You are on page 1of 50

Refleksi Kasus

“ANESTESI UMUM PADA ANAK YANG


MENJALANI OPERASI VP SHUNT e.c.
HIDROSEFALUS”

Aulia Salmah Tandayu


N 111 14 024

Pembimbing Klinik :
dr. Faridnan, Sp.An
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada
awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan
pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan.

Adapun definisi ilmu anestesi dan reanimasi saat ini


adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut,
dan rasa tidak nyaman serta ilmu yang mempelajari
tatalaksana untuk menjaga dan mempertahankan hidup
dan kehidupan pasien selama mengalami kematian
akibat obat anestesi.
Adapun target anestesi itu sendiri yaitu yang
lebih dikenal dengan trias anestesia yang
meliputi tiga target yaitu hipnotik, anelgesia, relaksasi.

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda


dengan anesthesia pada orang dewasa
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan
atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).

Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan


antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.

Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat


penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi
pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun
Teknik operasi hidrosefalus dibagi menjadi
ventriculoperitoneal shunt dan endoscopic third
ventriculostomy.

Pada operasi ventrikuloperitoneal shunt


diperlukan manajemen anestesi umum yang spesifik
terkait dengan keadaan pada pasien hidrosefalus yang
mengalami peningkatan tekanan intracranial.
Faktor-faktor yang mendasari perbedaan dalam
melakukan anestesi pada pediatrik dibandingkan
dengan orang dewasa :

• 1. Sistem respirasi

- Frekuensi pernapasan  30-40x/mnt


- Tipe pernapasan  abdominal
- Ventilasi berlebihan  paru-paru lebih
mudah rusak
pneumotoraks/pneumomediastinum
- Laju metabolisme tinggi  cadangan O2 lebih
kecil 
Ada 5 perbedaan anatomi mendasar dari airway
pada anak-anak dan dewasa, yaitu :

1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga


lebih besar.
2. Laring yang letaknya lebih anterior.
3. Epiglotis yang lebih panjang.
4. Leher dan trakea yang lebih pendek daripada
dewasa.
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan
jalan napas.
• 2. Sistem Kardiovaskuler

▫ - Frekuensi jantung/nadi.
- Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis
yang lebih dominan.
- Kadar hemoglobin neonatus tinggi (16-20 gr%), tetapi
kemudian menurun sampai usia 6 bulan (10-12gr%),
karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi HbA (adult).
- Jumlah darah bayi secara absolute sedikit.
- Duktus arteriosus dan foramina pada septa interatrium
dan interventrikel belum menutup selama beberapa hari
setelah lahir.
• 3. Cairan tubuh

Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air


yaitu dari berat badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun
menjadi 65% dan setelah dewasa menjadi 55-60%.

Cairan ekstrasel neonatus ialah 40% dari berat badan,


sedangkan pada dewasa ialah 20%.
Tabel 1. Perbedaan EBV (Estimated Blood
Volume) pada pediatrik berdasarkan umur.

Umur EBV

Premature 90 – 100 cc/kg

Baru lahir 80 – 90 cc/kg

3 bulan – 1 tahun 70 –80 cc/kg

> 1 tahun 70 cc/kg

Dewasa 55 – 60 cc/kg
• 4. Pengaruh Terhadap Farmakologi

- Biotransformasi hepar dan ginjal belum


sempurna.
- Penurunan ikatan protein.
- Induksi dan pemulihan cepat.
- MAC (minimal alveolar concentration) lebih
tinggi.
- Volume distribusi lebih besar pada obat
dengan pelarut air.
- Neuromuscular junction belum sempurna
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hidrosefalus

Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan


serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan
dilatasi system ventrikel otak dimana terjadi
akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih
ventrikel atau ruang subarachnoid.
Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari
CSS.
B. Etiologi
Penyebab bawaan (kongenital) :
Stenosis akuaduktus silvii (10%), Malformasi Dandy-
Walker (2-4%), Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan 2,
Agenesis Foramen Monro, Toksoplasmosis kongenital dan
Sindroma Bickers-Adams.

Penyebab dapatan :
(1) Tumor (20%), misalnya meduloblastoma, astrositoma,
kista, abses atau hematoma, (2) Perdarahan intraventrikular,
(3) Meningitis bacterial, (4) Peningkatan tekanan
sinusvenosus (akondroplasia, kraniostenosis atau trombosis
venous), (5) Iatrogenik.
C. Penatalaksanaan Hidrosefalus

• Terapi medikamentosa

Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus


melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari
pleksus khoroid atau upaya meningkatkan
resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak
gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana
sarana bedah saraf tidak ada.
• Terapi Pembedahan

a) Third Ventrikulostomi/Ventrikel III


b) Operasi pintas/Shunting
• Ada 2 macam :
- Eksternal
• - Internal :
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh
lain :
 Misalnya : Vantrikulo-peritoneal
b. Lumbo Peritoneal Shunt
D. Manajemen Anestesi Pada Pasien Anak Secara Umum

 Persiapan Pre Operatif


• Pemeriksaan riwayat neurologis
• Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Infeksi sebelum anestesi dapat meningkatkan resiko
komplikasi pulmo (hipersekresi, wheezing,
laringospasme, hipoksemia, dan atelektasis) sehingga
harus diobati dulu. Bila terpaksa dilakukan operasi :
Pemberian antikolinergik, ventilasi masker,
kelembaban udara pernapasan, pengawasan yg lebih
lama di RR.
• Berat badan yang tepat untuk estimasi cairan
pengganti dan dosis obat.
• Laboratorium dan rontgen
• Puasa pre operasi.
Bayi < 6 bulan : 4 jam
Anak < 5 tahun : 6 jam
• Premedikasi
• Monitoring blok neuromuscular.
• Induksi anestesi:
Inhalasi : agen inhalasi
Intravena : ketamin, propofol, pentotal
Intramuskuler : ketamin, midazolam,
Per rektal : ketamin, pentotal
Induksi intravena
• Thiopental (3 mg/kg neonate, 5-6 mg/kg untuk infant
dan anak-anak).
• Ketamin1-2 mg/kgBB
• Propofol 2-3 mg/kg.
• Midazolam 0,3-0,5 mg/kgBB
• Diazepam1-2mg/kgBB

Induksi inhalasi anestesi :


• Alternatif, bila iv line belum terpasang
• Sevoflurane dan Halothan:
o Sevoflurane : induksi baik, iritasi minimal
o Halothan : bronkodilatasi, aritmogenik
o Desflurane dan isofluran : batuk, iritasi jalan napas,
laringospasme meningkat.
Induksi

• Induksi harus berjalan dengan baik.


• Barbirturat merupakan agen yang ideal untuk
menurunkan ICP (intracranial pressure), CBF
(cerebral blood flow), dan metabolism basal.
• Pada pasien dengan anomali craniofascial lebih baik
diinduksi inhalasi atau awake intubasi.
• Halotan meningkatkan CBF tapi dapat diminimalisasi
dengan hiperventilasi.
• Isofluran menurunkan konsumsi O2 cerebral tapi bila
dihiperventilasi bisa terjadi penurunan CBF.
• Atracurium menyebabkan pelepasan histamin.
Intubasi
• Untuk anak <6 tahun digunakan ETT non cuff untuk
mencegah trauma subglotis.
• Gastric tube digunakan untuk mencegah distensi
lambung.
• Lidokain1-1,5 mg/kg digunakan untuk mencegah reflek
simpatis dan mencegah peningkatan ICP.

Maintanance dan pelayanan post operasi


• Isofluran dosis rendah berguna jika diperlukan hipotensi
terkontrol.
• N2O harus dihindari pada pembedahan intracranial dan
apabila membuka vena besar
Manajemen Cairan Perioperatif

Defisit cairan diganti harus tepat


• Aturan 4 : 2 : 1 (4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama, 2
ml/kg/jam untuk 10 kg kedua dan 1 ml/kg/jam untuk
sisanya).

Blood loss / Kehilangan darah


• EBV = Neonatus premature (100 mL/kg), neonatus
aterm (85-90 mL/kg), infants (80 mL/kg).
 Maintenance durante operasi.
• Jaga hemodinamik dan oksigenasi yang baik. Agen
inhalasi maintenance durante op :
• a. Sevoflurane : onset cepat, iritasi kurang.
• b. Halotan : bronkodilator, tidak iritasi jalan napas.
Emergency dan pelayanan post operasi
• Tujuan utama anestesi pada bedah saraf anak
adalah pasien bangun dengan halus untuk
mencegah peningkatan ICP.
• Anestesi inhalasi dapat dieliminasi dengan cepat
tanpa efek sisa sehingga cocok untuk anestesi anak
yang ICP nya tidak naik.
• Post operasi anak sering timbul hipoksemia
sehingga perlu suplemen O2.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. IDENTITAS PENDERITA

• Nama : An. AP
• Umur : 1 tahun 10 bulan
• Alamat : Biromaru
• Agama : Islam
• Ruangan : Teratai
• Tanggal Pemeriksaan : 2 November 2015
• No.Rek.Medis : 110-101/TR-02
2. ANAMNESIS

• Keluhan Utama :
Lingkar kepala semakin membesar.

• Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien rujukan dari RS. Tora Belo Biromaru dengan
diagnosa Hidrocephalus. Kepala yang semakin membesar
telah dialami sekitar 3 bulan setelah lahir. Awalnya ibu
pasien tidak menyadarinya, tetapi semakin lama kepala
dari pasien semakin membesar hingga sekarang. Pasien
setiap hari rewel namun daya hisap tidak terganggu.
Nafsu makan dan minum juga baik. Demam (-), batuk (-),
sesak (-), muntah (-), Buang air besar (BAB) dan buang air
kecil (BAK) lancar seperti biasa.
• Riwayat Penyakit Sebelumnya
▫ Riwayat alergi (-)
▫ Riwayat asthma (-)
▫ Riwayat penyakit jantung (-)
▫ Riwayat operasi sebelumnya (-)

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
• Keadaan Umum : Sakit Sedang
• Kesadaran : Composmentis (GCS E4 V5 M6)
• Berat Badan : 15 kg
• Status Gizi : Gizi Baik

Primary Survey
• Airway : Paten
• Breathing : Respirasi 34 kali/menit
• Circulation : Nadi : 108 kali/menit, regular, kuat angkat
Secondary Survey
Kepala :
• Bentuk : Makrocephal (+), sutura melebar (+),
fontanela meregang (+)
• Rambut : Warna hitam, rontok (-)
• Kulit kepala : Dilatasi vena (+)
• Wajah : Simetris, paralisis facial (-), afek ekspresi
serasi, deformitas (-)
• Kulit : sianosis (-), massa (-), turgor < 2 detik.

Mata : Sunset phenomenon (+), eksoftalmus (-), enophtalmus (-


), palpebra edema (-), ptosis (-), kalazion (-), konjungtiva anemis
(-/-), sclera ikterik (-/-).
Pupil : Bentuk isokor, bulat, diameter ± 2mm/2mm, refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+).
Hidung & Sinus : Deviasi septum nasi (-), rhinorrhea
(-), epistaksis (-).

Mulut &Faring : Bibir : sianosis (-), pucat (-)


• Lidah : deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)
• Malampati : grade I

Leher :
• Inspeksi : Jaringan parut (-), massa (-)
• Palpasi : Pembengkakan kelenjar limfe dan tiroid(-)
• Trakhea : Deviasi trakhea (-)
Thorax
• Inspeksi : Normochest, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-)
• Palpasi : Ekspansi paru simetris kiri dan kanan, fremitus taktil kesan
normal.
• Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
• Auskultasi : bronkhovesicular +/+, bunyi tambahan (-).

Jantung
• Inspeksi : lctus cordis tidak tampak
• Palpasi : lctus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s)
• Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
• Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : Bentuk datar, massa (-).
• Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, Bruit (-).
• Perkusi : Timpani (+) diseluruh kuadran abdomen.
• Palpasi : Organomegali (-), Nyeri tekan (-)
Genitalia : Dalam batas normal.

Ekstremitas :
• Atas : Edema (-), Akral dingin (-/-), refleks fisiologis
normal, kekuatan 5/5, tonus normal.
• Bawah : Edema (-), Akral dingin (-/-), refleks fisiologis
normal, kekuatan 5/5, tonus normal.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 1 November 2015
• Hematologi Rutin :
Parameter Hasil Satuan Range Normal

RBC 4, 51 106/mm3 3,80-5,80

Hemoglobin (Hb) 12, 1 gr/dl 11,5-16,0

Hematokrit 36,4 ↓ % 37,0-47,0

PLT 215 103/mm3 150-500

WBC 14,7 103/mm3 4,0-10,0


5. Resume
Pasien bayi ♀ usia 1 tahun 10 bulan rujukan dari RS. Tora Belo
Biromaru dengan diagnosa Hidrocephalus. Kepala yang semakin
membesar telah dialami sekitar 3 bulan setelah lahir. Awalnya ibu
pasien tidak menyadarinya, tetapi semakin lama kepala dari pasien
semakin membesar hingga sekarang. Pasien setiap hari rewel namun
daya hisap tidak terganggu.

• Pemeriksaan Fisik
Airway : Paten
Breathing : Respirasi 34 kali/menit
Circulation : Nadi : 108 kali/menit, reguler, kuat angkat

• Pemeriksaan Lab
WBC : 14,7. 103/mm3

• ASA : II
6. DIAGNOSIS KERJA :
• Hdrocephalus

7. TINDAKAN :
• Ventrikulo-Peritoneal Shunt / VP-Shunt
Persiapan di Kamar Operasi
• Persiapan mesin anestesi dan sistem aliran gas dan
cadangan volatile agent
• Persiapan obat dan alat anestesi yang digunakan
• Persiapan alat-alat, obat resusitasi
• Menyiapkan pasien di meja operasi, memasang
alat pantau tanda vital, tiang infus, pulse oxymetri
• Evaluasi ulang status present pasien :
• Nadi: 108 x/menit
• Respirasi: 34 x/menit
Data Anestesia
• Jenis anestesi : Anestesi umum (General
Anestesi)
• Teknik anestesi : Intubasi
• Obat : Sevoflurane
• E.T.T No. : 4,5
• Lama anestesi : 2 jam 50 menit
• Lama operasi : 1 jam 15 menit

a) Pre-operatif
• Pasien puasa 6 jam pre-operatif
• Infus NaCl 500 ml
• Keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal
• Skin test Anbacim (Cefuroxime acetyl)  cocok (+)
b) Intraoperatif
160

140

120

100
range

80 Nadi

60

40

20

0
9:40 9:55 10:10 10:25 10:40 10:55 11:10 11:25 11:40 11:55 12:1012:30

Keterangan: mulai operasi, mulai anastesi


• Perdarahan selama operasi: ± 250 cc.
• Jumlah cairan yang diberikan selama pembedah :
NaCL 500 cc.
c. Post operatif

• Nadi: 104 x/menit


• RR: 44 x/menit
• GCS E4M3V2, KU Jelek
• Terapi:
NaCl 0,9% 500cc/24 jam
Inj. Anbacim 2 x 250 mg / iv / 24 jam
Inj. Antrain 3 x 250 mg / iv / 24 jam
02 3 lpm
Rawat ICU
BAB IV
PEMBAHASAN

• Sebelum dilakukan operasi, pasien diperiksa terlebih


dahulu, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang untuk menentukan status
fisik (ASA), serta ditentukan rencana jenis anestesi
yang akan dilakukan yaitu general anestesi dengan
intubasi.

• Setelah dilakukan pemeriksaan tentang keadaan


umum pasien tergolong dalam status fisik ASA II dan
diputuskan untuk dilakukan anestesi umum dengan
intubasi.
• Pasien juga diberikan premedikasi berupa sedacum yang
berisi midazolam termasuk golongan benzodiazepine.
• Telah diketahui bahwa tujuan pemberian premedikasi
ialah untuk mengurangi respon terhadap stress hormone
endogen, mengurangi obat induksi maupun rumatan.
• Penggunaan midazolam untuk premedikasi pada anak-
anak maupun orang usia lanjut memberikan hasil yang
baik. Premedikasi mengurangi stres hormone terutama
pada anak-anak.
• Dosis yang aman untuk premedikasi iv/im 0,05 mg/kgBB
atay dosis maksimal 2,5 mg. Pada pasien kali ini diberi
midazolam dengan dosis 1 mg.
• Selanjutnya induksi dilakukan dengan menggunakan
fentanil 5 µg secara intravena serta sevofluran 2%
secara inhalasi.
• Fentanil 5 µg bolus intravena digunakan sebagai
analgesi opioid. Setelah suntikan intravena, ambilan
dan distribusi Fentanyl secara kualitatif hampir sama
dengan morfin, tetapi sebagian besar dirusak paru
ketika pertama kali melewatinya.
• Dosis analgesi 1-3 g/kgBB intravena untuk lama kerja
30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk
anestesi pembedahan dan bukan untuk pasca bedah.
• Sevofluran (ultane) merupakan halogenisasi eter. Induksi
dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan
isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesi
inhalasi disamping halotan.
• Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Sevofluran pada dosis anestetik
atau subanestetik menurunkan laju metabolismW otak
terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak
dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak
dan tekanan intracranial ini dapat dikurangi dengan
teknik anestesi hiperventilasi, sehingga sevofluran
banyak digunakan untuk bedah otak.
• Selain itu pasien juga diberikan Recovol 50 mg.
Larutan emulsi dengan konsentrasi 1%, metabolism
sangat cepat terutama karena biotransformasi.
Dalam waktu 30 menit setelah pemberian
didapatkan kurang dari 20% propofol yang berada
pada sirkulasi.
• Onset dan pemulihan cepat seperti halnya pentothal,
tetapi tidak ada hangover dan gangguan psikomotor.
Insidens mual dan muntah yang rendah
menyebabkan penderita lebih cepat imobilisasi.
• Sebelum dilakukan intubasi diberikan pelumpuh otot
terlebih dahulu yakni bisa digunakan golongan non
depolarisasi seperti yang diberikan pada pasien ini yaitu
Tramus yang berisi Atracurium besylate 10 mg/ml.
• non-depolarising agent bekerja antagonis terhadap
neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan reseptor site
pada motor-end-plate. Atracurium dapat digunakan pada
berbagai tindakan bedah dan untuk memfasilitasi
ventilasi terkendali.
• Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan
dalam 90 detik setelah injeksi intravena 0,5 – 0,6 mg/kg.
• Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan
intubasi dengan laringoskop blade lengkung yang
disesuaikan dengan anatomis leher bayi dengan
metode chin-lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk
meluruskan jalan nafas antara mulut dengan trakea.

• Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus barulah


dimasukkan pipa endotrakeal tanpa cuff. Dalam
beberapa referensi sebaiknya digunakan ETT tanpa
cuff karena penampang trakea bayi dan anak kecil
berbeda dengan dewasa, penampang melintang
trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun
hampIr bulat.
• Apabila digunakan cuff pada bayi dapat
mengakibatkan trauma selaput lender trakea yang
nantinya dapat menimbulkan edema disekitarnya,
dan apabila terjadi edema akan mengakibatkan
spasme laring dan dilanjutkan dengan apneu. Namun
pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff dengan
nomor 4,5.
• Setelah ETT terfiksasi dilaksanakan pembedahan
yang diikuti dengan rumatan (maintenance)
menggunakan O2 + Sevofluran ditambah dengan
pemberian cairan parenteral yakni kristaloid untuk
mensubstitusi cairan, baik darah maupun cairan
tubuh lainnya, yang keluar selama pembedahan.
• Selesai pembedahan untuk meringankan rasa nyeri
pasca pembedahan diberikan analgetik bisa
digunakan golongan opioid maupun non-opioid.
Pada pasien ini diberikan obat Antrain yang
merupakan obat anti nyeri dan anti demam yang
mengandung natrium metamizole 500 mg.
• Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang
operasi, didapatkan pada pemeriksaan fisik :
- Nadi 102 x/menit,
- Respirasi 44 x/menit.

• Maintenance pasien dengan NaCl 0,9% 500 cc/24


jam. Pasien diberikan antibiotik Anbacim 2 x 250
mg/iv/hari IV untuk mencegah infeksi post-operatif.

• Selain itu juga diberikan analgetik Antrain 3 x 250


mg/iv/hari. Pasien terpasang kanul oksigen 3 lpm.
GCS E4M3V2 dan kondisi umum pasien kurang
baik.
Setelah perhitungan menggunakan skor pemulihan
pasca anesthesia skor Steward, didapatkan :
• Pergerakan : gerak tak bertujuan (1)
• Pernapasan : Perlu bantuan (0)
• Kesadaran : bereaksi terhadap rangsangan (1)

Skor tidak melebihi 5 sehingga tidak dapat


dipindahkan ke bangsal. Setelah dari ruang operasi,
pasien dipindahkan di ruang perawatan intensif /
ICU.
TERIMAKASIH

You might also like