4 2.2 Epidemiologi 1. Frekuensi Trauma kimia asam paling sering terjadi oleh karena kecelakaan kerja. Pada penelitian di Amerika Serikat mengatakan bahwa 7% dari pasien yang dirawat di unit gawat darurat RS Amerika Serikat merupakan pasien dengan trauma kimia pada mata. Sedangkan 60 % dari kasus tersebut merupakan akibat kecelakaan kerja, 30% terjadi di rumah dan 10% merupakan karena tindakan kekerasan.2 2. Mortalitas dan morbiditas Di Amerika Serikat dinyatakan 20% dari pasien yang mengalami trauma kimia akan mengalami gangguan tajam penglihatan dan kosmetik, dan hanya 15% dari kasus yang sangat berat dapat mengalami perbaikan fungsi penglihatan.2 3. Ras Sebenarnya tidak terdapat predileksi ras yang sangat berpengaruh dalam kasus ini, namun secara umum laki-laki muda yang berkulit hitam memiliki frekuensi lebih

3 besar untuk mengalami trauma kimia, paling sering oleh karena kecelakaan kerja dan tindakan kekerasan.2 4. Seks Dinyatakan laki-laki memiliki kecendrungan 3 kali lebih besar mengalami trauma kimia dibandingkan wanita.2 5. Umur Sebenarnya semua umur memiliki kemungkinan terkena trauma kimia, namun paling sering terjadi pada rentang umur 16-45 tahun.2 2.3 Klasifikasi Trauma kimia pada mata menurut Hughes ( berdasarkan kerusakan stem sel limbus) dikasikan menjadi 4 stadium, yaitu5: 1. Stadium I Pada stadium ini terjadi iskemia limbus yang minimal atau tidak ada. 2. Stadium II Pada stadium II sudah terjadi iskemia yang kurang dari 2 kuadran limbus. 3. Stadium III Pada stadium III terjadi iskemia yang lebih dari 3 kuadran limbus, kornea tampak keruh dan pupil masih tampak. 4. Stadium IV Pada stadium IV sudah terjadi iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata depan, seluruh kornea keruh dan pupil tidak tampak/tidak bisa di evaluasi.

4 Klasifikasi trauma kimia menurut Thoft adalah6 : Category of injury Grade I Grade II Grade III Grade IV Clinical findings Prognosis Corneal epithelial damage, no ischemia Good Cornea hazy, but iris detail seen, Ischemia less than 1/3 Good of limbus Total loss of corneal epithelium, stromal haze blurs iris Guarded detail, Ischemia of 1/3 to 1/2 of limbus Cornea opaque, obscuring view of iris or pupil, Ischemia Poor more than 1/2 of limbus

Klasifikasi trauma kimia menurut Dua adalah10 : Grade I II III IV V VI Prognosis Very good Good Good Good to guarded Guarded to poor Very poor Clinical findings 0 clock hours of limbal involvement <3 clock hours of limbal involvement >3-6 hours of limbal involvement >6-9 hours of limbal involvement >9-<12 hours of limbal involvement Total limbus involved Conjunctival involvement 0% <30% >30-50% >50-75% >75-<100% 100%

2.4 Penyebab Trauma kimia khususnya trauma kimia asam biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Pada anamnesis patut dipertimbangkan kemungkinan bahan bahan kimia asam sebagai penyebabnya. Bahan kimia asam yang tersering menyebabkan trauma pada mata adalah asam sulfat, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, dan asam hidroflorida. Asam hidroflorida dapat ditemukan dirumah

5 pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida juga digunakan untuk pengendalian fermentasi pada breweries (pengolahan bir). Toksisitas hidroflorida pada okuler dapat terjadi akibat pajanan cairan maupun gas. Ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata.1 2.5 Klinis Diagnosis dari trauma kimia pada mata terutama berdasarkan anamnesis dari tanda dan gejala. Pasien umumnya melaporkan berbagai derajat nyeri, fotofobia, pengelihatan kabur, dan adanya halo berwarna disekitar cahaya. Jika tauma kimianya parah, mata tidak menjadi merah namun akan tampak putih karena iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Beberapa tanda klinis yang dapat terjadi antara lain7 : 1. Penurunan visus : penurunan visus mendadak dapat terjadi akibat defek pada epitel kornea, pembentukan kabut stroma, peningkatan lakrimasi atau ketidaknyamanan. 2. Peningkatan tekanan intraokuler : peningkatan TIO secara mendadak merupakan akibat dari deformasi dan pemendekan serabut kolagen, dimana terjadi pengkerutan chamber anterior. Peningaktan TIO yang terus-menerus secara langsung berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat peradangan. 3. Peradangan konjungtiva : derajat peradangan konjungtiva bervariasi mulai dari hiperemis hingga kemosis. 4. Iskemik perilimbus : derajat dari iskemik limbus merupakan indikator utama untuk prognosis penyembuhan kornea, karena stem sel di limbus-lah yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Secara umum, semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juga semakin buruk. Tetapi, bagaimanapun, keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin akan terbentuknya reepitelial yang normal. 5. Defek epitel kornea : kerusakan epitel kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas. Pada keadaan

6 defek epitel luas, hasil tes fluoresin mungkin negatif, sehingga terkadang keadaan ini dapat terlewat.

Gambar 1. Pembentukan sikatriks pada permukaan kornea akibat trauma kimia 6. Kabut stroma : kabut dapat bervariasi dari kornea bersih (grade 0) hingga opasifikasi sempurna (grade 5). 7. Perforasi kornea : walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga mnggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik.

Gambar 2. Trauma kimia parah disertai neovaskularisasi kornea3

7 8. Reaksi peradangan pada bagian anterior : reaksi yang terbentuk bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum, trauma basa lebih sering menyebabkan peradangan chamber anterior akibat kemampuannya yang dapat menembus kornea. 9. Kerusakan jaringan adneksa : kerusakan jaringan adneksa yang mungkin terjadi antara lain pembentukan jaringan parut pada palpebra yang meyebabkan mata tidak dapat menutup sempurna. 2.6 Patofisiologi Proses iritasi dan disrupsi pada trauma kimia terjadi ketika bahan asam mengenai kornea dan permukaan bola mata, di mana terjadi disosiasi asam di kornea menjadi ion hidrogen dan anion. Molekul hidrogen akan merusak permukaan bola mata dengan cara menurunkan pH, dimana anion menyebabkan terjadinya denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein. Koagulasi protein tersebut akan menghambat terjadinya penetrasi asam lebih jauh ke dalam bola mata, dan nampak seperti bayangan ground glass appearance pada kornea, terkecuali pada asam hidroflorik.3 Yang menarik adalah trauma akibat asam hidroflorik, dia bersifat asam lemah memiliki sifat khusus karena dapat secara cepat menembus membrane sel. Sehingga, asam hidroflorik memiliki sifat layaknya basa yang dapat menyebabkan nekrosis liquefaksi. Hal ini terjadi akibat ion fluoride dibebaskan ke dalam sel. Ion ini dapat menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium untuk membentuk kompleks insolubel. Nyeri lokal yang hebat timbul akibat imobilisasi kalsium yang menyebabkan stimulasi serabut saraf melalui mekanisme shift ion potassium. Fluorinosis akut dapat terjadi saat ion fluoride memasuki sirkulasi sistemik, mengakibatkan gejala cardiac, respirasi, gastrointestinal, dan neurologis. Hipokalsemia berat dapat terjadi dan tidak berespon dengan pemberian kalsium dosis tinggi.8 2.7 Diagnosis Diagnosis dari trauma kimia asam terutama ditegakkan dari anamnesis kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik yang meliputi tajam penglihatan yang menurun, pemeriksaan segmen anterior yang akan ditemukan hiperemi konjungtiva, kekeruhan pada kornea dan pupil yang suram. Selain itu untuk lebih memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan

8 penunjang lain seperti pemeriksaan dengan kertas lakmus dan tes fluoresin untuk mengetahui pH dan terjadinya ulkus kornea dari hasil gambaran tes fluoresin.9 2.8 Diagnosis banding Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Tabel 1. Perbedaan antara Trauma Kimia Asam dan Trauma Kimia Basa 10 No 1 Perbedaan Kerusakan yang ditimbulkan Trauma Kimia Asam Kerusakan yang ditimbulkan lebih terbatas, batas tegas dan bersifat tidak progresif Kurang baik Koagulasi pada permukaan protein yang akan membentuk barier Trauma Kimia Basa Kerusakan yang ditimbulkan lebih berat karena sudah mencapai bagian yang lebih dalam yaitu stroma Penetrasi bisa terjadi lebih dalam hingga mencapai stroma -Saponifikasi dari selular barrier -Denaturasi mukoid -Pembengkakan kolagen -Disrupsi mukopolisakarida stroma Lebih berat Lebih Buruk

2 3

Kemampuan penetrasi pada organ mata Mekanisme terjadinya kerusakan pada mata

4 5

Derajat kerusakan Prognosis

Lebih ringan karena hanya di bagian permukaan Lebih baik

2.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan trauma kimia pada mata terdiri dari 6 langkah utama yaitu membersihkan bahan kimia melalui irigasi, memfasilitasi proses reepiteliasi kornea, mengendalikan proses peradangan, mencegah terjadinya infeksi, mengendalikan tekanan intra okuler dan menurunkan rasa nyeri.5 1. Membersihkan bahan kimia melalui irigasi Pengobatan untuk semua trauma kimiawi harus dimulai sesegera mungkin. Ini adalah satu-satunya cara untuk dapat mempertahankan kemampuan penglihatan, adalah untuk memulai irigasi sesegera mungkin dan mempertahankannya sedikitnya sekitar 30 menit. Tujuan dari pengobatan pada luka bakar kimiawi

9 adalah untuk mengurangi peradangan, nyeri, dan resiko infeksi. Jika pasien datang ke tempat praktek atau ke unit gawat darurat, larutan garam fisiologis adalah yang terpilih, akan tetapi, jika tidak tersedia, air keran dapat digunakan. Mata dapat diberikan anestetik bila diperlukan untuk memfasilitasi irigasi yang baik. Pemeriksaan pH dari air mata dengan kertas lakmus jika tersedia dilakukan setiap 5 menit dan dilanjutkan sampai pH menjadi netral (warna kertas akan berubah menjadi biru jika terkena basa dan menjadi merah jika terkena asam). Larutan steril dengan osmolaritas tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat) merupakan pembilas ideal. Jika tidak tersedia, larutan garam isotonis steril merupakan pembilas yang cocok. Larutan hipotonik, seperti air biasa, dapat menyebabkan penetrasi lebih dalam dari larutan korosif kedalam struktur kornea karena kornea memiliki gradien osmotik yang lebih tingi (420 mOs/L). 2. Memfasilitasi proses reepiteliasi kornea 9 Setelah bahan kimia dibersihkan dari permukaan bola mata, proses reepiteliasi mulai terjadi. Proses ini dapat difasilitasi dengan pemberian air mata artifisial, karena pada mata yang terkena trauma kimia, produksi air mata cenderung tidak stabil. Sebagai tambahan, beberapa ahli mengajukan penggunaan vitamin C oral (sampai dengan 2 gram QID) karena telah terbukti meningkatkan produksi kolagen. 3. Mengendalikan proses peradangan 7 Pemberian steroid topikal adalah penting untuk mencegah infiltrasi sel-sel netrofil sehingga akan mencegah pengumpulan kolagenase dan menurunkan pembentukan fibroblas pada kornea, namun penggunaan steroid tidak boleh digunakan untuk lebih dari satu minggu karena adanya resiko melelehnya korneosklera. Tetapi, beberapa referensi lain mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi yang melebihi keuntungan yang didapatkan. Pemberian sitrat selain mempercepat proses penyembuhan kornea, juga dapat menghambat agregasi sel PMN via penghambatan ion kalsium. Sedangkan pemberian asetilsistein (10% atau 20%) dapat memfasilitasi proses kolagenasi sehingga menghambat ulserasi kornea, walaupun penggunaan secara klinis masih dalam predebatan.

10 4. Mencegah terjadinya infeksi 11 Pasien dengan trauma pada kornea, konjungtiva, dan sklera dapat dilakukan pemberikan antibiotik tetes mata atau salep mata topikal profilaksis. Pilihan antibiotik adalah yang berspektrum luas, seperti tobramisin, gentamisin, siprofloxacin, norfloxacin, bacitrasin. Neomycin dan golongan sulfa lebih jarang digunakan karena banyaknya kasus alergi. Pada trauma kimia ringan hingga sedang, Pemberian salep antibiotik dapat diberikan tiap 1 sampai 2 jam. 5. Mengendalikan tekanan intra okuler 9 Peninggian tekanan intraokular harus diterapi dengan Diamox jika perlu, namun pemberian beta-blocker topikal dapat digunakan sendirian maupun sebagai tambahan. 6. Menurunkan rasa nyeri 9 Pemberian sikloplegik dapat membantu dalam pencegahan spasme siliar. Ditambah lagi, bahan ini dipercaya menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah yang oleh karenanya, mengurangi peradangan dan menurunkan rasa nyeri. Homatropine 5% sering direkomendasikan karena memiliki masa kerja rata-rata 12-24 jam, waktu dimana pasien harus menemui ahli mata untuk pemeriksaan lanjutan. Sikloplegik jangka panjang, seperti scopolamine dan atropine, lebih jarang digunakan. Sebagai tambahan, beberapa ahli mata menganjurkan pengunaan tetes mata diklofenak. Terapi ini memungkinkan pasien tetap dapat menggunakan kedua mata selama pengobatan. Trauma kimia sedang sampai berat harus dirujuk ke spesialis mata, bila perlu ke sub spesialis kornea, jika tersedia, dan harus dirawat inap. Amniotic membranes (AM) telah terbukti memfasilitasi migrasi sel-sel epitel, menguatkan adesi sel epitel bagian basal, mencegah apoptosis epitel, dan meningkatkan diferensiasi epitel. Cangkok AM (AM grafts) telah digunakan untuk membantu mengurangi jaringan parut, peradangan, dan neovaskularisasi dari mata yang terkena trauma.9 2.10 Komplikasi

11 Trauma kimia asam tidak dapat sembuh ssempurna, terutama dalam hal tajam pengelihatan dan kosmetik. Adapun beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh trauma kimia asam adalah 5 : Simbleparon Sikatrik kornea Kebutaan

2.11 Prognosis Pada pasien yang pernah mengalami trauma kimia tidak akan dapat sembuh sempurna. Pada kornea dapat meninggalkan sikatrik sebagai bekas erosi, dapat terjadi simbleparon. Tajam penglihatan pasien juga tidak dapat kembali normal 6/6, bahkan pada kasus yang berat dapat terjadi kebutaan. Semua gejala sisa yang ditimbulkan dari trauma kimia ini tetap dihubungkan dengan proses terjadinya trauma, baik itu volume bahan kimia yang mengenai mata, lama eksposur, dan kecepatan penanganan.3,9

DAFTAR PUSTAKA
1. Melsaether

CN,

Rosen

CL, from

Burns, URL

Ocular :

http://www.emedicine.com/emerg/topic736.htm Randleman JB, Loft E, Broocker G, Burns, Chemical,Available http://www.emedicine.com/oph/ophthalmology_for_the_general_practitioner/topic82.h tm. Accesed : 26 Mei 2010. 2. Sachdeva D, Chemical J.B. Eye Burns, Burns. Available 2009, April from 7. URL : http://www.emedicine.com/aaem/eye/topic102.htm. Accesed : 26 Mei 2010.
3. Randleman,

Chemical Injury,

Available from

at :http://hsilkma.blog.friendster.com/2008/01/trauma-asam/ . Accesed: 26 Mei 2010 4. Eye 2010 Available URL : http://www.myeyecarecenter.com/content/eyeinjuries.htm. Accesed: 26 Mei

12
5. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009. 6. Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003. 7. Burn, Chemical: Treatment& Medication, available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/1215950-diagnosis. Accesed: 26 Mei 2010 8. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika
9. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.2005 pp: 271-272 10. Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype Brothers Medical Publishers. USA. 2009. 11. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Mata RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2001

You might also like