You are on page 1of 69

Referat II / Tahun I

Gejala Nonmotorik Parkinson

Pembimbing : dr. Thamrin S.,Sp.S(K),M.Kes.


Presentan : dr. Silvester Christanto
Pendahuluan
 Penyakit neurodegeneratif tersering yang berhubungan dengan
usia yang dikarakteristikan dengan kehilangan secara progresif
pada neuron dopamin substantia nigra pars compacta dan
menurunnya neurotransmiter dopamin.
 Fungsi motorik dengan tanda kardinal
 Gejala nonmotorik dapat mendahului atau terjadi pada tahap lanjut
dari penyakit Parkinson.
 Keluhan spontan <<<
Kurang disadari dalam praktek klinis
 Anamnesa <<<
Spektrum gejala non motorik pada penyakit
parkinson
Neuropsikiatri : Gejala gastrointestinal :
 Depresi  Hipersalivasi
 Kecemasan  Disfagia
 Apati  Ageusia
 Halusinasi, delusi,ilusi  Konstipasi
 Delirium (bisa karena induksi obat)  Mual, muntah
 Gangguan kognitif (demensia, MCI)
 Sindrom disregulasi dopaminergik (biasanya
berkaitan dengan levodopa)
 Impulse control disorders (berhubungan
dengan obat dopaminergik)
Gangguan tidur : Perilaku nonmotorik terkait obat dopaminergik :
 REM Sleep behaviour disorder (kemungkinan  Halusinasi ,psikosis, delusional
gejala premotor)  Sindroma disregulasi dopamin
 Excessive daytime somnolence, narcolepsy  Impulse control disorders
type “sleep Attack”
 Restless leg syndrome, oeriodic leg
movements
 Insomnia
 Sleep disorder breathing
 Parasomnia non-REM (confusional wandering)
Spektrum gejala non motorik pada penyakit
parkinson
Fatigue : Gejala nonmotorik lainnya terkait obat
 Central fatigue (dapat berhubungan dengan dopaminergik:
disotonomia)  Bengkak pada pergelangan kaki
 Peripheral fatigue  Dispnea
 Reaksi pada kulit/alergi
 Nodul subkutan
 erythematous
Gejala sensoris : Fluktuasi nonmotorik :
 Nyeri  Disotonomia
 Gangguan penciuman/olfaktorius  Kognitif/psikiatrik
 Hyposmia  Sensoris/nyeri
 Anosmia fungsional  Pandangan kabur
 Gangguan penglihatan ( pandangan kabur,
pandangan ganda, gangguan sensitivitas
kontras/cahaya)

Disfungsi otonom : Gejala lainnya :


 Disfungsi kandung kemih (urgensi,frekuensi,  Penurunan berat badan
nokturia)  Peningkatan berat badan
 Disfungsi seksual ( mungkin dapat diinduksi
oleh obat)
 Abnormalitas berkeringat (hiperhidrosis)
 Hipotensi ortostatik
Prediksi Penyakit Parkinson
4 tanda kardinal non motorik , yaitu :
 Gangguan penciuman
 Gangguan tidur REM
 Depresi
 Konstipasi
Gangguan penciuman
 90% pasien
 Tersering dan paling awal terjadi
 Patofisiologinya masih belum jelas
Gangguan tidur REM
 Suatu parasomnia, dimana hilangnya atonia otot skeletal
normal selama tidur REM, yang memungkinkan pasien
menjadikan mimpi mereka diwujudkan secara fisik
 40% pasien
 Degenerasi batang otak (nukleus pedunkulopontin &
subcoeruleal)
 Bonnet dkk  akan berkembang menjadi parkinson dalam
10 tahun kedepan
Depresi
 10 -70 % pasien
 Dapat komorbid dengan ansietas
 <<kadar 5HT1A dan << reseptor kortikal 5HT1A
Konstipasi
 Salah satu yang tersering
 Diduga keterlibatan n.Vagal
 Tidak berespon baik dalam terapi dopaminergik  diduga
bukan mekanisme non-dopaminergik dalam patogenesisnya
Patofisiologi
 Spekulatif
 Brakk,dkk  6 konsep derajat proses patologis
 Brakk derajat 1- 6
Brakk derajat 1
 Tanda paling awal dari α-synuclein imunoreaktivitas yang
terjadi bersamaan pada dorsal nukleus motorik dari nervus
vagal dan struktur anterior olfaktrius dengan terjadinya
degenerasi dari olfactory bulb dan anterior nukleus
olfaktorius, dimana bermanifestasi klinis sebagai disfungsi
olfaktorius. Hal ini menunjukkan proses patologi tidak terjadi
dibagian otak lainnnya melainkan hanya terjadi dibagian
bawah medula oblongata dan struktur anterior olfaktorius.
Brakk derajat 2
 dikarakteristikan dengan progresifitas dari proses patologis di
batang otak bagian bawah. Area yang terlibat adalah nukleus
raphe (serotonin), lokus coeruleus (norepinefrin), dan
nukleus pedunculopontine. Area diduga berhubungan
dengan asal terjadinya halusinasi visual ,gangguan tidur
REM pada penyakit Parkinson. Dopamin juga diusulkan
memodulasi siklus tidur-bangun dan sirkuit batang otak yang
mengatur gerakan tungkai periodik dan atonia selam tidur
REM. Nukleus medullary juga mempunyai peranan pada
kontrol otonomik sentral. Maka pada derajat 2 ini mempunya
pengaruh terhadap gejala non-motorik seperti
penciuman,homeostatis tidur, dan otonom lainnya.
Brakk derajat 3
 proses patologisnya berlanjut ke bagian atas tegmentum
pontin dan lesi terlihat dibagian basal otak depan dan
tengah. Proses patologis mulai terlihat pada substantia nigra
pars compacta,amygdala , subnukleus sentral seperti pada
nukleus kolinergik tegmental pedunculopontine, dan nukleus
kolinergik magnocellular pada basal otak depan.
Brakk derajat 4
 proses patologisnya berlanjut dengan keterlibatan berat dari
amigdala, bagian anteromedial temporal mesokorteks
 Trias motorik tipikal tremor,rigiditas, dan bradikinesia hanya
muncul di Braak derajat 3 dan 4 dimana proses
neurodegeneratif telah mempengaruhi substansia nigra dan
nukleus dalam lainnya pada otak tengah dan otak depan.
Braak derajat 5 & 6
 proses neurodegenratif telah meluas lebih banyak.
Substansia nigra hampir telah tergantikan oleh
melanueron.proses meluas dari mesocorteks hingga ke
neokorteks,bahkan hingga ke daerah motorik dan sensorik
primer. Pasien biasanya secara klinis bermanifestasi penuh
dari penyakit parkinson pada derajat 5 dan 6. Pasien dapat
terlihat gejala neuropsikiatri seperti depresi, gangguan
kognitif, dan halusinasi visual.
Gejala neuropsikiatri
 Depresi
 Kecemasan
 Psikosis
 Demensia
Depresi
 Prevalensi 7-76%
 Underdiagnosed  tertutup gejala motorik,komorbid
 Profil
 kecemasan, pesimis, irasional, ide bunuh diri tanpa perilaku
bunuh diri
 Patogenesis 
 diduga sebagai hilangnya raphe neuron serotoninergik
 penelitian PET  depresi mempunyai pengikatan CRTI-32 yag
lebih rendah, sebuah pelacak untuk kedua transporter dopamin
dan noradrenalin, didalam locus coeruleus dan regio sistem
limbik, seperti amigdala, korteks singula anterior, talamus dan
striatum ventral.
 Diagnosis : klinis dan alat bantu penilaian seperti Beck Dpression
Scale dan Hamilton Depression Rating Scale.
Penatalaksanaan
 Levodopa dikatakan tidak menambah gejala depresi
 Agonis Dopamin dapat mengurangi depresi pada penyakit Parkinson,
melalui mediasi reseptor D2 pada jalur nigrostriatal, stimulasi reseptor
D3 melalui jalur mesolimbic dapat menjelaskan efek antidepresif pada
agonis dopamin
 penelitian retrospektif Rektorová dkk, efek dari Pergolide (Agonis D1/D2) dan
Pramiprexole (Agonis D2/D3) pada pasien depresi non-demensia parkinson,
menunjukkan penurunan yang signifikan pada skala penilaian depresi
Montgomery dan Asberg pada grup pasien yang diterapi dengan
Pramiprexole dibandingkan grup pasien Pregolide6.
 Pramiprexole juga menunjukkan mempunyai efikasi yang sama dengan
selective reuptake serotonin inhibitors (SSRI) dengan pasien depresi mayor
dengan atau tanpa penyakit Parkinson
 Monoamine Oxidase(MAO) – B Inhibitor efek antidepresan yang
rendah.
 Antidepresan trisiklik (TCA) ,seperti Amitriptilin, Imipramin, Nortriptilin
dan Trazodon, efesien di penyakit Parkinson dapat meningkatkan
gejala hipotensi ortostatik,memperburuk gangguan kognitif, konstipasi
dan mulut kering. Karena, kurangnya efek antikolinergik dan sedatif,
SSRI lebih dipilih dibanding TCA.
 Menza, dkk,  efikasi <<< Paroxetine dibanding Nortriptilin pada
depresi 7.
 Penggunaan SSRI sendiri pada penyakit Parkinson diasosiasikan
dapat memperburuk gejala motorik, karena dapat meningkatkan
inhibisi mediasi serotonin dari raphe nucleus dan berkurangnya
pelepasan dopamin dari jalur nigrostriatal
 Kombinasi antara SSRI dan MAO-B Inhibitor dapat menyebabkan
potensial terjadinya sindroma serotonin
 Mirtazapine, sebuah antagonis α2 presinaps dimana juga mempunyai
peran dalam mengurangi tremor pada Parkinson.

 Pada kasus refrakter,pilihan lainnya dapat dilakukan stimulasi otak


noninvasif (transcranial magnetic stimulation, electroconvulsive
treatment/ECT), tapi studi pada terapi ini masih terbatas.
Kecemasan
 40% pasien Parkinson. Seperti pada depresi fenomena periode “OFF”
dan dapat berespon pada medikasi Parkinson.

 Kelainan kecemasan yang sering terjadi adalah serangan panik,


kelainan kecemasan umum, fobia social.

 Faktor resiko yang diasosiasikan dengan derajat keparahan penyakit


adalah adanya gejala instabilitas postur atau freezing of gait, diskinesia,
fluktuasi “on/off”.
 Pengaturan dosis dari obat Parkinson dapat memperbaiki fluktuasi
motorik biasanya berhasil.

 Benzodiazepine dapat meningkatkan efek samping seperti


kebingungan/confuse, gangguan otonom.

 Buspirone, suatu obat anxiolitik dapat menginduksi efek dopaminergik,


dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien Parkinson pada dosis 10-
40mg.
Psikosis
 Prevalensi 15-40%
 Halusinasi visual paling sering dikeluhkan dibandingkan modalitas
lainnya

 Halusinasi visual lebih sering terjadi pada malam hari,bersifat stereotipik


dan repetitif, hingga beberapa kali perhari, dengan durasi yang
pendek,dengan keluhan seperti bayangan yang bergerak pada lapang
pandang perifer atau dengan perasaan keberadaan seorang dibelakang
pasien,dapat terjadi pada satu lapang pandang. Halusinasi pada
Parkinson cenderung untuk menetap dan walaupun jarang, dapat
memburuk seiring waktu.

 dopamine lebih sering menimbulkan gejala ini dibandingkan dengan


levodopa
Patogenesis
 Multifaktorial
 pasien kronis yang telah diterapi karena semua obat anti Parkinson
dapat menjadi faktor resiko dan perjalanan penyakitnya sendiri
 sindroma parkinson (misalnya demensia dengan Lewy Bodies)
 kondisi gangguan psikiatrik yang komorbid atau telah ada
sebelumnya

 Visual halusinasi dipertimbangkan sebagai stimulasi berlebih dari


reseptor dopamin D3 dan D4 mesolimbik karena terapi Dopamin.
Halusinasi dapat juga dipicu karena pemberian atau peningkatan dosis
hampir semua obat anti Parkinson dan dapat membaik dengan
pengurangan dosis
 Ecker dkk, didapatkan korelasi positif antara jumlah obat yang
digunakan per pasien dan resiko berkembangnya gejala psikotik dan
menemukan bahwa obat dopeminergik yang berbeda diasosiasikan
dengan resiko gejala psikotik yang berbeda pula.

 Secara khusus,pergolide diasosiasikan dengan resiko tertinggi


berkembangnya gejala psikosis, diikuti oleh ropinirole,
pramiprexole,dan cabergoline.

 Pertimbangan bahwa obat dopaminergik dapat menimbulkan psikosis


pada Parkinson, intervensi dilakukan dengan mengurangi atau
menghentikan obat tersebut, jika diperlukan, anti psikotik atipikal dapat
ditambahkan
 Goetz dkk, melaporkan bahwa terapi awal dari halusinasi dengan
antipsikotik dapat memperbaiki halusinasi, bukan hanya untuk jangka
pendek tapi juga untuk progresifitas jangka panjang dari halusinasi,
dimana pengurangan dosis dopaminergik tidak mencegah progresifitas
jangka panjang dari halusinasi.

 Clozapine adalah anti psikotik atipikal yang direkomendasikan untuk


terapi psikosis pada Parkinson.
 Dosis rekomendasi yang digunakan adalah dosis terendah yaitu
6,25mg/hari sampai 25 mg/hari diberikan satu kali saat tidur saja.
Pemberian lebih dari 25mg/ hari dapat memburuk gejala motorik
Parkinson. Pemberian Clozapine pada penelitian meta analisis dapat
memperbaiki 85% keluhan,resolusi dimulai bisa dari 1 hari sampai 2
minggu pemberian.
 efek samping agranulasitosis,dimana memerlukan pemeriksaan darah
yang frekuen
 obat pilihan utama oleh AAN 2006 adalah Quetiapine,dimana pada
beberapa penelitian dikatakan mempunyai efikasi yang sama dengan
Clozapine dan tidak menyebabkan agranulasitosis
 Obat lainnya olanzapine dan risperidone kurang efektif dan menunjukkan
perburukan motorik yang signifikan dibandingkan dengan clozapine
 Obat antipsikotik novel lainnya, ziprasidone dan aripiprazole, dimana
pada beberapa seri kasus ziprasidone efektif dalam mengkontrol
psikosis,tidak menunjukkan perburukan dari gejala motorik, tetapi obat
ini tidak dapat digunakan untuk orangtua karena dapat diasosiasikan
dengan QT interval yang memanjang, dan diasosiasikan dapat
menyebabkan efek samping extrapiramidal pada pasien non Parkinson
 Aripirazole dimulai dari dosis 5-10mg/ hari dan dititrasi per 3-7 hari
sampai muncul efek samping atau ada perbaikan dari psikosis. Efek
samping yang bisa terjadi adalah sindroma ekstrapiramidal.

 Obat lainnya yang pernah dicoba untuk psikosis pada Parkinson adalah
Ondansetron yang merupakan antagonis reseptor 5-HT3, dimana tidak
memperburuk gejala motorik. Limitasi dari obat ini adalah hanya pernah
dilakukan pada kelompok studi dengan populasi kecil dan tidak pernah
dipublikasikan secara universal.
Penghambat kolinesterase (<<neuron kolinergik)
 Galantamin
 Memperbaiki halusinasi
 ES : muntah , >>>tremor, induksi halusinasi

 Rivastigmine
 terutama pada psikosis terkait Parkinson dan Demensa Lewy Bodies

 Donepezil  efektifitas ??

 non farmakologi : melihat ke objek lainnya atau mengacuhkan, berinteraksi


dengan sesama, atau meyakinkan diri sendiri
 gejala psikotik menetap meskipun penghentian obat psikotropik, obat anti
Parkinson selanjutnya dikurangi secara gradual atau jika memungkinkan
dihentikan. Penghentian obat anti Parkinson, dianjurkan secara berurutan
: anti kolinergik, selegiline,amantadine, agonis dopamin, penghambat
catechol-O-methyltransferase (COMT), dan terakhir levodopa.

 Levodopa yang dipilih adalah yang bekerja jangka pendek karena


farmakokinetiknya lebih dapat diprediksi dan waktu paruh yang pendek
berarti kumulatif efek samping yang lebih sedikit.

 Jika psikosis membaik, anti Parkinson dipertahankan pada dosis


serendah mungkin,karena penghentian biasanya memperburuk gejala
Parkinson. Pada keadaan ini penggunaan anti psikotik atipikal
direkomendasikan.
Demensia
 Insidensinya 10%
 Durasi rata-rata terjadinya demensia pada Parkinson kira-kira 10 tahun
dari onset , tetapi Hely dkk mengemukakan bahwa 83% pasien terjadi
demensia sekitar 20 tahun dari onset.
 Klinis : onset yang mendadak;gangguan kognitif dengan progresifitas
lambat; adanya sindroma diseksekutif dengan gangguan yang menonjol
pada atensi, eksekutif, dan fungsi visuospasial, umumnya memori dan
fungsi berbahasa jarang terganggu. Klinis perilaku yang didapatkan
adalah halusinasi,delusi,apati, dan perubahan mood.
 Penatalaksanaannya harus dihindari penggunaan
antikolinergik,amantadine, dan benzodiazepine karena dapat mengurangi
kognitif.

 Penggunaan agonis dopamin harus hati-hati karena dapat menimbulkan


halusinasi visual dan berkurangnya performa kognitif.

 Penggunaan penghambat kolinesterase telah dibuktikan dapat


memperbaiki gangguan kognitif dan gejala perilaku lainnya seperti
halusinasi dan apati, tetapi limitasi dari terapi ini adalah efek samping
kolinergik dan memperburuk gejala Parkinson.

 Donepezil dan Rivastigmin telah demostrasikan memperbaiki kognitif dan


hanya menimbulkan gejala motorik yang ringan.

 Memantine, penghambat NMDA, juga menunjukkan memperbaiki fungsi


kognitif, tetapi limitasinya adalah dapat memicu terjadinya psikosis.
Gangguan Tidur
 Prevalensi kejadian 75-98%
 Proses neurodegeneratif dari parkinson sendiri memegang peranan pada
gangguan tidur, dimana prosesnya mempengaruhi regio
kolinergik,serotoninergik, dan noradrenergik dari batang otak, seperti
pedunkulopontine,lokus coeruleus,dan RAS.

 Penatalaksanaan berupa konseling tidur yang baik,memperbaiki kontrol


gejala motorik, mengatasi kondisi komorbid seperti OSA, RLS, depresi,
psikosis, nokturia.

 Gangguan tidur bisa berupa REM Sleep Behaviour Disorders (RBD) dan
Excessive Daytime Sleepiness (EDS)
Excessive Daytime Sleepiness/EDS
 dengan 50% pasien parkinson, dengan insidensi meningkat seiring dengan
progresifitas penyakitnya

 suatu studi jangka panjang membandingkan agonis dopamin dan levodopa


menunjukkan penggunaan agonis dopamin, ropinirole, pramiprexole, dan
pergolide mempunyai prevalesi yang lebih tinggi untuk terjadi somnolen
pada pasien dibandingkan dengan levodopa

 Penatalaksanaannya dengan menghindari sedatif, mengurangi atau


mengganti jenis agonis dopamin,edukasi terutama untuk tidak menyetir
 Modafinil  secara umum ditoleransi dengan baik dan tidak
mempengaruhi gejala motorik, tapi kontroversial.
 efek samping yang sering didapatkan adalah kesulitan untuk tidur, rasa
ketidaknyamanan,konstipasi,dizziness, diare, dan peningkatan tekanan
darah.
 obat hipnotik baru Ramelton yang digunakan untuk pasien
insomnia,suatu ligan dari respetor melatonin, mungkin dapat berguna
pada pasien dengan Parkinson karena belum ada data yang menelitinya.
RBD
 RBD terdiri dari akitifitas otot yang tonik/fasik yang atonia selama tidur
REM,dengan mimpi buruk, dan pasien biasanya memperlihatkan
gerakan nonstereotipik yang kasar/violent sehingga dapat melukai diri
sendiri dan pasangan tidurnya.
 Prevalensinya antara 33-60% pada pasien Parkinson,lebih sering pada
laki-laki.
 Saat ini RBD diterapi dengan Clonazepam dalam dosis kecil (0.25-1
mg), apabila dengan adanya EDS penggunaannya harus
dipertimbangkan dan bila terdapat OSA makanya penggunaannya
harus dihindari.
 Penggunaan Melatonin dilaporkan efektif pada dosis 3-12 mg.
Gangguan perilaku
 Gangguan perilaku pada pasien Parkinson yang sering
dilaporkan salah satunya adalah

 Gangguan kontrol impuls/ impulse Control Disorders (ICD)

 Dopamine Dysregulation Syndrome (DDS)


Impulse Control Disorders/ICD
 dikarakteristikan dengan gagal untuk menahan suatu impuls,
dorongan, atau godaan untuk melakukan suatu aksi yang berbahaya
pada diri sendiri atau orang lain.
 Prevalensinya antara 6-25% pada pasien Parkinson.
 Gangguan perilaku lainnya adalah Berjudi Patologis/Pathological
Gambling (PG) dengan prevalensinya 2-10%, hiperseksualitas dengan
prevalensinya 7,2%.
 biasanya laki-laki
 mempunyai onset penyakit Parkinson pada usia muda
 durasi penyakit yang lebih panjang
 mempunyai riwayat kebiasaan pribadi atau riwayat keluarga gangguan
penggunaan alkohol atau ada riwayat ICD sebelumnya
 Penjelasan yang mungkin untuk asosiasi antara agonis dopamin dan
ICD di perlihatkan dengan stimulasi selektif dari obat dengan reseptor
dopamin. Reseptor D2 dan D1 faktanya banyak terdapat di dorsal
striatum dan mungkin mediasi efek motorik dari agonis dopamin,
dimana reseptor D3 lebih banyak terdapat di ventral striatum, dimana
diasosiasikan dengan gangguan perilaku adiksi dan penggunaan zat.
Kebanyakan agonis dopamin dan khususnya pramiprexole dan
ropinirole mendemostrasikan selektif untuk reseptor D3 dan mungkin
bertanggungjawab terhadap kerentanan terjadinya ICD.
 Penatalaksanaan ICD terdiri dari

 edukasi pasien pendamping


 modifikasi dari terapi pengganti dopamin dan obat psikoaktif.
 assesmen untuk komorbid masalah neuropsikiatrik.

 Untuk pasien dengan ICD yang dalam modifikasi terapi pengganti


dopamin, perilakunya biasanya menghilang atau membaik dengan
pengurangan dosis agonis dopamin, diganti ke agonis dopamin lainnya
atau menghentikan sama sekali agonis dopamin. Jika ditoleransi, terapi
pengganti dopamin harus dimulai dengan dosis efektif terendah.
Dopamine Dysregulation Syndrome /
DDS
 sindroma gangguan perilaku neuropsikiatrik diasosiasikan dengan
penyalahgunaan zat dan gangguan perilaku yang menyerupai keadaan
hipomanik atau gangguan dalam sistem kontrol impulse,mengakibatkan
dorongan tidak terkontrol untuk melakukan sesuatu
 Khasnya adalah penggunaan dosis obat dopaminergik yang berlebihan
daripada yang diperlukan untuk mengatasi gejala motorik
 Prevalensi dari DDS 3,4 – 14 %.
 biasanya pasien Parkinson dengan onset awal
 laki-laki
 riwayat penggunaan narkoba dan konsumpsi alkohol yang berat
 mereka juga mempnyai riwayat gangguan mood.
 Obat dopaminergik manapun diasosiasikan dengan DDS, dengan
prevalensi tertinggi pada levodopa dan apomorfin
 Penanganan DDS tidaklah mudah. Penanganan terbaik untuk
keadaan hipomanik dan episode psikotik adalah dengan reduksi
dari terapi pengganti dopamin
 anti psikotik atipikal dosis rendah dapat mengkontrol keadaan
psikosis akut
 Antidepresan dapat digunakan untuk gangguan mood.
Disfungsi Otonom
 Prevalensinya antara 14-80%

 gejala seperti konstipasi, nokturia, dan hipotensi ortostatik


mengganggu kualitas hidup pasien secara signifikan
 Gangguan otonom dapat mengenai sistem simpatik,parasimpatik,
saraf enterik, yang berhubungan dengan penyakit parkinson dan
termasuk didalamnya adalah disfungsi kardiovaskular,
gastrointestinal, urogenital,dan termoregulator.
Patofisiologi
 Patofisiologi dari disfungsi otonom yaitu dengan ditemukan suatu
degenerasi dari substantia nigra,α synuclein pada lewy bodies, dan
hilangnya sel yang terdeteksi pada:
1. Area pengatur otonomik : hipotalamus,nukleus parabrachial, zona
retikular intermedial di medulla,lokus koeruleus dan nukleus raphe.

2. Area preganglionik simpatis : intermediolateral cell column dan


ganglia otonom paravertebral.

3. Area preganglionik parasimpatis : nukelus Edinger Westphal dan


dorsal vagal motor nuclei.

4. Sistem saraf enterik : pleksus myenterik (Auerbach) dan


submukosa (Meissner) yang terletak di dinding usus.
Disfungsi kardiovaskular
 Hipotensi ortostatik dan hipertensi supine
 Prevalensi 30-58%
 Sering pada “off” stage
 pengurangan dosis dari agonis dopamin sering diperlukan.
 Domperidone, suatu agen penghambat dopamin perifer
dapat berguna pada pengobatan hipotensi ortostatik
berhubungan dengan penyakit Parkinson.
 Secara non farmakologi, dapat dengan elevasi kepala 300,
meningkatkan intake cairan dan garam,penggunaan stoking
kompresi setinggi pinggul. Terapi farmako lainnya termasuk
penggunaan anti hipertensi.
Gejala Gastrointestinal
 Konstipasi  prevalensi 58%
 hasil kombinasi dari proses neurodegeneratif yang mempengaruhi
motilitas pencernaan dengan efek dari pengobatan dopaminergik
 Penatalaksanaan konstipasi berupa olahraga,modifikasi diet,
peningkatan cairan masuk, dan penggunaan laksatif
 Psyllium, polyethylene glycol,bisacodyl,magnesium sulphate,
lubiprostone, dan macrogol dapat memperbaiki konstipasi pada
Parkinson. Alternatif lainnya dapat digunakan neostigmin, simbiotik
yogurt, subkutan methylnatrexone, injeksi toksin botulinum, dan
stimulasi saraf sakral.
 Keluhan gastrointestinal lainnya berupa mulut kering, dismotilitas
esofagus, pengosongan lambung yang terhambat,disfagia, nausea,liur
berlebihan, dan konstipasi.
Disfungsi Seksual dan Miksi
 Disfungsi kandung kencing dapat berupa hiperaktif atau hipoaktif otot
destrusor
 Oksibutynin dan Tolterodine dapat digunakan, tapi belum pernah
digunakan pada populasi pasien Parkinson, dan kemungkinan efek
samping yang terjadi adalah gangguan memori dan konstipasi.
 Injeksi dari toksin botulinum pada dinding kandung kencing dapat
meningkatkan kontrol dan kapasitas urin.

 Disfungsi seksual seperti disfungsi ereksi pada laki-laki dilaporkan lebih


dari 60 % pasien Parkinson.
 Faktor yang berkontribusi adalah depresi,disabilitas, dan gangguan
otonom dapat meningkatan prevalensi disfungsi ereksi pada pasien
Parkinson.
 Sildenafil Citrate aman dan efektif untuk digunakan untuk pengobatan
disfungsi erektil pada pasien Parkinson.
Disfungsi Sensorik
 Hipoosmia

 Gangguan Visual

 Nyeri
Hiposmia
 pada 70-100% pasien Parkinson sebagai gejala premotorik,
dikorelasikan dengan hipotesis Braak,dimana terjadi deposisi
α-sinuklein pada sturktur anterior olfaktorius pada awal
patologi perkembangan penyakit Parkinson
Gangguan Visual
 Diduga akibat dari disfungsi dopaminergik retinal pada
daerah sekitar fovea dan keterlibatan korteks visual pada
Parkinson.
 Pada suatu penelitian menunjukkan adanya pengurang
konsentrasi dopamin pada retinal di pasien Parkinson. Gejala
visual berkembang seiring progresifitas penyakit dan
berkontribusi terhadap disabilitas dan keselamatan pasien.
Nyeri
 Suatu penelitian di Norway mengatakan gejala nyeri ini
terdapat pada 80% pasien Parkinson.
 4 jenis tipe nyeri telah dikategorikan pada penyakit
Parkinson, yaitu :
 muskuloskeletal (karena rigiditas, penyakit reumatologis atau
deformitas skeletal)  Prevalensi 70%
 Distoni  prevalensi 40%
 neuropati radikular (karena lesi radiks, neuropati fokal atau
perifer)
 nyeri sentral
 Neuron – neuron serotonin dan noradrenalin terlibat dalam mekanisme
mediasi penghambat nyeri endogen melalui jalur penghambat desenden
di otak.
 Pada tingkat awal penyakit ,nukleus serotonin (nukleus raphe) dan
nukleus noradrenalin ( locus coeruleus) terlibat dalam proses
neurodegeneratif dan degenrasinya mereka mungkin berhubungan
dengan patologi modulasi nyeri pada penyakit Parkinson
 Djaldetti dkk, meneliti efek duloxetine, sebuah penghambat serotonin
dan norepinefrin, dalam memodulasi nyeri primer dalam 23 pasien
Parkinson, dan menemukan bukti signifikan efek yang menguntungkan
pada nyeri di pasien.
Kesimpulan
 Telah dibahas suatu referat tentang gejala non motorik pada
penyakit Parkinson beserta spektrum gejalanya yang secara
prevalensi sering dikeluhkan serta penangangannya.
Diharapkan dari referat ini dapat membantu kita agar dapat
memahami dan menangani pasien-pasien Parkinson secara
menyeluruh dan lebih baik.
Dementia with lewy bodies criteria
 Central features
 Progressive dementia –deficit attention and executive function are
typical.

 Core features
 Fluctuating cognition with pronounced variations in attention and alertness\
 Recurrent complex visual hallucinations
 spontaneuous feature of parkinsonism

 Suggestive features
 REM Sleep Behaviour disorders (RBD), which can appear years onset of dementia and
parkinsonism
 Severe sensitivity to neuroleptics occurs in up to 50% of LBD patients who take them
 Low Dopamine transporter uptake in the brain’s basal ganglia as seen on SPECT and PET
imaging scans
 Supportive features
 Repeated falls and syncope (fainting)
 Transient, unexplained loss of consciusness
 Autonomic dysfunction
 Hallucinations of others modalities
 Visuospatial abnormalities like depth perception, object
orientation, directional sense and illusions
 Other psychiatric distrubances like systematized delusions
,aggression and depression
Diagnosis LBD
 Probable LBD diagnosis :
 Dementia plus two or more features or
 Dementia plus one core feature and one or more suggestive
features
 Possible LBD diagnosis :
 Dementia plus one core feature , or
 Dementia plus one or more suggestive features

You might also like