You are on page 1of 44

THALASSEMIA PADA ORANG DEWASA

DAN PENATALAKSANAANNYA

Prof. dr. Linda W. A. Rotty SpPD-KHOM


Divisi Hematologi-Onkologi Medik
Bagian IPD FK-UNSRAT/RSUP Prof dr RD Kandou
Thalassemia

 Merupakan sindrom kelainan darah yang diwariskan.

 Disebabkan oleh gangguan sintesis Hb dimana terdapat


penurunan kecepatan produksi satu atau lebih rantai
globin α atau β.
 Terdapat 2 jenis:
 Thalassemia-α (kurangnya produksi rantai globin α)
 Thalassemia-β (kurangnya produksi rantai globin β)
Klasifikasi Thalassemia-α
Klasifikasi Thalassemia-β
Thalassemia tidak bergantung transfusi
(Non-transfusion-dependent thalassemia = NTDT)

Jarang Terkadang perlu transfusi Lebih sering memerlukan Perlu transfusi


memerlukan (contoh: operasi, kehamilan, transfusi (contoh: gangguan untuk bertahan
transfusi infeksi) pertumbuhan) hidup

• Thalassemia-α trait/minor • Thalassemia-β intermedia • Thalassemia-β mayor


• Thalassemia-β trait/minor • Thalassemia-α intermedia • Thalassemia-α mayor
(Hb Barts hydrops fetalis)

Thalassemia bergantung transfusi


(Transfusion-dependent thalassemia = TDT)
Patogenesis

 Terjadi perubahan kecepatan dan kemampuan produksi


rantai globin tertentu sehingga terjadi penurunan
produksi atau malah tidak diproduksi rantai globin
tersebut
 Bisa terjadi mutasi dari gen globin sehingga
menimbulkan perubahan pada rantai globin α atau β.
 Mutasi pada clusters gen α pada kromosom 16 dan β
pada kromosom 11  delesi maupun non delesi.
Patogenesis Thalassemia β
Patogenesis Thalassemia α

Thalassemia α  secara patogenesis hampir sama dengan


pada thalassemia β, perbedaan terletak pada:

1.Pada umumnya terjadi delesi gen

2.Rantai α dimiliki bersama oleh fetus ataupun dewasa


sehingga akan bermanifestasi pada masa fetus.

3.Menimbulkan tetramer yang larut yakni rantai γ4, Hb Barts


dan β4, sedangkan pada thalassemia β terjadi peningkatan
rantai α.
Perbedaan Patogenesis Thalassemia α dan β

Thalassemia α Thalassemia β
1.Delesi gen sering terjadi 1.Delesi gen jarang

2.Tetramer γ4 atau β4 yang larut 2.Agregat globin rantai α yang tidak larut

3.Pada globin hemikrom lambat 3.Pada globin Pembentukan hemikrom cepat

4.Pada globin band 4.1 tidak teroksidasi 4.Pada globin band 4. 1 teroksidasi

5.Terikat pada band 3 5.Pada globin Interaksi kurang dengan band 3

6.Eritrosit overhidrasi, rigid, hiperstabil 6.Eritrosit dehidrasi, rigid, membran tidak stabil

7.Hemolitik, jarang perubahan tulang dan besi yang 7.Diseritropoetik, perubahan tulang, besi overload
overload.
Pendekatan Diagnosis Thalassemia

Anamnesis Pemeriksaan Fisik


Gejala pasien anemia pada Facies thalassemia, gejala anemia,
umumnya badan lemah, cepat lelah, dapat terlihat ikterik, bisa terdapat
pucat dapat disertai kuning, hepato splenomegali, kelainan
kelainan tulang dan perut teraba tulang dan pertumbuhan tulang,
massa. Harus ditanyakan riwayat dapat terjadi hemopoesis
penyakit dalam keluarga. ekstramedular, tanda kardiomiopati,
tanda penyakit hati kronik, ulkus
maleolar dan kelainan endokrin.
Facies Thalassemia
Laboratorium
Darah Lengkap : Hb, Hematokrit, indeks eritrosit (MCV biasanya rendah,
MCH, MCHC yang biasanya sedikit menurun, RDW yang meningkat), retikulosit
dapat meningkat pada HbH disease dan thalassemia β homozigot, status besi
untuk menyingkirkan penyebab anemia yang lainya.
Hapusan darah : anemia mikrositer, hipokrom, anisositosis, poikilositosis,
polikromasia, normoblast, fragmentosis, sel target, eliptosit, basopilik
stippling.
Pemeriksaan analisis Hemoglobin
 Elektroforesis Hb :
 Hb varian kualitatif
 HbA2 kuantitatif
 HbF
 HbH inclusion bodies
 Metode HPLC : analisis kualitatif dan kuantitatif
Normal Thalassemia
Pencitraan
MRI : untuk hematopoesis extramedular untuk melihat kondisi
tulang
MRI T2 : untuk melihat iron overload pada jantung

Pemeriksaan Komplikasi Thalassemia


USG abdomen  splenomegali
CT Scan  cholelitiasis, CVD
X-ray  hemopoesis ekstramedular, kelainan tulang
Angiografi  trombosis
Echocardiografi  kardiomiopati
Biopsi hati  penumpukan besi di hati
Penatalaksanaan Thalassemia Intermedia

 TRANSFUSI DARAH
 Kadar Hb bukan merupakan indikator untu inisiasi transfusi, kecuali
pasien dengan anemia berat.
 Dapat dipertimbangkan pada pasien dengan keadaan akut seperti
kehamilan, operasi dan infeksi.
 Transfusi darah pada penderita thalassemia intermedia
diberikan atas indikasi:
 Gangguan pertumbuhan
 Kondisi stres sementara: infeksi, kehamilan
 Manisfestasi klinis anemia
 Gagal jantung kongestif
 Ulkus tungkai

 Pemantauan besi pada penderita thalassemia intermedia:


 Setiap transfusi : rata-rata asupan besi
 Setiap 3 bulan : fungsi hati, ferritin serial
 Setiap tahun : muatan besi hati, ekokardiografi, MRI jantung
T2,
fungsi hati, ferritin serial
 SPLENEKTOMI
 Dilakukan pada:
 Tidak dapat dilakukan Transfusi darah dan terapi kelasi
besi
 Hipersplenisme – sehingga terjadi perburukan anemia,
leukopenia, trombositopenia dan menyebabkan
masalah klinis seperti infeksi atau perdarahan.
 Splenomegali – nyeri perut kiri atas, cepat kenyang, atau
splenomegali masif dengan kemungkinan ruptur.
 Perlu diberikan vaksin pre splenektomi dan antibiotik
profilaksis pasca splenektomi.
 Penisilin, amoksisilin, trimetoprim-sulfometoksazol, dan
eritromisin.
 Jika paska splenektomi, Hb < 7 g/dL maka diperlukan
penanganan komplikasi NTDT.
Patofisiologi mekanisme komplikasi pada NTDT
Penatalaksanaan Thalassemia Mayor

 TRANSFUSI DARAH
 Merupakan penatalaksanaan utama bagi para
penderita thalassemia mayor.
 Tujuan:
 Meningkatkan kadar Hb
 Menekan eritropoiesis yang tidak efektif
 Mengurangi splenomegali
 Pasien dapat bertumbuh dan beraktivitas secara
normal
 Siapa yang perlu mendapatkan transfusi darah ?
 Pasien dengan diagnosa pasti thalassemia.
 Kriteria laboratorium:
 Hb < 7 g/dL pada 2x pemeriksaan dengan rentang
waktu > 2 minggu (dan penyebab lain, seperti infeksi
telah disingkirkan).
 Kriteria klinis yang tidak sesuai dengan kadar Hb.
Hb > 7 g/dL dengan adanya:
 Perubahan bentuk tulang wajah
 Gangguan pertumbuhan
 Fraktur
 Hematopoiesis ekstramedular yang nyata
 Produk darah yang direkomendasikan bagi pasien
dengan thalassemia mayor adalah leukoreduced PRC
(dengan kandungan Hb minimal 40 g)
 untuk mencegah efek samping akibat sel darah putih
yang terkontaminasi.

 Efek samping dari leukosit dalam produk darah:

Reaksi Agen Penyebab


Febris karena reaksi transfusi non HLA-antibodi pada pasien, reaksi
hemolitik sitokin dihasilkan oleh leukosit
pendonor

HLA-aloimunisasi pada penerima HLA-aloimunisasi pada penerima HLA


transfusi
Infeksi yang ditularkan melalui Agen infeksius seperti CMV
transfusi
Produk darah untuk populasi khusus
 Washed PRC dapat diberikan pada pasien thalassemia dengan riwayat
reaksi alergi berat karena transfusi atau pada pasien dengan defisiensi
IgA  reaksi anafilaktik.

 Cryopreserved red cells adalah komponen yang diambil dari whole


blood dimana sel darah merah dibekukan.
Produk ini digunakan untuk mempertahankan persediaan dari
pendonor yang sulit didapat contohnya pada pasien dengan antibodi
sel darah merah yang tidak seperti biasanya atau yang kehilangan
antigen sel darah merah.

 Sel darah merah yang didapat dari donor aferesis adalah


pengambilan 2 unit sel darah merah dari donor yang sama untuk 1
pasien.
Dapat mengurangi risiko penularan infeksi dan terjadinya aloimunisasi
dan komplikasi karena transfusi lainnya.
Berapa banyak darah yang perlu diberikan melalui transfusi?
 Kadar Hb post transfusi sebaiknya tidak melebihi 14-15
g/dL karena akan meningkatkan risiko hiperviskositas dan
stroke.
 Rerata target Hb adalah 12 g/dL.
 Transfusi darah dapat dilakukan setiap 2-5 minggu,
dengan kadar Hb pre transfusi adalah 9-10.5 g/dL.
 Keperluan tranfusi lebih sedikit pada pasien yang sudah
menjalani splenektomi.

Reaksi yang tidak diinginkan


 Akut : hemolitik intravaskular, anafilaktik, febril
non-hemolitik, alergi (urtika), TRALI.
 Delayed: aloimunisasi, hemolitik (ektravaskular),
graft vs host disease.
Muatan Besi Berlebih

 Pada pasien thalassemia mayor yang secara rutin mendapatkan


transfusi darah, maka muatan besi berlebih tidak dapat
dihindari.
 Akumulasi zat besi bersifat toksik terhadap jaringan sehingga
dapat menyebabkan gagal jantung, sirosis, karsinoma hati,
gangguan pertumbuhan dan gangguan endokrin multipel.
 Keadaan ini dapat diatasi dengan terapi kelasi besi sehingga
terdapat keseimbangan antara akumulasi besi akibat transfusi
darah dan peningkatan eksresi besi melalui urine atau feses oleh
terapi kelasi.
Masukan zat besi melalui transfusi darah
1 unit 420 mL darah pendonor mengandung sekitar 200 mg zat
besi (0,47 mg/mL dari whole blood).
Dapat diasumsikan bahwa 200 mg zat besi terdapat dalam setiap
unit donor, tanpa memandang apakah yang digunakan adalah
PRC, semi-packed atau yang sudah diencerkan.
Pasien thalasemia mayor rata-rata mendapatkan
transfusi PRC 100-200ml/kgBB/tahun
= 116-232 mg zat besi/kgBB/tahun atau 0,32-0,64 mg/kgBB/hari.
Oleh karena itu, transfusi darah jangka panjang pastinya
meningkatkan simpanan zat besi.
Toksisitas dari Muatan Besi Berlebih

Risiko penyakit jantung akan lebih rendah dan survival pasien jika kadar
ferritin serum dapat dipertahankan < 2500 μg/L dan akan lebih baik lagi
jika < 1000 μg/L.
Pemantauan Muatan Besi Berlebih
Menggambarkan simpanan zat besi
Ferritin Serum Diperlukan untuk mengetahui adanya risiko muatan besi
berlebih.

Menetukan kadar zat besi dalam tubuh dan untuk


Konsentrasi zat besi mengetahui bagaimana kadar zat besi sebagai respon
pada hati terhadap terapi.
Hal ini dapat dilakukan dengan biopsi atau MRI.

Menggunakan MRI T2*.


Risiko terjadinya gagal jantung meningkat dengan nilai
Konsentrasi zat besi T2* <10ms, yang berkaitan dengan peningkatan risiko
miokard 160 x lipat terjadinya gagal jantung pada 12 bulan
kedepan.

Konsentrasi zat besi Menilai efek sekresi zat besi oleh terapi kelasi besi.
dalam urine 24 jam

Setiap 3 bulan : fungsi hati, ferritin serial


Setiap tahun : muatan besi hati, ekokardiografi, MRI jantung T2, fungsi
hati, ferritin serial
Terapi Kelasi Besi

Guidelines for the Management of Transfusion Dependent Thalassaemia (TDT) [Internet]. 3rd edition.
Cappellini MD, Cohen A, Porter J, et al., editors.
Nicosia (CY): Thalassaemia International Federation; 2014.
Guidelines for the Management of Transfusion Dependent Thalassaemia (TDT) [Internet]. 3rd edition.
Cappellini MD, Cohen A, Porter J, et al., editors.
Nicosia (CY): Thalassaemia International Federation; 2014.
Obat terapi kelasi besi
Desferrioxamin Deferiprone Deferasirox
(DFO) (DFP) (DFX)
Cara Sc atau IV PO, 3x/hari PO, 1x/hari
administrasi 8-12 jam, 5hari/minggu
Paruh waktu 20-30 menit 3-4 jam 12-16 jam
Eksresi zat besi Urine dan fekal urine fekal
Rekomendasi 30-60 75-100 dalam 3 20-40
dosis 5-7 x/minggu dosis terbagi 1x/hari

Efisiensi kelasi
(% zat besi yang 13 7 27
di ekskresi oleh
obat)

Gangguan penglihatan, Gangguan


Gangguan
gangguan pendengaran, pencernaan,
pencernaan,
Efek samping reaksi lokal yang peningkatan
artralgia,
utama menyebabkan gangguan kreatinin,
agranulositosis/
pertumbuhan tulang, peningkatan enzim
neutropenia
alergi hati
Rekomendasi Terapi Kelasi Besi pada NTDT

Kapan terapi kelasi besi diberikan pada NTDT


Pasien sudah menderita NTDT (thalassemia minor dan
intermedia) selama ≥ 10 tahun, dimana morbiditas karena
akumulasi zat besi semakin meningkat.
Pasien dengan konsentrasi besi di hati ≥ 5 mg Fe/g berat
badan kering
Pasien dengan kadar ferritin serum ≥ 800 ng/mL dimana
merupakan awal dari peningkatan risiko morbiditas yang
serius akibat akumulasi zat besi.
Inisiasi terapi kelasi besi pada penderita NTDT tidak bisa
disamakan dengan pada penderita TDT.
DFX pada penderita NTDT
Dosis inisiasi 10 mg/kg/hari
Dosis ekskalasi Ditingkatkan 20 mg/kg/hari jika
-Kadar zat besi dalam hati > 7 mg/g BB kering atau
-Kadar ferritin serum 1500-2000 ng/mL

Dihentikan Jika
-Kadar zat besi dalam hati mencapai 3 mg/g BB kering
atau
-Kadar ferritin serum mencapai 300 ng/mL

Sesuai dengan Pasien yang memerlukan transfusi darah dalam jangka


dosis pada TDT waktu yang panjang
Rekomendasi Terapi Kelasi Besi TDT

Kapan terapi kelasi besi diberikan pada TDT


Pasien dengan konsentrasi besi di hati 7-15 mg Fe/g berat badan kering

Pasien dengan kadar ferritin serum ≥ 1000 ng/mL atau bahkan


≥ 2500 ng/mL dimana dapat terjadi risiko tinggi untuk terjadinya
komplikasi.
Rekomendasi Terapi DFO
(Desferrioksamin)

 Terapi dimulai dalam 2-3 tahun pada awal terapi transfusi, diberikan
secara teratur (minimal 5x/minggu) dengan dosis yang cukup.
Rata-rata terapi diberikan setelah 10-20 transfusi pertama, atau jika
kadar ferritin meningkat > 1000 μg/L.

 Dosis rata-rata adalah 50-60 mg/kg pada dewasa dengan cara infus
8-12 jam selama 5-6 malam per hari.

 Vitamin C meningkatkan ekskresi zat besi dengan cara meningkatkan


tersedianya zat besi yang dapat dikelasi, tetapi jika diberikan dengan
dosis berlebih maka dapat meningkatkan toksisitas besi.
 Diperlukan dosis > 50 mg/kg untuk mencapai balans zat besi negatif.

 Pada keadaan gawat darurat terutama pada penurunan fraksi ejeksi


jantung, intensifikasi terapi dapat diberikan intravena selama 24 jam
atau subkutan  dapat memperbaiki fungsi jantung.

 Pemberian dengan cara ini hanya bisa melalui kateter indwelling,


tetapi jika akses belum terpasang maka DP dapat diberikan melalui
infus perifer, diencerkan dalam minimal salin 100 mL, dengan dosis
minimal 50-60mg/kg/hari dalam 24 jam.

 Terapi DFO dapat juga dikombinasi dengan DFP untuk memperbaiki


kondisi pasien dengan gagal jantung, apabila pasien masih mampu
minum obat.
Rekomendasi Terapi DFP (Deferiprone)
 DFP merupakan obat kelasi besi yang diberikan secara per oral.

 Data FDA 2011 menyatakan bahwa DFP dapat menurunkan kadar serum
ferritin sebesar 20% pada 50% dari 236 pasien thalassemia.

 Dosis DFP 75 mg/kg/hari diberikan dalam 3 dosis. Peningkatan dosis dapat


disesuaikan dengan respon terapi, tetapi sebaiknya tidak melebihi 3 x 33
mg/hari.

 Keamanan terapi DP dosis tinggi masih belum diketahui sehinnga pada


pasien dengan gangguan fungsi jantung dapat diberikan kombinasi dengan
infus DFO.

 Dampak vitamin C terhadap ekskresi besi oleh DFP masih belum jelas.
Rekomendasi Terapi DFX (Deferasirox)
 DFX adalah terapi kelasi besi yang diberikan secara per oral.
Obat ini telah disetujui sebagai monoterapi lini pertama untuk pasien
thalassemia mayor dengan muatan besi berlebih di hampir seluruh
dunia.
 Tablet DFX menyebar di dalam air dan diminum 1x per hari.

 Dosis inisial DFX 20 mg/kg/hari pada pasien yang rata-rata mendapat


transfusi 2-4 PRC/bulan dan 10 atau 30 mg/kg/hari jika jumlah transfusi
lebih sedikit atau lebih banyak.
 Penyesuaian dosis dapat dilakukan saat evaluasi per 3 bulan.
Biasanya penurunan kadar ferritin serum secara bermakna dapat dilihat
setelah 1 tahun.
 Balans negatif zat besi dalam tubuh dapat dicapai dengan DFX
dosis 30 mg/kg/hari. Dapat ditingkatkan hingga 40 mg/kg/hari pada
pasien dengan konsentrasi zat besi pada hati dan kadar ferritin serum
yang tinggi.

 Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal atau gangguan ginjal yang


bermakna, sedangkan pada pasien dengan penyakit hati harus
diberikan secara hati-hati.
Trombosis pada pasien Thalassemia
 Pasien NTDT memiliki risiko lebih tinggi terhadap trombosis dan penyakit
serebrovaskular, terutama pada:
 Paska splenektomi
 Kadar trombosit ≥ 500 x 109/L
 Kadar Hb < 9 g/dL
 Riwayat hipertensi pulmonal
 Pasien dengan muatan besi berlebih
 Pasien hamil
 Pasien dengan faktor risiko lain terjadinya trombosis atau penyakit serebrovaskular

 Belum ada rekomendasi mengenai evaluasi rutin dengan pencitraan serebrovaskular.


 Terapi aspirin dapat diberikan sebagai pencegahan pada pasien paska splenektomi
dengan kadar trombosit ≥ 500 x 109/L.
 Tidak ada data mengenai penggunaan hidroksiurea sebagai pencegahan trombosis
pada pasien thalassemia.
KESIMPULAN

• Thalassemia Merupakan sindrom kelainan darah yang diwariskan


• Penyebab : gangguan sintesis Hb dimana terdapat penurunan kecepatan
produksi satu atau lebih rantai globin α atau β.
• Terdapat 2 jenis yaitu Thalassemia-α (kurangnya produksi rantai globin α)
dan Thalassemia-β (kurangnya produksi rantai globin β)
• Dibedakan atas Thalassemia yang tidak bergantung transfusi yaitu
Thalassemia trait (minor) dan Thalassemia bergantung transfusi yaitu
Thalassemia Mayor
• Pendekatan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laboratorium,
pencitraan dan pemeriksaan yang berkaitan dengan komplikasi
KESIMPULAN

• Pengobatan utama adalah pemberian transfusi darah

• Sering transfusi darah , dilakukan pemberian terapi kelasi besi

• Terapi kelasi besi dibedakan tas terapi pencegahan, penyelamatan


dan terapi gawat darurat
TERIMA KASIH

You might also like