You are on page 1of 40

REFERAT

Pembimbing :
dr. Dony haryanto,Sp. THT. KL, M.Kes
Dr. Nurmala, Sp. THT. KL, M.Kes

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
Pendahuluan

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat


menular, disebabkan oleh karena toxin dari bakteri
dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada
kulit dan atau mukosa dan penyebarannya melalui
udara. Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium
Diphteriae, dimana manusia merupakan salah satu
reservoir dari bakteri ini.
Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung
dan kadang pada kulit, konjugtiva, genitalia dan
telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala -gejala lokal
dan sistemik,efeksistemik terutama karena eksotoksin
yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat
infeksi
ANATOMI
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam
tonsil yaitu
1. tonsil faringal ( adenoid ),
2. tonsil palatina
3. tonsil lingual

yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin


Waldeyer.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.
Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid).
Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring
dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di
bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu :
1. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A.
Palatina asenden.
2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden
3. A. Lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.
4. A. Faringeal asenden.
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf V melalui
ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus
(N.IX).
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju
rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular
node) bagian superior di bawah M.
Sternocleidomastoideus
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya
menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai
pembuluh getah bening eferen sedangkan pembuluh getah
bening aferen tidak ada.
Ukuran Tonsil
T0 : Post Tonsilektomi
T1 : Tonsil masih terbatas dalam Fossa Tonsilaris
T2 : Sudah melewati pillar anterior belum melewati garis paramedian (pillar post)
T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median
T4 : Sudah melewati garis median
Tonsilitis difteri
Definisi
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium
Diphteriae. Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan
kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia dan telinga. Infeksi ini
menyebabkan gejala-gejala lokal dan sistemik, efek sistemik terutama
karena eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme
pada tempat infeksi.

Epidemiologi
Sebelum era vaksinasi, difteria merupakan penyakit yang sering
menyebabkan kematian. Namun sejak mulai diadakannya program
imunisasi DPT(di Indonesia pada tahun 1974), maka kasus dan
kematian akibat difteria berkurang sangat banyak. Angaka mortalitas
berkisar 5-10%,
Etiologi
Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae
Ada tiga strain C. diphtheriae yang berbeda yang dibedakan
oleh tingkat keparahan penyakit mereka yang
disebabkan pada manusia yaitu gravis, inter-medius, dan
mitis. Ketiga subspesies sedikit berbeda dalam morfologi
koloni dan sifat-sifat biokimia.
Perbedaan virulensi dari tiga strain dapat dikait-kan dengan
kemampuan relatif mereka untuk memproduksi toksin difteri
(baik kualitas dan kuantitas), dan tingkat pertumbuhan
masing-masing.
Manifestasi Klinis
Biasanya pembagian dibuat menurut tempat atau lokalisasi jaringan
yang terkena infeksi.Pembagian berdasarkan berat ringannya penyakit
juga diajukan oleh Beach, dkk (1950) sebagai berikut :
Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung
dengan gejala hanya nyeri menelan.
Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring
(dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan
pada laring.
Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot
jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang
ginjal).(
pembengkakan kelenjar regional sehingga leher tampak seperti leher sapi
(bull neck).

Sumber : The New England Journal of Medicine , n engl j med 369;16


nejm.org october 17, 2013
Bercak keputihan dan pseudomembran pada dinding tonsil

Sumber : The New England Journal of Medicine , n engl j med 369;16


nejm.org october 17, 2013
Bercak keputihan dan pseudomembran pada larinx 4 hari setelah
pemberian antibiotik

Sumber : euro surveillance


Euro Surveill. 2012;17(23):pii=20189.
Cutaneous diphteria, ulkus dalam dengan batas tegas

Sumber : euro surveillance


Euro Surveill. 2012;17(23):pii=20189.
Cara penularan
Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan
penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan
carier. Caranya melalui pernafasan atau droplet
infection. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 5
hari, masa penularan penderita 2-4minggu sejak
masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier
bisa sampai 6 bulan. Penyakit difteri yang
diserang terutama saluran pernafasan bagian atas.
Patofisiologi
membentuk
Corynebacterium Kerja dari eksotoxins
pseudomembran abu-
banyak mengubah
diphtheriae abu kotor yang klasik
sinyal intraseluler
dan superfisial

implantasi di atas Dalam sitoplasma,


eksudat fibrinopuluren
mukosa dari saluran yang tebal ikatan disulfida
nafas atas toksin berkurang

racun diptheria subunit A


mengkatalisis transfer
menghasilakan nekrosis dari epitel adenosin difosfat (ADP)-
eksotoksin mukosa ribosa dari nikotinamida
adenin dinukleotida
(NAD) untuk protein EF-2
Satu molekul toksin Corynebacterium
sehingga sehingga dapat diphtheriae
membunuh sel dengan
menonaktifkan ADP-ribosylating lebih menguraikan seperti
dari 106 EF-2 molekul racun

Bersamaan dengan
menciptakan lapisan meningkatnya
bakteri outgrows konsentrasi toksin, efek
sel-sel mati di kompetisi toksin melampaui area
tenggorokan lokal karena distribusi
toksin oleh sirkulasi
miokardium Saraf perifer
kardiomegali demielinisasi
myocarditis hemiparase
Mukosa skuamosa faring ditutupi secara tebal dengan material
basofilik yang pucat ( pseudomembran ). Inflamasi sedang submukosa
terlihat disini.
elektromikograf

Elektor mikograf scanning dari bentuk club batang tanpa flagella atau kapsul,
konsisten dengan spesies Corynebacterium ("coryne" berarti
cluPseudomembrane )
Bakteriologi

Sejumlah besar bakteri Gram positif batang yang melekat di


dalam pseudomembran
Kultur lesi tenggorokan dibutuhkan untuk diagnose
klinis, untuk isolasi primer menggunakan agar Loeffler,
atau agar tellurite Tinsdale.
Menyusul isolasi awal C.diphteriae dapat diidentifikasi
sebagai mitis, intermedius, atau biotipe gravis berdasar
fermentasi karbohidrat karbohidrat dan hemolisis pada
agar pelat darah domba. Strain ditentukan secara in vitro
dan in vivo.
impetigo

Difteri pada kulit


common Pharingitis Laryngitis

Difteri pada faring

Difteri pada laring


Nasal difteri

cold oleh Laringo- infeksi kulit


Sinusitis streptococcus yang
trakeo
Tonsillitis disebabkan
Adenoiditis membranosa
bronkitis
benda asing Angioneuro oleh
akut
tic edema streptokoku
dalam Mononucleosi
hidung s infeksiosa, pada laring s atau
stafilokokus
snuffles Tonsillitis Akut .
(lues membranosa epiglotitis
congenital). non-bakteria
Tonsillitis
herpetika
primer

Diagnosis banding
Penatalaksanaan
Apabila seseorang diduga menderita difteri oleh dokter,
maka pengobatan harus segera dilakukan tanpa
menunggu hasil pemeriksaan penunjang.
Selain itu, kontak dekat, seperti anggota keluarga, kontak
rumah tangga, dan karier harus menerima pengobatan
profilaksis tanpa memandang status imunisasi atau usia,
yaitu pengobatan dengan eritromisin atau penisilin selama
14 hari
Tatalaksana Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi
umum sampai setidaknya 2 kultur berturut-turut setelah pengobatan
selesai dengan jarak 24 jam memberikan hasil negatif

Jamin intake cairan dan makanan. Bentuk makanan disesuaikan


dengan toleransi, untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak,
saring/cair, bila perlu sonde lambung jika ada kesukaran menelan
(terutama pada paralisis palatum molle dan otot-otot faring).

Bila ada tanda-tanda obstruksi jalan nafas perbaiki segera.


Berikan oksigen atau lakukan tindakan trakeostomi bila
diperlukan.

Monitoring jantung dan organ-organ vital lain.


Tatalaksana Medikamentosa

Anti Difteri Serum (ADS)


Antitoksin difteri adalah preparat steril yang
mengandung globulin bersifat antitoksin spesifik yang
memiliki kekuatan menetralisir toksin yang dibentuk
oleh Corynebacterium diphtheriae. Antitoxin ini dibuat
dari plasma kuda yang sehat, yang telah terimunisasi
dengan suntikan toksin difteri.
Antitoksin difteri tersedia dalam bentuk vial 5 ml
(10.000 IU) dan 10 ml (20.000 IU), tiap ml
mengandung 2000 IU antitoxin difteri dan 0,25% fenol
v/v. Untuk pencegahan, dosis untuk anak-anak adalah
1000-3000 IU, sedangkan untuk dewasa 3000-5000 IU.
Untuk pengobatan, dosis tergantung usia, berat gejala,
dan lokasi membran.
Dosis menurut lokasi
Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian

Difteria Hidung 20.000 IU Intramuscular

Difteria Tonsil 40.000 IU Intramuscular / Intravena

Difteria Faring 40.000 IU Intramuscular / Intravena

Difteria Laring 40.000 IU Intramuscular /Intravena

Kombinasi lokasi diatas 80.000 IU Intravena

Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 IU Intravena

Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000 IU Intravena


Serum antidifteri merupakan serum heterolog, maka dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik. Untuk mencegah hal tersebut, maka
dilakukan hal-hal berikut :
Pengawasan tanda vital dan reaksi lainnya seperti perluasan
membran, selama dan sesudah pemberian terutama sampai 2 jam
setelah pemberian serum.
Adrenalin 1:1000 dalam dalam semprit harus selalu disediakan untuk
menanggulangi reaksi anafilaktik ( dosis 0,01 cc/kg BB
intramuskuler, maksimal diulang tiga kali dengan interval 5-15 menit
).
Sarana dan penanggulangan reaksi anafilaktik harus tersedia.
Uji kepekaan : Pada kulit (intra kutan) dan tetes mata di encerkan
1:10 dengan Nacl jika sensitif diberikan tidak secara langsung
tetapi secara perlahan (desensitasi) dengan interval 20 menit
Terapi medikamentosa
Antibiotik
Terapi antimikroba diindikasikan untuk menghentikan produksi
toksin, mengobati infeksi lokal, dan mencegah penularan. C.
diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai agen in vitro,
termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin, rifampisin, dan
tetrasiklin.
Penisilin prokain 25.000-50.000 IU/kgBB/hari intramuskuler,
selama 14 hari atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut negatif.
Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, per oral, tiap 6
jam selama 14 hari.
Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau
i.v. , dibagi dalam 4 dosis, diberikan selama 14 hari.
Kortikosteroid
Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB perhari.

Simptomatis
Dapat diberikan antipiretik untuk menurunkan
demam, jika pasien anak gelisah berikan
sedatif, dan apabila batuk bisa diberikan
antitusif.
Komplikasi
Miokarditis
gangguan sistem saraf
Sumbatan jalan nafas
Nefritis pada ginjal
Prognosis
Prognosis tergantung kepada :
Virulensi kuman
Lokasi dan perluasan membrane
Status kekebalan
Umur penderita,karena makin muda umur anak prognosis
makin buruk.
Keadaan umum penderita,misalnya prognosisnya kurang
baik pada penderita gizi kurang
Ada atau tidaknya komplikasi
Kesimpulan

Difteri merupakan penyakit yang harus di diagnosa dan di


therapi dengan segera, oleh karena itu bayi-bayi diwajibkan
di vaksinasi.
Penyebab dari penyakit difteri ini adalah C diphtheriae yang
merupakan kuman gram (+),Masa inkubasi kuman ini 2-5
hari,
Penyakit ini diklasifikasikan menurut lokasi membran yaitu
difteri nasal, difteri tonsil dan faring, difteri laring, difteri
kulit, difteri vulvovaginal, difteri konjungtiva, dan difteri
telinga, akan tetapi yang paling terseringa adalah difteri
tonsil faring
Kesimpulan

Dasar dari therapi ini adalah menetralisir toksin bebas dan


eradikasi C. diphtheriae dengan isolasi, antibiotik dan ADS.
Antibiotok penisilin dan eritromisin sangat efektif untuk
kebanyakan strain C. diphtheriae.
Pencegahan secara umum dilakukan dengan menjaga kebersihan
dan memberi pengetahuan tentang bahaya difteri bagi anak dan
juga dengan pemberian imunisasi DPT 0,5 mL intramuscular untuk
anak kurang dari 7 tahun dan pemberian DT 0,5 mL intramuscular
untuk anak lebih dari 7 tahun.
Prognosis umumnya tergantung dari umur, virulensi kuman, lokasi
dan penyebaran membran, status imunisasi, kecepatan pengobatan,
ketepatan diagnosis, dan perawatan umum.

You might also like