You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

Kanker tiroid adalah kanker yang terjadi pada selsel tiroid. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang mengatur denyut jantung, tekanan darah, laju metabolism, suhu dan berat badan. Ada berbagai macam tipe dari kanker tiroid. Papillary carcinoma dan follicular carcinoma merupakan tipe yang paling sering ditemui. Tipe lain dari kanker tiroid seperti medullary carcinoma, anaplastic carcinoma, dan tiroid limpoma. Kanker tiroid penyakit keganasan tersering ditemukan pada sistim endokrin, 1% dari seluruh keganasan, di Indonesia menempati urutan 9 dari 10 keganasan yang sering ditemukan. Pada daerah endemik insidensi kanker tiroid folikuler dan anaplastik lebih sering, terutama pada usia lanjut. Sedangkan daerah yang kaya akan jodium (Iceland) tipe papiler lebih menonjol. Golongan umur terutama pada usia 7-20thn dan 40-65thn, dimana wanita lebih sering dari pada pria ; 3:1. Gambaran klinis yang sering ditemukan berupa nodul tunggal (70-75%), sesak nafas, perubahan suara, sulit menelan, dan pembesaran kelenjar getah bening leher.Insidensi kanker tiroid sangat dipengahuri oleh banyak faktor antara lain : demografi, lingkungan, usia, riwayat keluarga dan pernah terpapar radiasi. Berbagai modalitas dalam menegakkan diagnosis pasti nodul tiroid dan untuk mengetahui jenisnya telah dikenal dalam dunia kesehatan. Mulai dari anamnesis sederhana, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang yang canggih dapat dipergunakan dalam penanganan pasien dengan nodul tiroid. Pemeriksaan penunjang tersebut meiliputi pemeriksaan kadar Thyroid-Stimulating Hormone (TSH) di dalam serum, Fine-Needle Aspiration (FNA), Ultrasonografi tiroid, hingga menggunakan Thyroid scan. Penatalaksanaan dan terapi dari nodul tiroid selanjutnya tergantung pada hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Terapi tersebut dapat meliputi pembedahan ataupun terapi dengan pemberian hormon. Pembedahan yang dilakukan berupa lobectomy baik itu total ataupun sebagian. Terapi hormon yang diberikan berupa hormon tiroksin (T4) sesuai dengan indikasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi, Histologi dan Fisiologi Tiroid 1.1 Struktur anatomi dan histologi kelenjar tiroid Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada manusia yang terletak di bagian dalam dari otot sternotyhroid dan sternohyoid setinggi vertebra C5 sampai T1. Kelenjar ini terdiri atas lobus kanan dan kiri yang terletak anterolateral dari laring dan trakea. Isthmus merupakan bagian yang menyatukan kedua lobus tiroid sepanjang trakea, biasanya di anterior dari cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid dikelilingi oleh kapsul fibrous yang tipis. Jaringan ikat padat melekatkan kapsul fibrous ke kartilage krikoid dan cincin trakea superior. Diluar kapsul adalah jaringan ikat longgar yang dibentuk oleh lapisan viscera dari pretracheal deep cervical fascia1. Suplai darah kelenjar tiroid berasal dari sepasang arteri tiroid superior dan inferior. Arteri tiroid superior merupakan cabang pertama dari arteri karotid eksternal. Arteri tiroid superior menuju ke kelenjar dan terbagi menjadi cabang anterior dan posterior. Arteri tiroid inferior merupakan cabang terbesar dari thyrocervical trunk, berjalan superomedial dan posterior dari selubung karotid untuk mencapai aspek kelenjar tiroid. Pada sekitar 10% orang, ima thyroid artery berasal dari brachiocephalic trunk atau cabang aorta. Arteri kecil ini berjalan ke atas pada permukaan anterior trakea dan menuju ke isthmus kelenjar tiroid1.

Gambar 1.1 kelenjar tiroid (Sumber: Netter, 2000)

Tiga pasang vena biasanya mengalirkan vena dari pleksus tiroid pada permukaan anterior kelenjar tiroid dan trakea. Vena tiroid superior mengalirkan darah dari kutub superior kelenjar, vena tiroid tengah mengalirkan darah dari pertengahan lobus dan vena tiroid inferior mengalirkan darah dari kutub inferior dan atau isthmus. Vena tiroid superior dan tengah mengalirkan darah ke vena jugular internal dan vena tiroid inferior mengalirkan darah ke vena brachiocephalic (kebanyakan yang kiri) 1. Pembuluh limfa kelenjar tiroid berhubungan dengan jaringan kapsular pembuluh limfa. Dari bagian superior lobus dan dan isthmus kelenjar, pembuluh limfa mengalir menuju superior deep cervical lymph nodes. Pada bagian inferior kelenjar tiroid, pembuluh limfa mengalir menuju inferior deep cervical lymph nodes. Beberapa pembuluh limfa mengalir menuju brachiocephalic nodes atau thoracic duct1. Persarafan kelenjar tiroid berasal dari bagian superior, tengah, dan inferior dari ganglion simpatik servikal. Menuju ke kelenjar melewati cardiac serta pleksus periarterial superior dan inferior bersama-sama dengan arteri tiroid. Serabut ini bersifat vasomotor sehingga dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah1.

Gambar 1.2 kelenjar tiroid beserta vaskular, kelenjar getah bening dan saraf (Sumber: Netter, 2000)

Pada pemeriksaan mikroskopis, kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel dengan berbagai ukuran. Folikel-folikel tersebut mengandung material colloid dan dikelilingi oleh lapisan epitel tiroid. Folikel ini nantinya akan mensintesis tiroglobulin yang nantinya akan disekresikan ke dalam lumen folikel. Sejumlah mikrovili muncul dari permukaan folikel ke arah lumen, dimana mikrovili ini berperan dalam endositosis tiroglobulin yang nantinya akan dihidrolisis di dalam sel untuk melepaskan hormon tiroid2.

Gambar 1.3 Struktur histologis dari kelenjar tiroid (Sumber: Greenspan, 2003) 1.2 Fisiologi kelenjar tiroid Hormon tiroid yang disintesis oleh kelenjar tiroid sangat tergantung pada jumlah dari iodium yang masuk kedalam tubuh kita3. Jumlah optimal asupan iodium per hari yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1 Jumlah asupan iodum per hari (Sumber: Greenspan, 2003) Kategori Bayi baru lahir usia 1 tahun Usia 1 - 6 tahun Usia 7 - 12 tahun Orang dewasa Ibu hamil dan menyusui Jumlah Asupan Iodium 50 g/hari 90 g/hari 120 g/hari 150 g/hari 200 g/hari

Iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid diperoleh dari makanan dan juga minuman dalam bentuk iodida atau ion iodat2. Ion iodat tersebut nantinya akan dikonversi menjadi iodida di dalam lambung. Iodida tersebut nantinya akan diabsorpi dari saluran cerna ke dalam darah. Biasanya sebagian besar dari iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, setelah seperlima dari asupan iodium tersebut diserap oleh sel-sel tiroid untuk sintesis hormon tiroid4. Sintesis dari hormon tiroid dalam kelenjar tiroid meliputi 5 tahapan utama yaitu2: a. Transport aktif ion iodida melewati membran basal menuju ke dalam sel tiroid (iodide trapping) b. Oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil pada tiroglobulin. c. Coupling dari molekul iodotirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk hormon tiroid d. Proteolisis dari tiroglobulin, yang nantinya akan menyebabkan pelepasan dari iodotironin dan iodotirosin e. Deiodinasi dari iodotirosin dalam sel tiroid oleh enzim deiodinase intratiroid. Sekitar 90 % hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam sirkulasi berupa tiroksin (T4). Sedangkan 10 % sisanya dalam bentuk triiodotironin (T3) yang merupakan bentuk aktif dari hormon tiroid3. Walaupun demikian sebagian besar T4 di jaringan perifer akan dirubah menjadi T3 ataupun bentuk metabolit inaktif yakni reverse T33. Di dalam sistem sirkulasi, sebagian besar T4 dan T3 berikatan dengan protein plasma, dimana 80 % berikatan dengan T4binding globulin, 10 % - 15 % berikatan dengan T4-binding prealbumin, dan sisanya berikatan dengan albumin3. Hormon tiroid memiliki efek di tingkat selular, organ dan sistemik3. Di tingkat seluler hormon tiroid menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen. Oleh karena itu, sejumlah besar enzim protein, protein transport, protein struktural, dan zat lainnya akan meningkat. Hasil akhir dari semuanya ini adalah peningkatan menyeluruh dari aktifitas fungsional di seluruh tubuh4. Di tingkat organ, hormon tiroid memiliki beberapa efek antara lain meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitasnya sehingga akan meningkatkan juga curah jantung, meningkatkan konsumsi O2 dan produksi CO2 yang akan dikompensasi dengan peningkatan pernapasan pasien dan juga volume tidal , juga meningkatkan pembentukan tulang3. Sedangkan efek hormon tiroid di tingkat sistemik adalah meningkatkan metabolisme selular dan produk akhir metabolisme dimana akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan dari aliran darah ke dalam jaringan3.

Untuk menjaga agar tingkat metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap saat harus disekresikan hormon tiroid dalam jumlah yang tepat4. Agar hal ini dapat tercapai, terdapat beberapa mekanisme pengaturan hormon tiroid, antara lain2: a. Hypothalamic-pituitary-thyroid axis, dimana thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus menstimulasi dan melepaskan thyroid-stimulating hormone (TSH) kelenjar pituitari anterior, dimana nantinya akan merangsang sekresi dari hormon tiroid. b. Enzim deiodinase di kelenjar pituitari dan jaringan perifer yang memodifikasi efek dari T4 dan T3 c. Autoregulasi sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid itu sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodium d. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh TSH receptor autoantibodies.

Gambar 1.4 Pengaturan hormon tiroid melalui Hypothalamic-pituitary-thyroid axis (Sumber: Greenspan, 2003)

II. Kanker Tiroid 2.1 Definisi dan Klasifikasi Kanker tiroid merupakan suatu kelainan sel dimana sel tersebut mengalami pertumbuhan yang tidak terkontrol yang mengenai kelenjar yang terletak di bagian dalam dari otot sternotyhroid dan sternohyoid setinggi vertebra C5 sampai T1. Kelenjar ini terdiri atas lobus kanan dan kiri yang terletak anterolateral dari laring dan trakea5. Ada berbagai macam tipe dari kanker tiroid. Papillary carcinoma dan follicular carcinoma merupakan tipe yang paling sering ditemui. Tipe lain dari kanker tiroid seperti medullary carcinoma, anaplastic carcinoma, dan tiroid limpoma. Angka kejadian 3 tipe terakhir tidaklah begitu banyak. Sekitar 80% dari kejadian kanker tiroid merupakan tipe dari papilllary carcinoma, sedangkan 10% nya merupakan angka kejadian dari follicular carcinoma6. Papillary carcinoma Biasanya jenis kanker ini berkembang dengan sangat lambat dan hanya pada satu lobus dari kelenjar tiroid, tetapi terkadang dapat mengenai kedua lobusnya. Walaupun perkembangannya lambat, tipe ini sering kali menyebar ke kelenjar limfa di leher. Kebanyakan dari tipe ini dapat diobati dengan baik dan jarang bersifat fatal5. Follicular carcinoma Tipe kanker ini sering terjadi pada daerah dimana penduduknya tidak cukup mendapatkan iodine dalam makanan mereka. Kanker ini biasanya menetap di kelenjar tiroid dan jarang menyebar ke kelenjar limfa tetapi dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh seperti paru-paru dan tulang. Prognosis dari follicular carcinoma tidak sebaik dari papillary carcinoma tetapi cukup baik dari banyaknya kasus yang ada5. Medullary karsinoma Terjadi pada sekitar 4% dari semua kejadian kanker tiroid. Kanker ini berasal dari sel C pada kelenjar tiroid. Terkadang kanker dapat menyebar ke kelnjar limfa, paru, dan hati sebelum nodul tiroid ditemukan. Kanker tipe ini melepaskan calcitonin dan carcinoembryonic antigen (CEA) ke dalam darah. Prognosis dari kanker ini tidak sebaik kanker papillary dan follicular karena tidak dapat menyerap iodine radioaktif. Ada dua tipe dari medullary carcinoma yaitu sporadic medullary thyroid carcinoma dan familial5. Anaplastik karsinoma Merupakan tipe yang paling jarang (sekitar 2% dari seluruh kejadian). Tipe ini disebutkan terbentuk dari riwayat tipe papillary dan atau follicular. Sifat dari kanker ini

sangat agresif dan sangat cepat menginvasi daerah leher, serta daerah lain di seluruh tubuh sehingga sangat sulit untuk disembuhkan5.

2.2 Etiologi Kanker tiroid berasal dari 2 sel yang menyusun kelenjar tiroid. Endodermal folikular sel merupakan asal dari papilari, folikular dan anaplastik karsinoma. Sedangkan neuroendokrinderived calcitonin-producing C sel diduga asal dari medulari karsinoma6. Adanya riwayat paparan radiasi di daerah leher secara signifikan meningkatkan resiko terjadinya keganasan pada kelenjar tiroid terutama tipe papillary carcinoma. Rendahnya konsumsi yodium dapat pula menyebabkan kanker tiroid tipe folikular dan anaplastik6. Riwayat keluarga dengan kanker tiroid merupakan faktor resiko lain yang dapat menyebabkan seseorang terkena. Kanker tiroid tipe medular berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada gen RET dan gen ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Hampir semua orang dengan kelainan gen ini mendapatkan kanker tiroid7. Kebanyakan wanita di Amerika Serikat lebih sering mengidap penyakit ini dibandingkan dengan pria. Perbandingan yang terjadi sekitar 1:3. Factor usia juga menjadi salah satu resiko penyebab. Kejadian kanker tiroid lebih sering terjadi pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun sedangkan untuk tipe anaplastik biasanya dengan umur lebih dari 60 tahun7.

2.3 Manifestasi klinis Sebagian besar kanker tiroid muncul sebagai benjolan yang bersifat tidak nyeri, dapat teraba dan soliter. Umur dari pasien merupakan sesuatu yang penting karena berhubungan dengan jenis dari nodul. Kebanyakan nodul bersifat ganas apabila umur pasien melebihi 60 tahun atau kurang dari 30 tahun. Selain itu, apabila nodul pada kelenjar tiroid ditemukan pada laki-laki maka akan cenderung bersifat ganas. Pertumbuhan yang cepat dari besarnya nodul dapat pula mengindikasikan keganasan6. Gejala awal dari kanker tiroid seringkali tidak terlihat jelas dan spesifik. Namun apabila pertumbuhan kanker terus terjadi maka akan menimbulkan beberapa gejala. Bila pasien datang dengan suara serak maka hal ini dapat dijadikan pertanda adanya keikutsertaan dari recurrent laryngeal nerve dan paralisis dari vocal cord oleh karena pendesakan dari nodul. Disphagia dapat terjadi apabila telah terjadi obstruksi akibat dari pembesaran nodul. Penurunan berat badan dapat mengindikasikan adanya keganasan7.

2.4 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan melakukan palpasi pada kedua lobus kelenjar tiroid, dan keakuratannya sangat tergantung pada pemeriksa. Pada pemeriksaan penderita, nodul tiroid yang kita dapatkan mungkin saja bersifat nodular atau halus, lokal ataupun difus, keras atau lembut, dapat dimobilisasi atau terfiksir, dan terasa nyeri saat dipegang ataupun tidak8. Nodul yang berukuran kurang dari 1 cm mungkin saja tidak dapat terpalpasi kecuali nodul tersebut terletak pada bagian anterior dari lobus tiroid. Selain palpasi dari nodul tiroid tersebut, kita juga perlu memeriksa apakah ada pembesaran dari kelenjar getah bening pada daerah kepala dan leher. Karena salah satu tanda dari keganasan tiroid adalah terdapatnya limpadenopati pada daerah sevikal disamping dari ditemukannya nodul yang lebih dari 4 cm, keras dan terfiksir, atau suara serak8.

2.5 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding yang ada. Pada kanker tiroid, karena keluhan yang paling sering dikatakan oleh pasien ialah adanya benjolan atau nodul di daerah leher, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkan lain yang berkaitan dengan timbulnya nodul. Pemerikaan penunjang yang dilakukan pada penderita nodul tiroid dapat berupa pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan patologi anatomi dengan Fine-Needle Aspiration (FNA), dan pemeriksaan ultrasonografi. Bila pada saat pemeriksaan fisik didapatkan nodul pada daerah anatomi dari kelenjar tiroid, maka diperlukan adanya pemeriksaan TSH serum untuk mengetahu fungsi kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan TSH serum, jika didapatkan kadar rendah maka dapat ditegakkan diagnosis hipertiroidism, sedangkan bila kadar TSH dalam serum meningkat, pasien mungkin saja mengalami hipotiroid3. Akan tetapi tes ini tidak mampu untuk membedakan apakah nodul tiroid tersebut bersifat jinak atau ganas. Level tiroksin (nilai normal 4,5-12,5 mcg/dL), triiodotironine (nilai normal 100200mcg/dL) dan thyroid stimulating hormone (TSH) (nilai normal 0.2-4.7 mIU/dL) yang sangat tinggi melebihi normal mengindikasikan kanker tiroid. Tumor suppression test dapat pula dilakukan untuk mengetahui apakah nodul yang ada ganas atau tidak. Hal ini dikarenakan oleh sel ganas biasanya tidak memerlukan TSH untuk pertumbuhannya dibandingkan deng sel normal. Maka apabila hormone tiroid dimasukkan ke dalam tubuh untuk mengirimkan sinyal ke pituitary agar mengurangi jumlah produksi tiroksin namun nodul tetap mambesar kemungkinan keganasan dapat dipikirkan10.

Pada pasien dengan kadar TSH serum dalam batas normal, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan Fine-Needle Aspiration (FNA). FNA dipercaya sebagai metode yang paling akurat untuk membedakan apakah nodul tiroid tersebut bersifat ganas atau jinak3. Metode ini memiliki akurasi yang tinggi, yakni sebesar 95 %. Metode ini juga sangat tergantung pada keterampilan dari petugas yang melakukan aspirasi dan ahli sitopatologi yang menginterpretasi hapusan sel tiroid. Jika spesimen yang digunakan masih belum cukup untuk menegakkan diagnosis maka dapat dilakukan FNA ulangan. Pemeriksaan ultrasonografi pada nodul tiroid merupakan pemeriksaan yang paling sensitif, dimana dengan pemeriksaan ini akan mampu diketahui ukuran yang sebenarnya, struktur, dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada kelenjar tiroid9. Pemeriksaan ini juga mampu membantu menuntun dalam melakukan aspirasi nodul tiroid dengan ukuran lebih dari 1 cm, atau nodul dengan ukuran kurang dari 1 cm yang bersifat padat dan hipoekhoik8. Ultrasonografi juga disarankan pada pasien dengan riwayat keluarga yang pernah atau menderita tiroid karsinoma9. Pemeriksaan penunjang lain yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan pemeriksaan nuklear yakni thyroid scan. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang mengalami penurunan pada TSH serum8. Pemeriksaan ini mengukur jumlah iodium radioaktif yang terperangkap pada nodul. Normalnya, pengambilan iodium pada kedua lobus tiroid adalah sama. Nodul diklasifikasikan menjadi cold jika terjadi penurunan ambilan iodium, dan hot jika terjadi peningkatan ambilan iodium8. Nodul yang bersifat hot tidak pernah menunjukkan keganasan, sedangkan nodul yang bersifat cold mungkin saja menunjukkan keganasan2.

2.6 Penatalaksanaan Penanganan dari nodul tiroid sangat tergantung pada pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Setelah pasien melakukan pemeriksaan TSH serum, jika didapatkan hasil yang abnormal maka dilakukan terapi yang sesuai2. Sedangkan jika hasil dari FNA menunjukkan tanda keganasan, maka pembedahan merupakan terapi yang sesuai8. Namun jika hasil sitologi menunjukkan bahwa nodul bersifat jinak, maka terapi yang dilakukan adalah berupa pemberian tiroksin (T4), dan jika nodul telah mengalami regresi pemberian tiroksin (T4) tetap dilanjutkan dengan dosis yang cukup untuk menekan TSH serum. Tetapi jika tidak terjadi regresi maka dilakukan aspirasi lagi, atau jika nodul tersebut berkembang dan berubah konsistensinya maka dilakukan eksisi2.

Pada pemeriksaan thyroid scan, nodul yang bersifat hot akan dilakukan pengamatan lebih lanjut baik itu dengan atau tanpa terapi tiroksin (T4). Jika nodul tersebut bersifat cold dan terdapat tanda keganasan (nodul > 2 cm, padat, pada pasien muda) maka pembedahan merupakan terapi yang sesuai. Jika resiko menjadi ganas rendah (nodul dengan diameter < 1 cm, nodul lembut, pasien lebih tua) pasien diterapi dengan tiroksin. Jika tidak terjadi regresi maka dilakukan pembedahan2. Pembedahan yang dilakukan adalah thyroid lobectomy, meliputi total lobectomy atau near-total lobectomy baik itu disertai atau tanpa isthmectomy9. Dalam melakukan pembedahan harus dihindari terangkatnya kelenjar paratiroid dan rusaknya nervus laryngeal rekurens yang berjalan di belakang kelenjar tiroid2. Jika kelenjar paratiroid ikut terangkat, maka pasien akan mengalami kejang tetani, akibat dari turunnya kadar kalsium dalam darah. Sedangkan jika terjadi kerusakan pada nervus laryngeal rekurens maka akan terjadi paralisis pita suara, dan pasien akan mengalami kesulitan dalam berbicara pasca operasi5. Oleh sebab itu disarankan untuk memeriksa secara teliti dari keberadaan keempat kelenjar paratiroid dan nervus laryngeal rekurens selama melakukan operasi9. Kira-kira sekitar 4-6 minggu setelah pembedahan, pasien harus diberikan terapi radioiodine untuk mendeteksi dan menghancurkan sisa-sisa sel kanker dan metastasisnya. Konsumsi tiroid hormon juga diperlukan setelah dilakukantotal tiroidektomi seumur hidup pasien. Salah satu nama obat yang tersedia yaitu levothyroxine 2,5-3,5 mcg/dL. Saat tumor sangat besar, tidak bisa direseksi, uptake iodine dari tumor sangat minimal dan adanya nyeri pada tulang maka external beam radiation dapat dilakukan untuk mencegah perkembangan tumor secara local dan juga meluas ke daerah leher, paru, mediastinum, tulang dan CNS10.

DAFTAR PUSTAKA 1. Moore, Keith L et al. Neck; Endocrine Layer. In: Moore. Essential Clinical Anatomy 2nd edition. Philadelphia. 2002;618-621 2. Greenspan F.S, Gardner D.G, The Thyroid Gland. In: Greenspan F.S. Basic & Clinical Endocrinology 7th edition. New York. 2003;215-293 3. Yao, Artusio. Thyrotoxicosis. In: Yao. Anesthesiology Problem-Oriented Patient Management 5th edition. Philadelphia. 2003;695-708 4. Guyton A, Hall J. Thyroid Metabolic Hormone. In: Guyton A. Textbook of Medical Physiology 10th edition. Philadelpia. 2000;817-822 5. Austin JR, el-Naggar AK, Goepfert H. Thyroid cancers. II. Medullary, anaplastic, lymphoma, sarcoma, squamous cell. Otolaryngol Clin North Am. Aug 1996;29(4):61127. 6. Ain KB. Anaplastic thyroid carcinoma: behavior, biology, and therapeutic

approaches. Thyroid. Aug 1998;8(8):715-26. 7. Mazzaferri EL. Management of a solitary thyroid nodule. N Engl J Med. Feb 25 1993;328(8):553-9. 8. Mary J W, Diane O. Thyroid Nodules. American Family Physician Journals. 2003;67;559-566 9. AACE/AME, American Asssociation of Clinical Endocrinologists and Associazione Medici Endocrinologi Medical Guidelines for Clinical Practice for The Diagnosis and Management of Thyroid Nodules. Endocrine Practice. 2006;12;63-94 10. Rosenbaum MA, McHenry CR. Contemporary management of papillary carcinoma of the thyroid gland.Expert Rev Anticancer Ther. Mar 2009;9(3):317-29.

You might also like