You are on page 1of 61

GAMBARAN SITUASI

PROGRAM KESEHATAN PRIORITAS


DALAM UPAYA PENINGKATAN ANGKA HARAPAN HIDUP
DI KABUPATEN BOGOR
drg. TRI WAHYU HARINI, MM, MKes.
KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
3 PILAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
UNTUK MENDUKUNG KABUPATEN BOGOR SEHAT

PILAR 1. PILAR 2. PILAR 3.


PARADIGMA SEHAT PENGUATAN YANKES JKN
KEGIATAN
KEGIATAN • Peningkatan Akses terutama pd KEGIATAN
• Promotif – preventif FKTP, Optimalisasi Sistem • Sistem pembiayaan : azas
Rujukan dan Peningkatan Mutu gotong royong
• Pemberdayaan Masy.
• Pendekatan Continuum of Care • Kendali Mutu & Kendali
• Keterlibatan lintas sektor • Intervensi Berbasis Risiko Biaya
Kesehatan

Akreditasi PKM,
PIS-PK; GERMAS; PHBS Kapitasi/FKTP; FKTL
RS, Labkes, Binwil
Stunti
ng
BINWIL Kemampuan Kinerja PKM /
Dukungan LS
BLUD
(Input, Proses, Output)

SPM 3
3 PILAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
UNTUK MENDUKUNG KABUPATEN BOGOR SEHAT
• TIGA PILAR PEMBANGUNAN KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG KABUPATEN BOGOR SEHAT, YAITU :
• Pilar 1. Paradigma Sehat, Paradigma sehat merupakan upaya untuk merubah pola pikir stakeholder dan
masyarakat dalam pembangunan kesehatan, dengan peningkatan upaya promotif – preventif,
pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan keluarga, peningkatan keterlibatan lintas sektor dan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat.
• Pilar 2. Penguatan Pelayanan Kesehatan, Penguatan pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk menjamin
keterjangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengacu pada 3 (tiga) hal
yaitu pertama Peningkatan akses terutama pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), Optimalisasi
Sistem Rujukan, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, kedua Penerapan pendekatan continuum of care,
ketiga Intervensi berbasis resiko kesehatan (health risk). Dalam rangka mengoptimalkan pilar penguatan
pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan seluruh fasilitas kesehatan menjadi terakreditasi.
• Pilar 3. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program JKN ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, baik Penerima Bantuan Iuran (PBI) ataupun Non-PBI. Dalam
pengembangan JKN, focus pada pengembangan benefit package, menggunakan sistem pembiayaan asuransi
dengan azas gotong royong, serta melakukan kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan.
Peningkatan kemampuan Unit Pelayanan Kesehatan baik pada tahap Input, Proses maupun Output dalam
rangka melaksanakan ketiga pilar diatas bukan hanya harus didukung oleh upaya pembinaan wilayah yang
berkesinambungan oleh Dinas Kesehatan namun juga dukungan dari Lintas Sektor, sehingga seluruh Standar
Pelayanan Minimal dapat dilaksanakan dengan target tercapai.
• Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk penanda status kesehatan
sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai berikut.
1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

• Upaya yang dilakukan untuk mencapai keluarga sehat dilakukan melalui Gerakan Masyarakat Untuk Hidup Sehat (GERMAS) dengan
6 Kegiatan utama, yaitu :
• Peningkatan Aktivitas Fisik
• Peningkatan Perilaku Hidup Sehat
• Penyediaan Pangan Sehat dan Percepatan Perbaikan Gizi
• Peningkatan Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit
• Peningkatan Kualitas Lingkungan
• Peningkatan Edukasi Hidup Sehat
RPJMD DAN PROGRAM UNGGULAN
DALAM RENSTRA TRANSISI 2019 - 2023
VISI
• MISI KEEMPAT : MENINGKATKAN INDIKATOR
RPJMD “Kabupaten Bogor AKSESIBILITAS DAN KUALITAS
2013-2018 menjadi Kabupaten PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN UTAMA
Termaju di Indonesia” DAN PELAYANAN KESEHATAN.

• Angka Harapan Hidup (AHH) termasuk tertinggi di Indonesia PENCIRI


• Seluruh RSUD dan UPT PUSKESMAS terakreditasi TERMAJU
• Seluruh masyarakat memiliki jaminan kesehatan KESEHATAN

PROGRAM UNGGULAN
Stunti
ng • PROGRAM PENINGKATAN
KESELAMATAN IBU MELAHIRKAN DAN
ANAK • MUTU LAYANAN
VISI • PROGRAM PERBAIKAN GIZI KESEHATAN
RENSTRA “ Terwujudnya MASYARAKAT • ELIMINASI TBC
TRANSISI • PROGRAM PENCEGAHAN DAN • PENURUNAN
Masyarakat Kabupaten
PENANGGULANGAN PENYAKIT STUNTING
2019 - 2023 Bogor yang Mandiri MENULAR DAN T IDAK MENULAR • PENCAPAIAN
untuk Hidup Sehat” • PROGRAM PROMOSI KESEHATAN IMUNISASI
DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
• PROGRAM PELAYANAN RUJUKAN
RPJMD DAN PROGRAM UNGGULAN DALAM RENSTRA TRANSISI 2019 - 2023
• Dalam RPJMD Kabupaten Bogor tahun 2013 – 2018, dinyatakan bahwa Visi Kabupaten Bogor adalah “Kabupaten Bogor
menjadi Kabupaten Termaju di Indonesia”, dan untuk mencapai Visi ini, terdapat Lima Misi yang ditetapkan, dimana misi
terkait dengan kesehatan terdapat pada misi ke-4 yaitu : Meningkatkan Aksesibilitas dan Kualitas Penyelenggaran
Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan. Misi ini merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Bogor dalam membangun
sumberdaya manusia yang sehat dan cerdas yang pada gilirannya akan menjadi manusia yang produktif, kompetitif, dan
dilandasi akhlak mulia sebagai kunci dari keberhasilan pelaksanaan misi yang lainnya. Di bidang kesehatan, Indikator utama
untuk mencapai misi ke-4 ini, yang masuk dalam indikator termaju bidang kesehatan yaitu :
• Angka Harapan Hidup (AHH) termasuk tertinggi di Indonesia
• Seluruh RSUD dan UPT PUSKESMAS terakreditasi
• Seluruh masyarakat memiliki jaminan kesehatan
• Untuk mencapai target ketiga Indikator Penciri Termaju bidang Kesehatan, ditetapkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) transisi Dinas Kesehatan tahun 2019 – 2023, yaitu :
“Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor yang mandiri untuk hidup sehat”, dengan program-program unggulan
mencakup :
• Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan Dan Anak
• Program Perbaikan Gizi Masyarakat
• Program Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Menular Dan Tidak Menular
• Program Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
• Program Pelayanan Rujukan
• Program unggulan dilaksanakan untuk mencapai Indikator Penciri Termaju Kesehatan, terutama dalam rangka Peningkatan
Angka Harapan Hidup dimana kegiatan utama yang dilaksanakan yaitu Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan, Eliminasi
penyakit Tuberculosis, Penurunan Angka Stunting dan Pencapaian target serta mutu imunisasi.
FOKUS PROGRAM KESEHATAN PRIORITAS
DI KABUPATEN BOGOR
F
O
MANAJEMEN K
U
S

MUTU LAYANAN P
KESEHATAN ELIMINASI TBC STUNTING IMUNISASI A
(Kepmenkes 298/2008 (Permenkes 67/ 2016) Perpres 42/2013 (Permenkes No. 12
Permenkes 46/2015
D
Inpres 3/2010 Tahun 2017)
Permenkes 34/2017) 1. Missing Case 1. Cakupan. A
1. Akreditasi RS 2. Kepatuhan 1. Pencegahan 2. Mutu
2. Akreditasi Klinik/ 3. Resistensi Obat 2. Intervensi 3. Surveilans
Puskesmas P
R
O
S
E
TEKNIS S
9
FOKUS PROGRAM KESEHATAN PRIORITAS DI KABUPATEN BOGOR
• Pada pelaksanaan program-program prioritas bidang Kesehatan di Kabupten Bogor, dilaksanakan dengan
berfokus pada proses, baik terkait dengan teknis layanan kesehatannya maupun pada tahapan manajemen,
sebagai upaya untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Bogor, sebagai salah satu indikator
Kabupaten Bogor termaju.
• Fokus program dan kegiatan yang dilakukan yaitu melalui upaya-upaya:
1. Peningkatan mutu layanan kesehatan
• Kepmenkes nomor 298/MENKES/SK/III/2008 Tahun 2008 tentang Standar Akreditasi Laboratorium
Kesehatan
• Permenkes nomor 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
• Permenkes nomor 34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
2. Eliminasi Tuberculosis
• Permenkes nomor 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis
• Dilaksanakan dalam rangka penanganan terhadap Missing Case, Peningkatan Kepatuhan minum obat
dan Pengendalian terhadap Resistensi Obat
3. Penurunan Stunting
• Peraturan Presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
• Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
• Kegiatan dilaksanakan dalam rangka Pencegahan terjadinya stunting dan intervensi terhadap stunting
4. Peningkatan mutu dan cakupan Imunisasi
• Peraturan Menteri Kesehatan nomor : 12 tahun 2017 tentang penyelenggaran imunisasi
• Fokus kegiatan dilaksanakan dalam rangk untuk meningkatkan cakupan, mutu serta surveilans
imunisasi
KEBIJAKAN & PROGRAM PRIORITAS
PENGUATAN PELAYANAN KESEHATAN

PEMERATAAN
AKSES

A. AKREDITASI
STANDARISASI
LAYANAN • FKRTL/RS
KESEHATAN
• FKTP
MUTU • LABORATORIUM
PENGUATAN
LAYANAN SISTEM RUJUKAN B. SISTEM RUJUKAN
KESEHATAN TERPADU
PELIBATAN
PEMANGKU C. UNIVERSAL
KEPENTINGAN HEALTH
COVERAGE
PEMBERDAYAAN
PEMERINTAH
DAERAH
KEBIJAKAN & PROGRAM PRIORITAS
PENGUATAN PELAYANAN KESEHATAN
Note: Mutu layanan Kesehatan tergantung pada :
1. Akses pelayanan kesehatan pemerataan akses pelayanan
(proporsi puskesmas dengan penduduk) sarpras
2. Standarisasi layanan kesehatan : akreditasi RS, FKTP
(puskesmas dan klinik swasta, praktek dokter dan dokter gigi),
Laboratorium
3. Penguatan system rujukan sitem rujukan terpadu
4. Pelibatan pemangku kepentingan kerjasama dan keterlibatan
lintas sector dalam penyelenggaraan program kesehatan
5. Pemberdayaan pemerintah daerah (Kebijakan dan Anggaran)
terutama untuk
FASILITAS LAYANAN KESEHATAN & STATUS AKREDITASI

- RS Pusat : RSPG Cisarua


PONED - 4 RSUD
1. RSUD Cibinong
11(22.72%)
DTP 2. RSUD Ciawi
3. RSUD Leuwiliang AKREDITASI
28(27.72%)
Non-PONED 4. RSUD Cileungsi PARIPURNA
17 (77.28%) - RS. Swasta :
Puskesmas
1. RS. Sentra Medika
101 2. RS. Hermina
PONED
3. RS.AU Hasan Toto
4 (5,06%)
TTP 4. RS Sentosa
79 (72.27%)
Non-PONED
75 (94.9%) 1. RS. Citama :
2. RS. Tri Mitra AKREDITASI
TINGKAT KELULUSAN 3. RS Dompet Dhuafa MADYA
JUMLAH 4. RS AS Salam
TAHUN PARI
DASAR MADYA UTAMA
PURNA
2016 3 6 0 0 9

2017 6 13 1 0 20
LABKESDA AKREDITASI
JUMLAH 9 19 1 0 29 ISO 16025
FASILITAS LAYANAN KESEHATAN & STATUS AKREDITASI
Fasilitas layanan kesehatan di Kabupaten Bogor terdiri dari :
• 101 Puskesmas : 28 puskesmas DTP, diantaranya 11 Puskesmas dengan PONED dan 79 Puskesmas
TTP.
• Dari target 101 Puskesmas telah terakreditasi sebanyak 29 Puskesmas dengan
• Status dasar : 9 puskesmas,
• Madya : 19 puskesmas,
• Utama 1 puskesmas.
• Fasilitas Kesehatan tingkat lanjut (FKRTL) di Kabupaten Bogor sebanyak 28 RS yang terdiri dari
• 6 RS Pemerintah dan
• 22 RS Swasta.
• Status akreditasi Rumah Sakit:
• Akreditasi Paripurna : 6 RS Pemerintah terakreditasi paripurna dan 4 RS Swasta ( RS Sentra
Medika, RS Hermina, RS AU Hasan Toto, RS Sentosa)
• Akreditasi Madya :4 RS swasta lainnya (RS Citama, RS Tri Mitra, RS Dompet Dhuafa, RS As
Salam).
• Untuk layanan penunjang berupa Laboratorium yaitu LABKESDA sudah akreditasi ISO 16025.
KERANGKA KONSEP
PENINGKATAN MUTU LAYANAN KESEHATAN
STANDARISASI PENGUATAN SISTEM PELIBATAN PEMANGKU PEMBERDAYAAN
PEMERATAAN AKSES
LAYANAN KESEHATAN RUJUKAN KEPENTINGAN PEMERINTAH DAERAH

AKREDITASI SISTEM RUJUKAN TERPADU UNIVERSAL HEALTH COVERAGE

1. Pembentukan tim mutu di dinas kesehatan 1. Penguatan pelayanan kesehatan dasar 1. Mendorong RS selalu siap memberikan
2. Koordinasi dengan DPMPTSP, PUPR, BLH • Pembangunan sarana DTP, PONED pelayanan
(Perijinan Puskesmas) • Pengadaan Alkes, laboratorium dan 2. Menambah jumlah pusk dtp dan poned
3. Revitalisasi, rehabilitasi dan relokasi transportasi rujukan 3. Meningkatkan kapasitas / kemampuan
puskesmas sesuai permenkes 75 tahun • Peningkatan kapasitas Petugas : dokter umum
2014 PPGD, PPGDON 4. Memenuhi kebutuhan sarana / alat
4. Perlunya kebijakan rekrument SDM untuk 2. Mapping sarana dan prasarana Faskes kesehatan di PUSKESMAS
formasi tenaga yang belum terfasilitasi 3. Penguatan sistem jejaring informasi 5. Perbaikan mekanisme pencatatan dan
5. Memenuhi sarana, prasarana dan alat rujukan: Program Sijari Bunda (KIA) pelaporan mutasi peserta PBI
kedokteran 4. Peningkatan kerjasama dengan RS 6. Rekonsiliasi data kepesertaan secara
6. Membuat surat edaran dan pendampingan pemerintah maupun swasta baik dalam dan berkala dengan BPJS
pasca akreditasi luar wilayah 7. Mengoptimalkan upaya perluasan
7. Perlu adanya rakor yang berkesinambungan 5. Penyusunan regionalisasi rujukan kepesertaan
tingkat kabupaten untuk menjamin 6. Penyusunan regulasi : Perbup (proses) 8. Sosialisasi Program Jamkesda terintegrasi
pelayanan mutu puskesmas 7. Pembiayaan JKN
8. penggerakan lintas sektor kecamatan oleh 9. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi
SKPD terkait dengan stakeholder

MUTU LAYANAN KESEHATAN


KERANGKA KONSEP PENINGKATAN MUTU LAYANAN KESEHATAN

• Dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan diperlukan 5 hal yaitu pemerataan akses,
standarisasi layanan kesehatan, penguatan sistim rujukan, pelibatan pemangku kepentingan dan
pemberdayaan pemerintah daerah. Kelima hal tersebut dituangkan dalam kegiatan-kegiatan
untuk mencapai akreditasi layanan kesehatan, sistim rujukan terpadu dan universal health
coverage.
• Kegiatan yang dilakukan dalam mencapai akreditasi yaitu
• Pembentukan tim mutu di dinas kesehatan
• Koordinasi dengan DPMPTSP, PUPR, BLH (Perijinan Puskesmas)
• Revitalisasi, rehabilitasi dan relokasi puskesmas sesuai permenkes 75 tahun 2014
• Perlunya kebijakan rekrument SDM untuk formasi tenaga yang belum terfasilitasi
• Memenuhi sarana, prasarana dan alat kedokteran
• Membuat surat edaran dan pendampingan pasca akreditasi
• Perlu adanya rakor yang berkesinambungan tingkat kabupaten untuk menjamin pelayanan
mutu puskesmas
• penggerakan lintas sektor kecamatan oleh SKPD terkait
KERANGKA KONSEP PENINGKATAN MUTU LAYANAN KESEHATAN
• kegiatan yang dilakukan guna mencapai sistim rujukan yang terpadu yaitu :
• Penguatan pelayanan kesehatan dasar
• Pembangunan sarana DTP, PONED
• Pengadaan Alkes, laboratorium dan transportasi rujukan
• Peningkatan kapasitas Petugas : PPGD, PPGDON
• Mapping sarana dan prasarana Faskes
• Penguatan sistem jejaring informasi rujukan: Program Sijari Bunda (KIA)
• Peningkatan kerjasama dengan RS pemerintah maupun swasta baik dalam dan luar wilayah
• Penyusunan regionalisasi rujukan
• Penyusunan regulasi : Perbup (proses)
• Pembiayaan
• kegiatan yang dilakukan untuk mencapai universal health coverage yaitu :
• Mendorong RS selalu siap memberikan pelayanan
• Menambah jumlah pusk dtp dan poned
• Meningkatkan kapasitas / kemampuan dokter umum
• Memenuhi kebutuhan sarana / alat kesehatan di PUSKESMAS
• Perbaikan mekanisme pencatatan dan pelaporan mutasi peserta PBI
• Rekonsiliasi data kepesertaan secara berkala dengan BPJS
• Mengoptimalkan upaya perluasan kepesertaan
• Sosialisasi Program Jamkesda terintegrasi JKN
• Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder
ELIMINASI TBC DI KABUPATEN BOGOR

SKEMA MISSING CASE DI KABUPATEN BOGOR 2016

Insidens TBC 7,605 kasus TBC belum


18000 MISSING CASE
16930 16,930 (2016) ditemukan (44,9%)
16000
8,138 kasus TBC belum
ditemukan & diobati
14000
CDR
9,325 kasus TBC sudah
12000
dilaporkan SITT TARGET MINIMAL
(55,07%) CDR : 70%
10000 9325 9311
8276 SR : 90%
8000 533 kasus TBC belum
diobati (5,74%)
6000
8,276 kasus TBC diobati
SUCCESS RATE
4000 & sembuh (88,84%)

2000 9,311 kasus TBC sudah


533 diobati (99,84%) *)DATA SITT 2016
0
SKEMA MISSING CASE DI KABUPATEN BOGOR 2016
• Perkiraan penemuan kasus TBC (Case Detection Rate/CDR) di Kabupaten
Bogor tahun 2016 sebanyak 16.930 penderita untuk semua kasus TBC
sensitif.
• Target Cakupan CDR adalah 70%. Hasil yang diperoleh dari laporan SITT
(Sistim Informasi Terpadu TBC) hasil cakupan CDR 2016 sebanyak 55,07%
atau sebanyak 9,325 kasus. Yang artinya masih terdapat 7,605 (44,9%)
kasus yang belum ditemukan/tercatat dalam SITT, yang disebut juga
dengan MISSING CASE.
• Dari 9,325 kasus yang ditemukan 99,84% (9,311 kasus) telah mendapatkan
pengobatan sesuai standart dan 88,84% (8,276 kasus) telah dinyatakan
sembuh.
• Kondisi ini masih kurang dari target seharusnya Angka Keberhasilan
Pengobatan (success rate) yaitu 90%
PENEMUAN KASUS TB RSISTEN OBAT (RO/MDR)
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 s/d 2017

122
105
98

67 70

40
31
14

2014 2015 2016 2017

TB RO/MDR TB RO/MDR DIOBATI


PENEMUAN KASUS TB RSISTEN OBAT (RO/MDR)
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 s/d 2017
• Sementara itu jumlah temuan kasus TB Resisten Obat dari tahun 2014
sampai dengan 2017 semakin meningkat, namun angka ini masih kurang
dari target penemuan kasus TB RO seharusnya yaitu sebesar 186 kasus
(2016) atau 2% dari kasus TBC baru, hasil cakupannya hanya 67 kasus
(36,02%). Dari kasus yang ditemukan belum seluruhnya menerima
pengobatan sesuia standart pengobatan TBC Resisten Obat (45,16% -
66,66%).
• Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : RS rujukan TB RO hanya
ada 1 di Kab. Bogor yaitu RSPG dan adanya penolakan dari pasien karena
pengobatan yg lama (2 tahun). Keberadaan missing case baik pada TB
sensitive maupun TB Resisten Obat ini merupakan suatu hal yang sangat
serius karena dapat menjadi sumber penularan. Sebagaimana kita ketahui
bahwa 1 kasus TBC yg tidak diobati dalam waktu 1 tahun akan dapat
menularkan 10-15 orang disekitarnya.
PETA SEBARAN UPAYA PENEMUAN KASUS TBC
DI KABUPATEN BOGOR

TENJO PR.PANJAN GN.PUTRI


GN. SINDUR
G CILEUNGSI

PARUNG

JONGGOL
Tj. HALANG KLAPANUNGGAL
CISEENG
BJ.
RUMPIN
CIGUDEG KEMANG GEDE
CARIU
CARIU
JASINGA
RANCA CITEUREUP
BUNGUR

CIBUNGBULANG
LW.SADENG BBK.MADANG TANJUNGSARI
CIAMPEA
Dramaga
SUKARAJA
LEUWILIANG CIOMAS
SUKAJAYA MG.MENDUNG

TM.SARI
NANGGUNG CISARUA
TENJOLAYA CIGOMBON
G CIAWI
PAMIJAHAN ≥100 Kasus
CIJERUK
CARINGIN 50 -100 Kasus
≤50 Kasus
PETA SEBARAN UPAYA PENEMUAN KASUS TBC
DI KABUPATEN BOGOR
• Berikut adalah peta sebaran Kasus B sensitive di tiap kecamatan.
Sebanyak 22 kecamatan telah melakukan penemuan kasus secara
aktif dan melaporkannya secara rutin sehingga cakupannya >100
kasus per tahun. 14 Kecamatan di wilayahnya didapatkan kasus 50-
100/tahun dan 4 Kecamatan baru menemukan kasus <50/tahun. Pada
18 Kecamatan ini perlu dilakukan evaluasi terhadap aktifitas petugas
dalam penemuan dan pelaporan kasusnya, bila diperlukan akan
dilakukan peningkatan kapasitas petugas terkait penanggulangan TB
dan peningkatan kerjasama lintas sector dalan rangka active case
findingnya.
RUMAH SAKIT DENGAN PROGRAM DOTS

PUSKESMAS JUMLAH KASUS TBC


30
DILAPORKAN

47% 1. Keputusan Menteri Kesehatan


53%
25 4 RSUD, 1 RSPG, 1 RSTNI : DOTS SELURUHNYA
Nomor 364 Tahun 2009
RUMAH SAKIT strategi DOTS di RS
2. Surat Edaran Menteri
20 Kesehatan Nomor
884/Menkes/VII/2007 tentang
6 RS SWASTA NON DOTS
MISSING Ekspansi TB dgn Strategi
15 CASE DOTS di Rumah Sakit
3. Surat Edaran Dirjen Bina
4 RSS DOTS TIDAK LAPOR SITT Yanmed Nomor
YM.02.08/III/673/07 tentang
10 7,605 kasus TBC belum
Penatalaksanaan
22 RS SWASTA ditemukan (44,9%)
Tuberkulosis di Rumah Sakit
12 RS SWASTA DOTS LAPOR SITT 4. Permenkes Nomor 67 Tahun
5 2016 tentang Penanggulangan
TBC
16 RS SWASTA DOTS

0
RUMAH SAKIT DENGAN PROGRAM DOTS
• Kabupaten Bogor memiliki Fasilitas kesehatan baik FKTP maupun
FKRTL yang cukup banyak. Dari data diperoleh jumlah klinik swasta
sebanyak 290 klinik, Puskesmas 101, Rumah Sakit Pemerintah
sebanyak 6 RS dan Rumah Sakit Swasta 28 RS. 101 Puskesmas
seluruhnya sudah menjalankan klinik DOTS. Dari 28 RS yang sudah
menjalankan strategi DOTS sebanyak 22 RS yang terdiri dari 6 RS
Pemerintah dab 16 RS Swasta. Dari 22 RS dengan strategi DOTS yang
rutin memberikan laporan SITT sebanyak 16 RS. Dari RS yang belum
menerapkan stategi DOTS dimungkinkan merupakan salah 1 sumber
missing case. Dari data SITT kita ketahui sebanyak 47% kasus TB Baru
beasala dari pelaporan RS, sisanya bersumber dari Puskesmas (53%).
SKEMA UPAYA PENANGGULANGAN TBC
DI KABUPATEN BOGOR
STANDART RENCANA AKSI DAERAH (RAD) TB : 1. AKTIF
PELAYANAN Dokumen kebijakan daerah yang berisi komitmen 2. PASIF INTEGRATIF
untuk melakukan serangkaian tindakan, tugas 3. MASIVE
MINIMAL 4. INTENSIF
atau langkah-langkah yang dirancang untuk
PMK Eliminasi TBC, mengacu pada kebijakan nasional
43/2017 terkait
PENEMUAN
KASUS
PEDOMAN
BUPATI PERBUP
PENANGGULANGAN
TBC
PMK 67 TH 2016
SKPD
NO 70/2017
RAD TB
TBC PENCEGAHAN INDIVIDU
PERBAIKAN LINGKUNGAN

PENGOBATAN
BAHAN ACUAN :
PIS-PK REGULASI 1. PAKET OBAT
PERENCANAAN 2. PENDAMPINGAN/PMO
PMK 39/2016 3. ASUPAN GIZI
PELAKSANAAN KEGIATAN 4. MONITORING EFEK
SAMPING
SKEMA UPAYA PENANGGULANGAN TBC
DI KABUPATEN BOGOR
• Upaya Penanggulangan TB di Kabupaten Bogor, didasarkan pada Permenkes 67 th
2017 tenyang Penanggulangan TB, Permenkes No 39 th 2016 tentang Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dan Permenkes 43 th 2017 tentang
Standar Pelayanan Mnimal dimana di dalamnya memuat bahwa seluruh pasien
TBC mendapatkan pengobatan sesuai standar. Ketiga aturan dasar tersebut
tertuang dalam Rencana Aksi Daerah Penanggulangan TB yang disahkan dalam
Peraturan Bupati No 7 tahun 2017. Dimana RAD merupakan kebijakan daerah
yang berisi komitmen untuk melakukan dukungan terhadap Eliminasi TBC di
Kabupaten Bogor dan sebagai bahan acuan dalam menyusun regulasi,
perencanaan dan pelaksanaan terkait penanggulangan TBC. Dimana dalam
kegiatannya penanggulangan TBC focus pada Penemuan Kasus yang dilakukan
secara aktif, pasif integrative, massive dan intensif serta focus pada pengobatan
dimana harus didukung dengan ketersediaan obat, pendamping minum obat,
asupan gizi dan monitoring efek samping. Keseluruhan rangkaian
penanggulangan TBC harus dilakukan secara sinergi anta Dinas Kesehatan,
Puskesmas, Rumah Sakit, Lintas Sektor terkait dan masyarakat.
KEGIATAN PENCEGAHAN & PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
(Permenkes No. 67 Tahun 2016)

PENEMUAN PENGOBATAN KEG. KHUSUS


1. Tipe/kategori TB 1. Pengobatan TB
Aktif Pasif 2. TB sensitif obat dan Resistan Obat jangka
1. Pelacakan kontak 1. Pelibatan fasyankes resistan obat pendek
2. Skrining di tempat pemerintah-swasta 3. Paket obat : intensif - 2. Pengobatan
khusus 2. Jejaring Layanan lanjutan profilaksis TB laten
3. Pengendalian faktor 3. Pemeriksaan 4. Pemantauan minum 3. Imunisasi BCG
risiko Laboratorium obat 4. Dukungan psikososial
4. Promosi kesehatan 5. Penanganan Efek (pendampingan
5. Transport sputum Intensif Samping pasien dan pemberian
1. Manajemen Layanan TB 6. Evaluasi hasil subsidi transportasi ke
Masif terpadu (HIV, DM, pengobatan sarana pengobatan)
Skrining di tempat khusus rokok, penyakit paru dll)
(Rutan, lapas, tempat kerja, 2. Pemeriksaan
asrama) Laboratorium

Peningkatan Cakupan Penemuan Keberhasilan Pengobatan 28


KEGIATAN PENCEGAHAN & PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
• Kegiatan Pencegahan & pengendalian TBC difokuskan pada :
kegiatan Penemuan kasus, pengobatan dan kegiatan khusus.
• Kegiatan Penemuan kasus dilakukan secara aktif melalui :
1. pelacakan kontak,
2. skrining di tempat khusus,
3. pengendalian factor resiko,
4. promosi kesehatan dan
5. transportasi sputum,
• penemuan secara pasif melalui
1. Pelibatan dan jejaring fasyankes pemerintah dan swasta,
• penemuan kasus secara intensif dilakukan melalui
1. peningkatan layanan TB terpadu lintas program dan
2. pemeriksaan laboratorium.
• Diharapkan dengan Kegiatan-Kegiatan tersebut dapat diperoleh peningkatan cakupan penemuan.
• Sedangkan Kegiatan Pengobatan dilakukan dengan
1. penyediaan Obat Anti Tuberkulosis,
2. pemantauan minum obat dan
3. pemantauan efek samping serta evaluasi untuk meningkatkan angka keberhasilan pengobatan.
• Adapun Kegiatan khusus yang dapat mendukung pengkatan cakupan penemuan dan keberhasilan
pengobatan yaitu upaya pengobatan TBC resisten obat jangka pendek, pemberian profilaksis untuk TB
laten, pemberian imnusasi BCG yang termasuk dalam Imunisasi Dasar Lengkap serta dukungan
psikososial terhadap penderita.
KEGIATAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

CDR>70%
SR<90% atau CDR >70%
CDR<70%
RISIKO CDR<70% RISIKO RISIKO
SR>90%
SR<90%
TINGGI SEDANG RENDAH
SR>90%
1. Menemukan pasien secara aktif 1. Menemukan pasien secara aktif terintegrasi
terintegrasi PIS PK 1. Melakukan penguatan surveilan TBC
PIS PK
2. Melakukan surveilan aktif/penyisiran data 2. Meningkatkan kapasitas PMO dan berbasis digital
di RS 2. Meningkatkan jejaring PPM TBC
3. Meningkatkan kapasitas PMO dan pelacakan kasus mangkir
pelacakan kasus mangkir 3. Melakukan surveilan aktif/ penyisiran data 3. Menemukan pasien TB secara pasif
4. Menerapkan mandatory notification di RS intensif dan promotif terintegrasi PIS PK
5. Melakukan sinkronisasi dengan BPJS 4. Meningkatkan jejaring PPM TBC 4. Mengendalikan faktor risiko (perilaku
6. Membentuk Jejaring PPM TBC dan koalisi 5. Meningkatkan kapasitas SDM TBC dan lingkungan)
organisasi profesi 6. Meningkatkan penemuan TBC melalui 5. Menggunakan TCM untuk deteksi dini
7. Meningkatkan surveilans
8. Menggunakan TCM untuk deteksi dini penguatan kolaborasi layanan ( HIV, DM, TBC
TBC (membangun jejaring dengan Gizi, KIA, PAL) 6. Meningkatkan kapasitas SDM TBC
transport sputum) 7. Menggunakan TCM untuk deteksi dini TBC 7. Meningkatkan penemuan TBC laten
9. Meningkatkan promosi dan pengendalian 8. Menerbitkan rencana aksi daerah
faktor risiko (perilaku dan lingkungan)
10.Menyusun rencana aksi daerah 9. Mengendalikan faktor risiko (perilaku dan
lingkungan)
KEGIATAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
• Kabupaten Bogor dilihat dari angka cakupan CDR yang masih kurang (55,07%) dan angka
keberhasilan pengobatan (Success Rate) yang masih kurang (88,8%) maka Kabupaten
bogor termasuk wilyah dengan Resiko tinggi. Untuk itu dalam upaya pencapaian target
indikator program dilakukan upaya-upya sebagai berikut :
1. Penemuan kasus yang dilakukan secara integrase dengan Program PIS PK
2. Meningkatkan pemahaman pada PMO dan melakukan pelacakan terhadap kasus
mangkir
3. Melakukan penyisisran dan validasi data secara aktif ke Rumah Sakit dengan DOTS
4. Meningkatkan jejaring dan kesepakatan Bersama Public Private Mix dengan klinik-
klinik swasta yang terorganisis dalam Asosiasi Klinik
5. Meningkatkan kapasitas SDM di Fasyankes melalui pelatihan-pelatihan
6. Menggunakan alat diagnostic Tes Cepat Molekuler untuk dapat mendeteksi secara
dini kasus TBC
7. Menerbitkan RAD TBC dimana menjadi pedoman selam 5 tahun mendatang untuk
penanggulangan TBC
8. Mengendalikan factor resiko baik perilaku maupun lingkungan melalui kerjasama
lintas program dengan Promkes dan Kesling dan meningkatkan PHBS
PENURUNAN STUNTING
KERANGKA KONSEP PENYEBAB STUNTING

WASTING
KURUS
KERANGKA KONSEP PENYEBAB STUNTING
Permasalahan Mendasar Stunting di Indonesia
1. Kemiskinan
Stunting dan permasalahan kekurangan gizi lain yang terjadi pada balita erat kaitannya dengan kemiskinan. Stunting
umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada
daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua
memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.
2. Kestabilan Sosial Politik
3. Meningkatnya Paparan Penyakit
4. Ketahanan Pangan yang rendah
5. Akses Pelayanan Yang kurang
Kondisi-kondisi diatas, secara umum dapat menyebabkan rendahnya asupan gizi untuk ibu. Dampak yang dapat terjadi akibat
rendahnya asupan gizi bagi ibu baik pada saat pra kehamilan, pada saat kehamilan maupun persalinan mengakibatkan
beberapa masalah kesehatan seperti :
1. Bayi yang dikandung mengalami gagal tumbuh yang dapat mengakibatkan infeksi, stunting atau meninggal
2. Kekurangan gizi mikro mengakibatkan stunting, cacat dan meninggal
3. Kekurangan gizi makro, dapat mengakibatkan stunting, wasting (kurus) dan meninggal
4. Pemberian ASI yang jelek dapat mengakibatkan terjadinya infeksi, stunting, wasting dan meninggal.
TREND PREVALENSI STATUS GIZI
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014-2017

8.00% 7.39% 30.00%


26.70%
7.00% 6.77% 26.90%
25.00% 24.60%
6.00% 5.76%
20.00%
5.00%
4.00% 3.53% 3.29% 15.00%
2.99%
3.00%
10.00%
2.00% 6.70%
5.30%
5.00%
1.00% 2.30%
0.00% 0.00%
WASTING STUNTING WASTING STUNTING
2015 2016 2017 2015 2016 2017

Data Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) Data Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG)
TREND PREVALENSI STATUS GIZI DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 201

• BPB dilakukan 1 tahun 2 kali, yaitu bulan Februari dan Agustus, semua bayi dan balita diukur berat
badan dan tinggi/panjang badannya.
• Sedangkan Pemantauan Status Gizi di lakukan 1 tahun 1 kali oleh Kemenkes, menggunakan
metode survei Cepat, 1 Kabupaten di wakili oleh 30 kluster (300 sampel). Pelaksananya adalah
petugas khusus (terlatih)
• Jumlah Balita Stunting :
• LB3 : 32.530 balita (5,7%)
• PSG : 153.520 balita (26,9%)
PETA STATUS GIZI WASTING HASIL BPB
MENURUT BB/TB TAHUN 2017

DATA GIZI BURUK


N JML
KECAMATAN
O KASUS
1 Nanggung 5
2 Leuwisadeng 2
3 Pamijahan 3
4 Cibungbulang 5
5 Dramaga 2
6 Ciomas 4
7 Taman Sari 2
8 Cijeruk 1
9 Caringin 2
Keterangan:
Prevalensi Kurus : <5% 10 Ciawi 1
Prevalensi Kurus : 5 - 9,9 % 11 Cisarua 5
Prevalensi Kurus : 10 – 14,5%
Prevalensi Kurus : > 15% 12 Cariu 3
PETA STATUS GIZI WASTING INDIKATOR BERAT BADAN MENURUT TINGGI
BADAN HASIL BULAN PENIMBANGAN BALITA TAHUN 2017
• Gambaran peta status gizi di Kabupaten Bogor tahun 2017, terdapat
sebanyak 30 kasus gizi buruk yang terdapat di 12 kecamatan, yaitu
Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, pamijahan, cibungbulang,
dramaga, ciomas, tamansari, cijeruk, caringin, ciawi, cisarua dan
Cariu. Kasus terbanyak gizi buruk terdapat pada tiga kecamatan yaitu :
Nanggung, Cibungbulang dan Cisarua yaitu masing-masing sebanyak
5 kasus. Kondisi ini sebagai peringatan bagi Wilayah tersebut untuk
selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan munculnya
kasus gizi buruk baru dan terjadinya kasus stunting.
KERANGKA KONSEP PENURUNAN STUNTING
PROGRAM INTERVENSI EFEKTIF INTERMEDIATE OUTCOME OUTCOME

1. Pemberian Tablet Tambah Konsumsi Gizi PENCEGAHAN


Darah (remaja putri, catin, Remaja Putri
yang Adekuat Bumil & Busui:
• Perbaikan Gizi bumil)
Masyarakat 2. Promosi ASI Eksklusif PRIMER • Anemia (-)
• PKGBM 3. Promosi Makanan (1000 HPK) • BBLR (-)
• GSC Pendamping-ASI • ASI Eksklusif (+)
• PKH 4. Suplemen gizi mikro Pola Asuh • Kecacingan (-)
• PAUD-GCD 5. Suplemen gizi makro (PMT) yang tepat SEKUNDER Stunting
6. Tata Laksana Gizi (Rematri)
• PAMSIMAS
• SANIMAS Kurang/Buruk
• STBM 7. Suplementasi vit.A
• BKB 8. Promosi garam iodium Akses ke Baduta:
TERSIER
• KRPL 9. Air bersih, sanitasi, dan cuci pelayanan Lingkungan • Diare (-)
• Kegiatan Lain tangan pakai sabun kesehatan, dan • Gizi buruk (-)
10.Pemberian obat cacing kesehatan
11.Bantuan Pangan Non-Tunai lingkungan INTERVENSI

3 KOMPONEN
PENANGGULANGAN STUNTING
Enabling Factor
Advokasi, JKN, NIK, Akta Kelahiran, Dana Desa, Dana Insentif Daerah, Keamanan dan Ketahanan Pangan
KERANGKA KONSEP PENURUNAN STUNTING
• KERANGKA KONSEP PENYEBAB STUNTING
• Permasalahan Mendasar Stunting di Indonesia
1. Kemiskinan
Stunting dan permasalahan kekurangan gizi lain yang terjadi pada balita erat kaitannya dengan kemiskinan. Stunting
umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada
daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua
memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.
2. Kestabilan Sosial Politik
3. Meningkatnya Paparan Penyakit
4. Ketahanan Pangan yang rendah
5. Akses Pelayanan Yang kurang

Kondisi-kondisi diatas, secara umum dapat menyebabkan rendahnya asupan gizi untuk ibu. Dampak yang dapat terjadi akibat
rendahnya asupan gizi bagi ibu baik pada saat pra kehamilan, pada saat kehamilan maupun persalinan mengakibatkan
beberapa masalah kesehatan seperti :
1. Bayi yang dikandung mengalami gagal tumbuh yang dapat mengakibatkan infeksi, stunting atau meninggal
2. Kekurangan gizi mikro mengakibatkan stunting, cacat dan meninggal
3. Kekurangan gizi makro, dapat mengakibatkan stunting, wasting (kurus) dan meninggal
4. Pemberian ASI yang jelek dapat mengakibatkan terjadinya infeksi, stunting, wasting dan meninggal
PENCEGAHAN DAN INTERVENSI SPESIFIK

PEMANTAUAN & STRATEGI PELAKSANA


PENGENDALIAN
TTD Bumil minum 90 tablet
Bumil normal (AKG) + 300 Kalori/ hr
Bumil diukur LILA (>23.5) KIE Bidan
Monitoring
Periksa Hb Bumil Kepatuhan Pendampingan

Konseling IMD & ASI Eksklusif Sweeping IDL Kajian Mandiri


Puskesmas Fasyankes
PENCEGAHAN Imunisasi DL, PMBA, vit A, Obat cacing Sweeping vit A
Kelas Bumil Penyeliaan
Fasilitatif
Baduta dipantau pertumbuhan berkala
PRIMER Akreditasi Lintas Program
(1000 HPK) Bumil Anemia 2 tablet/ hari Puskesmas & RS
Bumil KEK(PMT 500kal & 15gr protein) Cek Kadar Hb
Orientasi standar
Cek Kenaikan
INTERVENSI Pemeriksaan Hb berkala
BB Bumil
ANC terpadu Kader
Rujuk Hb<10 mg%
Peningkatan
Fasilitasi standar
Zinc baduta diare Kapasitas petugas
pelayanan
Masyarakat
• Pencegahan terjadinya stunting dapat dilakukan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu melalui :
1. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil sebanyak 90 tablet.
2. Penambahan jumlah kalori makanan yang dibutuhkan sebanyak 300 kalori / hari dari jumlah yang diperlukan pada ibu hamil
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) pada ibu hamil (normalnya lebih dari 23,5 cm)
4. Pemeriksaan kadar Hemoglobin pada Ibu hamil
5. Pemberian Konseling, Inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI Eksklusif
6. Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap, Pemberian Makanan bayi dan anak (PMBA), pemberian Vitamin A dan pemberian obat cacing
7. Pelaksanaan Kelas ibu hamil
8. Pemantuan berkala pertumbuhan Baduta
Pemantauan dan Pengendalian untuk kegiatan pencegahan diatas dapat dilakukan melalui monitoring kepatuhan, Sweeping Imunisasi Dasar Lengkap dan Sweeping vitamin A
Intervensi yang dapat dilakukan :
1. Pemberian 2 tablet Fe / hari untuk Ibu hamil yang sudah terkena Anemia
2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 500 Kalori dan 15 gram protein pada ibu hamil dengan Kekurangan Energi Protein
3. Pemeriksaan Hb berkala
4. Segera merujuk ke fasilitas kesehatan bila ibu hami mengalami Anemia (kadar Hb <10 mg%)
5. Pemberian zinc bagi Balita diatas dua tahun yang mengalami diare
Pemantauan dan pengendalian pada kegiatan intervensi diatas dapat dilakukan pada kegiatan :
1. Pemeriksaan Kadar Hb
2. Pengecekkan kenaikan Berat-badan ibu hamil
3. Memberikan fasilitasi terhadap pelayanan kesehatan
Strategi yang dapat diterapkan pada kegiatan pencegahan dan intervensi spesifik diatas dapat dilakukan melalui :
1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
2. Pendampingan
3. Kajian mandiri yang dilakukan oleh puskesmas
4. Penyeliaan Fasilitatif
5. Akreditasi Puskesmas dan Rumah Sakit
6. Orientasi standar ANC terpadu
7. Peningatan Kapasitas Petugas
Kegiatan Pencegahan dan itervensi spesifik dpat dilaksanakan oleh :
1. Bidan
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
3. Lintas Program kesehatan
4. Beberapa kegiatan dapat oleh kader.
PENCEGAHAN DAN INTERVENSI SPESIFIK

PEMANTAUAN & STRATEGI PELAKSANA


PENGENDALIAN

Penyediaan akses Air bersih &jamban


sehat di keluarga
PIS PK
Monitoring &
Pendidikan pola asuh keluarga Pendampingan
Evaluasi terpadu
Kepatuhan
Penyediaan JKN & Jampersal Rencana Aksi Lintas Sektor
Daerah
PENCEGAHAN KIE Gizi Masyarakat
Akreditasi
Konseling KB bumil
PRIMER Peningkatan
Dukungan pemanfaatan SAB & Kader
(1000 HPK) Pembentukan jejaring
jamban sehat Jejaring
Pelaks fortifikasi bahan pangan Peningkatan
Pembentukan
INTERVENSI forum
Kapasitas
Bumil Kons makan sumber zat Fe
Dukungan suami menentukan layanan
KB setelah bersalin
Masyarakat
Bumil & Keluarga memiliki JKN
PENCEGAHAN DAN INTERVENSI SPESIFIK 1000 HPK
• Pencegahan secara spesifik pada 1000 HPK dilakukan melalui Kegiatan :
1. Penyediaan akses Air bersih & jamban sehat
2. Pendidikan pola asuh keluarga
3. Penyediaan Jampersal & JKN
4. KIE Gizi Masyarakat dan konseling KB pada bumil
Intervensi spesifik dilakukan dengan cara :
1. Dukungan pemanfaatan sarana air bersih & jamban sehat
2. Pelaksanaan fortifikasi bahan pangan
3. Ibu hamil mengkonsumsi makanan bersumber zat besi
4. Dukungan suami dalam menentukan KB
Strategi yang dilakukan dengan peningkatan jejaring, pendampingan dan rencana
aksi daerah penanggulangan stunting dan secara bersma-sama dengan lintas sector
melakukan pemantauan dan evaluasi.
PENCEGAHAN DAN INTERVENSI SPESIFIK & SENSITIF

PENCEGAHAN SPESIFIK PEMANTAUAN & STRATEGI PELAKSANA


PENGENDALIAN
semua remaja puteri usia 12-18 tahun
konsumsi TTD 1 tab / minggu
SPESIFIK Advokasi
Promosi Gizi Seimbang & PHBS
Monitoring KIE Dinkes
Edukasi ttg konsumsi sumber Kepatuhan
makanan zat besi Pendampingan Puskesmas

PENCEGAHAN SENSITIF SPESIFIK Kajian Mandiri


Disdik
Puskesmas
Pendidikan Kespro di Sekolah
PENCEGAHAN Pemantauan Penyeliaan
Sekolah
Pembentukan konselor Sebaya guru UKS Fasilitatif

SEKUNDER Konsumsi Fe & Penerapan PHBS Akreditasi


(Rematri) Puskesmas & RS
INTERVENSI SPESIFIK SENSITIF
Orientasi standar
Rematri anemia rujuk ke fasyankes Cek Kadar Hb slm ANC terpadu
pemberian TTD
INTERVENSI Konseling Gizi, Perbaikan pola makan
Peningkatan
Kapasitas petugas
INTERVENSI SENSITIF SENSITIF
Evaluasi kespro di sekolah Pertemuan rutin Duta Gizi remaja
PKM dgn sekolah
Pengembangan pendidikan gizi remaja di
lingkungan
PENCEGAHAN DAN INTERVENSI SPESIFIK & SENSITIF PADA REMATRI
• Pencegahan spesifik secara sekunder dengan sasaran pada remaja putri dilakukan dengan cara Kegiatan-
Kegiatan :
1. Semua rematri mengkonsumsi tablet tambah darah 1 tablet/minggu
2. Promosi gizi seimbang & PHBS
3. Edukasi tentang sumber makanan zat besi
• Intervensi Spesifik dilakukan dengan cara :
1. Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah
2. Pembentukan konselor sebaya
3. Pengawasan konsumsi Fe dan penerapan PHBS
• Sedangkan Intervensi Spesifik dilakukan dengan cara :
1. Rematri anemia mendapatkan layanan kesehatan dengan fasilitas rujukan
2. Diberikan konseling gizi dan perbaikan pola makan
• Intervensi spesifik dilakukan dengan cara
1. Evaluasi kesehatan reproduksi di sekolah secara berkala
2. Pengembangan Pendidikan gizi remaja di lingkungan
• Dimana perlu pemantauan dan pengendalian secara terpadu antara dinas kesehatan< Puskesmas dan
Sekolah/UKS
PENCEGAHAN DAN INTERVENSI SPESIFIK

PEMANTAUAN & STRATEGI PELAKSANA


PENGENDALIAN

Pemanfaatan pekarangan Monev kegiatan:


• Disdik
Penyediaan air bersih pemanfatan
• Kemenag
pekarangan. Air
• Kimrum
Jamban sehat bersih, jamban
• PKK
Sehat
Rencana Aksi • Distan
Sertifikat
pendidikan kesehatan menjadi bagian Daerah Stunting • DKPP
pelatihan
PENCEGAHAN dari kurikulum di sekolah
kesprocatin
• Pemda
• PDAM
Penyusunan
Pelatihan kespro catin menjadi syarat • Dinsos
dari KUA sebelum menikah RAD stunting
• Toma
TERSIER satgas stunting • PU
Dukungan Toma untuk mendukung Pelaporan
kepesertaan KB kegiatan DINKES
Diseminasi
pengoptimalan penggunaan dana
INTERVENSI bansos untuk Gakin
Kegaitan

Memperbaiki akses ke faskes atau


sarana kesehatan lainnya

Bantuan jamban sehat


PENCEGAHAN DAN INTERVENSI SPESIFIK SECARA TERSIER
• Pencegahan dan intervensi spesifik secara tersier dilakukan dengan cara kerjasama lintas
sector melalui Kegiatan-Kegiatan :
1. Pencegahan yaitu dengan cara :
• Pemanfaatan pekkarangan
• Penyediaan air bersih
• Pengadaan jamban sehat
• Pendidikan kesehatan di sekolah
• Pelatihan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin
2. Secara intervensi perlu dilakukan :
• Dukungan tokoh masyarakat dalam mendukung program KB
• Pengoptimalan penggunaan dana Bansos untuk Gakin
• Memperbaiki akses layanan kesehatan
• Secara keseluruhan Kegiatan tersebut dapat diaut dalam suatu Rencana Aksi Daerah
penanggulangan Stunting
IMUNISASI

IMUNISASI

WAJIB PILIHAN

•IMUNISASI RUTIN IMUNISASI IMUNISASI


TAMBAHAN IMUNISASI
KHUSUS PILIHAN:
•1. Imunisasi
Dasar
• pada Bayi 1.1. Backlog MMR, Tifoid,
1. Meningitis
•2. Imunisasi Fighting Varicela,
2.2. Crash Program 2. Meningokokus
• Lanjutan pada: Hepatitis A,
•- Baduta 3.3. PIN 3. Yellow Fever Influenza,
•- WUS 4.4. Sub PIN 4. Anti Rabies Pneumokokus,
•- Anak Usia 5.5. MR (VAR) HPV, dll
• Sekolah 6.6. ORI
Imunisasi rutin pada bayi di mulai diberikan pada
1. Usia 0 hari setelah kelahiran dengan pemberian imunisasi Hb0 (hepatitis
B pada umur kelahiran 0-24 jam),
2. Usia 1 bulan diberikan imunisasi BCG & OPV 1 / tetes (oral polio
vaksin),
3. Usia 2 bulan DPT-HB-Hib 1 & OPV2,
4. Usia 3 bulan DPT-HB-Hib 2 & OPV3,
5. Usia 4 bulan DPT-HB-Hib 3, OPV4 dan IPV (injeksi polio vaksin) dan
usia 9 bulan vaksin MR.
Pemberian vaksin lanjutan yaitu
1. Booster DPT-HB-Hib di berikan pada usia 18-24 bulan.
2. Bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) di berikan pada SD kelas 1 2 kali
yaitu vaksin MR bulan Agustus dan vaksin DT pada bulan November,
kelas 2 dan kelas 5 diberikan vaksin Td.
MUTU IMUNISASI

Jumlah Lemari Es di Puskesmas 101 (berstandar WHO)

Jumlah Lemari Es di Kab. Bogor :


 4 bh TCW 3000
 2 bh TCW 2000
 2 bh Vessfros besar
 3 bh Vessfros 244 K
 2 bh Frezzer
Jumlah Vaccine Carrier : STANDAR
WHO
 Lama : 355
 Baru : 505
Untuk menjamin kualitas vaksin rutin di Kabupaten Bogor
1. Semua puskesmas sudah mendapatan lemari Es standar WHO.
2. Untuk gudang vaksin di Dinas Kesehatan juga sudah menggunakan
lemari Es standar WHO.
3. Untuk distribusi vaksin ke puskesmas maupun ke tempat pelayanan
sudah menggunakan Vaccine Carrier standar WHO.
4. Untuk tetap menjaga kualitas vaksin, setiap tahun secara bertahap
lemari es dipuskesmas yang sudah cukup lama di ganti dengan yang
baru.
5. Pengadaan lemari es dari APBN dan APBD Kabupaten
IMUNISASI
PENCAPAIAN UCI DESA
DI KABUPATEN BOGOR

100 Kampanye
MR tidak
94.2 95.2
92.4 masuk cak
95 92.3 93.1
program

90

85
Desa UCI
80
81.3 Target

Kecamatan mencapai target UCI


75
Kecamatan tidak mencapai target UCI
70
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Universal Child Immunization (UCI) adalah tercapainya imunisasi dasar
secara lengkap pada bayi (0-11 bulan). Tahun 2017 UCI desa tidak
mencapai target karena adanya program kampanye MR (sasaran MR 9
bulan - <15 tahun). Hal ini karena cakupan imunisasi MR tidak di
masukan ke dalam cakupan imunisasi rutin / program. Didalam juknis
MR memang disebutkan ampanye MR tidak boleh mengganggu
imunisasi rutin. Dengan adanya juknis tersebut sasaran imunisasi rutin
yang berusia 9 bulan sebagian tidak kembali ke posyandu untuk
imunisasi MR rutin karena merasa sudah diimunisasi MR pada waktu
kampanye MR. Capaian kampanye MR Kabupaten Bogor lebih dari 95%
dari pendataan. Dari peta diketahui baru 18 kecamatan yang mencapai
UCI sedangkan sisanya 22 kecamatan belum mencapa UCI.
Cakupan yang belum mencapai target akan menjadi faktor resiko di
kemudian hari.
SURVEILANS PD3I
(PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI)

SEBARAN PENYAKIT PD3I


TENJO PR.PANJANG
DI KABUPATEN BOGOR
GN. SINDUR

PARUNG
G. PUTRI CILEUNGSI
TAHUN 2015-2017
JONGGOL
KLAPANUNGGAL
CISEENG TAJUR BJ.
RUMPIN HALANG GEDE
CIGUDEG CARIU
KEMANG
JASINGA
RANCA CITEUREUP
BUNGUR

CIBUNGBULANG
LW.SADENG TANJUNGSARI
CIAMPEA BBK.MADANG
Dramaga SUKARAJA

LEUWILIANG CIOMAS
SUKAJAYA MG.MENDUNG

TM.SARI
NANGGUNG CISARUA
TENJO
CIGOMBONG
LAYA
CIAWI
PAMIJAHAN
CIJERUK

CARINGIN

DIFTERI CAMPAK PERTUSIS


Sebaran penyakit PD3I dalam 3 tahun terakhir (2015-2017)
terjadi peningkatan pada kasus difteri. Kasus difteri tahun
2015 dan 2016 sebanyak 1 kasus sedangkan tahun 2017
meningkat menjadi 24 kasus. Pada tahun 2017 dari 24 kasus
yang positif difteri berdasarkan pemeriksaan kultur hanya 3
kasus. Laporan peningkatan kasus lebih banyak karena adanya
pemberitaan media tentang difteri. Kasus baru yang cukup
menghawatirkan adalah munculnya kasus pertusis konfirm
pada awal tahun 2017 bahkan awal tahun 2018 juga
ditemukan 1 kasus. Tahun 2017 satu kasus KLB campak terjadi
di Kecamatan Sukajaya.
KERANGKA KONSEP PENCAPAIAN IMUNISASI

INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME IMPACT

• SDM (Jurim, Bidan, • Manajemen rantai Cakupan Imunisasi Titer Antibodi yang Eradikasi PD3I
Perawat) dingin (petugas Lengkap: protektif: (Tidak ada
• Biaya (BOK, DAK pencatat suhu,
• BCG • Difteri kasus PD3I)
Non Fisik, Kapitasi) tata kelola rantai • DPT, HB, HiB • Pertusis
• Vaksin dan Bahan dingin, kualitas (1,2,3) • Tetanus
Habis Pakai vaksin) • Campak • Hepatitis B
• Sarana Rantai • Pemberian
• Td • Influenza B
Dingin
• MR • Campak
imunisasi yg • Rubella
(Fridge, Vaccine benar
carrier, termos) GAP IMUNISASI GAP PROTEKSI
• Kendaraan utk
outearch/ PIS-
PK,Pusling
PERMASALAHAN

SOLUSI MASALAH
26
Kerangka konsep mencakup Kegiatan mulai dari input proses output
sampai impact. Termasuk input adalam SDM, sarana prasarana dan
anggaran. SDM ditingkatkan dengan peningkatan kemampuan melalui
workshop, pertemuan pada validasi data dan pelatihan. Validasi data
merupakan pembinaan dinas kesehatan melalui system OJT (on the job
trainning). Sarana prasarana mendukung terjaganya kualitas vaksin
melalui rantai dingin (cold chain). Proses pada majanemen dan tenkis
pelaksanaan imunisasi pada sasaran termasuk didalamnya sosialisasi
pada masyarakat. Output bias dilihat pada capaian program imunisasi
per antigen. Outcome diperoleh dengan meningkatnya titer antibody
pada masyarakat sehingga kekebalan imunitas (herd imunity) /
kekebalan kelompok terbentuk. Impact dapat dilihat dengan
menurunnya atau hilangnya kasus PD3I.
KEGIATAN PENANGGULANGAN IMUNISASI

RISIKO RISIKO RISIKO


TINGGI SEDANG RENDAH
1. Pelaksanaan Sweeping 1. Pelaksanaan Sweeping 1. Pelaksanaan Sweeping
2. Pelaksanaan Drop Out Follow Up (DOFU) 2. Pelaksanaan Drop Out Follow Up (DOFU) 2. Pelaksanaan Drop Out Follow Up (DOFU)
3. Pelatihan petugas 3. Pelaksanaan Sustainable Outreach Services (SOS) 3. Pelaksanaan skreening status T dengan
4. Peningkatan partisipasi masyarakat 4. Pelatihan petugas berintegrasi dengan kegiatan massal lainnya
melalui media KIE terintegrasi dengan 5. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui media (hari kartini, hari ibu, skreening IVA, dsb)
Promkes KIE (poster, leaflet, ILM, radio spot, dll) 4. Penyusunan komitmen daerah dalam bentuk
5. Pembentukan Forum Komunikasi 6. Pelaksanaan skreening status T dengan berintegrasi
peraturan kepala daerah / peraturan daerah
Masyarakt Peduli Imunisasi dengan kegiatan massal lainnya (hari kartini, hari
6. Pelaksnaan Advokasi kepada Pemerintah 5. Pelaksanaan EVM (Effective Vaccine
ibu, skreening IVA, dsb)
Daerah untuk dukungan pembiayaan 7. Advokasi kepada Pemerintah Daerah untuk Management
7. Pelaksanaan EVM (Effective Vaccine dukungan pembiayaan 6. Pelaskanaan supervisi supportif
Management) 8. Penyusunan komitmen daerah dalam bentuk 7. Melaksanakan ORI jika terjadi KLB
8. Pelaksanaan supervisi supportif peraturan kepala daerah / peraturan daerah
9. Pelaksanaan crash program 9. Pelaksanaan EVM (Effective Vaccine Management
10.Pelaksanaan ORI jika terjadi KLB 10. Pelaksanaan supervisi supportif
11.Pelaksanaan skirining melengkapi status 11. Pelaksanaan kegiatan Backlog Fighting (BLF)
imunisasi melalui skrining imunisasi pada 12. Pelaksanaan ORI jika terjadi KLB
penerimaan siswa baru 13. Pelaksanaan skrining untuk melengkapi status
(PAUD,TK,SD/sederajat, SMP/sederajat) imunisasi melalui skrining imunisasi pada
penerimaan siswa baru (PAUD,TK,SD/sederajat,
SMP/sederajat)
Penentuan penanggulangan masalah imunisasi dapat di ukur atau
dihitung dengan membandingkan cakupan imunisasi, akses terhadap
sarana pelayanan imunisasi, kepadatan penduduk, laporan surveilans
imunisasi / PD3I dan ada tidaknya kasus PD3I. Dari perhitungan
tersebut dapat disimpulkan beberapa daerah / wilayah puskesmas /
kecamatan yang masih berada pada status resiko tinggi. Pada daerah
dengan status resiko tinggi harus dilakukan Kegiatan penanggulangan
masalah imunisasi secara konfrehensif. Mulai pelaksanaan sweeping,
KIE pada masyarakat, imunisasi tambahan sampai skrining imunisasi
pada penerimaan siswa baru. Upaya yang sedang di kembangkan di
Kabupaten Bogor yaitu pembuatan aplikasi imunisasi dengan dilengkapi
langkap antisipasi kejadian PD3I (rumor respon) dan pembuatan
banner lembur kuring yang berfungsi sebagai control pelaksanaan
imunisasi oleh kader posyandu. Penerapan banner akan dimulai pada
tahun 2019.
KESIMPULAN
BAPPEDA
ORG. PENINGKATAN
DINKES MUTU LAYANAN
PROFESI
KESEHATAN

KECAMAT
DISDIK
AN
PERENCA PELAKSA ELIMINASI TBC
NAAN NAAN

DISNAKAN DINSOS
Stunt PENURUNAN
PEMANTAUAN & ing STUNTING
EVALUASI
DKP DP3AP2KB

PENCAPAIAN
DISDUK IMUNISASI
PUPR
CAPIL

You might also like