Professional Documents
Culture Documents
Dr.Warsinggih,SpB-KBD
SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS/
Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
Pendahuluan
Di AS Trauma abdomen paling banyak terjadi
pada umur di bawah 45 tahun
Emergency Laparotomy :
Abdominal gunshot wounds 75% - 90%
Stab wounds 25% - 35%
Blunt trauma 15% - 20%
Trauma Abdomen dibedakan atas :
Trauma Tumpul
Trauma Tajam / Luka tembak
Pemeriksaan Trauma abdomen :
Adanya Masking :
1. T. Multiple
- Alkoholism
2. Tidak sadar - Drug Abuse
- Head Injury
Diagnostic peritoneal lavage
- Aspirat
Darah > 10 ml > 5 ml
Cairan Isi usus -
- Lavase
Ery. > 100.000/mm3 > 50.000/mm3
Lek > 500/mm3 > 200/mm3
Enzim Amilase 20 IU/L -
Alk. Fosfatase IU/L -
Empedu Komf. Biokimia
Indikasi
Computerized tomography (CT)
Pasien dengan keadaan umum yang
stabil
Delayed presentation gejala muncul
lebih dari 24 jam setelah trauma
Hasil DPL yang meragukan
Kecurigaan trauma retroperitoneal seperti
adanya hematuria tanpa trauma urethra
atau buli-buli
Kontra indikasi CT scan
Absolute; adanya indikasi untuk
laparotomi dan kehamilan
Relative; allergy terhadap media kontras
Ultrasound (USG)
More operator dependent
Dengan peningkatan resolusi ultrasound,
prosedur jadi lebih cepat, non invasif,
murah
USG dapat dengan cepat menunjukan
cairan bebas intraperitoneal dan trauma
organ padat, mampu mengevaluasi daerah
retroperitonium,
USG kurang mampu untuk
mengidentifikasi perforasi organ berongga.
Laparoscopy
Modern minimally invasive surgery
Aplikasi diagnostik dan terapeutik
Hemodinamik harus stabil
Kelemahan laparoskopi pada
trauma abdomen
Membutuhkan anestesi umum
Resiko pneumothraks pada ruptur
diaphragma
Resiko emboli gas pada trauma vena-vena
besar
Algoritma Penanganan
trauma tumpul abdomen
observe
Penanganan non operatif
Pada pasien hemodinamik stabil
60 70% trauma tumpul organ padat
dapat ditangani secara non operatif,
angka kesuksesan lebih dari 90%
Screening pasien dengan CT scan
Trauma Limpa
Penanganan operasi trauma limpa banyak
perubahan berhub. dengan faktor
imunologis/retikuloendotelial sistem.
Splenektomi pasien yang tidak stabil
pneumovax, H. influenza,
meningokokus
Antibiotik post splenektomi
Penanganan non operatif
trauma limpa
60 70% kasus Trauma tumpul limpa
ditangani secara non operatif angka
kegagalan 10%
Hemodinamik stabil
Pada pemeriksaan ulangan; tidak ada
tanda -tanda rangsangan peritoneal
Perawatan ICU dan tersedia fasilitas untuk
CT serial
Derajat trauma limpa
Grade I : hematom subkapsuler,<10 % permukaan)
laserasi kapsul robek,< 1 cm ke dalam
parenkim
Grade II : hematom subkapsuler, 10 50 % permukaan
(diameter), < 5 % hematom intraparenkim
Laserasi 1 -3 cm dalamnya parenkim
tidak melibatkan pembuluh darah trabekula
Grade III : hematom subkapsular > 50 % , ruptur subkapsuler
> 5 % hematoma intraparenkim
Laserasi > 3 cm dalamnya parenkim,
melibatkan pembuluh darah trabekula
Grade IV : Laserasi Laserasi segmental
Vaskuler > 25 % vaskuler limpa
Grade V : Laserasi limpa hancur
Kandidat untuk penanganan
non operatif trauma limpa
- hipotermi
- asidosis metabolik
- koagulopati
Grading of liver injury
Penanganan non operatif
trauma hepar
Hemodinamik harus stabil
Trauma grade I dan grade II
Kunci sukses; monitor yang ketat, CT
serial
Komplikasi: biloma, abses, fistel
vaskuler-bilier
Algoritma trauma tembus abdomen
Indikasi operasi
trauma tembus abdomen