You are on page 1of 54

(HIRSCHSPRUNG DISEASE)

Sub Bagian Bedah Anak


PPDS Ilmu Bedah FK.Undip
RSUP. Dr. Kariadi Semarang
2014
Sejarah
1691 : Pertama kali dilaporkan Frederich Ruysch (guru
Anatomi)
1886 : Harald Hirschsprung (Pediatrik) Constipation
in Newborns Due to Dilatation and Hypertrophy of the
Colon
1938 : Robertson dan Kernohan : patogenesis aganglionik
1901: Tittel mengidentifikasi ketiadaan sel ganglion pada
colon distal anak dengan Hirschsprungs Disease
First insight into pathogenesis
Sejarah
1938: Robertson and Kernohan defined the association
of distal aganglionos and intestinal obstruction
1946: Ehrenpreis first to appreciate that colon became
secondarily dilated owing to distal obstruction
1948: Swenson and Bill reported the first definitive
operation for this condition
First to advocate full-thickness rectal biopsy for
definitive diagnosis
Sejarah
Declining mortality rates:
1954: Klein and Scarborough reported a 70% mortality
rate Mean age at diagnosis 45 months
1966: Shimm and Swenson reported a 33% mortality
rate Mean age at diagnosis 6 months
1992: Rescorla reported a 6% mortality rate
2000: Teitelbaum reported a 1% mortality rate
DEFINISI
Tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatis dari
pleksus submukosa Meisner dan pleksus mienterikus
Auerbach pada usus bagian distal
PERSARAFAN
USUS BESAR

Sistem saraf otonom


Serabut parasimpatis
berjalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah
kolon transversum, dan
saraf pelvikus yang
berasal dari daerah sacral
mensuplai bagian distal
PERSARAFAN
USUS BESAR
Serabut simpatis
meninggalkan medulla
spinalis melalui saraf
splangnikus untuk
mencapai kolon.
Penghambatan sekresi
Penghambatan
kontraksi
Penghambatan
perangsangan sfingter
rektun
PERSARAFAN USUS BESAR
Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus, terdiri
dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : diantara lapisan otot sirkuler
dan longitudinal
2. Pleksus Henle : disepanjang batas dalam otot
sirkuler
3. Pleksus Meissner : di submukosa
Megakolon kongenital :tidak dijumpai ganglion pada
pleksus Auerbach dan Meissner tersebut.
Epidemologi
Insidensi -> berkisar 1:5000 kelahiran
Prediksi di Indonesia -> akan lahir 1400 bayi/tahun
Laki-laki > perempuan
Risiko tinggi riwayat keluarga dengan megakolon
kongenital dan penderita syndrom Down
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit ini
Patogenesis
Hipoganglionosis : berkurangnya
kepadatan sel ganglion
Imaturitas sel ganglion : sel ganglion
ada, tapi belum berfungsi maksimal
Kerusakan sel ganglion :
Failure of neura
Non vaskular : infeksi Trypanosoma caudally
cruzi (penyakit Chagas), defisiensi Aganglionosis b
vitamin B1, infeksi kronis seperti 80% involve onl
Tuberkolosis 10% extend prox
Vaskular : kerusakan iskemik pada 10% involves the
sel ganglion, tindakan pull through small bowel
Rarely involves
MEGACOLON KONGENITAL
Berdasarkan segmen yang terkena :
Ultrashort segment : ganglion tidak ada pada
bagian yang sangat kecil dari rektum
Short segment : ganglion tidak ada pada
rektum dan sebagian kecil dari kolon
Long segment : ganglion tidak ada pada
rektum dan sebgian besar kolon
Very long segment : ganglion tidak ada pada
seluruh kolon dan rektum dan kadang
sebagian usus kecil
GAMBARAN KLINIS
Pada neonatus terdapat trias gejala klinis :
1. Pengeluaran mekonium yang terlambat >24jam (95%)
2. Muntah hijau
3. Distensi abdomen
10-15% - severe diarrhea alternating w/ constipation
enterocolitis of Hirschsprungs disease
Gambaran klinis
Pada anak
1. Konstipasi kronis
2. Gizi buruk
3. Perut buncit
4. Terlihat gerakan
peristaltik usus di
dinding abdomen
Diagnosis
Anamnesis
Keterlambatan pengeluaran mekonium yang
pertama, biasanya keluar >24jam
Muntah berwarna hijau
Obstipasi masa neonatus
Riwayat keluarga
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Perut kembung karena mengalami obstipasi
Colok dubur : sewaktu jari ditarik keluar maka
feses biasanya menyemprot keluar
Diagnosis
Abdominal plain X-rays
Barium Enema
Biopsi Rectal
Anal manometry
Abdominal X-ray

Dilated bowel
Air-fluid levels
Empty rectum
Barium Enema
(Colon in Loop)
1. Tampak penyempitan di
daerah bagian rektum ke
bagian proksimal yang
panjangnya bervariasi
2. Terdapat daerah transisi
3. Terdapat daerah pelebaran
lumen di proksimal daerah
transisi
Barium Enema
Less sensitive for detecting short lesions, total colon
aganglionosis, and disease of the newborn
Many newborns do NOT show definitive transition
zone
Delayed evacuation of contrast
Rektal biopsi
Gold standard
Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan
dengan morbiditas minimal karena menggunakan
suction khusus untuk biopsi rektum
Daerah yang diambil :
1. 2cm diatas linea dentata
2. Dari yang normal ganglion hingga yang
aganglionik
Rectal biopsy
Submucosal suction biopsy
Meissners submucosal plexus
Full thickness rectal biopsy
Auerbachs myenteric plexus
Acetylcholinesterase staining
increased staining of neurofibrils
Rapid frozen section
Untuk menganalisis aktivitas enzim dari sel ganglion
pada zona transisional, karena biasanya didapatkan
kurangnya aktivitas enzim pada daerah ini
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Absennya sel ganglion pada pleksus
mienterikus Auerbach dan pleksus submukosa
Meissner
Terlihat dalam jumlah banyak penebalan saraf
parasimpatis
ANOREKTAL MANOMETRI
Fungsi fisiologis defikasi pada penyakit yang melibatkan
sfingter anorektal
Ditemukannya kegagalan relaksasi sfingter ani interna
ketika rektum dilebarkan dengan balon
Keuntungan : dapat segera dilakukan dan pasien bisa
langsung pulang
Anorectal manometry
Absent rectoanal inhibitory reflex
Lack of internal anal sphincter relaxation in
response to rectal stretch
DIAGNOSIS BANDING
Neonatus :
Meconium ileus
Meconium plug syndrome
Neonatal small left colon syndrome
Malrotation with volvulus
Incarcerated hernia
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Anak :
Obstipasi
MANAJEMEN
Terapi medis :
1. Pemasangan NGT, Rectal tube dan wash out
2. Pemberian antibiotik pencegahan infeksi
3. Pemberian cairan infus menjaga
keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa tubuh
serta menjaga kondisi status nutrisi
OPERASI DEFINITIF
Tehnik Swensons
Tehnik Duhamel
Soave
Laparascopic pull-through techniques
Primary pull-through
Trans anal endorectal pull-through
A. Swenson
pembuangan daerah
aganglion hingga batas
sfingter ani interna dan
dilakukan anastomosis
coloanal pada perineum
Reseksi kolon aganglioner,
kolon yang berganglion di
tarik ke anus
Tehnik Swensons
Pasien diposisikan untuk akses perineum dan abdominal
Kolon proksimal dan mesenterium didiseksi
Peritoneal refleksi pada rectosigmoid diincisi,ureter dan
vas deferens diidentifikasi
Diseksi dilanjutkan sampai ke daerah pelvis
Diseksi dilakukan sampai dinding rektum untuk
melindungi pelvic autonom nervous system
Klem dimasukkan melalui anus, ujung rectosigmoid
kemudian dibalikkan
Garis mukokutan harus jelas terlihat
Sebuah incisi oblik dibuat pada rektum yang
diprolapskan,kemudian klem melalui pelvis menarik
segmen proksimal ganglionik
Kemudian dibuat jahitan terputus dengan benang
absorbable pada lapisan mukosa dan muskularis
B. Tehnik Duhamel
Preservasi spincter ani interna
Diseksi retrocaecal secara tumpul sampai pelvic floor
Incisi pada 1/3 tengah rektum diatas linea dentata 1,5-
2,5 cm diatas mukokutan junction
Kemudian dilakukan retrocaecal pull-through kolon
yang ganglionik
Dilakukan end to side anastomosis
Duhamel
Daerah ujung
aganglionik ditinggalkan
dan bagian yang
ganglionik ditarik ke
bagian belakang ujung
daerah aganglionik.
Stapler kemudian
dimasukan melalui anus.
Tehnik Soave
Lapisan mukosa rektosigmoid dibuang dari lapisan
seromuskular
Kolon ganglionik ditarik keluar melalui anus melalui
selubung seromuskular rectosigmoid
Disebut juga prosedur pull-through endorectal
Bedah laparaskopi
Pembedahan satu tahap
Morbiditas menurun, tidak memerlukan kolostomi,
masa rawat lebih pendek

Trans Anal Pull-trough ( Neonatus)


Pembedahan satu tahap
Morbiditas menurun, tidak memerlukan kolostomi,
masa rawat lebih pendek
Laparoscopy Pull Through
Total Colon Aganglionic (TCA)
Dilakukan side to side anastomosis antara normal
ileum dan kolon desenden yang aganglionik ( Martin
prosedur )
Perawatan Post Op
Setelah reseksi GIT yang luas; BAB lebih sering dan cair
akan menimbulkan excoriasi pada perineum
Terapi dengan loperamid dan kaolin-pectin
Komplikasi
Setelah dilakukan Swensons dan duhamel; fecal
incontinence dan persistent constipation
Komplikasi setelah dilakukan tehnik Rehbeins ;bocor pd
tempat anastomosis
Komplikasi setelah dilakukan tehnik soave; retraksi usus,
rectal stenosis
anastomotic leak
anastomotic stricture
intestinal obstruction
pelvic abscess
wound infection
Komplikasi Dini
Kurang dari 4 minggu post op
Technical error atau infeksi
striktur
retraksi colon
Komplikasi Lanjut
Konstipasi kronis disebabkan ok achalasia spincter ani,
reseksi yang tidak komplit , striktur
Enterocolitis
Fekal incontinence (soiling)
Enterokolitis
Iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi
Gejala klinis awal : diare, distensi abdomen, demam,
muntah, borborygmus
Sering pada saat usia 2-4 minggu
Swenson : hampir 1/3 kasus Megacolon kongenital
datang dengan manifestasi klinis enterokolitis
Kejadian berdasarkan jenis tehnik operasi : Swenson
16,9%,Duhamel 15,4%, Soave 14,8%
Enterokolitis
Enterokolitis pada megakolon dapat didiagnosis
dengan foto polos abdomen :
Adanya kontur ireguler dari kolon yang
berdilatasi, disebabkan oleh edem,
spasme, ulserasi dari dinding intestinal
Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan
pemeriksaan barium enema atau colon in loop
Prognosis
Prognosisnya baik
90% pasien yang mendapat tindakan
pembedahan mengalami penyembuhan
10% pasien yang masih mempunyai masalah
dengan saluran cernanya, sehingga harus dilakukan
kolostomi permanen
Kematian akibat komplikasi dari tindakan
pembedahan pada bayi sekitar 20%
Terima Kasih . . . .

You might also like