Professional Documents
Culture Documents
SABRINA FAZRIESA
1418011194
Learning objective
1. Penyakit yang berhubungan dengan sindrom koroner akut
2. Alur tatalaksana & pencegahan (tatalaksana di UGD)
1. Penyakit yang berhubungan dengan SKA
STEMI
SKA
Unstable
NSTEMI
angina
Etiologi dan patofisiologi
Etiologi : aterosklerosis, spasme arteri coroner, oklusi koroner karena emboli/ thrombus
Patofisiologi:
Ruptur plak aterosklerosis Aktivasi, adhesi & agregasi platelet Terbentuk trombus
Tidak
Stenosis berat akan terjadi angina tidak stabil
100%/parsial
Faktor risiko SKA
Tidak dapat di
Dapat dimodifikasi: modifikasi :
hipertensi, DM, usia, jenis kelamin,
dislipidemia, obesitas, ras, riwayat keluarga
riwayat merokok, faktor
psikososial, aktifitas fisik
Faktor
risiko
Pemeriksaan Sering kali normal. Pada beberapa kasus dapat ditemui tada-tanda
kongesti dan instabilitas hemodinamik
penunjang Troponin I/T adalah gold standard (muncul 2-4 jam setelah awitan dan bertahan
sampai 2 minggu)
STEMI
EKG: elevasi segmen ST 1mm min. di dua lead berdekatan, terdapat evolusi EKG 1 jam
Pemeriksaan kemudian
Biomarker jantung: peningkatan troponin T (diagnosis akut) &/CKMB (diagnosis dan
melihat luas infark)
penunjang Laboratorium: Hb, Ht, leukosit, trombosit, natrium, kalium, ureum, kreatinin, GDS,
SGOT, SGPT, CK-MB, troponin
Rontgen thoraks AP, ekokardiografi
Diagnosis SKA
2. Alur tatalaksana & pencegahan
Terapi awal pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan
angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung.
Tirah baring
Morfin 1-5 g IV, dpt diulang tiap 10-30 mnt jika tdk responsif dgn 3x NTG
SL
(Morfin sulfat)
Nitrat spray/tab SL jika masih nyeri dada saat tiba di ruang gawat darurat
dapat diulang tiap 5 mnt, max. 3x
(NTG/ISDN) NTG IV jika tidak responsif dgn 3x NTG SL
160-320 mg pada semua pasien yg dk diketahui intoleransi
Aspirin aspirin
aspirin tidak bersalut>>absorbsi sublingual
Pencegahan sekunder:
Perubahan pola hidup
Senyawa penurun lipid
Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet untuk LDL-c > 2,6 mmol/L (100mg/Dl)
Fibtar atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri atau dalam kombinasi
Tatalaksana NSTEMI/Unstable angina
Evaluasi Awal
Menegakkan diagnosis kerja dengan cepat dan memilih penanganan yang tepat
berdasarkan keluhan, anamnesis, PF, EKG, biomarker jantung
Penanganan Awal
Dimulai saat diagnosis, meliputi:
Atasi nyeri dada akibat iskemia
Nilai status hemodinamik dan perbaiki kelainan (contoh: Hipertensi dan takikardia atas dengan
penyekat beta dan nitrogliserin)
Stratifikasi resiko
Tentukan strategi tatalaksana
Inisiasi terapi anti-trombolitik (antiplatelet dan antikoagulan) untuk mencegah trombosis
baru dan embolisasi dari plak yang ruptur/erosi
Pemberian penyekat beta untuk cegah iskemia berula dan aritmia
Strategi tatalaksana:
Strategi Invasif (angiografi koroner utk revaskularisasi)
Strategi Konservatif (medikamentosa)
Strategi tatalaksana
7. Statin
Tatalaksana STEMI
Terapi reperfusi segera
Intervensi Koroner Perkutan atau farmakologis, indikasi: semua pasien dengan gejala yang timbul
dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang
(terduga) baru
IKP primer: untuk pasien dengan gagal jantung akut berat/syok kardiogenik, kecuali bila
diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan
gejala yang telah lama.
Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer.
Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual antiplatelet
therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting stents (DES)
lebih disarankan daripada bare metal stents (BMS)
Periprosedural: Ticagrelor dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua kali sehari
(Kelas I-B) atau clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi,dosis loading 600 mg diikuti 150
mg per hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau diindikasikontrakan (Kelas I-C).
Antikoagulan: heparin yang tidak terfiksasi, enoksaparin
Tidak disarankan : Fondaparinuks dan fibrinolisi
Terapi fibrinolitik
Diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh
tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama, pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam
sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu
antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit
tenekteplase, alteplase, reteplase
Antikoagulan: Enoksaparin subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak terfraksi) (Kelas I-A), heparin tidak
terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan infus selama 3 hari (Kelas I-C), pada pasien yang diberikan
streptokinase, Fondaparinuks intravena secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian (Kelas IIa-B).
Angiografi emergensi untuk revaskularisasi: gagal jantung/pasien syok setelah dilakukannya fibrinolisis inisial (Kelas I-A).
Jika memungkinkan, angiografi untuk revaskularisasi (pada arteri yang mengalami infark) diindikasikan setelah brinolisis
yang berhasil (Kelas I-A). Waktu optimal angiografi untuk pasien stabil setelah lisis yang berhasil adalah 3-24 jam (Kelas IIa-
A).
Terapi jangka panjang
Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok dengan ketat (Kelas I-
B)
Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan tanpa henti (Kelas I-A)
DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga
Pengobatan oral dengan penyekat beta diindikasikan untuk pasien-pasien dengan gagal ginjal atau
disfungsi ventrikel kiri (Kelas I-A)
Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera mungkin sejak datang (Kelas
I-C)
Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien masuk rumah sakit bila
tidak ada indikasi kontra atau riwayat intoleransi, tanpa memandang nilai kolesterol inisial (Kelas I-
A)
ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan gagal ginjal, disfungsi sistolik
ventrikel kiri, diabetes, atau infark aterior (Kelas I-A). Sebagai alternatif dari ACE-I, ARB dapat
digunakan (Kelas I-B).
Antagonis aldosteron diindikasikan bila fraksi ejeksi 40% atau terdapat gagal ginjal atau diabetes,
bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia (Kelas I-B).
Sumber
Eliastam, Michael., George L. S., Michael J.B. 1998. Buku Saku Kedaruratan Medis.
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Myrtha, Risalina. 2012. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. CDK, 39(4), pp.261264.
Setiati, Siti., Idrus Alwi, Aru W. Sudoyo, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing