You are on page 1of 15

Ihsan Ali-Fauzi Yayasan Wakaf Paramadina

I. Norma dan standar internasional II. Makna Kebebasan Beragama, Toleransi, Pluralisme III. Situasinya Kebebasan Beragama di Indonesia IV. Apa yang bisa kita lakukan

Article 18 of the Universal Declaration of Human Rights Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion; this right includes the freedom to change his religion or belief, and freedom, either alone or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance. Article 18 of the International Covenant on Civil and Political Rights Everyone shall have the right to freedom of thought, conscience and religion. This right shall include freedom to have or to adopt a religion or belief of his choice, and freedom, either individually or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in worship, observance, practice, and teaching. International Religious Freedom Act of 1998 The U.S. Commission on International Religious Freedom shall have as its primary responsibility the annual and ongoing review of the facts and circumstances of violations of religious freedom and the making of policy recommendations to the President, the Secretary of State, and Congress with respect to matters involving international religious freedom.

Lembaga-lembaga pemantauan dan advokasi: Departemen Luar Negeri AS; Amnesty International; Human Rights Watch; Freedom House Lembaga-lembaga akademis: Pluralism Project; Center for Religious Freedom; dll. Semuanya bisa menjadi sumberdaya untuk meningkatkan kebebasan beragama di dalam negeri. Dari segi pendanaan, peningkatan sumberdaya manusia dalam melakukan studi dan advokasi.

General Comment No. 22 (diterima dalam Sidang Umum ke-48 PBB, 1993) memberi kita petunjuk resmi mengenai penafsiran ICCPR tentang hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama: luas dan komprehensif. Bunyinya: Article 18 protects theistic, non-theistic and atheistic beliefs, as well as the right not to profess any religion or belief. The terms belief and religion are to be broadly construed. Article 18 is not limited in its application to traditional religions or to religions and beliefs with institutional characteristics or practices analogous to those of traditional religions. The Committee therefore views with concern any tendency to discriminate against any religion or belief for any reason, including the fact that they are newly established, or represent religious minorities that may be the subject of hostility on the part of a predominant religious community

Agar kebebasan beragama dan berkeyakinan seseorang dihormati, yang diperlukan hanya perilaku toleran dari semua orang terhadap keyakinan keagamaan orang lain. Toleransi agama berarti membiarkan seseorang atau satu kelompok untuk meyakini dan mempraktikkan agama yang dianutnya. Konsep toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare, yang mengandung konotasi menanggung beban. Maksudnya, prilaku toleran mensyaratkan kesediaan seseorang untuk menanggung beban tertentu, yang timbul akibat diyakini dan dipraktikkannya keyakinan tertentu oleh orang lain, yang sebenarnya bertentangan dengan keyakinan sendiri. Kata Mahatma Gandhi, seorang tokoh perdamaian India, Yang dibutuhkan sekarang bukanlah satu agama, tapi saling hormat dan toleransi dari dan di antara para pemeluk agama-agama.

Toleransi TIDAK berarti menerima pandangan bahwa semua agama atau keyakinan itu sama Toleransi TIDAK berarti menerima pandangan bahwa ajaran dan praktik semua agama atau keyakinan itu sama benarnya. Toleransi TIDAK berarti menerima pandangan bahwa semua agama atau keyakinan sama-sama bermanfaat dan tidak akan mencelakai masyarakat. Toleransi TIDAK berarti menerima pandangan bahwa semua kelompok agama atau keyakinan sama-sama membawa manfaat dan tidak mencelakai para pengikutnya. Toleransi TIDAK berarti menahan-diri atau menghindar dari membicarakan keyakinan agama atau keyakinan Anda kepada pihak lain. Toleransi TIDAK tidak berarti menahan diri atau menghindar dari membandingkan ajaran dan praktik satu dan lain agama atau keyakinan dan temuan ilmiah.

Salah satu prinsip yang memungkinkan tumbuhnya hubungan harmonis di antara sesama manusia adalah dihormatinya etika timbal-balik: Jangan lakukan terhadap orang lain apa yang kamu sendiri tidak ingin orang lain lakukan terhadap kamu. Karena universalnya prinsip ini, ia sudah dianggap sebagai prinsip emas dalam hubungan di antara manusia. Dalam bahasa-bahasa yang berbeda, prinsip ini juga ditemukan dalam ajaran agama-agama: Islam: Belum beriman seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (Hadits) Kristen: Therefore all things whatsoever ye would that men should do to you, do ye even so to them (Mathius 7:12) Hindu: This is the sum of duty: do naught unto others which would cause you pain if done to you (Mahabharata 5:1517) Budha: A state that is not pleasing or delightful to me, how could I inflict that upon another? (Samyutta Nlkaya 353). Yahudi: ... thou shalt love thy neighbor as thyself (Leviticus 19:18)

Indonesia sudah meratifikasi seluruh instrumen HAM yang disebutkan di atas. Dengan begitu, Indonesia menjadi salah satu Negara Pihak (State Party) yang mempunyai tiga kewajiban sebagai berikut: (1) Memajukan, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi sebagaimana tersebut dalam instrumen terkait, kecuali jika dilakukan reservasi (pensyaratan) atau deklarasi (pernyataan) khusus pada pasal-pasal tertentu. (2) Memasukkan instrumen internasional terkait ke dalam hukum nasional, sehingga hal itu bisa digunakan dalam proses litigasi. (3) Melakukan pelaporan secara berkala (periodic report) sebagai bagian dari State Self-Reporting Mechanism yang disyaratkan oleh instrumen-instrumen internasional tersebut.

Pasal 28E UUD 1945: (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali; dan (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (cetak miring ditambahkan).

Jaminan konstitusional belum diterjemahkan ke dalam perangkat-perangkat dan mekanisme yang mengikat secara hukum. Rencana Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) lewat Kepres No. 129/1998 tidak atau belum berhasil diselesaikan hingga kini. Jaminan konstitusional dibatasi oleh ketentuan yang membuatnya sulit dipraktikkan, khususnya Pasal 28J(2) UUD 1945: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (cetak miring ditambahkan). Salah satu implikasi: berlakunya UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dianggap sebagai manifestasi pembatasan itu. Padahal, keberadaan UU tersebut acapkali menimbulkan banyak masalah dan membatasi kebebasan beragama.

Masih terjadi pelanggaran terhadap kebebasan beragama kelompok minoritas: (1) antar-agama; dan (2) intra-agama (Islam) Kecenderungannya meningkat belakangan ini: (1) perselisihan soal tempat ibadah; dan (2) serangan terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia dan Syi`ah Sebagian besar insiden pelanggaran di atas berporos pada tiga tataran permasalahan: (1) keberadaan UU No 1/PNPS/1965; (2) eksistensi lembaga Bakor PAKEM (Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan dalam Masyarakat); dan (3) kerancuan pada sistem hukum nasional. Paradoks Transisi Demokrasi: Kemampuan negara di dalam menjalankan pemerintahan sedang menurun, tuntutan akan hak oleh masyarakat sedang meningkat. Lebih baik di bwah Orde Baru?: Sama sekali tidak!

Jakarta: The Wahid Institute (WI), Setara Institute, Maarif Institute, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Jaringan Islam Liberal (JIL), Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Yayasan Paramadina, dll. Yogyakarta: Center for Religious and Cross-Cultural Studies, Universitas Gadjah Mada (CRCS-UGM), Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS), Institute for Inter-Faith Dialogue in Indonesia (INTERFIDEI), Satunama, dll. Kota-kota lainnya: Cirebon (Fahmina Institute), Salatiga (Percik), Banjarmasin (Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, LK3), Makassar (Lembaga Pendidikan dan Advokasi Anak Rakyat, LAPAR), Mataram (Yayasan Pemberdayaan untuk Kesejahteraan Masyarakat Nusa Tenggara Barat (YPKMNTB), atau Padang (Pusaka), dll. Lembaga-lembaga Rekanan: Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Jurnal Perempuan, dll.

1.

2.

3.

Bicarakan dengan kawan, pacar, keluarga soal hak kebebasan beragama dan perlunya toleransi Beri dukungan kepada lembaga-lembaga pemantau dan pembela kebebasan beragama lewat media sosial: Facebook, Twitter, dll. Beri dukungan kepada lembaga-lembaga pemantau dan pembela kebebasan beragama dengan menjadi voluntir jika mereka memerlukan

Terimakasih

You might also like