You are on page 1of 66

Pelatihan UKDI Bagian

IKM
dr. Irwandy T

Langkah-langkah penetapan Uji


Hipotesis
1. Tentukan skala pengukuran dari variabel-variabel yang
akan
dihubungkan
2. Tentukan jenis hipotesis nya , komparatif atau korelatif
3. Tentukan masalah skala pengukuran dari variabel yang di
cari assosiasinya, numerik atau kategorik
4. Tentukan berpasangan atau tidak berpasangan
5. Tentukan jumlah kelompok data,
2 kelompok atau
> 2 kelompok
6. Untuk variabel kategorik dengan variabel kategorik ,
apabila tidak berpasangan, prinsip B x K , apabila
berpasangan, prinsip P x K

Skala pengukuran variabel

Skala Kategorikal : 1. Nominal, (hanya membedakan berdasarkan ciri-nya)


2. Ordinal, (ada urutannya, tetapi tidak
dapat diukur jarak antara satu variasi
nilai dengan variasi nilai lainnya, ha nya membedakan > atau = atau < )

Skala Numerikal : 1. Interval, ( ada urutannya dan jarak ansatu variasi nilai dengan variasi nilai
lainnya dapat diukur, tetapi tidak ada
angka nol absolut )

2. Rasio ( ada urutannya dan dapat diukur jarak


antara satu nilai variasi dengan nilai variasi
lainnya
dan mempunyai angka nol absolut )
Jenis Hipotesis :
Hipotesis Komparatif : apabila mencari hubungan atau
perbedaan antara 2 atau lebih dari variabelvariabel
Hipotesis Korelatif
: apabila mencari korelasi antara
2 variabel

Jenis - Jenis Kelompok data


1. Berpasangan atau Tidak Berpasangan
Kelompok Berpasangan , apabila :
a. Dilakukan pengulangan pengukuran atau pengamatan
atau pemeriksaan pada subjek penelitian yang sama
b. Dilakukan matching, yaitu dicari pasangan (padanan)nya
dari subjek yang diteliti
c. Menggunakan desain cross-over , yaitu subjek menerima
perlakuan A setelah beberapa saat (periode wash-out ),
pada subjek yang sama diberikan perlakuan B

2. Jumlah Kelompok data


a. Dua (2) Kelompok data
b. Lebih dari Dua ( > 2) Kelompok data
Prinsip Uji Hipotesis pada variabel Kategorik
dengan variabel
Kategorik :
1. Prinsip B x K , apabila kelompok data tidak
berpasangan
( Baris x Kolom )
2. Prinsip P x K , apabila kelompok data
berpasangan
( Pengulangan x Kategori )

Jenis-jenis Uji Statistik


1. Uji Parametrik
Syarat-syarat : a. Skala pengukuran Numerik
b. Distribusi data : Normal
c. Varians data : Syarat mutlak
untuk
> 2 kelompok , Tidak
berpasangan,
artinya : Varians data wajib
sama
Apabila distribusi data tidak normal, harus dijadikan
distribusi normal , dengan cara transformasi data,
dengan
Fungsi Log , Akar atau Kuadrat .

2.

Uji Non-Parametrik

a. Skala pengukuran Variabel - Variabel


Kategorik
yaitu : Nominal atau Ordinal
b. Skala pengukuran Variabel Numerik,
tetapi tidak
memenuhi syarat uji Parametrik
( contoh : distribusi data tidak normal ),
maka
lakukan dengan uji NonParametrik

Alternatif uji Non-Parametrik nya :


Uji Parametrik
Uji NonParametrik
- Uji -T Berpasangan
Wilcoxon
- Uji T Tidak Berpasangan
Mann-Whitney
- Uji One-Way ANOVA
Kruskal-Wallis
- Uji Repeated ANOVA
Friedman

Uji

Uji

Uji

Uji

Distribusi data Normal atau Tidak Normal


Ada dua cara untuk mengetahui distribusi data Normal atau
Tidak Normal :
1. Menggunakan Metoda Deskriptif , yaitu dengan cara
menghitung : a. Koefisien varians
b. Rasio Skewness
c. Rasio Kurtosis
d. Histogram
e. Plot
2. Menggunakan Metoda Analitis , dengan cara
menggunakan
Uji Kolmogorov-Smirnov atau Uji Shapiro-Wilk

Jenis Uji Hipotesis ( Assosiasi )


Uji Hipotesis Komparatif :
1. Untuk Skala Pengukuran Numerik : Uji-Parametrik
a. Kelompok data Tidak-Berpasangan, 2 Kelompok
:
Uji t tidak berpasangan ( un-pair, indipendent )
b. Kelompok data Tidak-Berpasangan, > 2
Kelompok :
Uji One-Way ANOVA
c. Kelompok data Berpasangan, 2 Kelompok :
Uji t berpasangan ( pair t Test )
d. Kelompok data Berpasangan, > 2 Kelompok :
Uji Repeated ANOVA

Apabila syarat uji parametrik tidak terpenuhi :


Skala pengukuran variabel numerik diubah menjadi skala
pengukuran kategorik (ordinal) dan uji hipotesis yang
diguna-kan adalah Uji Non-parametrik , yaitu :
1. Untuk kelompok data tidak berpasangan, 2 kelompok :
Uji
Mann-Whitney
2. Untuk kelompok data tidak berpasangan > 2kelompok :
Uji Kruskal-Wallis
3. Untuk kelompok berpasangan , 2kelompok : Uji
Wilcoxon
4. Untuk kelompok berpasangan , > 2 kelompok : Uji
Friedman

2. Untuk Skala pengukuran Kategorik : Uji NonParametrik


a. Kelompok data Tidak Berpasangan :
- prinsip tabel B x K
- Uji Statistik yang digunakan : Uji Chi-square
Uji Fisher
Uji
Kolmogorov-Smirnov
b. Kelompok data Berpasangan :
- prinsip tabel P x K
- Uji statistik yang digunakan : Uji Mc.Nemar, Uji
Cochran,
Uji Marginal Homogeneity, Uji Wilcoxon, Uji
Friedman

Uji Hipotesis Korelatif


1. Untuk skala pengukuran : Numerik
Uji statistik yang digunakan : Uji Pearson
Apabila tidak memenuhi syarat, maka
digunakan :
- Uji Spearman , Uji Somersd , Uji Gamma
2. Untuk skala pengukuran : Kategorik
Uji statistik yang digunakan : Uji Koefisien
Kontigensi
Uji
Lambda

Pada Uji Korelasi, prinsip penggunaan jenis uji hipotesis yaitu


dengan memperhatikan Skala ukur variabel satu dan
Skala
ukur variabel dua
__________________________________________________
variabel satu
variabel dua
jenis uji korelasi
Nominal
Nominal
Koefisien kontigensi, Lambda
Nominal
Ordinal
Koefisien kontigensi, Lambda
Ordinal
Ordinal
Spearman, Gamma, Somersd
Ordinal
Numerik
Spearman
Numerik
Numerik
Pearson
_______________________________________________________________

Analisis Multi-variat
Analisis multi-variat, membahas mengenai hubungan antara
Lebih dari satu variabel ( banyak variabel ) Bebas
dengan
Satu variabel Terikat (tergantung)
Jenis analisis Multi-variat :
Jenis analisis Multi-variat ditentukan oleh Skala Pengukuran
dari
Variabel Terikatnya.
1. Variabel Terikatnya berupa skala Kategorik , (Nominal,
dikotom) dan variabel bebas nya ( Numerik dan Nominal)
maka jenis analisisnya Regresi Logistik

2. Variabel Terikatnya skala Numerik , maka


jenis analisisnya
a. Regresi Linier , apabila hubungan
antara satu variabel
bebas terhadap satu variabel
terikat
b. Regresi Multipel, apabila hubungan
antara > satu
variabel bebas terhadap satu
variabel terikat

Uji Klinis
Uji klinis termasuk pada uji dengan desain
eksperimental .
Jenis uji klinis yang terbaik adalah Randomized
Control Trial (RCT) atau Randomized Blinded
Trial (RBT)
Uji Klinis ( obat ), terbagi dalam 2 Tahapan :
Tahapan Pertama :
Untuk mengetahui efek farmakologi dan toksikologi
obat , dengan menggunakan binatang percobaan

Tahapan ke-dua : terbagi dalam 4 tahap


Caranya obat diberikan kepada manusia percobaan (Etika)
Tahap I : mengetahui keamanan dan toleransi obat
Tahap II : mengetahui dosis efektif obat
Tahap III : mengetahui eficacy (manfaat) obat , dengan
cara
membandingkan obat baru dengan obat
standar
Tahap IV : mengetahui efek samping obat , dengan
cara
evaluasi obat baru dalam jangka waktu 5
tahun
atau lebih setelah obat tersebut dipasarkan

Uji Klinis Pragmatis :


Tujuannya untuk mengetahui efek obat dalam tata
laksana
pengobatan dengan efek Nominal ( sembuh dan
tidak
sembuh ) Intention to treat.
Pada waktu analisis : semua subjek yang telah masuk
kriteria
inklusi harus di analisis, meskipun ada subjek yang
drop-out, drop-in ( pindah ke kelompok lain ) atau
meninggal
sebelum diberi perlakuan

Uji Klinis Eksplanatori


Tujuan nya untuk mengetahui eficacy (manfaat ) obat
On Treatment .
Pada analisis harus dicegah terjadinya drop-out
Penelitian Intervensi ( Penelitian Trial )
Termasuk pada kelompok Penelitian Evaluatif ( Eksperimental )
Tujuannya , untuk menilai aspek tertentu dari tindakan medik
( health care ) dari aspek diagnostik, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
Peneliti mencoba menilai suatu metoda, alat, material (obat) yang
baru, apakah lebih efektif, lebih akurat, lebih manjur dan lebih
ekonomis, dibandingkan dengan metoda, alat ,material yang
lama. Pendekatan dilakukan secara individual (trial Klinik) atau
pendekatan secara kelompok / masyarakat ( trial program).

DESAIN

PENELITIAN

Desain Penelitian dikelompokkan dalam 2


kelompok :
1. Desain penelitian Deskriptif
2. Desain penelitian Analitik
Desain penelitian Deskriptif
Bertujuan untuk melakukan deskripsi
(menggambarkan) mengenai fenomena yang
ditemukan, yang berupa faktor
resiko ataupun faktor efek (hasil)

Jenis-jenis desain penelitian deskriptif :


1. Penelitian Survei Kros-seksional
2. Penelitian Survei
3. Penelitian Seri-Kasus
4. Laporan Kasus
5. Penelitian Prevalen

Desain Penelitian Analitik


Bertujuan mencari hubungan sebab (kausal) antar
variabel yang diteliti. Pada penelitian analitik
dilakukan analisis terhadap data yang
dikumpulkan.
Desain penelitian analitik, dibagi menjadi dua :
1. Desain penelitian analitik Observasional,
yang terdiri atas :
a. Penelitian Komparatif Kros-seksional
b. Penelitian Kasus-kontrol
c. Penelitian Kohort

2. Desain penelitian Analitik Eksperimental


Pada desain penelitian Eksperimental, Peneliti
memberikan perlakuan, intervensi atau
manipulasi terhadap satu atau lebih variabel
subjek penelitian dan kemudian mempelajari
efek dari perlakuan, intervensi atau manipulasi
tersebut.
Hasil dari perlakuan, intervensi atau manipulasi
tersebut (efek), diamati, diukur dan di analisis.

Jenis-jenis desain penelitian Eksperimental


1. Desian Pra-eksperimental ( Eksperimental-Palsu)
Dikatakan palsu, karena desain-desain tersebut sama sekali
tidak memenuhi kriteria suatu desain eksperimental.
Diketahui ada 3 macam desain pra-eksperimental :
a. One shot case study ( Rancangan perlakuan tunggal )
b. One group pre and post-test design ( pengukuran hanya
menggunakan satu kelompok subjek dan pengukuran
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan
atau intervensi

c. Static group Comparison ( penelitian menggunakan 2


kelompok subjek, satu kelompok mendapat perlakuan
dan kelompok lainnya tidak, tetapi pembagian kelompok ini
tidak dilakukan dengan teknik Random .
2. Desain Eksperimental Murni ( True Experimental Design ).
Ciri utama dari desain eksperimental murni, yaitu :
a. pengelompokkan subjek dilakukan dengan teknik Random
b. semua variabel perancu ( co-founding factor) terbagi
secara merata pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol

Jenis-jenis Desain Eksperimental Murni


1. Post test Only Control Group Design ( Desain
Ekspermental
Sederhana ).
Subjek dibagi dalam 2 kelompok atau lebih secara
random,
satu kelompok diberi perlakuan dan kelompok lainnya
tidak
diberi perlakuan. Setelah beberapa waktu yang telah
ditentukan , dilakukan pengukuran atau observasi terhadap efek
dari perlakuan tersebut, kemudian hasil nya di analisis.

2. Pretest-posttest Control Group Design ( desain


eksperimental ulang ).
Pengukuran atau observasi dilakukan pada awal (sebelum di
berikan perlakuan ) dan setelah diberikan perlakuan, baik
pada kelompok perlakuan , maupun pada kelompok kontrol.
3.Solomon Four Group design (desain eksperimental
Solomon)
Desain eksperimental Solomon membagi kelompok subjek
menjadi empat kelompok secara random.

3. Desain Eksperimental Kuasi ( quasi experimental


design)
Desain eksperimental kuasi digunakan apabila terdapat
kesulitan untuk dapat melakukan randomisasi subjek
penelitian ( kendala etik maupun teknis )
Jenis-jenis desain eksperimental kuasi
a. Non-randomized pretest-posttest control
group design
( desain eksperimental ulang non-random).
Pembagian subjek penelitian tidak dilakukan secara
random

b. Time Series Design ( desain eksperimental seri )


pada desain eksperimental seri, pengukuran atau
observasi variabel efek (hasil) dilakukan beberapa kali
pada subjek penelitian, sebelum dan sesudah diberi
perlakuan. Subjek perlakuan sekaligus juga sebagai
subjek kontrol.
Dalam bidang kedokteran, jenis penelitian ini biasanya
digunakan untuk menguji suatu obat atau prosedur
pengobatan tertentu , pada penyakit-penyakit yang
bersifat kronis

3. Multiple Time Series Design ( desain


eksperimental
seri-ganda )
4. Equivalent Time Sample Design ( desain
eksperimental
sampel-seri )
Penelitian ini digunakan pada penelitian trial
clinic untuk
membandingkan efektivitas obat baru
dengan obat lama
( baku ) pada penyakit kronis

Uji Diagnostik
Tujuan uji diagnostik :
1. Menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan
diferensial diagnosis dari suatu penyakit
2. Skrining suatu penyakit
Uji diagnostik agar dapat digunakan sebagai alat skrining, harus
memenuhi beberapa syarat atau kriteria :
a. Prevalensi penyakit cukup tinggi
b. Morbiditas dan Mortalitas penyakit tersebut bermakna ,
bila tidak diobati
c. Ada pengobatan efektif untuk mengubah perjalanan
penyakit
d. Pengobatan dini lebih bermanfaat, dibanding kasus sdh
lanjut

Struktur uji diagnostik (Skrining)


1. Mempunyai variabel prediktor , yaitu hasil uji
diagnostik dan
out come ( hasil akhir, yaitu sakit atau tidak sakit )
2. Bentuk tabel suatu uji diagnostik (skrining ) selalu
berbentuk
tabel 2 x 2
3. Bila hasil (out come ) berskala numerik , harus dibuat
titik potong ( Cut off point ), untuk
menentukan
apakah hasil tersebut normal atau ab-normal

Syarat suatu Uji Diagnostik ( Skrining )


Baku emas yang ideal selalu memberikan nilai
positif pada subjek dengan penyakit dan nilai
negatif pada subjek tanpa penyakit.
Syarat suatu alat diagnostik yang baik pada uji
diagnostik (skrining) adalah mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas
tertinggi

Contoh : Dilakukan skrining pada sekelompok wanita usia


subur terhadap penyakit karsinoma servik, dengan
menggunakan alat IVA ( Inspeksi Visual dengan Asam
asetat).
Hasil yang diperoleh sebagai berikut :
Karsinoma servix
IVA
+
-Total
-----------------------------------------------------------+
65 (a)
30 (b)
95 (a+b)
-35 (c)
70 (d)
105 (c+d)
------------------------------------------------------------Total
100 (a+c) 100 (b+d) 200 (a+b+c+d)

Dari hasil tabel tersebut di atas dapat dihitung :


Sensitivitas : (a) : ( a+c) x 100 %
Nilai sensitivitas IVA = 65%
Spesifisitas : (d) : (b + d) x 100%
Nilai spesifisitas IVA = 70%
Predictive Positif Value : (a) : (a+b) x 100%
Nilai prediktif positif IVA = 68,4%
Predictive Negative Value : (d) : (c+d) x 100%
Nilai prediktif negatif IVA = 66,7%

Suatu penyakit dengan prevalensi tinggi memerlukan suatu uji


diagnostik (skrining) yang mempunyai sensitivitas yang tinggi
Suatu penyakit dengan prevalensi rendah memerlukan suatu uji
diagnostik(skrining) yang mempunyai spesifisitas yang tinggi
Untuk menentukan ada atau tidaknya suatu penyakit , dapat di
ajukan pertanyaan sebagai berikut :
a. Bila suatu uji diagnostik positif, berapa kemungkinan subjek
tersebut menderita penyakit --------->
pertanyaan ini berkaitan dengan predictive positive value
b. Bila uji diagnostik negatif , berapa kemungkinan subjek tidak
menderita penyakit ----------->
pertanyaan ini berkaitan dengan predictive negative
value

Ukuran Kekuatan Hubungan, Rasio Odds


(RO) dan
Resiko Relatif (RR)
Ukuran kekuatan hubungan dapat dilihat dengan
menggunakan
Rasio Odds, Resiko Relatif dan Koefisien Korelasi.
Pada analisis bivariat, RO dan RR digunakan pada
analisis komparatif kategorik.
RO digunakan pada desain Kasus Kontrol, dan RR
digunakan pada desain Kohort.
Koefisien Korelasi digunakan pada analisis Korelatif

Tabel yang digunakan yaitu tabel 2 x 2


Contoh :
Kanker paru
Perokok
+
-Total
---------------------------------------------------------+
a
b
a+b
-c
d
c+d
---------------------------------------------------------Total
a+c
b+d
a+b+c+d

Rasio Odds : ( a x d ) : ( b x c )
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui hubungan antara
hepatomegali dengan terjadinya syok pada pasien
anak dengan DBD.
Desain penelitian : Kasus Kontrol
Pertanyaan berapa kekuatan hubungan hepatomegali
terhadap syok, dihitung dengan Rasio Odds
Hasil yang diperoleh : Nilai RO= 3,55 ( IK 95%, 1.59
-- 7,91 )

Kesimpulan : pasien anak dengan hepatomegali


mempunyai kemungkinan 3,55 kali untuk
mengalami syok , dibandingkan dengan pasien
anak tanpa hepatomegali
Cara menilai hasil RO :
RO = 1 , faktor yang diteliti tidak merupakan
faktor resiko untuk terjadinya efek
RO > 1 , faktor yang diteliti,benar merupakan
faktor resiko terjadinya efek
RO < 1 , faktor yang diteliti bukan faktor resiko
tetapi bersifat protektif

Pertanyaan : Berapa probabilitas (kemungkinan,


peluang) pasien dengan hepatomegali untuk
mengalami syok ?
Cara menghitung :
RO
Rumus : P = ------------ x 100%
1 + RO
RO = 3,55
Probabilitas ( P) = 3,55 : (1 + 3,55) x 100%
P = 78%

Resiko Relatif : a / (a+b) : c / (c+d)


Penelitian dilakukan pada populasi laki-laki kelompok usia 30
tahun sampai 60 tahun, pada kelompok kohort perokok dan
kelompok kohort bukan perokok. Efek yang dinilai kejadian
kanker paru.
Desain penelitian : Kohort
RR = Insiden Kanker paru pada kelompok perokok :
Insiden Kanker paru pada kelompok Bukan perokok
Pertanyaan berapa besar kekuatan hubungan , perokok untuk
menderita kanker paru , apabila Resiko Relatif (RR) = 5.8 ( IK.
95%, 2.5 - 7.25 ).
Kesimpulan: Perokok mempunyai resiko menderita kanker paru
sebesar 5,8 kali dibandingkan dengan bukan perokok

Cara menilai Resiko Relatif (RR) :


Apabila : RR = 1, maka faktor pajanan tidak merupakan
faktor
resiko terjadinya efek (penyakit)
RR > 1, maka faktor pajanan merupakan faktor
resiko
terjadinya efek (penyakit).
RR < 1, maka faktor pajanan tidak merupakan
faktor
resiko , melainkan merupakan faktor
protektif terhadap terjadinya efek (penyakit).

Pencegahan ( Prevention )
Tingkatan Pencegahan :
I. Primer
: - Health Promotion
- Spesific Protection
Ditujukan pada Orang yang sehat
Health promotion , tujuannya merubah perilaku
Spesific protection, tujuannya memberikan
perlindungan
khusus pada orang sehat terhadap faktor
resiko.

II. Sekunder : - Early Diagnosis and Promt Treatment


- Disabillity Limitation
Ditujukan pada orang yang sakit
Early diagnosis bertujuan untuk dapat mendeteksi secara dini
penyakit yang diderita , khususnya pada kelompok yang mempunyai resiko . Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan
Skrining ( penapisan ) dan, atau dengan menggunakkan test
diagnostik .
Promt -treatment bertujuan untuk pengobatan segera, sehingga
Penyakit tidak menjadi lanjut.

Disabillity Limitation, bertujuan untuk menyembuhkan dan


mencegah terjadinya kecacadan dan kematian pada penderita
penyakit , dengan cara memberikan pengobatan yang tepat.

III.
Tersier : Rehabilitation
Rehabilitation bertujuan untuk mengembalikan fungsi organ,
secara relatif mendekati fungsi normal dan mempercepat
kesembuhan, sehingga dapat memperpendek masa perawatan
di Rumah Sakit.

Promosi Kesehatan
Upaya Pemberdayaan Masyarakat dilakukan melalui
kegiatan :
a. Advokasi , yaitu pedekatan kepada penentu kebijakan dan
pengambil keputusan untuk mendapatkan dukungan atau
rekomendasi.
b. Mediasi (menjembatani) , kebutuhan masyarakat dengan
kebijakan pemerintah
c. Kemitraan , melalui kegiatan terpadu antara beberapa
sektor
dan , atau instansi pemerintah / swasta
d. Bina suasana, menciptakan suasana yang kondusif untuk
terciptanya suatu tujuan , melalui Tokoh Masyarakat/
Agama

e. Meningkatkan pengetahuan , keterampilan


melalui pendidikan dan pelatihan ( enabling )
Strategi promosi kesehatan ( WHO )
f. Empowerment ( Pemberdayaan )
g. Sosial Suport ( Bina Suasana )
h. Advocacy ( Advokasi )
i. Kemitraan ( Lintas Sektoral )

Strategi Promosi Kesehatan ( Ottawa )


a. Health Public Policy ( Advokasi )
b. Supportive Environment ( Kemitraan dan Bina
Suasana
yang mendukung )
c. Community Action ( Peran Serta Masyarakat )
d. Personal Skill ( Pelatihan dan Edukasi )
e. Reorient Health Services ( Pemberdayaan
Masyarakat )

Sasaran Promosi Kesehatan :


1. Sasaran Primer : sasaran utama dari kegiatan promosi
,
contoh : Ibu Balita , Ibu Hamil , dan
sebagainya
2. Sasaran Sekunder : Kader, Petugas kesehatan , bidan ,
PLKB , dan sebagainya
3. Sasaran Tersier : Pengambil Keputusan dan Kebijakan ,
seperti Dinas kesehatan, kepala Daerah
dan
sebagainya

Konseling
Tatacara pelayanan Konseling , terdiri atas 6 kegiatan pokok
(GATHER) :
1. Greet : menyampaikan salam
2. Ask and Assest : mengajukan pertanyaan dan menilai
masalah yang dihadapi pasien
3. Tell : menyampaikan urutan, sesuai dengan kebutuhan
pasien ( uraian seputar masalah yang
disampaikan )
4. Help : membantu pasien mengambil keputusan tentang
masalah yang dihadapi

5. Explain : menjelaskan tentang pelbagai aspek yang


terkait
dengan keputusan yang telah diambil
( cara penyelesaian masalah yang telah ditetapkan )
6. Refer and Return : menyelenggarakan pelayanan
kedokteran yang telah diputuskan pasien oleh
dokter.
Rujukan ke sarana pelayanan kesehatan
lain
( bila tidak mampu )
Jadwalkan kunjungan ulang (return )

Pelayanan Kedokteran Keluarga


Syarat pokok pelayanan kedokteran keluarga adalah
Pelayanan kedokteran menyeluruh ( Comprehensive
Medical
Services = CMS )
Karakteristik dari CMS :
1. Semua jenis pelayanan kedokteran yang dikenal masyarakat
2. Terpadu ( Integrated ) dan Berkesinambungan ( Continu )
3. Tidak terpusat pada keluhan dan masalah penderita saja ,
tetapi penderita sebagai bagian dari keluarga dan
masyarakat
4. Keluarga sebagai satu unit (kesatuan). Pengaruh masalah
kesehatan penderita terhadap keluarga dan pengaruh
keluarga terhadap masalah kesehatan penderita

5. Comprehensive approach , melihat penderita dari sisi fisik,


mental dan sosial ( holistik approach )
Mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga :
Menggunakan metoda penilaian sederhana yaitu :
APGAR KELUARGA , Yang dinilai adalah 5 fungsi
keluarga :
6. Adaptation (adaptasi), yaitu kepuasan anggota keluarga
dalam menerima bantuan dari anggota keluarga lainnya
7. Patnership ( kemitraan ), yaitu kepuasan anggota keluarga
dalam berkomunikasi/urun-rembuk dalam mengambil
keputusan atau menyelesaikan masalah
8. Growth ( pertumbuhan ) , yaitu kepuasan terhadap
kebebasan yang diberikan keluarga dalam pendewasaan
setiap anggota nya

4. Affection ( Kasih sayang ), yaitu kepuasan


terhadap kasih sayang / interaksi emosional
dalam keluarga
5. Resolve ( Kebersamaan ), yaitu kepuasan
terhadap kebersamaan dalam membagi waktu,
kekayaan, dan ruang antar anggota keluarga

Rekam Medik pada Pelayanan


Kedokteran Keluarga
1. data base ( data dasar keluarga )
a. Data demografi
b. Riwayat kesehatan
c. Data biologis
d. Tindakan pencegahan penyakit (imunisasi )
e. Faktor resiko
f. Data kesehatan lingkungan pemukiman, Rumah,
Struktur
Keluarga, Fungsi keluarga

2. Problem list ( daftar masalah kesehatan )


Masalah kesehatan pada penderita :
- hasil anamnesa
- pemeriksaan fisik
- pemeriksaan penunjang
3. Initial plan ( rencana awal )
Susunan setiap masalah sesuai dengan urutan /
prioritas
( daftar masalah )
4. Progress Notes ( catatan kemajuan )
Ada 3 : a. Uraian narasi ( Narative notes )
b. Lembar alur ( Flow sheet )
c. Resume ( Discharge summary )

Rujukan pada Kedokteran Keluarga


( Mc. Whinney , 1981 )
1. Rujukan Interval
Menyerahkan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter
rujukan untuk jangka waktu tertentu , dan selama jangka
waktu tersebut dokter keluarga tidak ikut menangani,
setelah jangka waktu tersebut penderita dikembalikan
kepada dokter yang merujuk.
Contoh : penderita dengan DBD dirujuk ke RS untuk
perawatan dan pengobatan, setelah sembuh
dikembalikan kepada dokter yang merujuk .

2. Rujukan Kolateral
Menyerahkan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderita hanya untuk satu masalah
kedokteran khusus saja, penanganan masalah
kesehatan lainnya tetap menjadi wewenang dan
tanggung jawab dokter keluarga.
Contoh : Merujuk penderita glaucoma kronik kepada
dokter spesialis mata.
3. Rujukan silang ( Cross Referral )
Menyerahkan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter
rujukan untuk selamanya.
Contoh : Merujuk penderita (bayi ) dengan kelainan
jantung bawaan ke dokter spesialis jantung anak.

4. Rujukan terpecah ( Split Referral )


Sesuai dengan masalah kesehatan pasien,
menyerahkan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada
beberapa dokter konsultan dan selama
jangka waktu tersebut , dokter keluarga tidak
ikut menangani.
Contoh : penderita, penyakit diabetes melitus
dengan komplikasi jantung ( coronary arteri
diseases ) dan ginjal
( Chronic Kidney Deseases ).

Rekam Medik
Manfaat Rekam Medik ( DepKes . RI. 1994 ) :
1. Kelengkapan administrasi pasien
Catatang tentang identitas dan pelbagai
latar-belakang dari pasien, sebagai sumber
data kelengkapan administrasi pasien
2. Memperlancar administrasi keuangan
pasien
Catatan semua tindakan medik , obata-obatan
yang telah diberikan kepada pasien, sebagai
bahan acuan untuk menghitung biaya
pengobatan pasien

3. Memudahkan perencanaan dan penilaian


pelayanan medis (tindakan medis )
Catatan tentang semua tindakan medis yang telah
dilakukan petugas medis (dokter) untuk merencanakan dan
menilai pelayanan medis yang telah dan, atau akan
dilakukan kepada pasien. Ditujukan untuk mutu pelayanan
medis yang akan diselenggarakan.
4. Kepentingan Hukum ( Bukti tertulis )
Catatan tentang persetujuan tindakan dan atau
pengobatan (Inform Consent )
Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan : melindungi
penyelenggara kesehatan terhadap kemungkinan
munculnya gugatan secara hukum terhadap pelayanan
kesehatan yang telah diberikan.

Bagi pasien : sebagai titik tolak untuk mengajukan


gugatan secara hukum terhadap pelayanan
kesehatan yang telah
diterima
5. Data penelitian
Catatan lengkap tentang identitas, latar-belakang,
tindakan medis, pengobatan , yang telah diberikan.
Penting untuk meningkatkan Ilmu dan teknologi
kedokteran
6. Rujukan dalam pendidikan dan pelatihan
Sebagai bahan rujukkan dalam menunjang
pelaksanaan pendidikan yang sedang atau akan
dilakukan.

7. Dokumentasi
Isi rekam medik yang disimpan dengan rapi
akan merupakan dokumen kesehatan yang
baik.
8. Komunikasi antar Petugas Kesehatan
( dokter)
Semua catatan tentang pasien ( tindakan
medik, pengobatan, pemeriksaan penunjang )
antar berbagai bidang spesialis (dokter spesialis)
, dalam penanganan kesehatan pasien.

You might also like