You are on page 1of 28

REAKSI

ANAFILAKSIS
PEMBIMBING:
dr. P.B. Putra, SpPD-KR
suatu respons hipersensitivitas yang
Immunoglobulin
diperantarai oleh
E(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai
dengan curah jantung dan tekanan arteri
DEFINISI yang menurun hebat yang disebabkan oleh adanya
suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul
segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk
dalam sirkulasi.
1-3/10.000
Insidens anafilaksis diperkirakan
penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3 tiap
satu juta penduduk.
Sementara di Indonesia khususnya di Bali, angka
EPIDEMIOLOG kematian dilaporkan 2 kasus tiap 10.000 total
I pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami
peningkatan 2 kali lipat pada tahun 2006

(Sampson, 2010).
ETIOLOGI
PATOFISIOLO
GI
#1
PATOFISIOLO
GI
#2
MANIFESTA
SI KLINIS
Kulit dan mukosa Urtikaria dan angioedema kronis
Sindrom alergi makanan
Sistem respirasi Laringotrakeitis akut
Obstruksi trakea atau bronkus (misalnya akibat benda asing,
disfungsi korda vokalis)
Status asmatikus (tanpa komplikasi pada organ lain)
Sistem kardiovaskular Vasovagal sinkop
Emboli pulmonal
Infark miokard
Aritmia jantung
Krisis Hipertensi
Syok kardiogenik
Farmakologis atau Etanol
DIAGNOSIS reaksi toksin Histamin
Opium

BANDING Neuropsikiatri Sindrom hiperventilasi


Ganguan panik dan kecemasan
Gangguan somatoform (misalnya dipneu psikogenik, disfungsi
korda vokalis)
Gangguan disosiasi dan konversi (misalnya globus histerikus)
Epilepsi
Gangguan cerebrovascular
Psikosis
Sindrom Hoignes
Koma (misalnya koma metabolic, koma traumatic)
Endokrin Hipoglikemia
Krisis tirotoksik
Sindrom karsinoid
Tumor vasointestinal
Phaeochromocytoma
KRITERIA
DIAGNOSIS
TATALAKSAN
A
TATALAKSAN
A
Komplikasi pada reaksi anafilaksis jarang terjadi,
dan pasien umumnya sembuh sempurna.
KOMPLIKASI Iskemia miokard hipotensi dan hipoksia, terutama
pada CAD vasopressor.
LAPORA
N KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. Hariyono
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan: Petani
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jirak Kerep 71/73 Pagerwetan, Kesamben
Tanggal MRS : 11 Januari 2017
No RM : 206541
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA: Penurunan Kesadaran

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak pagi sekitar jam 9

SMRS.

Sebelumnya, pasien merasa ada yang menggigit kakinya, terasa nyeri

saat bekerja di sawah. Beberapa menit kemudian pasien gatal di seluruh

tubuh dan mengeluh biduran. Pasien juga merasa lemas pada seluruh

tubuh dan matanya berkunang-kunang. Lalu ia pulang ke rumah dan

dibawa ke bidan terdekat dan dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

Selama perjalanan, pasien tidak dapat diajak bicara, hanya hmm hmm,
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

Pasien pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya sekitar 1 tahun yang

lalu setelah makan buah naga dan dirawat inap selama 3 hari di RS Budi

Mulyo. HT (-), DM (-), Alergi disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala seperti ini.

RIWAYAT SOSIAL:

Pasien telah menikah dan hidup bersama istri. Pasien merokok sejak lebih

dari 20 tahun yang lalu, sekitar 1 bungkus per 2 hari, dan berhenti sejak 6

tahun yang lalu. Pasien makan teratur 3x sehari dengan nasi, lauk pauk dan

sayur.
PEMERIKSAA Keadaan
GCS 325
BP: 90/60 mmHg
PR: 96 x/menit, irregular, kuat

N FISIK
umum:
RR: 20 x/mnt, reguler, normal
tampak sakit
Kesan: normoweight Tax: 36,60 C
sedang
SpO2: 97%
Kepala Normosefali, simetris, ptosis (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) JVP R+0 cmH2O
Ictus invisible, palpable at ICS V MCL sinistra
LHM ictus
Jantung
RHM parasternal line dekstra medial
S1, S2 tunggal, gallop (-), murmur (-)

Inspeksi: Statis D=S


Dinamis D=S
Thorax Palpasi: Ekspansi dada simetris, D=S
Stem Fremitus N N
Paru N N
N N
Perkusi: Sonor Sonor Auskultasi: V V Rh - - Wh - -
Sonor Sonor V V -- --
Sonor Sonor V V -- --

Rounded, soefl, bising usus (+) normal, liver span 8 cm, Traubes space tympani, bruit (-),
Abdomen shifting dullness (-),
epigastric tenderness (-)
Ekstremitas Akral dingin, edema lengan -/-, edema tungkai -/-.
EKG
LABORATORIUM
Lab Value Lab Value
Hemoglobi 13,3 13,4-17,7 Na 144 136-
n g/dL 145mmol/l
Eritrosit 4,53 x 4 5,5 x 106 K 3,60 3.5-5.0
106 mmol/l
Leucocyte 9100 4,000- Cl 112 98-106
11,000/L mmol/l
Hematokrit 34,9 % 38-42 % Ureum 29 16.6-48.5
mg/dL
MCV 77,1 80-93 fl Creatinin 1,40 0,5-1,5
mg/dL
MCH 29,30 27-31pg SGOT 21 0-32
MCHC 38,1 32 36 g/dL SGPT 18 0-33
Thrombocy 186 x 142-42 RBG 204 <200
te 103 x103/L mg/dL
Limfosit 13,4% 25-45 Granulosi 81,3% 45-70
t
Planning
Planning
Cue and Clue (s) Problem List Initial Diagnosis Planning Therapy Monitoring &
Diagnosis
Education
Tn H/66 th/Dahlia 1 1. Syok anafilaksis 1.Reaksi Alergi Skin test - Bed rest Subjektif
Anamnesis: - Supine position, TTV
- Penurunan kesadaran trendelenberg position Produksi urin
- Merasa digigit sesuatu dan - O2 NC 2 lpm
nyeri - Loading NaCl 1000cc Edukasi hindari
- Gatal seluruh tubuh dan - Maintanance NaCl 0,9% pencetus alergi.
bentol-bentol seperti biduran 1500cc/24 jam 20 tpm
- Lemas seluruh tubuh dan mata - Inj. Epinephrine 0,2 mg IM
berkunang-kunang - Inj. Diphenhydramine 3x50
- Riwayat gejala yang sama 1 th mg iv
yang lalu setelah makan buah
naga. Bila GCS 456
PO
Pemeriksaan Fisik: - Loratadine 1x10 mg tab
KU: sakit sedang - Methylprednisolone 3x4 mg
GCS 325 tab
BP 90/60 mmhg - Omeprazole 1x20 mg tab
HR 96 b/m RR 20/m Tax 36.6
Akral dingin

Lab :
WBC : 9.100
Limfosit: 13,4 %
Granulosit: 81,3 %
PEMBAHASAN
Teori Pembahasan
Reaksi anafilaktik dapat terjadi melalui beberapa Pada pasien ini, pasien mengatakan bahwa sebelumnya
mekanisme, menurut World Allergy Organization pada ia merasa ada sesuatu yang menggigit kakinya dan
tahun 2012, berdasarkan mekanismenya ialah : menyebabkan nyeri. Kemudian menjadi bentol-bentol
1. Reaksi yang diperantarai IgE seperti biduran diseluruh tubuh.
Makanan

Antibiotik dan muscle relaxants
Serangga
Lateks
Agen lain-lain (insulin, protein seminal dan
antitoksin)
2. Reaksi yang diperantarai kompleks sitotoksik dan
Imun dengan komplemen
3. Aktivasi sel mast non-imunologi
4. Modulator metabolisme Asam Arakidonat
5. Agen Sulfat
6. Penyebab Idiopatik
TEORI PEMBAHASAN
Berdasarkan (Campbell et all, 2014) diagnosis anafilaksis dapat tegak jika Pada pasien ini, onset dari pasien tergigit sampai mengalami penurunan
satu dari tiga kriteria di bawah ini terpenuhi : kesadaran dalam hitungan jam.
1. Onset penyakit akut (dalam hitungan menit hingga beberapa jam)
Pasien juga mengalami gatal-gatal diseluruh tubuh dan mengeluh
dengan adanya keterlibatan dari :
biduran. Pasien juga merasa lemas pada seluruh tubuh dan matanya
Kulit dan atau mukosa berupa pruritus, kemerahan, urtikaria dan
berkunang-kunang.
angioedema, atau
Gangguan pernapasan berupa, sesak napas, bronkospasme disertai Saat dibawa ke IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, tekanan darah saat
wheezing, penurunan aliran ekspirasi maksimal, stridor, hipoksemia, pertama kali yakni 90/60 mmHg dengan HR 96 x/menit, RR 20 x/menit,
atau dan disertai akral dingin.
Hipotensi atau disfungsi organ perifer berupa kolaps, sinkop dan

inkontinensia.
2. Atau terjadinya kejadian di bawah ini yang terjadi cepat setelah paparan
terhadap hal-hal yang dicurigai bersifat alergen terhadap pasien.
Kulit dan atau mukosa berupa pruritus, kemerahan, urtikaria dan
angioedema.
Gangguan pernapasan berupa, sesak napas, bronkospasme disertai
wheezing, penurunan aliran ekspirasi maksimal, stridor, hipoksemia.
Hipotensi atau disfungsi organ perifer berupa kolaps, sinkop dan
inkontinensia.
Gejala gastrointestinal tract yang menetap berupa muntah, nyeri
keram pada abdomen dan diare.
3. Setelah paparan terhadap hal yang diketahui bersifat alergen terhadap
pasien dalam hitungan menit hingga beberapa jam terjadi hipotensi.
TEORI PEMBAHASAN
Tindakan pertama yang paling penting dilakukan adalah mengidentifikasi Penatalaksanaan pada pasien ini yang pertama kali dilakukan adalah
dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga menyebabkan membaringkan pasien pada keadaan supine dan trendelenberg .
reaksi anafilaksis.Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki
diangkat lebih tinggi dari kepala untukmeningkatkan aliran darah
balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan
tekanan darah (Ewan, 1998; Mullins, 2006; Longecker, 2008).
Pada pasien ini didapatkan jalan nafas yang paten dan mengalami
Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan hipotensi. Diberikan O2 2 lpm NC untuk membantu pernapasan.
circulation dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan
kebutuhan bantuan hidup dasar. Pada pasien ini diberikan injeksi Epinephrine 0,2 mg secara
intramuskular pada gluteus.
Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan mediator
lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP
dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi
serta pelepasan histamine dan mediator lainnya (Ewan, 1998; Mullins,
2006; Simons, 2016). Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada
lengan atas, paha, ataupun sekitar lesi pada sengatan serangga
merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik.
Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler.
Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan
lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml larutan
1:1000 (0,2-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk
anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai
tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan (Ewan, 1998; Mullins,
TEORI PEMBAHASAN
Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses Pada pasien ini juga diberikan injeksi diphenhydramine 3x50
vasodilatasi dan peningkatan peningkatan permeabilitas mg secara intravena
vaskular yang diakibatkan oleh pelepasan mediator dengan Selain itu, pada pasien ini juga dibarikan antihistamin peroral
cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi loratadine 1x10 mg.
bukan bukan merupakan obat pengganti adrenalin.
Antihistamin yang juga dapat diberikan adalah
dipenhidramin intravena 50 mg secara pelan-pelan (5-10
menit), diulang tiap 6 jam selama 48 jam (Mullins, 2006;
Simons, 2016). Methylprednisolone 3x4 mg secara per oral apabila GCS
pasien membaik.
Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon
keradangan, kortikosteroid tidakbanyak membantu pada tata
laksana akut anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi
sedang hingga berat untuk memperpendek episode
anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang.
Glukokortikoid intravena baru diharapkan menjadi efektif
setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg
intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien
stabil (yang biasanya tercapai setelah 12 jam), atau
TEORI PEMBAHASAN
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan Pada pasien ini diberikan loading NaCl 1000cc untuk
jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan hipotensinya dan tekanan darah setelah rehidrasi yakni
cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam 100/70, dilanjutkan NaCl 0,9% 1500cc/24 jam.
mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta
mengatasi asidosis laktat. Cairan intravena seperti larutan
isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Pada pasien ini dilakukan observasi keluhan, vital sign, dan
produksi urin. Serta mengedukasi agar pasien menghindari
Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis pencetus alergi.
(keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan produksi
urine), analisa gas darah, elektrokardiografi, dan komplikasi
karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest.
Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan
cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai
beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga
pernah dilaporkan (Mullins, 2006).
Reaksi anafilaktik adalah suatu respon
hipersensitivitas yang diperantarai oleh
Immnuglobulin E (hipersensitivitas tipe cepat) yang
ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri
yang menurun hebat.
Reaksi anafilaksis dapat disebabkan oleh mekanisme
imunologis dan non imunologis (reaksi anafilaktoid).
Gejala klinis yang timbul dapat bervariasi pada
KESIMPULA beberapa organ, antara lain: mukokutaneus, respirasi,
kardiovaskular, dan gastrointestinal.
N Diagnosis anafilaksis ditegakkan berdasarkan adanya
gejala klinis sistematik yang muncul beberapa detik
atau menit setelah pasien terpajan oleh allergen atau
faktor pencetusnya.
Penanganan yang segera saat ditemukan anafilaksis
sangat penting, karena kematian akibat anafilaksis
dapat terjadi dalam hitungan menit hingga jam
setelah gejala pertama muncul.

You might also like