dilakukan Ibnu Sina terhadap pasien tersebut Anisah Asma Fauziyyah Farida 2013730010 dalam islam, Ibnu sina diperbolehkan menolong pasiennya yang mengalami perdarahan akibat abortus tersebut, namun dengan syarat sang pasien harus ditemani dengan makhromnya. seperti yang tercantum dalam beberapa landasan hukum berikut : Al-Quran dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah : 2)
dan Allah telah menjelaskan kepada kamu apa
yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu lakukan. (Q.S. Al-Anam : 119) hadist Siapa yang mampu untuk dapat bermanfaat buat saudaranya, maka berilah manfaat (H.R. Muslim) Pandangan ulama 1. Fatwa Syaikh Muhammad Saleh Al-Utsmani RA. Dalam kitab Wa Rasaail Syaikh Ibnu Utsmamin juz 1 halaman 30, syamilah :
sesungguhnya seorang wanita yang mendatangi dokter
lelaki di saat tidak ditemukan dokter wanita tidaklah mengapa, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama, dan dibolehkan bagi wanita tersebut membuka di hadapan dokter lelaki semua yang dibutuhkan untuk dilihat, hanya saja disyaratkan harus ditemani mahram tanpa khalwat dengan dokter lelaki tersebut, sebab khalwat diharamkan, dan ini termaksud kebutuhan 2. Fatwa Lajnah Daimah dalam fatwa bi ruqmi, wa tarikhul. Jannatiddaimati lil buhusil alamiyati wal iftai No. 3201 tanggal 1/9/1400 H :
jika memungkinkan membuka aurat wanita tersebut
dan mengobatinya pada dokter wanita yang muslimah, maka tidak boleh baginya membuka auratnya dan melakukan pengobatan kepada dokter lelaki meskipun dia seorang muslim. Namun jika tidak memungkinkan, dan ia terpaksa melakukan karena pengobatan, maka boleh dibuka auratnya oleh dokter lelaki muslim dengan kehadiran suaminya atau mahramnya, karena dikhawatirkan fitnah atau terjatuh kedalam perkara yang tidak disukai akibatnya. Jika tidak ditemukan dokter lelaki muslim, maka dibolehkan dokter lelaki kafir dengan syarat yang sama analisis islam sangat menghargai tugas kesehatan, karena tugas ini adalah tugas kemanusiaan yang sangat mulia, sebab menolong sesama manusia yang sedang menderita. Dan menurut islam, hubungan antara petugas kesehatan dengan pasien adalah sebagai hubungan penjual jasa dengan pemakai jasa, sebab si pasien dapat memanfaatkan ilmu, keterampilan, keahlian petugas kesehatan, sedangkan petugas kesehatan memperoleh imbalan atas profesinya berupa gaji atau honor. Karena itulah terjadilah akad ijarah antara kedua belah pihak, ialah suatu akad, di masa satu pihak memanfaatkan barang, tenaga, pikiran, keterampilan, dan keahlian pihak lain, dengan memberi imbalannya. namun semua itu ada ukuran dan batasannya. Dalam masalah merawat dan mengobati pasien di dalam dunia kedokteran, secara umum islam mengizinkan hal itu terjadi walau antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini bisa saja dokter laki-laki dan pasiennya perempuan, atau sebaliknya. Kecuali untuk jenis penyakit tertentu yang mengharuskan dengan sesama jenis.