You are on page 1of 4

ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua kakinya sejak 3 hari SMRS. Pasien merasakan kedua kakinya semakin bengkak sejak kemarin pagi. Bengkak awalnya
dirasakan 1 minggu yang lalu sejak dirawat di tangerang. Bengkak dirasakan tiba-tiba, terus menerus. Pasien juga mengeluhkan bengkak di kaki, bengkak di kaki bertambah
pada sore hari dan berkurang pada pagi hari. Setelah pulang dari RS pasien merasakan kaki bengkak mulai berkurang, tetapi kemudian perlahan - lahan semakin membengkak.
Sehingga pasien memutuskan untuk masuk ke RSDM.
Pada pasien ini didapatkan bengkak pada kedua kaki, BAK 1-2 x/hari, jumlah gelas belimbing, Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, minum obat hanya jika ada
keluhan, Riwayat konsumsi suplemen sejak + 10 tahun SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, TD 170/100 mm/Hg, RR 30x/menit, Perkusi abdomen : pekak alih (+),
undulasi (+), oedem pada extremitas inferior dextra et sinistra. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10.0 g/dl (menurun), Hct 31 % (menurun), AE 4.17 u/l (menurun),
Kreatinin 13.4 mg/dl (meningkat), Ureum 252 mg/dl (meningkat), GFR = 6.5 (<15 stage V), USG di RS Tangerang, tampak cyst ren dextra.
Batasan yang tercantum dalam clinical practice guidelines on CKD menyebutkan bahwa seseorang dikatakan menderita CKD bila terdapat salah satu dari kriteria dibawah
ini:
a. Kerusakan ginjal 3 bulan, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan
glomerular filtration rate (GFR), yang bermanifestasi sebagai satu atau lebih gejala :
i. Abnormalitas komposisi urin
ii. Abnormalitas pemeriksaan pencitraan
iii. Abnormalitas biopsi ginjal
b. GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa gejala kerusakan ginjal lain yang telah disebutkan.
Pada CKD, ginjal mengalami kebocoran sehingga albumin yang dalam keadaan normal tidak dapat diekskresi oleh ginjal, pada
sindroma nefrotik akan terbuang bersama urin. Akibatnya kandungan albumin didalam plasma akan berkurang sehingga terjadi
penurunan tekanan koloid osmotik plasma. Hal ini menyebabkan timbulnya edema. Tekanan hidrostatik kapiler dapat meningkat pada
hambatan aliran darah vena yang akan diikuti dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Cairan akan didorong dari plasma keruang
interstitial sehingga cairan akan tertimbun dijaringan interstitial maka terjadilah edema.

Pasien juga mengeluh lemas, lemas dirasakan diseluruh badan sejak 4 hari sebelum masuk RSDM. Lemas di rasakan
terus-menerus dan tiba-tiba dan tidak membaik dengan permberian makan dan sedikit membaik apabila digunakan untuk
beristirahat. Lemas mengganggu aktivitas pasien sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas dan hanya berbaring di
tempat tidur. Lemas tidak disertai dengan keringat dingin dan kelemahan salah satu anggota gerak. Lemas juga sertai dengan
pusing dan telinga berdenging. Pusing dirasakan nggliyer dan hilang timbul. Pusing dan nggliyer dirasa memberat dengan
perubahan posisi dari tidur ke duduk atau berdiri. Dari pemeriksaan fisik yang mengarah ke kondisi lemas pasien didapatkan
adanya konjungtiva pucat. Berdasarkan data-data di atas, kondisi lemas pada pasien ini karena anemia. Anemia merupakan
suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang.
2. Kehilangan darah (perdarahan).
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). (Bakta,
2009)
Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung
eritrosit. Akibatnya fungsi untuk membawa oksigen yang cukup ke bagian perifer berkurang, sehingga proses
metabolisme terganggu dan pasien merasakan lemas (Baldy, 2006). Pada pasien tersebut didapatkan Hb 10.0
g/dl (menurun), Hct 31 % (menurun), AE 4.17 u/l (menurun), MCV 32.5 (), MCHC 24.0 (), PDW 16 (), MCHC
32.5 () sehingga semakin menguatkan kondisi anemia pada pasien. Anemia pada pasien ini berdasarkan index
eritrosit merupakan anemia hipokromik normositik.

Pasien mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak pernah kontrol dan minum obat. Dan ketika di RS
Tanggerang tensi pasien naik sampai 200Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung
koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target
organ di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utamam stroke yang membawa kematian tinggi
(Yogiantoro, 2009).
Kategori

Tekanan

Sistolik

(mmHg)

Tekanan

Diastolik

(mmHg)

Normal

<120

Dan

<80

Prehypertension

120-130

Atau

80-89

Stage 1 Hypertension

140-159

Atau

90-99

Stage 2 Hypertension

160

Atau

100

Tabel 5.Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-7


tahun 2003

Pada pasien ini di diagnosis hipertnsi stage II sesuai kriteria diatas, karena pada
saat datang tensi pasien 170/100.

DAFTAR PUSTAKA
Bakta IM (2009). Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Dalam: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, pp: 1109- 1115.
Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC; 2003. p.41
Baldy CM. Gangguan sel darah merah. Dalam Price SA, Wilson LM,editor. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. p.2557.
Kotchen TA (2008). Obesity-related hypertension: weighing the evidence.Hypertension. 52(5):801-2.
Kumar VH, Hutchison AA, Lakshminrusimha S, Morin FC, Wynn RJ, Ryan RM (2007). Characteristics of pulmonary hypertension in preterm neonates. Journal of Perinatology. pp, 214
219
Maakaron JE (2015). Anemia. http://emedicine.medscape.com/article/198475-overviewdiakses 25 April 2016.
PERKI (2003). Pedoman Tata Laksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
Schrier SL (2011). Approach to the adult patient with anemia.www.uptodate.com - diakses 25 April 2016
Schrier SL (2011).Approach to the diagnosis of hemolytic anemia in the adult. www.uptodate.com - diakses 25 April 2016
Schrier SL (2011).Macrocytosis. www.uptodate.com diakses 25 April 2016
Yogiantoro M(2009). Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, pp: 1079-1085.
Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative of The National Kidney Foundation. Clinical Practice Guidelines

for

Chronic Kidney Disease:

Evaluation, Classification, and

Stratification. 2002.
American Academy of Pediatrics. National Kidney Foundations Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease in Children and
Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification. Pediatrics 2003; 111: 1416-2
Nahas ME. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS, Davison
AM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford University Press. 2003; hal 1648-98.
Fogo AB, Kon V. Chronic renal failure. Dalam: Avner WD, Harmon FE. Pediatric Nephrology. Edisi ke-5. Lippincott Williams and Wilkins. 2004; hal 1645-70.
Rigden, SP. The management of chronic and end stage renal failure in children. : Webb N, Postlethwaite R. Clinical Pediatric Nephrology. Edisi ke-3. Oxford University Press. 2003;
hal 427-45.

You might also like