You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN

INKONTINENSIA URIN
ANGGOTA KELOMPOK 1:

MEIDINA DEWATI 131511133003


RIRIS MEDAWATI 131511133005
TYAS DWI RAHMADHANI 131511133019
ACHMAD FACHRI ALI 131511133023
ELMA KARAMY 131511133026
ITSNAINI LINA KHORIYAH 131511133029
TALIA PUSPITA ADIANTI 131511133118
NAJLA KHAIRUNNISA 131511133120
DEFINISI INKONTINENSIA URINE
Inkontinensia urin (IU) didefiniskan sebagai keluarnya urin secara involunter.

Sedangkan menurut PERKINA (2012), inkontinensia urin adalah keluhan keluarnya urin di luar

kehendak sehingga menimbulkan masalah sosial dan/atau kesehatan.

Secara klinis, inkontinensia urin dapat dibedakan menjadi akut dan persisten.

Inkontinensia urin akut adalah inkontinensia urin yang onsetnya tiba-tiba, biasanya berkaitan

dengan penyakit akut atau masalah iatrogenis dan bersifat sementara, sehingga dapat

sembuh bila masalah penyakit atau obat-obatan telah diatasi. Inkontinensia urin persisten

adalah inkontinensia urin yang tidak terkait penyakit akut dan bersifat menetap.
ETIOLOGI
Menurut PERKINA (2012) yang menjadi faktor resiko terjadinya inkontinensia urin adalah:

• Pada perempuan antara lain : usia, riwayat kehamilan, obesitas, hormon,


diabetesmellitus (DM), histerektomi, infeksi saluran kemih (ISK), fungsi fisik yang
terganggu, gangguan kognitif, depresi, menopause, aktivitas fisik, merokok, batuk
kronik, penyakit paru kronik, diet, riwayat keluarga, genetik, serta penyakit jantung
koroner.

• Pada laki-laki antara lain : bertambahnya usia, adanya lower urinary tract symptoms
(LUTS), ISK, gangguan kognitif dan fungsional, gangguan neurologik, dan prostatektomi.
PATOFISIOLOGI
Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar terjadi pengeluaran urin secara kontinen.

Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal di luar kesadaran dam yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi oleh refleks

urethrovsien urinaris. Bila terjadi pengisian kandung kencing tekanan di dalam kandung kemih meningkat.

Otot detrusor memberikan respon dengan relaksasi agar memperbesar volume daya tampung. Bila sampai 200

ml urin daya rentang reseptor yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsangan. Stimulus ditransmisikan lewat

serabut reflek eferen ke lengkungan pusat refleks untuk miktrurisasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari

lengkungan refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor.

Sfingter interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersana membuka urin masuk ke uretra

posterior. Relaksasi sfingter eksterna dan otot pariental mengikuti dan isi kandungkemih keluar. Pelaksanaan kegiatan refleks

bisa mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitor dari pusat kortek yang

berdampak kontraksi di luar kesadaran dan sfingetr eksterna. Bila di salah satu bagian mengalami kerusakan maka akan dapat

mengakibatkan inkontinensia.
WOC
MANIFESTASI KLINIS

Inkontinensia urin desakan Inkontinensia urin


Inkontinensia urin tekanan
(urgency urinary campuran
(stress urinary incontinence)
incontinence) (mixed urinary incontinence)

Inkontinensia urin terus-


Inkontinensia urin luapan
menerus / kontinua
(overflow urinary
(continuous urinary
incontinence)
incontinence)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur Urine

Untuk menyingkirkan infeksi

2. IVU

Untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula

3. Sistoskopi

Jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih

4. Pemeriksan speculum vagina ± sistogram jika dicurigai terdapat fistula vesilovagina

5. Uji uro dinamik

Sebagai suatu pengujian faktor normal dan abnormal pada proses pengisian, transport dan pengosongan urin

pada kandung kemih dan uretra dengan menggunakan metode tertentu.


6. Q-tip test

Tes ini dilakukan dengan menginsersikan sebuah cotton swab (Q-tip) yang steril kedalam uretra wanita
lalu ke kandung kemih.

7. Marshall test (Marshall -Bonney test)

Jika pemeriksa mendeteksi keluarnya urin bersamaan dengan adanya kontraksi otot abdomen, maka uji
ini dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kebocoran dapat dicegah dengan cara menstabilisasi dasar
kandung kemih sehingga mencegah herniasime lalu diafragma urogenital atau tidak.

8. Pad test

Merupakan penilaian semi objektif untuk mengetahui apakah cairan yang keluar adalah urin, seberapa
banyak keluarnya urin dan dapat digunakan untuk memantau keberhasilan terapi inkontinensia.

9. Standing pelvic examination

Pemeriksaan ini dilakukan jika pemeriksaan pelvis gagal untuk menampakkan keluarnya urin atau jika
diduga terdapat prolaps organ.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Grace. A Pierce, 2006 (Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga)

1. Inkontinensia Urgensi

a. Terapi medikamentosa

Modifikasi asupan cairan, hindari kafein, obati setiap penyebab (infeksi, tumor, batu),
latihan berkemih, antikolinergik/relaksan otot polos (oksibutin, tolterdin).

b. Terapi pembedahan

Sistoskopi (cystoscopy) adalah prosedur pemeriksaan dengan sebuah tabung fleksibel


berlensa yang dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih dan kemudian untuk
mempelajari kelainan dalam kandung kemih dan saluran kemih bawah.
2. Inkontinensia Stres

a. Terapi medikamentosa

Latihan otot – otot dasar panggul

b. Terapi Pembedahan

Uretropeksi retroubik atau endoskopik, perbaikan vagina, sfinger buatan.

3. Inkontinensia overflow

a. Jika terdapat obstruksi

Obati penyebab obstruksi

b. Jika tidak terdapat obstruksi

Drainase jangka pendek dengan kateter untuk memungkinkan otot detrusor pulih dari peregangan
berlebihan, kemudian penggunaan stimulan otot detrusor jangka pendek (bethanekol; distigmin). Jika
semuanya gagal, katerisasi interminten dilakukan (inkontensia overflow neurogenik).
PENATALAKSANAAN INKONTINENSIA URIN:
TERAPI FISIK
1. Latihan otot-otot dasar panggul/Senam kegel

Pelatihan otot-otot dasar panggul (juga disebut


Kegel) adalah pengobatan yang efektif bagi wanita
dengan inkontinensia stres dan campuran. Hal ini
juga mungkin efektif dalam mengobati
inkontinensia mendesak bila digunakan dalam
kombinasi dengan pelatihan kandung kemih. Fokus
dari pelatihan ini adalah untuk membangun
kekuatan, daya tahan, dan koordinasi otot-otot
dasar panggul.
2. Vaginal cones/kerucut vagina

Karena pelatihan otot dasar panggul memiliki


tingkat penghentian yang tinggi, vaginal cones
dikembangkan untuk membuatnya lebih mudah
untuk melakukan kontraksi otot panggul. Kerucut
ditempatkan di vagina di atas tingkat otot-otot
dasar panggul. Kontraksi otot ini diperlukan untuk
mencegah kerucut tergelincir keluar dari vagina.
Biasanya dianjurkan dilakukan dua kali sehari
selama 15 menit.
PENATALAKSANAAN INKONTINENSIA URIN:
BEHAVIOURAL TERAPI
1. Bladder training (pelatihan kandung kemih)

Bladder training adalah salah satu upaya

untuk menangani inkontinensia urin

dengan cara mengembalikan fungsi

kandung kemih yang mengalami gangguan

ke keadaan normal atau ke fungsi optimal

(Australian Government, Departement of

Health And Ageing, 2003 dalam Lina

Hernida, 2009).
2. Behavioral Oriented / Pengaturan Diet

- Intervensi ini digunakan untuk mengatasi gejala ringan dari inkontinensia stress. Mengurangi
pemasukan cairan (tidak lebih dari 8 gelas dalam 24 jam), dan menghindari makanan/minuman
yang mempengaruhi pola berkemih (seperti cafein, dan alkohol). Kafein dan alkohol bersifat
mengiritasi kandung kemih. Selain dapat mengiritasi otot kandung kemih kafein juga bersifat
diuretik dan akan meningkatkan frekuensi berkemih. Selain itu alkohol akan menghambat
hormon antidiuretik sehingga produksi urin meningkat.
3. Alat Mekanis

a. Tampon : Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila kebocoran hanya terjadi
intermitten misal pada waktu latihan. Penggunaan terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.

b. Edward Spring : Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada penderita dengan inkontinensia stres
dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi ulserasi vagina.

c. Bonnas’s Device: Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat mengangkat sambungan
urethrovesikal dan urethra proksimal (Unsri, 2012).

4. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologis digunakan jika behavioral oriented atau terapi lain tidak memperbaiki kondisi inkontinensia
urin.

a. Alpha-adrenergic agonist seperti phenylpropanolamine dan pseudoephedrine yang bertujuan untuk


meningkatkan kekuatan otot spingter

b. Imipramine, tricyclic antidepressant, bekerja hampir sama dengan obat alpha-adrenergic. (Lina Hernida,
2009).
c. Terapi estrogen

Dapat digunakan untuk mengatasi inkontinensia pada wanita menopause. Estrogen berfungsi untuk
meningkatkan tonus, dan aliran darah ke otot spingter uretra. (Lina Hernida, 2009). Estrogen membantu
menjaga kesehatan jaringan yang penting untuk transmisi tekanan normal di dalam uretra.

d. Antimuscarinic

Berfungsi untuk mencegah kontraksi dan pengosongan kandung kemih sebelum mencapai volume yang dapat
merangsang mikturisi (Lina Hernida, 2009). Penggunaan obat untuk overactivitas bladder/overactivitas
destrusor.

e. Penggunaan obat pada stress inkontinensia

Farmakologi pengobatan stress inkontinensia bertujuan untuk meningkatkan kekuatan penutupan intrauteral
dengan meningkatkan kontraksi otot halus dan lurik uretra. Beberapa obat dapat menyebabkan peningkatan
semacam itu. Namun penggunaan klinis obat-obatan ini dibatasi oleh keberhasilan yang rendah dan / atau efek
samping yang tinggi (A. Schröder.,et al, 2010).
ASUHAN KEPERAWATAN

You might also like