You are on page 1of 50

pada

HEMODIALISA
Pendahuluan
 Infeksi hepatitis C  pasien hemodialisis menjadi
masalah kesehatan utama baik di negara maju maupun di
negara berkembang

 Hepatitis C meningkatkan kejadian sirosis hati dan


hepatoma  meningkatkan morbiditas dan mortalitas

 Faktor managemen pencegahan infeksi yang buruk,


sosial-ekonomi yang rendah dan tingginya angka
transfusi darah, serta lamanya menjalani hemodialisis
menjadi faktor resiko infeksi hepatitis C pada pasien
yang menjalani hemodialisa

 Prevalensi sangat bervariasi  1 - 70%


PERJALANAN ALAMIAH
INFEKSI VIRUS HEPATITIS
C
Epidemiologi

 Sanchez dkk  prevalensi infeksi hepatitis C pada unit


hemodialisis di Mexico dari 149 pasien yang menjalani
hemodialisis sebanyak 6.7% memiliki anti-HVC (+) dan 5%
HCV RNA (+)
 Suatu penelitian multi center yang dilakukan di Jerman
terhadap 2796 pasien yang menjalani hemodialisis 
prevalensi infeksi hepatitis C sebesar 7% ( 195 pasien )

•Sanchez NM, Kuba DM, Tapia NC, Bahena J, Rotter RC et all. Prevalence of Hepatitis C Virus Infection among Hemodialysis Patient at a Tertiary Care
Hospital ini Mexico City. Journal of Clinical Microbiology 2004;42(9):4321-22
•Hinrichsen H, Leimenstoll G,Scharder H,Folsch UR Schmidt WE. Prevalensi and Risk Factor for Hepatitis C virus in Haemodialysis Patients: a multicenter
study in 2796 patients Gut 2002;51:429-433
 Albuquerque dkk  kejadian infeksi hepatitis C pada unit HD
di Brazil pada tahun 2005  250 pasien yang menjalani
pemeriksaan Anti-HCV dan HCV RNA  21 pasien (8.4%)
didapatkan anti-HCV (+) dan sebanyak 19 pasien (7.6%) nya
HCV RNA (+)
 Data India melaporkan  119 pasien yang menjalani
pemeriksaan HCV RNA didapatkan hasil (+) pada 33 pasien
(27.7%). Dari studi ini juga didapatkan durasi menjalani
hemodialisis lebih lama pada grup yang HCV RNA (+)
(P<0.001).

Albuquerque AC, Rosangela M, Edmundo PA,Lemos MF, Moreira RC. Prevalence and Risk Factor of Hepatitis C Virus Infection in Hemodialysis Patient from One Center
in Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 2005: Vol. 100(5), 467-70
Jasuja S, Gupta AK, Choudhry R, Kher V, Aggarwal DK, Mishra A, et al. Prevalence and Association of Hepatitis C Viremia in Hemodialysis Patients at a Tertiary Care
Hospital.Indian J Nephrol 2009;19(2):62-67
PERNEFRI : Pengendalian Infeksi virus hepatitis B, Virus
hepatitis C, HIV pada unit hemodialisis di Indonesia
Target Isi rekomendasi
Rekomendasi 1 Pasien Hemodialisis Rekomendasi umum dan khusus untuk evaluasi
diagnositik dan tatalaksana infeksi hepatitis C pada
pasien PGK
Rekomendasi 2 Staf ruang HD Rekomendasi uumum dan khusus bagi staf ruang ketika
bekerja di ruang HD
Rekomendasi 3 Peralatan medik dan -Mesin HD
non medik -Dialiser
-Ruang HD
-Peralatan lainnya
-Tempat sampah
Rekomendasi 4 Pada keadaan Saat kondidi pada rekomendasi 1-3 tidak bisa diterapkan
tertentu
1.1 Indikasi pemeriksaan hepatitis C pada pasien PGK :

 Disarankan semua pasien PGK diperiksa seromarker hepatitis


C
 Pemeriksaan seromarker hepatitis C wajib diperiksa pada
pasien PGK yang menjalani terapi hemodialiasis atau akan
menjalani transplantasi ginjal

PERNEFRI  Pasien baru atau pindah ke/datang dari


pusat HD lain harus dilakukan pemeriksaan HbsAg, anti-
HCV dan anti HIV
Indikasi pemeriksaan Serologi HepatitisC berdasarkan
AASLD
 Pengguna narkoba suntik
 Penderita HIV
 Penderita Hemofilia yang mendapatkan transfusi faktor pembekuan
secara berulang
 Penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa rutin
 Peningkatan enzim transaminase yang tidak diketahui sebabnya
 Resepien tranplantasi organ
 Resepien transfusi darah
 Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis C(+)
 Tenaga medis
 Seorang yang memiliki pasangan sexual hepatitis C (+)
Prevalensi hepatitis C pada unit hemodialisis

 Kejadian hepatitis C lebih tinggi pada center HD


dibandingkan home HD atau peritonial dialisis
 Risiko infeksi hepatitis C akan semakin meningkat pada :
 Pasien yang sering mendapatkan transfusi
darah atau pasien yang menjalani
transplantasi ginjal (dimana donor belum
dilakukan penapisan Hep C )
 Unit hemodialisis dengan angka infeksi
hepatitis C yang tinggi
 Penyaringan terhadap virus hepatitis C pada pasien yang akan
masuk atau sedang menjalani program HD dapat dilakukan
dengan 3 cara :

Penyaringan biokimia dengan pemeriksaan SGPT

Penyaringan serologi untuk mendeteksi Anti-HCV

Penyaringan virologi untuk mendeteksi HCV RNA


1.2 Penapisan HCV pada pasien yang menjalani terapi
hemodialisis
 Pemeriksaan seromarker hepatitis C harus dilakukan
saat pasien pertama kali akan menjalani HD atau akan
pindah ke unit HD lain

 Pada unit HD dengan prevalensi hepatitis C yang


rendah, pemeriksaan dengan menggunakan EIA
(Enzyme Immunoassay)

 Pada unit HD dengan prevalensi hepatitis C yang


tinggi, sebaiknya pemeriksaan menggunakan NAT
(Nucleic Acid Test ≈ HCV RNA )
Enzyme Immunoassays (EIA)
 EIA mampu mendeteksi anti-HCV pada > 97% pasien yang terinfeksi virus
hepatitis C.
 Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan  infeksi bersifat akut atau
kronik.
 Masa serokonversi infeksi virus hepatitis C antara 8-9 minggu  anti-HCV
sebanyak 80% terdeteksi setelah 15 minggu terinfeksi, > 90% setelah 5 bulan
terinfeksi dan > 97% setelah 6 bulan terinfeksi
 Anti HCV akan tetap terdeteksi selama terapi maupun setelah terapi tanpa
memandang respons terapi yang dialami, sehingga pemeriksaan anti-HCV
tidak perlu diulang.
 Anti-HCV yang menetap ini juga tidak bersifat proteksi

Schiff ER, Medina M, Kahn RS. New perspective in the diagnosis of hepatitis C. Semin Liver Dis 1999;19(1):3-15
Nucleic Acid Test (NAT)
 Pemeriksaan dengan teknik NAT  suatu pemeriksaan yang
dapat dipercaya untuk menunjukan adanya infeksi HCV dan yang
paling spesifik.
 Pemeriksaan HCV RNA secara kuantitatif untuk mengetahui
muatan virus bermanfaat untuk memprediksi respons terapi dan
relaps.
 Muatan virus yang tinggi menunjukan beratnya infeksi dan
prognosis buruk untuk menjadi fibrosis hati.

Carey William. Test and Screening strategies for the diagnosis of hepatitis C. Cleveland Clinical Journal of Medicine 2003:70(4);7-13
Interpretasi Pemeriksaan Hepatitis C
Anti-HCV (EIA) HCV RNA (NAT) Interpretasi Kemungkinan
interpretasi lain
Negatif Negatif Tidak ada infeksi --
Positif Positif Infeksi HCV (+) --
Positif Negatif Infeksi perbaikan a) Negatif palsu ( <1%)
b) Sudah diterapi,
kadar HCV RNA
dibawah
kemampuan deteksi
PCR
Negatif Positif Masih ada infeksi a) Infeksi awal ( belum
(banyak pada pasien terbentuk antibodi
imunokompromais dan anti-HCV)
pasien hemodialisis) b) Positif palsu atau
kontaminasi
1.2 Pemeriksaan HCV pada pasien yang menjalani terapi
hemodialisis

 Pada pasien dengan seromarker negative  sebaiknya diulang setiap 6-12


bulan dengan pemeriksaan EIA
 Pasien yang menjalani hemodialisis dan didapatkan adanya peningkatan enzim
transaminase (SGOT dan SGPT ) yang abnormal sebaiknya dipertimbangkan
untuk pemeriksaan NAT
 Jika didapatkan adanya infeksi nosokomial hepatitis C , maka disarankan
untuk pemeriksaan NAT bagi semua pasien yang pernah terpapar  apabila
didapatkan hasil negatif  dicek ulang 2-12 minggu lagi

PERNEFRI  Pasien dengan anti-HCV negatif, pemeriksaan


diulang setiap 6 bulan
Tatalaksana
Infeksi Hepatitis C
pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik
Evaluasi terapi antiviral pada pasien penyakit ginjal kronik

 Disarankan pasien PGK dengan infeksi hepatitis C harus dilakukan evaluasi


untuk memulai terapi antiviral ( weak )

 Disarankan dalam memberikan terapi antiviral harus dipertimbangkan risk


and benefit seperti angka harapan hidup, komorbid dan kemungkinan untuk
dilakukan transplantasi ginjal

 Pasien PGK yang menderita infeksi hepatitis C akut ( kecuali resepien


transplantasi ginjal ), apabila dalam 12 minggu window period tidak terjadi
remisi spontan disarankan untuk segera memulai terapi antiviral
- Pasien yang terinfeksi hepatitis C dan
merupakan kandidat untuk transplantasi ginjal ,
maka harus diterapi antiviral.

- Pasien yang menjalani transplantasi ginjal dan


terinfeksi hepatitis C, maka pemberian terapi
antiviral harus mempertimbangkan resiko dan
benefit terapi seperti kemungkinan terjadinya
allograft rejection akibat pemberian IFN

- Terapi antiviral dipertimbangkan pada pasien glomerulonefritis


yang terkait HCV
Pilihan terapi IFN berdasarkan stage PGK

 Untuk PGK stage 1-2 disarankan kombinasi terapi antara PEG-IFN dan
ribavirin (dosis ribavirin dititrasi sesuai toleransi setiap pasien )
 Untuk PGK stage 3,4, dan 5 belum menjalani hemodialisis disarankan
monoterapi dengan PEG IFN dan dosis disesuaikan dengan fungsi ginjal
 Untuk PGK stage 5 yang sudah hemodialisis, monoterapi dengan PEG IFN
dengan dosis yang diperuntukan bagi CrCl< 15 mL/min/1,73 m2
 Pada pasien transplantasi hati dan terinfeksi hepatitis C, apabila pemberian
terapi antiviral akan diberikan maka disarankan menggunakan monoterapi
PEG-IFN
Penggunaan IFN pada pasien hemodialisis
yang terinfeksi Hepatitis C

 Pasien yang terinfeksi hepatitis C genotipe 1 dan 4 terapi IFN selama


48 minggu, jika respons awal terapi dicapai dalam waktu 12 minggu (
penurunan titer virus > 2 log)
 Infeksi hepatitis C genotipe 2 dan 3  terapi IFN selama 24 minggu
 Toleransi terhadap terapi IFN lebih rendah pada pasien yang menjalani
hemodialisis dibandingkan dengan CKD non-hemodialisis

Zeuzem S, Diago M, Gane E. Peginterferon alfa-2a and ribavirin in patients with chronic hepatitis C. Gastroenterology 2004;127:1724-1732
Lamb MW, Marks IM, Wynohradnyk L. 40 KDA peginterferon alfa-2a(Pegasys) can be administered safely in patients with end-stage renal
disease. Hepatology 2001;34:34:326
Kontraindikasi terapi IFN
Relatif
Absolut  Sirosis hati decompesated
 Hamil  Penyakit neuropsikiatrik
 Menyusui  Penyakit koroner dan

EFEK SAMPING IFN cerebrovascular


-Sakit kepala  DM yang tidak terkontrol
-Flu-like illness  PPOK
-Depresi  Alkohol abuse
-Penyakit neurologi dan  Pernah menjalani transplantasi
kardiovaskular hati atau ginjal
Zeuzem S, Diago M, Gane E. Peginterferon alfa-2a and ribavirin in patients with chronic hepatitis C. Gastroenterology 2004;127:1724-1732
Lamb MW, Marks IM, Wynohradnyk L. 40 KDA peginterferon alfa-2a(Pegasys) can be administered safely in patients with end-stage renal disease. Hepatology
2001;34:34:326
Monitor terapi anti viral
 Sustained Virological Respons (SVR) adalah tidak terdeteksinya virus
hepatitis C dalam darah dalam 6 bulan setelah terapi antiviral selesai
 Jika SVR telah tercapai  cek NAT setiap 6 bulan untuk pasien
hemodialisis dan per-tahun untuk PGK non-hemodialisis
 Untuk evaluasi komorbid infeksi hepatitis C  untuk pasien sirosis hati
monitor setiap 6 bulan, bila non-sirosis monitor setiap tahun
Guideline 3

Pencegahaan penularan virus


hepatitis C di unit hemodialisis
3.1 Setiap unit hemodialisis harus menerapkan prosedur
kontrol infeksi secara tegas untuk mencegah transmisi
infeksi virus melalui media darah termasuk infeksi
hepatitis C

 Tidak direkomendasikan untuk mengisolasi pasien hepatitis C positif


dalam rangka prosedur kontrol infeksi
 Tidak direkomedasikan untuk menggunakan mesin dialisis khusus bagi
penderita hepatitis C yg akan menjalani hemodialisa
 Apabila penggunaan dializer re-use tidak terhindarkan maka diperlukan
implementasi kontrol pencegahaan transmisi infeksi (sterilisasi )

PERNEFRI  Pasien dengan anti-HCV (+)  tidak memerlukan ruang


isolasi, tidak perlu mesin hemodialisis khusus, dapat memakai dialiser
proses ulang
Rute transmisi hepatitis C

 Kontaminasi silang yang berasal dari peralatan kesehatan seperti tensimeter,


sarung tangan yg dipakai tenaga medis, penggunaan jarum suntik

 Transfusi darah

 Transmisi melalui mesin hemodialisa  sangat kecil angka kejadiannya 


hanya 1 studi yang mendukung
 Studi prospektif multicenter  menunjukan penurunan insidensi
hepatitis C per tahunnya terjadi setelah diterapkan Hygienic precautions
tanpa dilakukan isolasi terhadap pasien penderita hepatitis C
 Akan tetapi apabila infeksi nosokomial hepatiti C terus terjadi , setelah
prosedur hygiene precaution dilakukan dengan bener  kebijaksanaan
untuk diberikan ruang khusus/isolasi bagi penderita Hepatiti C boleh
diberlakukan
 Secara teori  Virus hepatitis C tidak dapat meliwati membran
dializer yg digunakan oleh pasien hepatitis C lalu bermigrasi ke
drain tubing yang selanjutnya masuk ke sirkuit dialisat dan
masuk membran dializer dari pasien lain  Resiko penularan
lewat mesin dialisis sangat kecil sekali
 Sehingga hal ini menunjukan bahwa tidak diperlukan
penggunaan mesin dialisis terpisah bagi penderita hepatitis C

Sartor C, Brunet P, Simon S et al. Transmission of hepatitis C virus between hemodialysis patients sharing the
same machine. Infect Control Hosp Epidemiol 2004; 25: 609–611
3.2 Prosedur kontrol infeksi harus meliputi prosedur kontrol
hygiene yang akan secara efektif mencegah transmisi kontaminasi
melalu darah atau cairan tubuh baik secara langsung antar pasien
atau melalui peralatan medis
Masalah Hygiene yang sering terjadi di unit
hemodialisis
 Kurangnya menjaga kebersihan tangan
 Tidak mengganti sarung tangan ketika terpapar dengan parameter
biologi atau secara darurat menangani perdarahaan dari fistula
 Tidak dilakukan dekontaminasi rutin dari bagian luarr mesin atau
bagian permukaan lainnya meskipun sudah tercemar darah
 Kegagalan mengganti internal transducer protector yang sudah
terkontaminasi.
Hygiene precautions pada unit hemodialisis
 Definisi
a) Dialisis station adalah ruang dan
peralatan yang ada disuatu unit
hemodialisa yang diperuntukan
untuk seorang pasien.
Biasanya tidak ada materi
pembatas antar dialisis station
b) Potential contaminated surface
adalah alat atau benda-benda
yang ada di dialisis station yang
bisa terkontaminasi darah atau
cairan tubuh
Edukasi
 Suatu program edukasi yang berkesinambungan mengenai
mekanisme dan pencegahan infeksi silang harus diberikan kepada
tenaga medis yang bekerja di unit hemodialisa
 Informasi yang adekuat mengenai pencegahaan infeksi harus
diberikan kepada tenaga medis, pasien, care-givers dan
pengungjung
Kebersihan tangan ( rekomendasi
KDIGO)

 Tenaga medis harus mencuci tangan dengan sabun


antiseptik dan air mengalir sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien atau peralatan yang ada di hemodialisa unit
 Penggunaan alcohol gel rub masih diperbolehkan 
apabila secara nyata tidak terjadi kontaminasi pada tangan
 Semua tenaga medis wajib menggunakan sarung tangan
sekali pakai, apabila berkontak dengan pasien atau
peralatan yang ada di dialisis station, dan harus segera
dilepaskan apabila meninggalkan dialisis station
 Pasien juga wajib mencuci tangan atau menggunakan alcohol gel
rub ketika tiba atau meninggalkan dialisis station
 Setiap staf atau tenaga medis yang melakukan penusukan dengan
jarum, pencabutan jarum dan aktivitas yang berkaitan dengan
darah harus memakai masker pelindung mulut, kaca mata
pelindung dan memakai plastik pelindung baju  Tambahan
Rekomendasi PERNEFRI
PERNEFRI membuat rekomendasi khusus
 Setiap staf yang tertusuk jarum bekas penusukan pada pasien
HbsAg, anti-HCV dan HIV positif segera diambil tindakan
pencegahan sesuai dengan prosedur baku.
 Semua tenaga medis yang bekerja diunit hemodialis dan
melayani pasien hemodialis, harus diperiksa anti-HCV setiap 6
bulan
Manajemen peralatan pada unit hemodialisis
 Alat yang hanya bisa digunakan 1x saja harus dibuang setelah digunakan
oleh satu orang pasien
 Alat yang bisa digunakan ulang, harus dilakukan desinfektan terlebih
dahulu sebelum digunakan kembali.
 Alat yang tidak mudah untuk dilakukan desinfeksi seperti tourniquet dan
plester sebaiknya digunakan hanya untuk masing-masing pasien
 Resiko infeksi akibat penggunaan alat bersama seperti tensimeter,
monitor, timbangan harus dimonitor dan di minimalisasi.
 Sebaiknya manset tensimeter diperuntukan hanya untuk masing-masing
pasien
 Obat-obatan sebaiknya disiapkan terlebih dahulu pada suatu pusat obat
sebelum diberikan kepada pasien. Apabila suatu obat sudah diambil dari
pusat obat dan diberikan kepada pasien, sebaiknya tidak diletakkan
kembali di pusat obat.
 Untuk peralatan atau permukaan yang tidak terkontaminasi cukup
dibersihkan dan diberikan desinfektan.
 Sedangkan peralatan yang secara nyata terkontaminasi harus dibersihkan
menggunakan tuberculocidal germicide atau mengandung paling sedikit
5000 ppm hipochlorite
Managemen pembuangan sampah (KDIGO dan
PERNEFRI )
 Jarum bekas pakai harus dibuang dalam suatu wadah khusus yang
tertutup dan tidak mudah pecah dan tidak boleh terisi sampai
penuh (maks 2/3)
 Suatu teknik “no touch“ harus dipraktekan ketika membuang
jarum tersebut ke dalam wadahnya
 Alat-alat yang ingin dibuang pasca tindakan hemodialisis harus
dimasukan terlebih dahulu dalam wadah yang anti-bocor sebelum
dibawa dari hemodialisis station ke tempat pembuangan yang telah
ditentukan
 Bila terdapat ercikan darah pada permukaan tempat sampah,
segera bersihkan dangan cairan klorin 0.1%
Hygienic Precautions untuk mesin
hemodialisis
Pressure transducer filter protectors atau
Transducer protector
 Transducer protector  suatu
filter berukuran 0.2 um yang
bersifat hydrofobic yang
dipasang di antara pressure
monitoring line dari sirkuit
extracorporeal dengan
pressure monitoring port dari
mesin dialisis
Pressure transducer filter protectors atau
Transducer protector

 Transducer ini memungkinan


udara untuk lewat tetapi tidak
untuk cairan/darah  sehingga
akan memproteksi pressure
transducer dan mesin dialisa
dari kontaminasi mikrobiologi
dari darah/cairan tubuh
 Transducer protector ada 2
macam yakni external
transducer dan back-up
transducer yang ada di dalam
mesin dialisa
 Sebelum menjalankan mesin hemodialisis pastikan bahwa
sambungan antara transducer protector dengan pressure monitoring
port terpasang dengan baik dan yakinkan bahwa tidak ada
kebocoran
 Kebocoran ditandai dengan filter transducer protector yang menjadi
basah  harus segera diganti
 Apabila tanda-tanda kebocoran terjadi saat proses HD
berlangsung  maka amati dengan seksama apakah ada darah
yang yang melewati filter  jika tampak adanya cairan / darah 
setelah proses HD selesai  maka internal filter harus diganti dan
dilakukan desinfektan.
Pembersihan mesin dialisis
 Diwajibkan untuk membersihkan permukaan luar dari mesin
hemodialisis setiap pergantian shift hemodialisis
a) Bila tidak ada bukti terkontaminasi  bersihkan dengan
menggunakan desinfektan kadar rendah
b) Bila tampak adanya percikan darah atau cairan tubuh 
bersihkan dnegan menggunakan tuberculosidal germicide atau
larutan pembersih yang mengandung minimal 5000 ppm
hipochlorite
 Apabila darah atau cairan tubuh mengkontaminasi bagian
internal dari mesin hemodialisis  mesin tidak boleh digunakan
sampai selesai di desinfektan ( 2x)
Desinfektan jalur internal mesin
hemodialisa KDIGO
 Untuk single pass dialysis machine  tidak diperlukan desinfektan
jalur internal mesin, kecuali terjadi kebocoran
 Saat terbukti adanya kebocoran maka internal fluid pathways dan
connector yang menghubungkan dialisat ke dialiser harus
dilakukan desinfektan terlebih dahulu sebelum digunakan oleh
pasien selanjutnya
 Sedangkan pada mesin hemodialisa yang bersifat re-circulating 
harus dilakukan prosedur desinfektan yang baik, sebelum
digunakan oleh pasien selanjutnya
PERNEFRI  merekomendasikan bahwa bagian dalam mesin
hemodialisis harus didesinfeksi setiap kali prosedur dialis selesai
(prosedur rutin meliputi draining, disinfection, rinsing) sesuai dengan
protokol yang dianjurkan oleh pabrik
Dialiser Reuse (Dialiser Proses Ulang)
 Pemrosesan dialiser proses ulang dilakukan dengan menerapkan prinsip
kewaspadaan universal yang ketat.
 Dialiser proses ulang hanya boleh diterapkan pada pasien dengan anti-
HCV dan HIV positif, tetapi tidak dibenarkan pada pasien HBsAg positif.
 Tempat pemerosesan dialiser proses ulang dan tempat penyimpannya
hendaknya terpisah antara pasien anti-HCV , anti HIV dan bila keduanya
positif.
 Setiap dialiser proses ulang diberi label nama yang jelas agar tidak
tertukar
Hal-hal penting yang harus di implementasikan
di unit hemodialisis
 Untuk membuat suatu unit hemodialisis sangat penting untuk
menciptakan suatu lingkungan yang akan mempermudah prosedur
kontrol infeksi seperti fasilitas untuk mencuci tangan dan jarak
antar mesin hemodialisa juga harus cukup sehingga
mempermudahkan tenaga medis dalam bekerja
 Harus adanya jeda waktu yang cukup antara shift hemodialiasis
sehingga proses dekontaminasi mesin hemodialisis berjalan efektif
 Setiap unit hemodialisis harus memastikan tersedianya sarung
tangan yang cukup dan diletakkan pada tempat yang mudah
dijangkau bila dibutuhkan dalam kondisi darurat
 Didapatkan adanya peningkatan angka resiko infeksi hepatitis C
pada unit hemodialisis yang memiliki rasio pasien-tenaga medis
yang tidak proporsional
Summary

 First Published KDIGO Guideline


 First Global Guideline in Nephrology
 First
Comprehensive Guideline on HCV
in CKD
 Guidelines can be found at:
www.kdigo.org

You might also like