You are on page 1of 30

RINITIS ALERGI

ALMIRA ROSALIE,S.Ked

PENDAHULUAN
Rinitis alergi penyakit inflamasi yang
banyak ditemui prevalensi : bervariasi, 15
20 %
Int. Study of Asthma & Allergies in Children
(ISAAC) di Indonesia: 0,8%-14,9%(6-7 th),
1,4%-39,7%(13-14 th) , 10-20% % dewasa
Prev. me : f.lingkungan ( alergen,polutan ),
perub.gaya hidup, kebiasaan pola mkn,
kejadian infeksi

ANATOMI

Perdarahan hidung, pada bagian atas


rongga hidung mendapat perdarahan
a.Etmoid anterior dan posterior.
Bagian bawah rongga hidung
mendapat perdarahan dari cabang
a.maksilaris interna. Bagian depan
hidung mendapat perdarahan dari
cabang-cabang a.fasialis.

Persarafan hidung bagian depan dan


atas rongga hdung mendapat
persarafan sensoris dari n.Etmoidalis
anterior. Rongga hidung lainnya ,
sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari n.Maksilaris melaui
ganglion sfenopalatina. Fungsi
penghidu berasal dari n.Olfaktorius.

RINITIS ALERGI
Definisi
Kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore,
gatal, tersumbat setelah mukosa terpapar alergen
yang diperantarai IgE (WHO-ARIA 2001)

PENYEBAB
Penyebab tersering adalah allergen inhalan
(dewasa) dan allergen ingestan (anak-anak)
Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :
Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan
dengan udara pernafasan, misalnya tungau debu
rumah, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan
serta jamur.
Alerge ingestan yang masuk ke saluran cerna,
berupa makanan, misalnya susu sapi, telur, coklat,
ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan.
Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau
tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.
Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit
atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetika,
perhiasan dan lain-lain.

PATOFISIOLOGI
Terdiri dari 2 tahap :
Tahap sensitisasi
Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) sejak
kontak alergen sampai 1 jam setelahnya
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8
jam (fase hiper-reaktifitas) setelah
pemaparan dan berlangsung 24-48 jam

HISTAMIN

mersg reseptor H1 pd saraf vidianus bersin


mersg serabut halus C tak bermielin
gatal
Mersg sel goblet , kelenjar, peningkatan
permeabilitas
kapiler
hipersekresi ( rinore )
vasodilatasi
hidung tersumbat ( RAFC )

Hidung tersumbat (RAFL ) : histamin, PGD2,


LTC4,
LTD4, bradikinin, Ach, Subs.P, Calcitonin
Gene Related Factor

KLASIFIKASI RINITIS ALERGI

Dahulu, menurut sifat berlangsungnya :


Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever)
Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Saat ini menurut WHO-ARIA


Berdasarkan terdapatnya gejala :
Rinitis alergi intermiten

Gejala terdapat < 4 hari/minggu


atau < 4 minggu

Rinitis alergi persisten

Gejala terdapat > 4 hari/minggu


dan > 4 minggu

KLASIFIKASI RINITIS ALERGI


Berdasarkan tingkat ringan beratnya
penyakit:

Ringan, berarti tidak terdapat salah satu


dari :
gangguan tidur
gangguan aktifitas seharihari/malas/olahraga
gangguan pekerjaan atau sekolah
Gejala dirasakan mengganggu

Sedang-berat, berarti didapatkan satu


atau lebih hal-hal di atas

DIAGNOSIS
Anamnesis

Gejala rinitis alergi :


bersin-bersin (> 5 kali/serangan)
rinore (ingus bening encer)
hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti)
gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga
mata gatal, berair atau kemerahan
hiposmia/anosmia
sekret belakang hidung/post nasal drip atau batuk
kronik
adakah variasi diurnal
frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit
(intermiten atau persisten), usia timbulnya gejala,
pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas
dan tidur
Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri
wajah,sesak napas,gejala radang tenggorok,
mendengkur, penurunan konsentrasi, kelelahan

Gejala RA
bersin

rinore
Gatal hidung
Post nasal drip
Sumbatan
hidung

Keluhan terberat pada pagi hari

ANAMNESIS
Cari kemungkinan alergen
penyebab
Keterangan mengenai
tempat tinggal, lingkungan
sekolah & pekerjaan serta
kesenangan / hobi penderita
Riwayat pengobatan
( respon perbaikan & efek
samping ), kepatuhan
Riwayat atopi pasien dan
keluarga : asma bronkial,
dermatitis atopik, urtikaria,
alergi makanan

PEMERIKSAAN FISIK
Anak-anak : Allergic shiner,
Allergic Salute, Allergic
Crease, Allergic Facies

Rinoskopi anterior
Mukosa edema,
basah, pucat-kebiruan
disertai adanya sekret
yang banyak, bening
dan encer
konka inferior
hipertrofi
Nasoendoskopi
kelainan yang tidak
terlihat di rinoskopi
anterior

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung jenis : peningkatan kadar Ig E
RAST (Radio Immuno Sorbent Assay Test)
ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay
Test)
Pemeriksaan sitologi hidung
Prick test
Skin End-point Titration (SET)
Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test
(IPDFT)
Diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test)

PRICK TEST
Banyak dipakai
sederhana, mudah,
murah, sensitivitas tinggi,
cepat, cukup aman
Tes pilihan dan primer
untuk diagnostik dan riset
Membuktikan telah
terjadi fase sensitisasi
Tes (+) ada reaksi
hipersensitivitas tipe I
atau telah terdapat
kompleks Sel Mast IgE
pada epikutan

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan : mengurangi gejala,
perbaikan kualitas hidup, mengurangi ES obat,
edukasi, mengubah jalannya peny / terapi
kausal
CARA :
Penghindaran allergen (avoidance) dan
eliminasi
Edukasi
Medikamentosa/farmakoterapi
Imunoterapi
Pembedahan (jika perlu) untuk mengatasi
hipertrofi konka, komplikasi rinosinusitis dan
polip hidung

ALLERGEN AVOIDANCE &


ELIMINASI
Pencegahan primer mencegah tahap
sensitisasi
Pencegahan sekunder mencegah
gejala timbul, dgn cara menghindari
alergen dan terapi medikamentosa (Studi
ETAC )
Pencegahan tersier mencegah
komplikasi atau berlanjutnya penyakit

TERAPI MEDIKAMENTOSA
Antihistamin, dianjurkan AH-1 karen a
bekerja secara inhibitor kompetitif pada
reseptor H-1 sel target. Pemberian dapat
dalam kombinasi atau tanpa kombinasi
dengan dekongestan secara peroral.
Preparat simpatomimetik golongan agonis
adrenergik
alfa,
dipakai
sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa
kombinasi dengan antihistamin atau topikal.

TERAPI MEDIKAMENTOSA
Preparat kortikosteroid, diberikan bila
respon fase lambat tidak berhasil diatasi
dengan pengobatan sebelumnya.
Preparat antikolinergik topikal adalah
ipratropium bromide, bermanfaat untuk
mengatasi
rinore,
karena
aktifitas
inhibisi
reseptor
kolinergik
pada
permukaan sel efektor.

TERAPI MEDIKAMENTOSA
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal
Pilihan pertama untuk rinitis alergi persisten sedangberat efek antiinflamasi jangka panjang
Mula kerja lambat (12 jam), efek maksimum
beberapa hari sampai minggu
Budesonide, beklometason, fluticason,mometason
furoat, triamcinolon acetonide
Dosis dws : 1 x II semprot/hr, anak 1 x I semprot /hr

Kortikosteroid oral
Jangan gunakan sebagai pengobatan lini I
Terapi jangka pendek (3 5 hr). Dosis tinggi, tapp of
Pada rinitis alergi berat yang refrakter

Efek kortikosteroid topikal :


Mengikat reseptor glukokortikoid di
sitoplasma
Menghambat transkripsi genetik
Efek antiinflamasi :

Menghambat uptake & pbtk sel APC


Me (-) jumlah eosinofil & mediator kimianya
Me (-) influks sel inflamasi pd mukosa
Me (-) pengel pro-inflam.mediator kimia &
hiperesponsif mukosa
Menghambat sintesis & pengel.mediator kimia :
histamin, sitokin,leukotrien, kemokin

TERAPI LAINNYA
Imunoterapi:

Respon (-) terhadap terapi medikamentosa


Penghindaran alergen tidak dapat dilakukan
Terdapat efek samping dari pemakaian obat
sublingual, suntikan
Operatif : konkotomi pada konka hipertrofi
berat dan kauterisasi sudah tidak menolong,
sinusitis & polip nasi

Cari kemungkinan komplikasi :


sinusitis, polip, otitis media
efusi
Rinosinusitis

Polip hidung
OME

You might also like