You are on page 1of 21

MODUL THT 1

PEMBIMBING :
DR. FITRI HAPSARI DEWI SP.AN, M. KES

DISUSUN OLEH :
FACHRIZAL RIKARDI

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam operasi THT, jalan nafas harus berbagi dengan ahli bedah THT.
Keadaan patologis, adanya sikatrik akibat operasi sebelumnya atau
iradiasi, deformitas kongenital, trauma atau manipulasi dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas akut atau kronis, perdarahan, dan
kemungkinan jalan napas yang sulit (difficult airway).

Ekstubasi setelah operasi jalan nafas bagian atas memerlukan


perencanaan yang baik. Tampon faring diambil, faring di suction, dan
pasien di oksigenasi. Ekstubasi dilakukan bila refleks jalan nafas telah
pulih kembali secara penuh.

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA


Telinga terdiri dari 3 bagian :
1.

Telinga luar (Auris eksterna) (terdiri dari :aurikel atau pinna, meatus
auditorius eksterna, dan membran timpani)

2.

Telinga tengah (Auris media) (terdiri dari Tuba Eustachius dan tulangtulang pendengaran.)

3. Telinga dalam (Auris interna) (terdiri dari Vestibula,Kanalis semisirkularis,


Koklea

II. ANATOMI JALAN NAPAS

PERSARAFAN

Otot-otot dari laring dipersyarafi oleh nervus recurrent laryngeal


terkecuali otot cricothyroid, yang di persyarafi oleh nervus laryngeal
external (motor), cabang dari nervus laryngeal superior. Otot
cricoarytenoid posterior mengabduksi pita suara, sedangkan otot-otot
cricoarytenoid lateral adalah otot adduktor yang pokok.

Fonasi melibatkan tindakan-tindakan kompleks bersama oleh beberapa


otot-otot pangkal tenggorokan. Kerusakan pada saraf motor yang
mempersyarafi laring menyebabkan gangguan bicara.

OPERASI TELINGA
Operasi telinga yang sering dilakukan adalah :
1. stapedektomi (anestesia lokal),
2. timpanoplasti, dan
3. Mastoidektomi

MANAJEMEN INTRAOPERATIF
Nitrogen Oksida

nitrogen oksida lebih solubel dibanding nitrogen di dalam darah, gas ini
berdifusi ke dalam kavitas yang berisi udara lebih cepat dibandingkan
nitrogen (komponen utama udara) diabsorpsi oleh aliran darah

Selama timpanoplasti, telinga tengah terekspos dengan atmosfer dan tak


ada tekanan yang terbentuk. Begitu operator menempatkan graft
membran timpani, telinga tengah menjadi ruang tertutup.

Jika N2O dapat berdifusi ke ruang ini, tekanan telinga tengah dapat
meningkat, dan graft dapat bergeser.

Sebaliknya, penghentian N2O setelah pemasangan graft akan


menciptakan tekanan negatif pada telinga tengah yang dapat pula
menyebabkan perubahan posisi graft.

Oleh karena itu, N2O sama sekali tidak diberikan pada timpanoplasti atau
tidak diteruskan pada saat akan memasang graft , direkomendasikan
adalah 15-30 menit

HEMOSTASIS

berhubungan dengan mikrosurgery, sejumlah kecil darah dapat


mengganggu pandangan lapangan operasi.

Teknik untuk meminimalisir pendarahan selama operasi telinga meliputi


sedikit elevasi kepala (15 derajat), infiltrasi atau aplikasi topikal
epinefrin (1:50.000 1:200.000) dan hipotensi terkontrol

MUAL MUNTAH PASCA OPERATIF (POST


OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING/PONV)

telinga tengah berhubungan dengan indera keseimbangan, operasi


telinga nungkin akan menyebabkan dizziness/ vertigo, mual, dan
muntah paska operasi

Profilaksis sebelum induksi , dengan pemberian 5-HT3 blocker ,

BEDAH NASAL DAN SINUS


Bedah nasal dan sinus biasanya adalah
1. polypektomi,
2. bedah endoskopi sinis,
3. Sinusotomy maksilaris (Caldwell-Luc procedure),
4. rhinoplasty, dan
5. septoplasti

PERTIMBANGAN PRE-OPERATIVE

Pasien yang akan menjalani bedah nasal ataupun sinus mungkin


mempunyai derajat obstruksi nasal yang disebabkan oleh polip, deviasi
septum, atau kongesti dari jaringan mukosa oleh infeksi. Ini akan
menyebabkan kesulitan untuk ventilasi dengan sungkup muka,

Sehingga penting menilai ABC apakah termasuk ventilasi sulit atau


tidak.

PENATALAKSANAAN INTRAOPERATIVE

Operasi nasal dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau anestesi


umum

Banyak prosedur nasal yang memberikan hasil memuaskan bila


dilakukan dengan anesthesia local dan pemberian sedasi. Nervus
etmoid anterior dan Nervus sphenopalatinum merupakan sarah
sensorik untuk septum nasal dan dinding lateral

Anesthesi umum biasanya dilakukan untuk operasi rongga hidung


karena ketidak nyamanan dari topical anestesi dan juga seringnya
terjadi hambatan yang tidak sempurna

Secara ideal eksubasi harus dilakukan seacara halus, dengan


minimalnya terjadi batuk ataupun spasme jalan nafas.

TONSILEKTOMI DAN ADENOIDEKTOMI

Pemeriksaan prabedah seperti riwayat gangguan perdarahan,


obstructive sleep apnoe, tidak ada gigi (ompong). Harus dilakukan
pemeriksaan koagulasi.

Pasien dengan obstructive sleep apnoe mungkin obes/gemuk dan


mungkin ventilasi dan intubasi sulit

Eksubasi dapat dilakukan saat anestesi dalam

Penggunaan orophraryngeal airway (OPA) setelah pembedahan dapat


menyebabkan rusaknya luka operasi dan perdarahan bila penempatan
tidak dilakukan secara hati-hati di garis tengah.

HIPOTESI TERKENDALI

Sebagian besar operasi pada bidang THT merupakan micro surgery,


sehingga berkaitan erat dengan tehnik hipotensi terkendali.

Untuk itu penguasaan tehnik hipotensi terkendali amat diperlukan


dalam operasi di bidang THT

Hipotensi terkendali target penurunan sebesar 20-25% tekanan arteri


rerata (Mean Arterial Pressure/MAP) Keuntungan primer dari tehnik ini
adalah minimalisasi kehilangan darah saat pembedahan dan visualisasi
pembedahan yang lebih baik

Berbagai agen farmakologis secara efektif menurunkan tekanan darah


diantaranya yaitu

1. anestesi volatile,
2. antagonis simpatis,
3. calcium channel blocker,
4. angiostensin converting enzyme inhibitor

5. vasodilator perifer.
6. Sodium nitroprusside dan nitroglycerin memiliki keuntungan untuk
kontrol yang tepat, karena onset obat tersebut yang cepat dan durasi
kerja yang pendek.

KONTRA INDIKASI PENGGUNAAN TEHNIK


HIPOTENSI TERKENDALI
pasien yang memiliki penyakit predisposisi yang menurunkan batas
keamanan untuk perfusi organ yang adekuat seperti anemia berat,
hipovolemia, penyakit artherosclerotic cardiovascular, insufisiensi renal
atau hepar, penyakit cardiovaskuler, dan glaucoma tidak terkontrol

KOMPLIKASI YANG MUNGKIN BISA TERJADI


AKIBAT HIPOTENSI TERKENDALI
1. thrombosis cerebral,
2. hemiplegia (karena penurunana perfusi medulla spinalis),
3. nekrosis tubular akut,
4. nekrosis hepatic massif,
5. myocardial infarks,
6. henti jantung, dan
7. kebutaan (dari thrombosis arteri retinal atau iskemi optik neuropati)

You might also like