You are on page 1of 25

Disusun Oleh:

Farida Fidiyaningrum
1102011099

Dokter Pembimbing:
dr. Samuel Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Perdarahan Post Partum Rumah Sakit Bhayangkara tk.I R.S.Sukanto-
Jakarta
Periode 13 Februari - 23 April 2017
DEFINISI
Perdarahan post partum adalah
perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih
dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal
EPIDEMIOLOGI
Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun
di negara berkembang angka kejadian berkisar
antara 5% sampai 15%
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran
sebagai berikut:
Atonia uteri 50 60 %
Sisa plasenta 23 24 %
Retensio plasenta 16 17 %
Laserasi jalan lahir 4 5 %
Kelainan darah 0,5 0,8 %
KLASIFIKASI
Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5:
1. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer
(early postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam
24 jam pertama setelah kala III.
2. Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder
(late postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah
perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24
jam pertama setelah kala III.
ETIOLOGI (4T)
Atoni Uteri (Tone)
Retensio plasenta / sisa plasenta (Tissue)
Perlukaan jalan lahir (Tear)
Gangguan pembekuan darah (Thrombin)
Penilaian Klinik Untuk Menentukan
Penyebab Perdarahan Post Partum
KRITERIA DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
Pemeriksaan obstetri:
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin
karena luka jalan lahir
Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan
dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah
10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan, waktu pembekuan, faktor pembekuan
darah, trombosit dan fibrinogen
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya gumpalan darah dan retensi sisa
plasenta
Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya
PENATALAKSANAAN
Segera setelah diketahui perdarahan pasca persalinan, tentukan ada syok atau tidak,
bila ada segera berikan transfusi darah, infus cairan, kontrol perdarahan dan berikan
oksigen.
Bila syok tidak ada, atau keadaan ibu telah optimal, segera lakukan pemeriksaan
untuk mencari etiologi (pemeriksaan fundus, inspeksi traktur genital bawah,
eksplorasi uterus, pemeriksaan koagulasi)
Resusitasi ibu :
Airway, Breathing, Circulation
Observasi pasien, apakah sudah dalam keadaan syok?
Loading kristaloid dalam jumlah banyak dengan menggunakan abbocath
berukuran terbesar (16G)
Lakukan pemeriksaan darah lengkap
Resusitasi Cairan
Cairan kristaloid dalam volume yang besar

Normal Salin (NS/NaCl) / Ringer Laktat (Intravena perifer)

Kehilangan I L darah = 4-5 L cairan kristaloid


(dapat berada lama di intravaskular)
Transfusi Darah
Diberikan bila:
1. Perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL
2. Keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan
resusitasi cepat
Tujuan:
Memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk
mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan
jumlah tetesan infus. Masalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada
masing-masing unit.
Penyebab Terjadinya Perdarahan Post
Partum
1. Atonia Uteri
Lemahnya kontraksi uterus sehingga perdarahan dari implantasi plasenta tidak dapat
tertutup. Biasa terjadi setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.

Dapat dilakukan pencegahan dengan :


- Manajemen aktif kala III
- Misoprostol 2-3 tab PO (400-600ug) setelah bayi lahir

Faktor Predisposisi :
Regangan rahim berlebih
Kelelahan karena persalinan lama
Kehamilan grande atau multipara
KU buruk
Mioma uteri menganggu kontraksi rahim
Infeksi intrauterine
Riwayat atoni
Masase uterus, pemberian oksitosin 20
IU dalam 500 cc Dektrosa 5% dan
ergometrin intravena atau misoprostol.
Bila ada perbaikan dan perdarahan
berhenti, oksitosin atau misoprostol
diteruskan.
Bila tidak ada perbaikan dilakukan
kompresi bimanual dan kemudian
dipasang tampon uterovaginal padat.
Kalau cara ini berhasil, dipertahankan
selama 24 jam.
Bila tetap tidak berhasil, lakukan
laparatomi, kalai mungkin lakukan
ligasi arteri uterina atau hipogastrika
(khusus untuk pasien yang belum
punya anak), bila tidak mungkin
dilakukan histerektomi.
2. Retensio Plasenta

Tertahannya atau belum lahirnya plasenta


hingga atau lebih dari 30 menit setelah
bayi lahir. Gangguan pelepasan sebagian
besar disebabkan oleh kontraksi uterus Implantasi jonjot korion
plasenta yang menembus
lapisan miometrium hingga
mencapai lapisan serosa
dinding uterus
Implantasi jonjot korion
plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan
miometrium
Implantasi jonjot korion
plasenta hingga mencapai
sebagian lapisan miometrium
sampai ke serosa
Plasenta manual
Dilakukan bila plasenta belum lahir 30 menit
setelah bayi lahir
Berikan sedativa dan analgetik jika diperlukan
(untuk relaksasi dan mencegah refleks vagal)
Masukkan tangan secara obstetrik dengan
menelusuri bagian bawah tali pusat, sementara
tangan yang lain menahan fundus uteri
Lepaskan implantasi plasenta

CAT:
Infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL
NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila
perlu, kombinasikan dengan
misoprostol 400 mg per rektal
Antibiotik: ampisilin 2 g IV / oral +
metronidazol 1 g supositoria / oral
Analgesik: Tramadol 100 mg IV atau
Pethidine 50 mg IV)
Sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada
tabung suntik yang terpisah
3. Inversio Uteri

Bagian fundus uterus memasuki kavum uteri, sehingga


fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri

Inkomplit

Fundus uterus belum keluar dari serviks

Komplit

Seluruh uterus keluar dari serviks

Reposisi pervaginam
segera dalam anestesi
umum, bila perlu
4. Perdarahan karena laserasi
Ruptur perineum dan robekan dinding vagina
Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina
atau kulit perineum
Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke
vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot
diafragma urogenital
Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang
menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan
CAT:
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari
operator
Robekan serviks
Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek
sehingga perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah
eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan
penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian
ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan, periksa tanda vital psien, kontraksi uterus,
tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan
Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-
tanda infeksi
Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar
Hb < 8 g%, berikan transfusi darah
PENCEGAHAN
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif
pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan
tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif
merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
1. Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera
setelah bayi dilahirkan.
2. Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat
dan tepat
3. Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik
uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik /
maneuver brandt-andrew

You might also like