Professional Documents
Culture Documents
Demam Tifoid
Pembimbing:
dr. Abdul Hakam, Msi, Med, Sp.A
Disusun oleh:
Rachel Callista (406152043)
Riwayat postnatal
Pemeriksaan postnatal dilakukan di bidan dan tidak
ditemukan kelainan pada anak.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Perkembangan:
Tidak ada gangguan perkembangan mental dan
emosi
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Psikomotor:
Tengkurap: Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk: Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri: Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Bicara: Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 13 bulan (Normal: 13 bulan)
BB/U: di bawah -2 gizi kurang
PB/U: di bawah 0 normal
IMT/U: di bawah -3 sangat kurus
Interpretasi kurva WHO
Riwayat makan dan minum
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga usia 40
hari, lalu dilanjutkan dengan susu formula. Sejak usia
6 bulan pasien mulai mengkonsumsi bubur dan
buah-buahan yang diserut. Pasien mulai makan
makanan keluarga saat pasien berusia 2 tahun.
Sekarang pasien selain mengkomsumsi makan-
makanan rumah, pasien juga mengkonsumsi jajanan
di depan sekolah dan disekitar komplek rumah.
Nafsu makan dan minum sekarang berkurang
semenjak pasien sakit.
Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi diakui ibu pasien sudah
dilakukan lengkap sesuai jadwal.
Riwayat sosial dan ekonomi
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara. Pasien tinggal di rumah bersama
ayah dan ibunya beserta kedua saudaranya.
Ibunya bekerja sebagai perangkat desa, dan
ayahnya bekerja sebagai wiraswasta. Pasien
berasal dari keluarga dengan kesan ekonomi
cukup, dengan biaya perawatan ditanggung
BPJS.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan pada Rabu, 29 Juni 2016 pukul
10.00 wib, didampingi oleh orang tua pasien.
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis, GCS 15
Tanda vital:
Nadi : 93x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan : 20x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 37,7oC (aksila)
Pemeriksaan Sistematis Hasil Pemeriksaan
Kepala
Bentuk dan ukuran Normosefali
Rambut Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata tidak
cekung, pupil bulat, isokor dengan diameter 3mm/3mm, reflex cahaya
langsung dan tidak langsung +/+
Telinga Bentuk normal, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tarik aurikula -/-, pembesaran KGB
retroaurikula -/-, liang telinga lapang dextra et sinistra, serumen -/-, sekret -/-
Hidung Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret -/-, epistaksis -/-, napas cuping
hidung (-), mukosa hidung berwarna merah muda
Mulut Gusi berdarah (-), caries (-), stomatitis di bibir (-), mukosa bukal kanan-kiri
berwarna merah muda.
Bibir Bibir kering, sianosis (-)
Lidah Kotor dengan tepi hiperemis
Tonsil T1/T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-)
Faring Tidak hiperemis
Pemeriksaan Sistematis Hasil Pemeriksaan
Leher Kaku kuduk (-), deviasi (-), letak trakea di tengah, nyeri tekan (-), krepitasi (-),
tidak teraba pembesaran KGB
Thorax
Pulmo
o Inspeksi Bentuk dada normal, simetris pada posisi statis dan dinamis, retraksi
interkostal (-)
o Palpasi Nyeri tekan (-), stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
Diagnosis banding
Demam berdarah dengue
Malaria
ISK
TBC
Tatalaksana
Farmakologis Non-farmakalogis
IVFD RL 20 tpm Tirah baring, dengan
Ceftriaxone IV 2 x 500 kebutuhan cairan dan
kalori yang adekuat
mg
Diet makanan lunak
Paracetamol syr 3 x 2 (mudah dicerna) dan tidak
cth (prn demam) berserat
Ranitidin 2 x ampul Setelah demam turun,
Ondansetron 2 x 1 dapat diberikan makanan
ampul yang lebih padat dengan
Ambroxol syr 3 x 1 cth kalori terpenuhi sesuai
kebutuhan
Prognosis
ad Vitam : ad bonam
ad Fungtionam : ad bonam
ad Sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Penyakit endemis yang sering ditemukan di
negara berkembang, termasuk Indonesia yang
disebabkan infeksi sistemik oleh bakteri
Salmonella typhi.
Epidemiologi
Prevalens 91% kasus demam tifoid pada
umur 3-19 tahun
Sebagian besar kasus terjadi pada usia > 5
tahun
Data surveilans (2000): estimasi penyakit tifoid
21.650.974 kasus.
Etiologi
96% kasus demam tifoid di Indonesia
disebabkan oleh S. typhi, sementara sisanya
disebabkan oleh S.paratyphi.
Keduanya merupakan bakteri gram-negatif.
Patogenesis
Tanda dan gejala
Masa inkubasi (10-14 hari): asimptomastis
Fase invasi. Demam > 7 hari, naik secara bertahap setiap
harinya, terkadang suhu malam lebih tinggi dibanding pagi
hari. Gejala lainnya ialah delirium (mengigau), nyeri kepala,
kembung, mual, muntah, sakit perut, batuk, lemas, diare
atau konstipasi.
Diakhir minggu pertama, demam telah mencapai suhu
tertinggi dan konstan tinggi selama minggu kedua. Tanda
lainnya ialah bradikardi relatif, pulsasi dikrotik,
meteorismus, hepatomegali, splenomegali, lidah tifoid
(dibagian tengah kotor dengan tepi hiperemis).
Tanda dan gejala
Stadium evolusi. Demam mulai turun
perlahan, tetapi dalam waktu yang cukup
lama. Dapat terjadi komplikasi perforasi usus.
Pada sebagian kasus, bakteri masih ada dalam
jumlah minimal (menjadi karier kronis).
Pada demam tifoid berat dapat dijumpai
penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium hematologi rutin: anemia (umumnya karena
supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan
usus), leukopenia namun jarang <3000/ul, an-eosinofilia,
limfositosis relatif, atau trombositopenia (pada kasus berat)
LED meningkat
Enzim transaminasie meningkat
Serologi:
Antibodi IgM dan IgG S. typhi
Widal kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4x titer
fase akut ke fase konvalesens
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan biakan Salmonela:
Biakan darah: t.u pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit
Biakan sumsum tulang masih + sampai minggu ke-4
Pemeriksaan radiologi:
Rontgen toraks komplikasi pneumonia
Rontgen abdomen komplikasi intraintestinal (peritonitis,
perforasi usus, atau perdarahan saluran cerna)
Pada perforasi usus tampak:
Distribusi udara tak merata
Airfluid level
Bayangan radiolusen di daerah hepar
Udara bebas pada abdomen
Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakan apabila
ditemukan gejala klinis tifoid yang didukung
dengan minimal salah satu pemeriksaan
penunjang berikut:
Uji diagnostik lainnya yang lebih sensitif dan
spesifik, seperti serologi IgM, immunoblotting
(Typhi-dot), DNA probe, serta pemeriksaan PCR
Biakan Salmonella typhi
Diagnosis banding
Infeksi dengue, ISK, malaria, gastroenteritis,
bronchitis dan bronkopneumonia. Pada
demam tifoid yang berat maka sepsis,
leukemia, limfoma, dan penyakit Hodgin dapat
dipikirkan.
Komplikasi
Kejang
Peritonitis dan perdarahan saluran cerna: suhu menurun,
nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palapasi,
bising usus menurun atau menghilang, defense muscular,
dan pekak hati menghilang
Perforasi intestinal
Ensefalopati tifoid (toxic typhoid)
Hepatitis tifosa
Miokarditis
Pneumonia
Tatalaksana
Suportif:
Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah
Tirah baring
Isolasi memadai
Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi
Diet makanan tidak berserat dan mudah dicerna,
setelah demam reda dapat segera diberi makanan
yang lebih padat dengan kalori cukup
Tatalaksana
Farmakologis:
Antibiotik
Lini I:
Kloramfenikol 50-100mg/KgBB/hari PO/IV, dibagi dalam 4
dosis, selama 10-14 hari.
Amoksisilin 100mg/KgBB/hari PO/IV selama 10 hari
Kotrimoksazol 6mg/KgBB/hari PO selama 10 hari
Lini II:
Seftriakson 80mg/KgBB/hari IV/IM, sekali sehari, salama 5 hari
Sefiksim 10mg/KgBB/hari PO, dibagi dalam 2 dosis, selama 10
hari
Tatalaksana
Farmakologis:
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan
gangguan kesadaran: Deksametason 1-
3mg/KgBB/hari IV, dibagi 3 dosis hingga kesadaran
membaik.
Pertimbangkan transfusi darah pada kasus
perdarahan saluran cerna dan perforasi usus
Pencegahan
Mencuci tangan dengan air hangat dan sabun
atau menggunakan hand sanitizer sebelum
makan, saat mempersiapkan makanan dan
setelah menggunakan toilet.
Meminum air minum dalam kemasan, minuman
kaleng, wine, bir atau minuman berkarbonat.
Hindari memakan sayur dan buah yang mentah
dan tidak dikupas.
Pencegahan
Melakukan vaksinasi tifoid khususnya untuk traveler yang akan
pergi ke daerah endemis, orang yang berkontak dekat dengan
karier tifoid, dan orang yang bekerja di laboratorium yang
berhubungan dengan bakteri s. typhi.
Ada 2 jenis vaksin:
Vaksin hidup yang dilemahkan Ty21a strain dari S. typhi. Vaksin ini
diberikan peroral dalam 4 dosis: 1 kapsul pada hari 1, 3, 5 dan 7 dan
diminum 1 jam sebelum makan. Dosis terakhir harus diberikan
sekurangnya 1 minggu sebelum travelling. Booster diberikan setiap 5
tahun pada orang yang berisiko.
Vi kapsular polisakarida diberikan sekurangnya 2 minggu sebelum
travelling. Diberikan secara IM dosis tunggal, dengan booster diberikan
setiap 2 tahun pada orang yang berisiko.
Daftar pustaka
Pudjiadi AH, Hegar B, Hardayastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
penyunting. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2010.
Cleary TG. Salmonella. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N,
penyunting. Nelsons textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2011.
Sunarmo SPS, Herry G, Sri RSH, Hindra IS, penyunting. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2012.
Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera M, Idris NS, Ambarsari CG, penyunting. Update
management of infectious disease and gastrointestinal disorders. Bab 1: Karyanti MR.
Pemeriksaan diagnostik terkini untuk demam tifoid. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012
World health organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Edisi
1. Jakarta: WHO Indonesia; 2008.
Centers for disease control and prevention. Vaccine information statements. USA:
National Center for Immunization and Respiratory Diseases; 2013.
TERIMA KASIH