You are on page 1of 71

ANASTESI PADA

PASIEN TRAUMA
OLEH
AMAL BAHRUM PENAS, S.Ked (09171114)
ZAHRUL FUADY, S.Ked (10171139)
DEVI MAULIZA YANTHI, S.Ked (07171015)

PEMBIMBING
Dr. MUMYA CAMARY, Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ACEH TAMIANG

PENDAHULUAN

Pada korban trauma yang membutuhkan


pembedahan segera, anestesi dapat secara
langsung memberikan efek pada keselamatan
mereka.
Pada kenyataannya, anestesi seringkali
berperan pada resusitasi primer, dan
memberikan tindakan anastesi sebagai
tindakan selanjutnya.

TUJUAN

Menjelaskan cara kerja pada


penatalaksanaan awal pada korban trauma
dan pertimbangan anestesi untuk perlakuan
pada pasien dengan trauma dada, abdomen,
dan ekstemitas

PENATALAKSANAAN AWAL
PASIEN TRAUMA

Pemeriksaan awal pasien trauma Dibagi menjadi:


Primery

survey
Secondary Survey
Tertiary Survey

PRIMERY SURVEY

Pasien dinilai dan ditentukan prioritas treatment yang diberikan


berdasarkan Trauma yang dialami, tanda vital dan mekanisme trauma.

Proses pemeriksaan primer ini terdiri dari:


A:

Airway maintenance with servical spine protection


B: Breathing and ventilation
C: Circulation with hemorrhage control
D: Disability ; neurologic status
E: Exposure/enviromental control: completely undress the patient but prevent
hypotermia

Primary survey tidak boleh lebih dari 2-5 menit

Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat


banyak sistem yang cedera

A: Airway maintenance with servical spine protection

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat


berbicara dan bernafas dengan bebas ?
Tanda obstruksi jalan nafas:
Snoring,gargling,stridor
Pasien

gelisah karena hipoksia


Menggunakan otot bantu nafas/gerak dada paradoks
Sianosis

Cara membebaskan jalan nafas:


Tehnik

Chin lift dan jaw thrust


Pipa orofaring, pipa nasofarings, suction

Tehnik

dasar

lanjutan/ advance airway

ETT, krikotirotomi, trakeostomi

Indikasi tindakan advance airway


Apnea,

hipoksia
Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang semakin
membesar
Trauma kepala berat
Trauma wajah/ maxillo-facial
Trauma dada

Jaga stabilitas tulang leher


5

kriteria adanya kecurigaan cedera leher:


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

nyeri leher,
nyeri yang sangat hebat,
adanya defisit neurologist,
intoksikasi, dan
kehilangan kesadaran

B: Breathing and ventilation

Look, lihat frekuensi nafas, adakah hal hal berikut:


Sianosis
Trauma

tembus dada
Trauma tidak tembus (sucking)dada,
Flail chest, retraksi dinding dada

Feel, Raba:
Pergeseran

letak trakea
Patah tulang iga
Emfisema kulit
Dengan perkusi cari hemothoraks, pneumothoraks

Listen, dengar:
Suara

nafas ada atau tidak atau terdengar lemah


Suara nafas tambahan, Suara jantung, bising usus

Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan:


Dekompresi

rongga pleura (pneumothoraks)


Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
Pernafasan buatan
Beri oksigen jika ada

C: Circulation with hemorrhage control

Adekuat atau tidaknya sirkulasi bisa dilihat dari :


frekuensi

nadi, kuat atau tidaknya nadi,


tekanan darah dan perfusi perifer

Tanda tidak adekuatnya sirkulasi yaitu :


takikardi,
lemah

atau tak terabanya arteri perifer,


hipotensi,
ekstremitas yang pucat, dingin dan sianosis.

Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:


Hentikan

perdarahan eksternal
Segera pasang 2 jalur Infus dengan jarum besar (14-16 G)
Berikan infus cairan

KLASIFIKASI DARI SYOK BERDASARKAN MEKANISME DAN


PENYEBAB
Syok Hipovolemik
a. Kehilangan banyak darah

Syok Kardiogenik
a. Disritmik

Perdarahan di luar

- Takiaritmia

- Trauma

- Bradiaritmia
b. Gagal Pompa Jantung
c. Disfungsi katup yang akut
(khususnya regurgitasi)
d. Rupturnya dinding ventrikel

- Perdarahan saluran makan


Perdarahan di dalam
- Hematoma
- Hemothorak atau hemoperitonium
b. Kehilangan plasma
- Luka bakar

Syok Obstruksi
a. Tension Pneumothorax
b. Penyakit Perikardial (tamponade, konstriksi)
c. Penyakit paru vaskuler
(massif emboli paru, hipertensi paru)
d. Tumor jantung
e. Trombus atrium kiri
f. Penyakit obstruksi katup
(aorta atau mitral stenosis)

- Ekspoliatif dermatitis
c. Kehilangan cairan dan elektrolit
Eksternal
- Muntah
- Diare
- Berkeringat banyak
Status hiperosmolar
- diabetes ketoasidosis,
- koma hipersomolar nonketotik
Internal (ruang ketiga)
- Pankreatitis
- Asites
- Ileus obstruksi

Syok Distributif
a. Syok sepsis
b. Syok anafilaktik
c. Syok neurogenik
d.Obat vasodilator
e. Isufisiensi adrenal akut

KLASIFIKASI KLINIK DARI SYOK.


Patofisiologi

Manifestasi Klinik

Ringan (< 20%


dari
volume
darah)

Penurunan perfusi perifer pada


organ kulit, otot, lemak dan
tulang dengan pH arteri normal

Pasien mengeluh kedinginan, hipotensi


postural, takikardia. Kulit lembab, pucat dan
dingin, kolaps vena leher, konsentrasi urine
meningkat.

Sedang
(2040%
dari
volume darah)

Penurunan perfusi pada hati,


usus
dan
ginjal.
Terjadi
metabolic asidosis.

Haus. Hipotensi dan takikardi. Oliguria dan


anuria

Berat
(>40%
dari
volume
darah)

Penurunan perfusi pada jantung


dan otak. Metabolic asidosis
berat.
Kemungkinan
terjadi
respiratori asidosis.

Agitasi, bingung atau apatis. Hipotensi pada


posisi berbaring dan takikardi. Respirasi
cepat dan dalam.

pada pasien trauma biasanya merupakan


shok hipovolemik. Respon fisiologis
perdarahan yaitu hipotensi, takikardi,
capillary refill buruk, penurunan tekanan
nadi, takipnea, dan delirium .
Terapi utama dari shock hemoragik adalah
resusitasi cairan dan transfuse darah.
IV kateter dengan diameter besar (no 1416) dan pendek (1,5-2in) dipakai bila akses
ke vena mudah.

TERAPI CAIRAN

Pemilihan terapi cairan ditentukan pertama kali oleh ketersediaan cairan itu
sendiri.
Meskipun cross-match tranfusi darah (whole blood) sangat ideal, tetapi waktu
untuk cross match sekitar 45-60 menit.
Cairan kristaloid ->tidak bertahan lama di kompartemen intravaskular-> butuh
banyak
Injeksi ringer laktat lebih sedikit menyebabkan asidosis hiperkloremik dari pada
NaCl fisiologis,
Cairan dextrose -> memperhebat kerusakan otak iskemik dan sebaiknya dihindari
bila tidak ditemukan hipoglikemi.
cairan ringer laktat pun sedikit hipotonik dan apabila diberikan dalam jumlah
besar -> memperberat edema cerebral.
Cairan hipertonik seperti NaCl 3% atau 7% efektif untuk resusitasi cairan dan
menyebabkan edema cerebral lebih sedikit dari pada RL dan NaCl fisiologis pada
kasus cedera otak.
Dan pemberian kecil cairan NaCl hipertonis, akan cepat meningkatkan volume
plasma, penggunaannya dibatasi jangan sampai terjadi hipernatremi.
Vasodilatasi dan hipotensi sementara sebaiknya di observasi
cairan kristaloid lebih efektif dalam meningkatkan volume intravaskular.
Kekurangan cairan interstitial karene shok hipovolemik, lebih baik diterapi
dengan cairan kristaloid, atau kombinasi cairan kolod dan kristaloid. Albumin
terpilih digunakan daripada dextran atau hetastarch.

Apapun cairan yang diberikan sebaiknya dihangatkan


terlebih dahulu sebelum pemberian.
Infus cepat dengan IV kateter besar dan cairan
hangat sangat penting saat tranfusi pada
perdarahan hebat.
Selimut hangat dan alat pemanas ruangan akan
menjaga kehangatan suhu tubuh.
Hipotermi memperburuk ketidakseimbangan asam
basa , koagulopati, dan disfungsi miokard. Hal itu
juga menggeser kurva oksigen hemoglobin ke kiri
dan menurunkan metabolisme laktat, sitrat, dan
beberapa obat anestesi.
jumlah pemberian cairan tergantung pada klinis
pasien, tekanan darah, tekanan nadi, dan denyut
jantung (heart rate).

Pasien shock hemoragik dengan hipotensi


harus diterapi agresif dengan resusitasi
cairan dan tranfusi darah, bukan dengan
obat vasopresor, kecuali bila hipotensinya
tidak berespon dengan pemberian cairan,
atau mungkin adanya shock kardiogenik dan
henti jantung.

D: Disability ; neurologic status

Evaluasi untuk mengetahui disabilitas


neurology, dengan pemeriksaan cepat
neurologis. Dikarenakan untuk menilai GCS
lama, maka digunakan system AVPU:
Awake,
Verbal

Responsive,
Pain responsive,
Unresponsive

E: EXPOSURE/ENVIROMENTAL CONTROL

Pasien sebaiknya dibuka seluruh pakaiannya,


untuk melihat apakah ada jejas. In-line
immobilization sebaiknya dipakai bila pasien
dicurigai ada cedera tulang belakang.

SECONDARY SURVEY

Secondary survey dimulai bila ABC sudah


stabil.
Di Secondary survey pasien di nilai dari
kepala sampai ujung kaki (head to toe) dan
tes lainnya (foto Rontgen, tes laboratorium,
dan prosedur invasive dianostik) yang
dibutuhkan.

TERTIARY SURVEY

adalah evaluasi pasien yang mengidentifikasi


semua cedera yang dialami pasien setelah
tindakan resusitasi dan operasi.
biasanya dilakukan 24 jam setelah kejadian.
berguna untuk menilai kembali trauma yang
sudah diketahui atau trauma yang terlewat
pada primary dan secondary survey.
Trauma yang terlewat biasanya fraktur pelvis,
trauma kepala,trauma tulang belakang,
trauma abdomen dan kerusakan saraf perifer

Evaluasi ini pada pasien sadar, dan tentunya


bisa lebih berkomunikasi, untuk mengetahui
mekanisme trauma lebih detail, dan rekam
medik yang lebih detil untuk menentukan
faktor komorbidnya.
Pemeriksaannya dengan memeriksa kembali
dari kepala sampai ujung kaki (head to toe)
dan mereview semua hasil laboratorium dan
semua hasil foto.

Pertimbangan

Anastesi Pada
berbagai jenis
Trauma

PERTIMBANGAN UMUM

Anestesi regional tidak praktis dan tidak pada


tempatnya untuk pasien yang hemodinamiknya tak
stabil dengan trauma mengancam jiwa
Bila pasien sampai ke kamar operasi telah
diintubasi, maka posisi ETT harus diperiksa
kembali. Pasien dengan suspek cedera kepala
diberikan hiperventilasi untuk menurunkan
tekanan intra kranial. Ventilasi mungkin berkurang
karena adanya pneumothorax, flail chest,
sumbatan ETT, atau cedera paru-paru.
Bila pasien tidak diintubasi maka prinsip
manajemen airway seperti di atas harus dilakukan
di kamar operasi.

Bila cukup waktu maka hipovolemia


sebaiknya telah dikoreksi meski sebagian
,sebelum dilakukan anestesi umum.
Resusitasi cairan dan tranfusi darah harus
diteruskan selama induksi dan tindakan
anestesi.
Zat penginduksi yang biasa digunakan untuk
pasien trauma yaitu ketamin dan etomidate.
Tindakan anestesi pada pasien tak stabil yang
utama menggunakan muscle relaxant
(neuromuscular blocking agent),

Obat yang cenderung untuk menurunkan


tekanan darah (contoh, pelepasan histamin
pada pemberian atracurarium dan
mivacurarium) sebaiknya dihindari pada
pasien dengan shok hipovolemik

TRAUMA KEPALA DAN TULANG


BELAKANG

Semua pasien trauma dengan penurunan kesadaran


harus selalu diduga adanya trauma otak. Tingkat
kesadaran dinilai dengan GCS

Trauma kepala dapat menyebabkan :


epidural

hematoma,
acute subdural hematome,
trauma tembus otak,
fraktur depressed tengkorak kepala.
Trauma lainnya yaitu fraktur basis kranii
Perdarahan intraserebral.

PENGELOLAAN PASIEN TRAUMA KEPALA

Stabilisasi jalan nafas dan sirkulasi,


imobilisasi servikal, tanda vital dan GCS
diperiksa berulang2.posisi head up 20
Tidak diperbolehkan untuk mendapatkan
premedikasi obat yang dapat mempengaruhi
status mental pasien (seperti, sedatif,
analgesik) atau pemeriksaan neurologis
(misal, dilatasi pupil yang diinduksi obat
antikolinergik).

TRAUMA SPINAL

Pemeriksaan korban trauma tulang


belakang harus dilakukan dalam posisi
netral (tanpa melakukan fleksi, ekstensi
dan rotasi pada tulang belakang).
Pasien

hanya boleh dibalik atau dimiringkan


dengan cara log-rolling
Harus dilakukan imobilisasi sebaik-baiknya
dengan cara in-line immobilization,
memasang stiff cervical collar dan bantal
pasir di kiri kanan kepala.
Transportasi korban dilakukan dalam posisi
netral

Respons motorik

Diafragma
berfungsi
normal

Mengangkat bahu
Fleksi siku (biceps)

Respons sensorik
C3, C4, C5
C4

Paha anterior

L2

Lutut anterior

L3

Pergelangan kaki anterolateral

L4

Jempol kaki dan jari kedua


dorsal

L5

Kaki lateral

S1

C5

Ekstensi pergelangan
tangan

C6

Ekstensi siku

C7

Betis posterior

S2

Abduksi jari tangan

C8

Perineum

S2-S5

Membusungkan dada

T1-T12

Fleksi panggul

L2

Ekstensi lutut

L3-L4

Fleksi dorsal
pergelangan kaki

L5-S 1

Fleksi plantar
pergelangan kaki

S1-S2

- Lesi di leher bisa mengenai nervus


phrenicus (C3-C5) dan menyebabkan
apnea
- Lesi pada T1-T4 akan mengganggu
persarafan simpatis jantung

Distensi vena di kedua kaki adalah tanda


trauma medulla spinalis. Hipotensi pada
pasien ini membutuhkan terapi cairan yang
agresif
Dosis tinggi dan pemberian cepat
kortikosteroid dengan metilprednisolon
(30mg/kg diteruskan 5,4mg/kg/jam untuk 23
jam) meningkatkan kesembuhan neurologis

TRAUMA DADA

Seperempat dari jumlah kematian trauma terjadi


akibat cedera dada. Kematian segera terjadi jika
kerusakan mengenai jantung dan pembuluh darah
besar. Kematian pada fase berikutnya disebabkan
karena obstruksi jalan nafas, tamponade jantung
atau aspirasi.

Distres nafas (sesak) dapat disebabkan oleh :


Fraktura iga / flail chest
Pneumotoraks
Pneumotoraks tension
Hemotoraks
Kontusioo paru
Penumotoraks terbuka
Aspirasi
Syok akibat perdarahan dapat terjadi karena
hemotoraks atau hemomediastinum

Fraktura Iga :

Dapat terjadi pada titik tumbuk dan menyebabkan


kerusakan jaringan paru. Pada pasien tua trauma
ringan juga dapat menyebabkan trauma iga.
Potongan iga dapat stabil setelah 10 - 14 hari.
Penyembuhan yang sempurna dengan callus
tercapai setelah 6 minggu.

Flail Chest :

Menyebabkan distres nafas karena aliran udara


didalam paru menjadi tidak efisien.

Pneumotoraks Tension

Keadaan yang berbahaya ini terjadi jika udara


masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat
keluar lagi sehingga tekanan dalam dada meningkat
tinggi dan mediastinum tergeser. Pasien menjadi
sesak dan hipoksia.
Needle thoracostomy harus segera dikerjakan
sebelum pemasangan drain toraks agar pasien dapat
bernafas dengan baik.

Hemotoraks

Penyulit ini lebih sering terjadi pada luka tembus /


tusuk pada dada. Perdarahan yang banyak
menyebabkan pasien jatuh dalam syok hemoragik
yang berat. Distres nafas juga akan terjadi karena
paru di sisi hemotoraks akan kolaps akibat tertekan
volume darah.

Terapi yang optimal adalah pemasangan pipa / chest


tube ukuran besar.
Hemotoraks 500 - 1500 ml yang berhenti setelah
pemasangan pipa toraks cukup dilanjutkan dengan
drain saja.
Hemotoraks lebih dari 1500 - 2000 ml atau yang
perdarahannya berlanjut lebih dari 200 - 300
ml/jam perlu diperiksa lebih lanjut atau perlu
torakotomi.

Kontusio Paru

Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial


menyebabkan kematian. Proses, tanda dan gejala mungkin
berjalan pelan dan makin memburuk dalam 24 jam pasca
trauma. Kontusio paru terjadi pada kecelakaan lalu lintas
dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang tinggi dan
luka tembak dengan peluru cepat (high velocity).
Tanda dan gejala :
Sesak nafas / dyspnea
Hipoksemia
Tachikardia
Suara nafas berkurang atau tak terdengar di sisi kontusio
Patah tulang iga
Cyanosis

Luka dada terbuka atau luka yang menghisap udara


(sucking)

Perlukaan pada dinding dada ini menyebabkan paru


kolaps karena terpapar pada tekanan udara luar.
Selanjutnya mediastinum akan terdorong ke sisi
yang sehat. Keadaan ini harus segera ditolong
karena cepat menyebabkan kematian. Gunakan
selembar plastik yang diplester pada tiga sisinya
untuk menutup luka terbuka tersebut sebagai katup
penahan udara masuk.
Lakukan hal ini sampai korban tiba di rumah sakit.
Selanjutnya dilakukan pemasangan pipa toraks,
intubasi trakhea dan pernafasan buatan tekanan
positif.

Kontusio Miokard

Penyulit ini dapat menyebabkan kematian


mendadak pasca trauma. Terjadi pada trauma
tumpul dada yang disertai fraktur sternum atau iga.
Diagnosa ditunjang oleh kelainan EKG dan
peningkatan kadar serum enzim jantung pada
pemeriksaan serial. Kontusio miokard ini dapat
menyerupai keadaan infark miokard. Perawatan
pasien memerlukan observasi dengan pemantauan
EKG.

Tamponade Perikard

Luka tembus / tusuk jantung adalah penyebab


kematian utama pada daerah perkotaan.
Tamponade jarang terjadi akibat trauma tumpul.
Terapinya adalah pericardio-centesis yang
dikerjakan segera jika pasien menunjukkan :
Syok
Vena leher menggembung (distended)
Ekstretimas dingin tetapi tidak ada pneumotoraks
Suara jantung lemah / sunyi

Ruptura trakhea atau bronkhus utama

Angka kematian akibat penyulit ini adalah 50 %.


Ruptura bronkhi 80% terjadi 2,5 cm disekitar
carina.Tanda-tanda :
Batuk darah / hemoptysis
Sesak nafas
Emfisema subkutan dan mediastinum
Sianosis

Trauma esofagus

Jarang terjadi pada trauma tumpul. Luka tusuk


yang merobek esofagus akan menyebabkan
kematian karena mediastinitis. Keluhan pasien
berupa nyeri tajam yang mendadak di epigastrium
dan dada yang menjalar ke punggung. Sesak nafas,
sianosis dan syok muncul pada fase yang sudah
terlambat.

Cedera Diafragma

Terjadi cukup sering pada trauma tumpul dada.


Diagnosis sering terlewat, karena itu cedera
diafragma harus dicurigai terjadi pada semua luka
tusuk dada yang :
Dibawah ICS 4 anterior.
Didaerah ICS 6 lateral
Didaerah ICS 8 posterior
Lebih sering terjadi pada sisi kiri

Ruptura aorta Thoracalis

Penyulit ini dapat terjadi akibat gaya deselerasi


yang besar seperti pada tabrakan mobil kecepatan
tinggi atau jatuh dari tempat yang tinggi. Angka
kematian yang tinggi dapat dimengerti karena
cardiac output dewasa adalah 5 liter/menit dan
jantung memompa 5 liter/menit

TRAUMA ABDOMINAL

Pada trauma ganda, abdomen merupakan bagian


yang tersering mengalami cedera. Organ yang
tersering cedera pada trauma tembus adalah
hepar/hati dan pada trauma tumpul adalah
lien/limpa.

Evaluasi awal terhadap pasien trauma abdominal


harus menyertakan A (airway and C-spine), B
(breathing), C (Circulation), dan D (disability dan
penilaian neurologis) dan E (exposure).

Seorang pasien yang terlibat kecelakaan serius


harus dianggap cedera abdominal sampai terbukti
lain. Cedera abdominal yang tidak diketahui masih
merupakan sebab tersering dari kematian yang
dapat dicegah (preventable death) setelah trauma.
Ada dua jenis dari trauma abdominal :
I. Trauma penetrasi dimana penting dilakukan
konsultasi bedah sbb :
A. Luka tembak
B. Luka tusuk
TRAUMA TEMBUS

Trauma tembus abdomen biasanya terlihat jelas di


perut atau di bagian bawah dada.

Tanda penting adanya trauma abdomen yaitu udara


bebas di bawah diafragma pada foto torax, darah
dari NGT, hematuria, dan darah dari rectum.

II. Trauma non-penetrasi sbb.:


A. Sabuk pengaman (seat belt)
B. Cedera akselerasi / deselerasi.
Sekitar 20% dari pasien trauma dengan
hemoperitoneum akut tidak menunjukkan tanda
dari rangsang peritoneum pada saat pemeriksaan
pertama. Diagnosis baru ditemukan pada survai
primer ulangan.

Trauma tumpul menjadi sulit dievaluasi bila pasien


tidak sadar. Pasien ini mungkin memerlukan
peritoneal lavage. Laparatomi eksplorasi
merupakan prosedur definitif terbaik untuk
menyingkirkan kemungkinan trauma abdominal.
Pemeriksaan fisik abdomen yang lengkap termasuk
pemeriksaan rektum, menilai:
I. Tonus sfinkter anus
II. Integritas dinding rektum
III. Darah dalam rektum
IV. Posisi prostat.
Jangan lupa memeriksa apakah ada darah di meatus
uretra eksterna.

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan


usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat
membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila
ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb :
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran
(obat,alkohol, cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis
(sumsum tulang belakang)
Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb :


Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman
Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan

Edema usus berkelanjutan (progressive) oleh


trauma dan resusitasi cairan bisa menghalangi
penutupan pada saat akhir operasi.
Penutupan perut terlalu ketat, bisa meningkatkan
tekanan intraabdomen, menyebabkan kompartemen
sindrom di abdomen.

TRAUMA PADA
MUSKULOSKELETAL

TRAUMA PADA EKSTERMITAS BISA MENGANCAM JIWA,KARENA DI SEBABKAN RUSAKNYA PEMBULUH DARAH DAN INFEKSI SEKUNDER.
TRAUMA VASKULAR JUGA BISA MENYEBABKAN PERDARAHAN MASSIF DAN MEMBAHAYAKAN VIABILITAS DAN EKSTERMITAS.

CONTOH : FRAKTUR FEMUR KEHILANGAN DARAH 2-3 LABU,DAN FRAKTUR TERTUTUP BISA MENYEBABAKAN SHOK HIPOVOLEMIK.
PENANGANAN YANG TERLAMBAT ATAU SALAH MEMPOSISIKAN PASIEN BISA MEMPERPARAHDISLOKASI DAN KERUSAKAN SARAF.

SINDROM KOMPARTEMEN BISA TERJADI PADA HEMATOM INTRAMUSKULAR LUAS,LUKA REMUK(CRUSH INJURY),FRAKTUR DAN LUKA AMPUTASI.
PENINGKATAN TEKANAN FASIAL INTERNA DAN PENURUNAN TEKANAN ARTERI MENYEBABKAN ISKEMIK,HIPOKSIA JARINGAN, DAN PEMBENGKAKAN YANG PROGRESIF.

LUKA BAKAR
Luka bakar digambarkan sesuai persentase
area tubuh yang terkena dan kedalaman
lapisan kulit yang rusak. Survival
dipengaruhi oleh persentase permukaan area
yang terkena dan usia pasien. Rule of Nine
membagi permukaan tubuh dalam are 9%
atau kelipatannya. Permukaan satu sisi
tangan pasien menggambarkan 1% dari total
area permukaan tubuh.

KALSIFIKASI :

Luka bakar derajat pertama terbatas pada


lapisan epitel saja
luka bakar derajat kedua mencapai lapisan
dermis
luka bakar derajat tiga mengenai seluruh
lapisan kulit.

IRONIS BAHWA LUKA BAKAR DERAJAT TIGA MERUSAK UJUNG


SARAF TETAPI TIDAK SENYERI LUKA BAKAR DERAJAT DUA.

Major thermal burn merupakan luka


bakar derjat dua yang mengenai
sedikitnya 25% permukaan tubuh
atau luka bkar derjat tiga yang
mengenai sedfikitnya 10% permukaan
tubuh.

TINGKAT DERAJAT LUKA BAKAR

LUKA BAKAR MAJOR DAPAT MENGGANGGU


FUNGSI PARUPARU TANPA ADANYA
TRAUMA LANGSUNG TERHADAP PARU

Contoh :

permeabilitas vaskuler dapat meningkat secara sistemik


yang dapat mengakibatkan terjadinya edema paru dan
sindroma distress pernafasan akut. Luka bakar yang
melingkari torakas dapat mengurangi complance dari
dinding dada dan dapat meningkatkan tekanan puncak
inspirasi

SELAMA FASE PENYEMBUHAN LUKA BAKAR TERJADI PENINGKATAN METABOLISME.


KEADAAN HIPERMETABOLIK INI DITANDAI DENGAN PENINGKATAN KONSUMSI O2 DAN PENINGKATAN PRODUKSI CO2. JADI, VENTILASI ALVEOLAR HARUS MENINGKAT SECARA PROPORSIONAL DAN O 2 HARUS DIBERIKAN.

APA EFEK SAMPING KARDIOVASKULER PADA LUKA


BAKAR MAJOR

Peningkatan permeabilitas pada daerah trauma dan


adanya microvasculature menyebabkan
perpindahan cairan plasma ke ruang interstitial.
Disamping penghancuran sel darah merah,
hematokrit juga meningkat karena penurunan
volume intravaskuler

Penurunan volume intravaskuler paling terlihat


dalam 24 jam pertama dan biasanya diganti dengan
pemberian larutan kristaloid (contoh injeksi RL, 24
ml/kg/persentase permukaan tubuh yang terbakar).
.

PENURUNAN CARDIAC OUTPUT MERUPAKAN


AKIBAT DARI PENURUNAN VOLUME PLASMA DAN
SIRKULASI MYOCARDIAL DEPRESSANT FACTOR


KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT APA YANG
DAPAT TEMUKAN PADA PASIEN LUKA BAKAR

Pada penatalaksanaan fase resusitasi akut dapat terjadi


komplikasi hiperkalemia akibat kerusakan jaringan.
Kemudian dapat terjad hipokalemia akibat ekskresi dari
ginjal dan gastric losses. Terapi dengan antibiotik
topikal juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Mafenide acetate menginhibisi carbonic
anhydrase, menyebabkan asidosis hiperkloremik.
Pengobatan topikal lainnya

APA PENGARUH LUKA BAKAR TERHADAP


FARMAKOLOGI OBAT-OBAT ANESTESI

Succunylcholine 24 pertama
pasien luka bakar membutuhkan dosis
muscle relaxant non depolarisasi yang lebih
tinggi
Anestesi volatile akan memperberat depresi
miokardium namun sangat berguna setelah
fase akut
Holatan sebaiknya di hindari pada pasien
luka bakar.

You might also like