You are on page 1of 60

KUSTA

Oleh:
dr. Retno Werdiningsih. SpKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
Definisi:

 Penyakit menular yang menahun


 Primer menyerang saraf tepi dan sekunder
menyerang sistem RES, kulit, testis dan
organ lain
 Menyebabkan kecacatan dan dampak
psikososial
Etiology:

 Mycobacterium leprae(M.leprae)
 Basil tahan asam, batang, ukuran 1-8 µ
 Hidup dalam sel, terutama jaringan suhu
dingin
 Tidak dapat dikultur dalam media buatan
Patogenesa:

 Basilkusta →masuk tubuh→sel schwan


pada syaraf tepi→pecah → menyebar ke sel
schwan dan kulit
 Reaksi imun seluler berperan dalam
menentukan tie penyakit
Gambaran klinis:

Kelainan kulit:
 Makula anastesi(panas/dingin;nyeri;raba)
 Nodule , ichtyosis
 Ulkus (malperforan du pied)
 madarosis
BENTUK KUSTA
Kelainan urat syaraf tepi:
 Penebalan syaraf tepi: N auricularis magnus

N ulnaris
N pereneous lateralis
N cutaneous radialis
 Neuritis
Kelainan organ lain:
 Penebalan cuping telinga
 Facies leonina
 Saddle nose
 Orchitis
 Claw hand, drop hand, drop foot, mutilasi
 dll
Klasifikasi

Untuk mempermudah pelaporan dan


pengobatan,
secara klinis dibagi 2 tipe :
Pausibasilar(PB)
Multibasilar(MB)
Perbedaan tipe PB dan MB
2. Lesi kulit PB MB
(makula datar,papul, 1-5 lesi > 5 lesi
Nodus) hipopigmentasi erytema
distribusi asimetris simetris
hilangnya sensasi jelas tidak jelas
Kerusakan syaraf hanya satu cabang syaraf banyak
 Tipe Tuberkuloid(PB)
- terdapat pada individu dengan reaksi
imunitas seluler baik
- Makula batas jelas, asymetris, anastesi jelas
- Bakteriologis negatif
- Pemeriksaan histopatologi terdapat granuloma
dengan struktur tuberkuloid(sel sel epiteloid
mengelilingi sel datia dengan banyak sel limfosit
disekitarnya
 Tipe leromatosa
- individu dg imunitas seluler rendah
- lesi kulit bermacam macam, simetris, batas

kurang jelas, infiltrasi difus


- hipoestesi
- kasus berat terjadi glove and stocking
anastesia
- bakteriologi: kuman globi,klups
Keperluan riset:
Klasifikasi Ridley Jopling , membagi jenis
penderita menurut derajad imunitas
selulernya
- tipe TT(tuberkuloid polar)
- tipe BT(boderline tuberkuloid)
- tipe BB(midborderline)
- tipe BL(borderline lepromatous)
- tpe lepromatosa(LL)
 Tipe indeterminate
- satu/dua makula hipopigmentasi
- belum didapatkan gejala lain
- setelah bertahun tahun dapat berubah
bentuk
ke tipe lain
Diagnosa:
Didasarkan pada penemuan tanda kardinal yi:
 Bercak kulit mati rasa (mati rasa total atau sebagian)
 Penebalan syaraf tepi
Dapat disertai nyeri dan gangguan fungsi syaraf
yang terkena:
- gangguan fungsi sensoris:mati rasa
- gangguan fungsi motoris: paresa atau paralisa
- gangguan fungsi otonom:kulit kering,retak,edema
 Ditemukan basil tahan asam(BTA)
Bahan pemeriksaan dari cuping telinga/lesi kulit
Pemeriksaan penderita
 Anamnesis

- keluhan penderita
- riwayat kontak dengan penderita
- latar belakang sosio ekonomi
 Inspeksi

dengan penerangan yang baik


 Palpasi:
- kelainan kulit,nodus,infiltrat,ulkus
- kelainan syaraf
Cara:
- Bandingkan syaraf bagian kiri dan kanan
- membesar atau tidak
- perabaan keras atau kenyal
- nyeri atau tidak
 Tes fungsi syaraf
Menggunakan kapas,jarum,tes tabung
hangat dan dingin.
 Pemeriksaan komplikasi

- mata, hidung,laring,testis
- kerusakan syaraf sensoris, motoris dan
otonom
 Pemeriksaan bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik

 Bahan kerokan kulit, mukosa hidung dan


cuping telinga
 Pewarnaan dengan ziehl nieelsen(BTA)
 Bakterioskopik negatif bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung M.leprae
 Kepadatan BTA tanpa membedakan solid
dan nonsolid dinyatakan dengan Bakterial
Indeks(BI) dengan nilai 0 sampai 6+
Pengambilan sampel untuk
pemeriksaan BTA
 BI 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lp
 BI 1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
 BI 2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP
 BI 3+ bila 1-10 BTA dalam 1 LP
 BI 4+ bila 11-100 BTA rata rata dalam 1 LP
 BI 5+ bila 101-1000 BTA/LP
 BI 6+ bila > 1000 BTA dalam 1 LP
BI seseorang adalah BI rata rata semua lesi yang
dibuat sediaan
 IndeksMorfologi:
prosentase bentuk solid dibandingkan
dengan jumlah solid dan nonsolid
Rumus: jumlah solid
Ҳ 100% =.

jumlah solid+non solid


 Syarat perhitungan MI:
- jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
- BI +1 tidak usah dibuat MI nya
Pengobatan

 Tujuan
:
- memutus rantai penularan, insidens
penyakit↓
- mengobati dan menyembuhkan penderita
- mencegah timbulnya cacat
 Rejimen PB
- Rifampicin 600 mg sebulan sekali supervised
- ditambah dapson 100mg/hari selama 6 bulan
 Rejimen MB
- Rifampicin 600 mg sebulan sekali supervised
- dapson 100 mg/hari + klofazimin 300 mg
sebulan sekali + klofazimin 50 mg/hari
selama 12 bulan
Dosis anak menyesuaikan
Karakteristik obat:

 Dapson(DDS):

- bakteriostatik, menghambat dihidrofolat


sintetase.
- murah, efektif, aman
- Efek samping:
erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia
Jarang terjad pada dosis lazim
 Rifampicin
- bakterisidal kuat, menghambat enzim
polimerase RNA
- Dosis tunggal 600 mg/hari mampu
membunuh 99,9% dalam waktu beberapa hari
- Efek samping: hepatotoksik, erupsi kulit, ggn
GIT
 Klofazimin:

- derivat zat warna iminofenazin, bakteriostatik


- cara kerja melalui gangguan metablisme
radikal oksigen & anti inflamasi
- menyebabkan pigmentasi kulit
KOMPLIKASI

Dapat berupa:
 Komplikasi akibat reaksi
 Komplikasi akibat kerusakan syaraf
 Disebabkan karena penyebaran basil(invasi
masif kuman)
 Akibat relaps
 Komplikasi akibat imunitas menurun
Faktor pencetus reaksi:

 Setelah pengobatan antikusta yang intensif


 Infeksi rekuren
 Pembedahan
 Stress fisik
 Imunisasi
 Kehamilan
 Saat setelah melahirkan
Macam reaksi:

 Reaksi tipe 1(ok hipersensitivitas selular)


 Reaksi tipe 2(ok hipersensitivitas humoral)
 Fenomena lucio(merupakan bentuk reaksi
tipe 2 yang berat)
Reaksi tipe 1
 Episode inflamasi akut karena terjadi hipersensititas
tipe lambat
 Terjadi pada kusta borderline
 Berhubungan dengan upgrading atau downgrading
 Kadang disebut reaksi reversal
 Mempunyai gambaran yang mengenai kulit, syaraf
 Mempunyai gejala sistemik
Reaksi tipe 2

 Disebabkan karena pengendapan antigen


antibodi kompleks
 Terjadi pada kusta multibasiler
 Disebut juga erythema nodusum leprosum
 Mempunyai lesi mengenai kulit dan syaraf
 Ada gejala sistemik
Penanganan reaksi kusta

 Mengatasi neuritis untuk mencegah agar


tidak berkelanjutan menjadi paralisis atau
kontraktur
 Membunuh kuman penyebab agar penyakit
tidak meluas
 Mengatasi rasa nyeri
 Secepatnya dilakukan tindakan agar tidak
terjadi kebutaan bila mengenai mata
Prinsip pengobatan reaksi kusta

 Pemberian obat anti reaksi


 Istirahat atau imobilisasi
 Analgetik,sedatif untuk mengatasi nyeri
 Obat antikusta diteruskan(bila tidak ada
kontraindikasi)
CACAT KUSTA
Jenis cacat kusta:
 Kelompok cacat primer
cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit,
terutama akibat respons terhadap m leprae.
- cacat pada fungsi syaraf sensorik(anastesi)
- fungsi syaraf motorik(claw hand, dropfoot
lagophtalmus
- infiltrasi kuman pada kulit,jaringan subkutan(fasies
leonina,ektropion)
- madarosis, alopesia(akibat kerusakan folikel rambut)
- akibat infiltrasi pada tendon, tulang,testis dll
 Kelompok cacat sekunder
terjadi akibat cacat primer, terutama akibat
adanya kerusakan saraf sensorik, motorik,
otonom:
- kontraktur, ulkus
- keratitis
Pencegahan cacat pada kusta

Tujuan :
 Mencegah timbulnya cacat pada saat
diagnosis kusta ditegakkan dan diobati
 Mencegah agar cacat yang telah terjadi
jangan menjadi lebih berat
 Menjaga agar cacat yang telah baik tidak
kambuh lagi
Upaya pencegahan cacat

Cacat primer:
 Diagnosis dini
 Pengobatan secara teratur dan adekuat
 Diagnosis dini dan penatalaksanaan neuritis,
termasuk silent neuritis
 Diagnosis dini dan penatalaksanaan reaksi
Cacat sekunder:
 Perawatan diri sendiri untuk luka
 Perawatan mata, tangan dan kaki yang
anastesi/ mengalami kelumpuhan otot
 Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang
mengalami kelumpuhan agar tidak
mengalami tekanan yang berlebihan
b
Terima kasih

You might also like