You are on page 1of 25

INTOKSIKASI OPIOID

Pemateri :Afra Fatin arindy


Pembimbing : dr. Dian Wirdiyana, M.Kes, Sp.An
Intoksikasi atau keracunan adalah suatu keadaan dimana
seseorang mendapatkan paparan dari suatu obat atau zat kimia lain
yang diasumsikan dalam jumah yang toksik yang menyebabkan
orang tersebut mengalami gangguan kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Opiat/opioid adalah bahan kimia psikoaktif yang bekerja
dengan mengikat reseptor opioid, digunakan untuk mengatasi nyeri
melalui mekanisme efek depresi pada otak (depressant efect on the
Pendahuluan brain).
Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan
obat golongan opiat. Penyebab kematian terbanyak adalah akibat
penggunaan dosis berlebih (intoksikasi). Kejadian intoksikasi paling
banyak terjadi pada pengguna narkoba suntik. Zat yang paling
banyak digunakan oleh pengguna narkoba suntik adalah opiat/
opioid.
 Nama : Tn, S dg T
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 83 tahun
IDENTITAS  Berat Badan : 50 kg
PASIEN  Agama : Islam
 Alamat : Manuju Utara, Kec. Matampopalle, Takalar
 No. RM : 63 35 92
 Diagnosis : BPH Grade III + Nefrolithiasis Sinistra
Anamnesis dilakukan tanggal 08 Juli 2018. Informasi diberikan oleh
pasien.
a. Keluhan utama:
Kencing keluar sedikit-sedikit disertai menetes pada akhir
BAK dan merasa tidak tuntas

ANAMNESIS b. Riwayat penyakit sekarang:


Pasien mengeluh BAK sulit sejak 10 hari lalu. Dalam 1 tahun
terakhir pasien harus mengejan saat pertama akan buang air kecil,
tapi air kencing yang keluar hanya sedikit dan menetes. Sehingga
dirasa kurang puas. BAK darah disangkal, kencing berpasir
disangkal, demam (-), Riwayat trauma (-) Riwayat keluarga (-)
Riwayat alergi tidak diketahui.
 GCS : E4V5M6 = 15
 Vital Sign : Tekanan darah : 150/80 mmHg
PEMERIKSAAN Nadi : 90 x/menit
FISIK Suhu : 36,6 °C
Pernafasan : 24 x/menit
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,
turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba
hangat.
b. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma,
distribusi merata dan tidak mudah dicabut. Ukuran tonsil T1-T1,
detritus (-)
c. Mata : Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera ikterik
d. Hidung : mukosa pucat, Deviasi (-/-), hidung tersumbat (-/-),
nyeri pada hidung (-/-), pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-)
Pemeriksaan Thorax
1) Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
b) Palpasi : Ictus cordis teraba kuat angkat
c) Perkusi :
i. Batas atas kiri : SIC II LPS sinsitra
ii. Batas atas kanan : SIC II LPS dextra 3
iii. Batas bawah kiri : SIC V 2 cm di lateral LMC sinistra
iv. Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra
d) Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop tipe 1 (+) dan murmur (-).
2) Paru
a) Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis serta tidak
ditemukan retraksi dan ketertinggalan gerak.
b) Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri dan tidak terdapat
ketertinggalan gerak.
c) Perkusi : Sonor kedua lapang paru
d) Auskultasi: Tidak terdengar suara rhonkhi pada kedua pulmo. Tidak
terdengar suara wheezing
Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terdapat jejas dan
massa
b) Auskultasi : Terdengar suara bising usus
c) Perkusi : Timpani, Nyeri ketok costovertebral (-/+)
d) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan lien
tidak teraba.
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin
11,9 13,2-17,3 g/dL

Leukosit
3,79 3800-10600 /uL

Hematokrit
35,7 40-52%

Eritrosit
4,08 4,40-5,90 x 106 /u

Pemeriksaan Trombosit
199 150000-450000 /uL

Penunjang MCV
87,5 84,0-96,0 fl

MCH
29,2 28,0-34,0 pg

MCHC
33,3 32,0-36,0 %

MPV
9,9 9 -13 fl

CT
7’30” 1-3 menit

BT
2’15” 1-6 menit

Seroimmunologi

HbsAg
Non reaktif Negatif
KESAN ANESTESI
Laki-laki 83 tahun menderita BPH Grade III + Nefrolithiasis (s).
Pasien ASA PS Kelas II

PENATALAKSANAAN
 Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm
 Puasa minimal 8 jam
 Informed Consent Operasi (+)
 Konsul ke Bagian Anestesi (+)
 Informed Conset Pembiusan Dilakukan operasi dengan Sub Aracnoid
Block dengan ASA PS 2

KESIMPULAN
 ASA 2
LAPORAN ANESTESI
 Diagnosis Pra Bedah
BPH Grade III + Nefrolitiasis Sinistra
 Diagnosis Pasca Bedah
BPH Grade III + Nefrolitiasis Sinistra
 Penatalaksanaan Preoperasi
Infus RL 20 tpm, Amlodipin 10mg/oral jam 22.00

Penatalaksanaan Anestesi
 Jenis Pembedahan : TURP
 Jenis Anestesi : Regional Anestesi
 Teknik Anestesi : SAB
 Mulai Anestesi : 09 Juli2018, pukul 11.00 WITA
 Mulai Operasi : 09 Juli 2018, pukul 11.15 WITA
 Premedikasi : Loading Koloid 250 cc
Ondansentron 4 mg
Ranitidine 50 mg
 Induksi : Bupivakain 20 ml
 Maintanance : O2 2 lpm Via Nasal Kanul
 Respirasi : Terkontrol
 Posisi : Litotomi.
 Selesai operasi : 12.15 WITA
PEMBAHASAN
 Pada kasus diberikan cairan berupa Ringer Laktat karena
PRA mengalami dehidrasi isotonis.Adapun perhitungan kebutuhan
cairan pada kasus ini adalah
ANESTESI (2 cc/jam x 50 kg x 8 jam) = 800 cc/jam
 Tanggal 09 Juli 2018 jam 08.30 WITA, Tn. S, 83 tahun tiba di ruang
operasi dengan terpasang infus RL 20 tpm. Dilakukan
pemasangan dan pemeriksaan vital sign dengan hasil TD 140/90
mmHg, Nadi 72x/menit, dan SpO2 99%. Pukul 10.00 WITA
diberikan premedikasi dengan injeksi ranitide 50 mg , lalu
ondansetron 4 mg secara intravena. Setelah diberikan
Intra Anestesi premedikasi pasien dipasangkan alat untuk monitor tanda vital
yang akan menjalani operasi TURP, diberikan preloading dengan
larutan koloid Gelofusin 250cc selama 15 menit kemudian di ukur
tanda vital sebelum pasien diposisikan untuk left lateral decubitus.
Next……..

 Sebelum dilakukan anestesi spinal dilakukan pemeriksaan tulang


belakang dan menentukan tempat dilakukannya spinal. setelah
itu, di injeksikan lidocain 2% 40 mg di daerah yang akan dispinal.
kemudian dilakukan Anestesi spinal dengan menggunakan jarum
Intra Anestesi spinal ( spinocan ) no 25 G yang di insersi pada celah vertebra
lumbal 3 -4 menggunakan jarum disposible 5 cc yang berisi
bupivakain 0,5% 10mg + fentanyl 25mcg dengan kecepatan injeksi
0,4 ml/detik dengan total waktu injeksi 6 detik.

Teori :

Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural


yang dapat berikatan dengan reseptornya. Opioid
disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering
digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri
saat pembedahan dan nyeri paska pembedahan
Next……..

 Setelah di injeksi, pasien diposisikan supine dengan bantal dibawah


kepala dan berikat O2 3L/ menit via nasal canul. Kemudian
observasi tanda vital setiap 2,5 menit selama operasi berlangsung.
Saat operasi berlangsung pasien mengalami hipertensi intra
operatif (BP:180/70mmHg) dan diberikan opioid (fentanyl
1mcg/KgBB).
Intra Anestesi
Teori :
Penggolongan opioid lain adalah opioid natural (morfin,
kodein, pavaperin, dan tebain), semisintetik (heroin, dihidro
morfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil,
alfentanil, sufentanil dan remifentanil). Sedangkan berdasarkan
kerjanya pada reseptor opioid maka obat-obat Opioid dapat
digolongkan menjadi agonis, antagonis, agonis – antagonis
(campuran)
 Setelah selesai operasi pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
(recovery room), dilakukan pemantauan tingkat kesadaran (GCS
E2M5V3) dan terdapat pin point pupil setelah observasi selama
Post Op 1jam GCS meningkat menjadi E4M6V5, dan vital sign BP:
150/70mmHg HR:96x/m RR: 20x/m, . Pada saat pasien sampai di
Anestesi Recovery Room Pulse oximetry dimonitor 90% dengan NRM
8L/menit kemudian meningkat menjadi 96% selama di Recovery
Room. Setelah pasien sadar penuh dan efek anestesi selesai,
pasien dipindahkan ke ruang ICU untuk observasi lebih lanjut.
Teori :

Depresi pernafasan dengan overdosis akut lebih rumit oleh


bradikardia dan hipotensi. Ada dua kemungkinan penjelasan untuk
penurunan denyut jantung. Pada teori menunjukkan bahwa opioid
merangsang pusat-pusat vagus. Yang lainnya menunjukkan bahwa
ada selektif yang dapat menyebabkan penekanan pusat
supramedullary yang dapat menyebabkan penekanan refleks
otonom. Selama keracunan akut, tekanan darah biasanya tidak
terlalu terpengaruh. Hipotensi biasanya terjadi pada tahap akhir
keracunan dan akibat dari hipoksia.
Karakteristik toksisitas
opioid
• CNS* depression-coma
• Respiratory depression
• Pulmonary edema
• Hypothermia
• Miosis
Teori: • Bradycardia
• Hypotension
• Decreased urinary output
• Decreased gastrointestinal
motility
Bila ditemukan gejala klinis yang khas (pin point, depresi napas dan
membaik setelah pemberian naloxone) maka penegakan secara
Diagnosis klinis dapat ditegakkan dengan mudah. Kadang-kadang ditemukan
bekas suntikan yang khas (needle track sign).
Opioid sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan
dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan
nyeri paska pembedahan. Opioid mempunyai potensi yang berbeda
sebagai suatu agonis, agonis parsial, atau antagonis pada lebih dari
Kesimpulan dari satu jenis reseptor atau subtipe reseptor maka senyawa yang
tergolong opioid dapat memiliki efek farmakologik yang beragam.
Intoksikasi opioid menyebabkan sindrom yang ditandai dengan
koma, bradypnea dan miosis. Depresi pusat pernafasan adalah
penyebab kematian prinsip yang terkait dengan intoksikasi ini.
Definisi
 Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat
berikatan dengan reseptornya. Opioid disebut juga sebagai
analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk
mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska
TINJAUAN pembedahan.

PUSTAKA
 Ada empat jenis utama reseptor opioid yaitu mu (µ), delta (δ),
kappa (κ) dan sigma (σ). Keempat jenis reseptor termasuk pada
jenis reseptor yang berpasangan dengan protein G, dan memiliki
sub tipe: mu1, mu2, delta1, delta2, kappa1, kappa2, dan kappa
 EFEK SAMPING

Morfin dapat menyebabkan mual dan muntah terutama


pada wanita berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah
timbulnya eksitasi dengan tremor, dan jarang – jarang delirium;
lebih jarang lagi konvulsi dan insomnia. Berdasarkan reaksi alergik
dapat timbul gejala seperti urtikaria, eksantem, dermatitis kontak,
pruritus dan bersin. Morfin dan opioid lain juga harus digunakan
dengan hati – hati bila daya cadangan nafas (respiratory reserve)
telah berkurang, misalnya pada emfisema, kifoskoliosis,
korpulmonal kronik dan obesitas yang ekstrim
INTOKSIKASI AKUT

Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi cukup


berat. Frekuensi nafas lambat, 2 – 4 kali/menit, dan pernafasan
mungkin berupa Cheyne Stokes. Pasien sianotik, kulit muka merah
tidak merata dan agak kebiruan. Tekanan darah yang mula – mula
baik akan menurun sampai terjadi syok bila nafas memburuk, dan
ini dapat diperbaiki dengan memberikan oksigen. Pupil sangat kecil
(pin point pupils), kemudian midriasis jika telah terjadi anoksia.
Pembentukan urin sangat berkurang karena terjadi pengelepasan
ADH dan turunnya tekanan darah. Suhu badan rendah, kulit terasa
dingin, tonus otot rangka rendah, mandibula dalam keadaan
relaksasi dan lidah dapat menyumbat jalan nafas. Pada bayi
mungkin timbul konvulsi. Kematian biasanya disebabkan oleh
depresi nafas.

You might also like