You are on page 1of 24

Definisi

Gangguan ovulasi : Ovulasi yang tidak teratur


setiap bulan, termasuk didalamnya oligo-ovulasi
dan anovulasi.

Oligoovulasi : ovulasi yang terjadi setiap 35-180 hari


Anovulasi : tidak terjadinya ovulasi selama 3-6
bulan berturutan.

Gangguan ovulasi didapatkan pada kurang lebih 20-


40 % wanita dengan infertilitas.
• Ovulasi merupakan hasil kerjasama kompleks
antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
atau yang dikenal sebagai sumbu H-H-O/HPO
axis.
• Pada umur kehamilan sekitar 20 minggu janin
wanita mempunyai hadangan oosit 6-7 juta
• 300.000-500.000 saat menarche
Sumbu H-H-O
• Hipotalamus menghasilkan GnRH yang disekresikan
secara pulsatil, dalam rentang frekwensi dan
amplitudo pada setiap fase sepanjang siklus ovulasi.
Ditingkat hipofisis pulsasi sekresi GnRH ini akan
memicu sekresi gonadotropin secara pulsasi pula.
• Sekresi GnRH yang selalu dalam rentang baku akan
menghasilkan umpan balik sumbu H-H-O yang baku ,
dengan hasil akhir adalah ovulasi dan haid yang
teratur.
Gangguan Ovulasi
• Gangguan ovulasi melibatkan kelainan pada
beberapa tingkat organ, yaitu kelainan sentral
(hipothalamus, hipofisa), umpan balik dan ovarium
dengan gejala klinik adanya gangguan haid,
oligomenore, amenore atau perdarahan uterus
disfungsi (PUD).
Klasifikasi anovulasi menurut WHO :
Kelas 1. Sentral (anovulasi hipogonadotropik hipogonadisme)
– Sekresi gonadotropin (-) atau rendah, sehingga tidak ada
stimulus ke ovarium.
– Folikulogenesis (-)
– Sekresi estrogen (-)
– Hipoestrogen akan memberikan gejala klinik amenore, karena
tidak ada pertumbuhan endometrium.
Kelas 2. Anovulasi akibat gangguan mekanisme umpan balik
poros H-H-O
– Sekresi gonadotropin tidak mengikuti pola baku fisiologi.
– Folikel tumbuh tetapi terhenti, tidak terjadi ovulasi
– Sekresi estrogen tetap ada tetapi tidak ada progesteron
(unopposed estrogen)
– Normogonadotropin normoestrogenik.
– Gejala yang ditimbulkannya dapat berupa oligomenore,
amenore atau PUD.
Klasifikasi anovulasi menurut WHO :
3. Anovulasi akibat kegagalan ovarium.
– Ovarium tidak memberikan respon terhadap stimulus
gonadotropin
– Folikulogenesis (-)
– Sekresi estrogen (-)
– Umpan balik negatif (-)
– Hipergonadotropin hipogonadisme
– Hipogonadisme (hipoestrogen) akan memberikan gejala
klinik amenore.
4. Hiperproktinemia.
– Prolaktin yang tinggi akan menyebabkan sekresi GnRH
terganggu, sehingga sekresi gonadotropin akan tertekan.
– Gejala klinik yang ditimbulkannya dapat oligomenore atau
amenore, tergantung kadar prolaktin yang ada.
DIAGNOSIS
KLINIS
Gangguan haid merupakan gejala klinik
gangguan ovulasi. Gangguan haid dapat berupa
PUD, oligomenore atau amenore.
Laboratorium.
• Singkirkan : kehamilan dan kelainan non
hormonal
• Periksa serum FSH dan prolaktin.
– Bila FSH tinggi kelainannya di ovarium (WHO
kelompok 3)
– Bila normal berarti kelainan di umpan balik (WHO
kelompok 2)
– Bila rendah /normal berarti kelainannya di sentral
(WHO kelompok 1)
– Bila didapatkan serum prolaktin yang tinggi
(hiperprolaktinemia), berarti kelainannya di
hipofisis (WHO kelompok 4).
Gambar 1. Algoritma
Diagnosis dan Penanganan
Anovulasi
Gambar 2. Algoritma
Diagnosis dan Penanganan
Gangguan Ovarium
Induksi Ovulasi
1. Induksi Ovulasi : pengobatan pada kasus
dengan gangguan ovulasi , oligoovulasi atau
anovulasi.

2. Stimulasi Ovarium Terkendali (Controlled


Ovarian Hyperstimulation/COH) : Pengobatan
pada kasus dengan ovulasi teratur, bertujuan
untuk mendapatkan ovulasi ganda, agar
kemungkinan untuk terjadinya kehamilan lebih
meningkat.
Induksi ovulasi tergantung pada gangguan ovulasi,
termasuk kelompok WHO kelompok 1, 2, 3 atau 4.
I. WHO kelompok I
Diberikan gonadotropin yang
mengandung/kombinasi FSH & LH.
II. WHO kelompok 2 : 80% PCOS.
1. Klomifen sitrat .
2. Bila gagal dapat dilakukan drilling terutama bila
ada kadar serum LH tinggi (> 10 IU/ L), atau
diberikan metformin bila ada tanda gangguan
toleransi glukosa.
3. Bila gagal juga dapat diberikan gonadotropin dengan
monitoring ketat.
Induksi ovulasi tergantung pada gangguan
ovulasi, termasuk kelompok WHO kelompok 1, 2,
3 atau 4.
I. WHO kelompok III
Kelompok ini bila pada kasus infertilitas hanya
dapat ditolong dengan donor oosit. Pada
kasus bukan infertil diberikan terapi sulih
hormon.
II. WHO kelompok IV
Dapat diberikan bromokriptin
Induksi Ovulasi
• Antiestrogen
(klomifen sitrat dan aromatase inhibitor)
• Gonadotropin (FSH dan LH)
• Gonadotropin releasing hormone agonist
(GnRH agonis)
Klomifen Sitrat
• Mekanisme kerja : Terikat dengan reseptor
estrogen di seluruh tubuh, karena kemiripan
struktur  penurunan jumlah reseptor
estrogen  tubuh mengartikan sebagai
kondisi hipoestrogenisme  sekresi
gonadotropin meningkat (terutama FSH) 
timbul proses pertumbuhan folikel dan ovulasi
Klomifen Sitrat
Cara pemberian :
• Dosis awal : 50 mg/hari, dimulai pada hari ke
5 siklus haid, selama 5 hari berturu-turut
• Pemantauan : USG transvaginal pada hari ke
12 untuk melihat folikel dominan
• Bila diperlukan : kadar estradiol pada hari ke-
12
Klomifen Sitrat
• Tingkat keberhasilan : 60-80% kasus
• Dari angka tersebut 70% ovulasi dicapai
dengan pemberian CC 50 mg
• Angka kehamilan kumulatif dengan 3x
pemberian CC adalah sebesar 70%
Aromatase Inhibitor (AI)
• Sediaan : Anastrozole dan Letrozole
• Sifat : reversible , dapat menurunkan kadar
estrogen sekitar 97-99% dari kadar semula
Aromatase Inhibitor (AI)
Mekanisme kerja :
Menghambat kerja enzim aromatase pada
proses sintesis estrogen, yaitu pada tahap
konversi androstenedion dan testoteron menjadi
estron dan estradiol  menghambat umpan
balik negatif estrogen  peningkatan sekresi
gonadotropin
Aromatase Inhibitor (AI)
• Dosis Letrozole 2,5 mg/hari
Anastrozole 1 mg/hari
• Pemberian : awal fase folikuler (hari ke 2 – 5
siklus haid) selama 5 hari
Gonadotropin
• Preparat gonadotropin : human menopausal
gonadotropin ( mengandung FSH dan LH),
highly purified FSH, recombinant FSH
• Prinsip : manipulasi jendela FSH, sehingga
didapatkan paparan yang lebih lama terhadap
kohort folikel. Hal tersebut memungkinkan
adanya rescue yang lebih panjang terhadap
folikel hingga terjadi proses pematangan.
• Dosis :
usia <35 tahun : dosis mulai 150 IU/hari
usia 35-39 tahun : dosis mulai 225 IU/hari
usia >40 tahun : dosis mulai 300 IU/hari
Terima kasih

You might also like