You are on page 1of 20

KETUBAN PECAH DINI

LATAR BELAKANG
KPD sering kali menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi
terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi
ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi
yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering
dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu :

1. Infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap
masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD,
flora vagina yang normal bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu
maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti
diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi
kemungkinan resiko terjadinya infeksi

2. kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan
kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala
sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum
masaknya paru.
DEFINISI
 Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM )
adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara
klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput
ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan,
dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu
yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal
persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut
disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane -
preterm amniorrhexis.
Arti klinis ketuban pecah dini :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
ETIOLOGI
Idiopatik, infeksi traktus genitalis, pendarahan antepartum,
polihidramnion, inkompetensi serviks, abnormalitas uterus,
amniocentesis, trauma, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan
sebelumnya.
PATOLOGI

1. Korio amnionitas, menyebabkan selaput ketuban jadi rapuh.


2. Inkompetensia servisk, yakni kanalis servikalis yang selalu
terbuka oleh karena kelainan pada servisk uteri ( akibat
persalinan atau tindakan kuret )
3. Kelainan letak, sehingga tidak ada bagian terendah anak yang
menutup Pintu Atas Panggul ( PAP ), yang dapat mengurangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
4. Trauma, yang menyebabkan tekanan intra ( intra amniotic )
mendadak meningkat
DIAGNOSIS
• Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion .
• Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
• Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi.
• Mikroskopis (tes pakis)
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
• Pemeriksaan Lab
-Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan
amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin.
-Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
-Tes pakis
-Tes lakmus
Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau
anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu
diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
DIAGNOSIS BANDING
1. Cairan dalam vagina bisa urine / fluor albus
2. “ Hind water ” and “ fore water rupture of the membrane ”
pada kedua keadaan ini tidak ada perbedaan
penatalaksanaanya.
PENYULIT
1. Infeksi intra uterin, kematian perinatal
Meningkat dari 17% menjadi 68% apabila ketuban sudah
pecah 48 jam anak belum lahir.
1. Tali pusar menumbung
2. Persalinan Preterm
PENATALAKSANAAN
Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin yaitu :
 Memastikan diagnosis
 Menentukan usia kehamilan
 Evaluasi infeksi maternal atau janin pertimbangkan butuh
antibiotik/tidak terutama jika ketuban pecah sudah lama
 Dalam kondisi inoartu, ada gawat janin atau tidak
Penatalaksanaan ketuban pecah dini :
 Pasien dengan kecurigaan ketuban pecah dini harus dirawat di RS
untuk diobservasi
 Jika selama perawatan,air ketuban tidak keluar lagi boleh pulang
 Jika ada persalinan kala aktif, koriamnionitis gawat janin,
kehamilam harus cepat diterminasi
 Jika KPD pada persalinan prematur (PPROM), ikuti tata laksana
untuk persalinan preterm
 Tata laksana bergantung kepada usia gestasi (jika tidak dalam
proses persalinan, tidak ada infeksi atau gawat janin)
PENATALAKSANAAN LANJUTAN
• KPP dengan kehamilan ATERM
1. Diberikan antibiotik
2. Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada
tanda-tanda inpartu, dilakukan terminasi.
1. Bila saat tanda-tanda impartu, dilakukan terminasi.
• KPP dengan kehamilan PREMATUR.
1. EFW > 1500 gram
a. Ampicilline 1 gr/hari tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan Gentamycine 60-80 mg
tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari.
b. Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. ( Betamethasone 12 mg. i.v 2x
selang 24 jam)
c. Observasi, 2 x 24 jam, kalau belum inpartu segera terminasi.
d. Observasi, susu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat > 37,6’C
segera terminasi.
• EFW kurang dari 1500 gr ( < 1500 g )
a. Observasi 2 x 24 jam
b. Observasi suhu rektal tiap 3 jam
c. Pemberian Antibiotik / kortikosteroid ( sama dengan di atas )
d. VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his / inpartu
e. Bila T rektal meningkat > 37,6’C segera terminasi
f. Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar
USG : bagaimana jumlah air ketuban
-Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan, perawatan diruangan s/d
5 hari.
-Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
g. Bila 2 x 24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi
h. Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :
-Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi
- Tidak boleh koitus
- Tidak boleh manipulasi vaginal
Terminasi Persalinan yang dimaksud di atas adalah :
1. Induksi persalinan dengan memakai drip oxytrocin ( 5u/500 cc D5% ), bila
persyaratan klinis ( USG dan NST ) memenuhi.
2. Seksio Sesar : bila persyaratan untuk drip oxytocin tidak terpenuhi ( ada
kontra indikasi ) atau drip oxytocin gagal.
• KPP yang dilakukan induksi
1. Bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum keluar dari face
laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan seksio sesar.
2. Bila dengan 2 botol (@5 U/500cc D5%) dengan tetesan maximum, belum inpartu atau
keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal, persalinan diselesaikan dengan seksio sesar
• KPP yang sudah inpatu
1. Evaluasi, setelah 12 jam baru keluar dari fase laten.
Bila belum keluardari fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oxytocin (
evaluasi klinis, USG & NST )
1. Bila pada fase laten didapat tanda-tanda fase laten memanjang maka dilakukan akselerasi
persalinan dengan drip oxytocin atau terminasi dengan seksio sesar bila ada indikasi drip
oxytocin.

CATATAN
1. Evaluasi Persalinan setelah masuk fase aktif, sesuai dengan persalinan yang lain ( Kurva
Friedman )
2. Pada keadaan ketuban pecah pada fase laten ( inpartu ), maka penatalaksanaan seperti KPP
inpartu, dihitung mulai saat pecahanya ketuban.
Pemberian Antibiotik

Pemberian antiobiotik, terutama pada usia gestasi <37 minggu, dapat mengurangi
risiko terjadinya konrioamnionitis. Salah satu rekomendasi mengenal pemilihan
antibiotik antepartum, yaitu :
• Ampisilin 1-2 gram IV, setiap 4-6 jam, selama 48 jam
• Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 48 jam
• Kemudian, lanjutkan dengan terapi oral selama 5hari, amoksisilin dan eritromisin
(4x250mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan terapi tunggal
klindamisin 3x600mg PO. Sumber lain, mengatakan bahwa pada PPROM,
pemberian eritromisin hingga 10 hari
• Hindari pemebrian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat
menyebabkan NEC.
KOMPLIKASI
1. Persalinan Prematur
2. Infeksi
Komplikasi Ibu:
• Endometritis
Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
• Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
• Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin :
• Asfiksia janin
• Sepsis perinatal sampai kematian janin.

3. Hipoksia dan Asfiksia


5. Sindrom Deformitas Janin
Pencegahan

Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama


kehamilan usaha untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat
badan yang cukup selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan
koitus pada trimester akhir.

Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :


• Usia kehamilan
• Adanya infeksi / sepsis
• Factor resiko / penyebab
• Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Terima Kasih

You might also like