You are on page 1of 37

LBM 1 KGD

SGD 8
ANANDA NURAMALLIAH
30101306867
1. Bagaimana interpretasi GCS E2M3V2 dan cara
pemeriksaan GCS dan nilai normalnya?
Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata (E)
• (4) : spontan
• (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
• (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
• kuku jari)
• : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
• (5) : orientasi baik
• (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
• disorientasi tempat dan waktu.
• (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
• tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
• (2) : suara tanpa arti (mengerang)
• (1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
• (6) : mengikuti perintah
• (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi
• rangsang nyeri)
• (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh
menjauhi
• stimulus saat diberi rangsang nyeri)
• (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada &
• kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
• (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh,
• dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
• (1) : tidak ada respon
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
Compos Mentis (GCS: 15-14)
Apatis (GCS: 13-12)
Somnolen(11-10)
Delirium (GCS: 9-7)
Sporo coma (GCS: 6-4)
Coma (GCS: 3)

• Ingat:
• trauma kepala berat jika GCS ≤ 8
• trauma kepala sedang jika GCS antara 9 dan 12
• trauma kepala ringan jika GCS ≥ 13
• Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
• Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
• Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
• Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
• Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
• Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong.
Adanya sumbatan jalan nafas yang menyebabkan kesulitan bernafas dan
pasien akan berusaha untuk bernafas sehingga ada kelelahan dari otot
pernafasan yang akan menyebabkan penumpukan sisa pembakaran O2 (
Co2 ). CO2 yang tinggi akan mempengaruhi ssp yang nantinya akan
menekan pusat nafas sehingga hentu nafas. Bisa juga karena terhentinya
aliran darah ke otak dari jantung yang menagalami dekompensasi
oksigen akibat gagal nafas dan menyebabkan iskemik pada otak
sehingga ada penurunan kesadaran.
2. Mengapa pasien tampak sianosis?
Sianosis adalah suatu keadaan di mana kulit dan membran mukosa berwarna kebiruan
akibat penumpukan deoksihemoglobin pada pembuluh darah kecil pada area tersebut.
Sianosis biasanya paling terlihat pada bibir, kuku, dan telinga. Derajat sianosis ditentukan
dari warna dan ketebalan kulit yang terlibat. Sebenarnya, penilaian akurat dari derajat
sianosis ini sulit ditentukan, karena tingkat penurunan saturasi oksigen yang dapat
berakibat sianosis berbeda pada tiap ras. Selain itu, pemeriksaan sianosis pada membran
mukosa, seperti mulut dan konjungtiva, lebih bermakna daripada pemeriksaan pada kulit.
Makin tinggi kandungan total Hb, makin besar tendensi terjadinya sianosis. Dengan
demikian, pasien dengan polisitemia yang jelas cenderung untuk menjadi sianosis pada
tingkat SaO2 yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan nilai hematokrit normal.
Pada fraktur impresi (juga disebut fraktur depresi), bagian yang patah menonjol ke dalam
rongga tengkorak. Fraktur depresi melibatkan pergeseran tulang tengkorak atau
fragmennya ke bagian lebih dalam dan memerlukan tindakan bedah saraf segera terutama
bila bersifat terbuka dimana fraktur depresi yang terjadi melebihi ketebalan tulang
tengkorak. Fraktur basis cranii merupakan fraktur yang terjadi pada dasar tulang tengkorak
yang bisa melibatkan banyak struktur neurovaskuler pada basis cranii, tenaga benturan
yang besar, dan dapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung dan
telinga dan menjadi indikasi untuk evaluasi segera di bidang bedah saraf.

Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H,
Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik
Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.740-59.
3. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur impresi
os.frontal?
4. Mengapa pasien mengeluarkan banyak darah dari
rongga mulut?
Pada fraktur impresi (juga disebut fraktur depresi), bagian yang patah
menonjol ke dalam rongga tengkorak. Fraktur depresi melibatkan
pergeseran tulang tengkorak atau fragmennya ke bagian lebih dalam dan
memerlukan tindakan bedah saraf segera terutama bila bersifat terbuka
dimana fraktur depresi yang terjadi melebihi ketebalan tulang
tengkorak. Fraktur basis cranii merupakan fraktur yang terjadi pada
dasar tulang tengkorak yang bisa melibatkan banyak struktur
neurovaskuler pada basis cranii, tenaga benturan yang besar, dan dapat
menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung dan
telinga dan menjadi indikasi untuk evaluasi segera di bidang bedah
saraf.
Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto
L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk,
penerjemah. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6. Jakarta: EGC: 2006.740-59.
5. Mengapa penderita mengeluarkan suara snoring
dan gurgling?
• Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka
lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka
mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang
digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas,
telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda
yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan
benda tersebut.
• Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-
finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya,
menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu”
rongga mulut dari cairan-cairan).
• Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap
lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja
• Suara mengorok
Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas
atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau
palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas
menstabilkan jalan nafas di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan
palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.
Journal of The Royal Society of Medicine 2003; 96: 343 – 4. Can Med
Assoc J 2007; 176(9): 1299-303.

• Suara berkumur
Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti
di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari
yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-
cairan).
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support.
6. Apa maksud dari interpetasi SpO2 90%, RR
32x/menit?
Nilai Pulse Oxymetri
• 95-100% (dalam batas normal
• 90-<95% (hipoksia ringan sampai sedang)
• 85-<90% (hipoksia sedang sampai berat)
• <85% (hipoksia yang mengancam jiwa)
NILAI RR
• RR 32x menit menunjukkan adanya peningkatan RR.
• Obstruksi jalan nafas Berkurangnya oksigen di dalam darah (hipoksemia)  Hipoksia ( di
jaringan otot – otot pernafasan,otak,jantung,dll)  tubuh mengkompensasi dengan dua cara
yaitu,meningkatkan Frekuensi napas menjadi lebih cepat daripada keadaan normal yang
tujuannya untuk mempertahankan perfusi oksigen dan meningkatkan frekuensi nadi untuk
mempertahankan suplai darah ke jaringan yang membawa O2 jika keadaan ini berlangsung
lama ( tidak di tangani dengan cepat) selama 3 – 4 menit  menyebabkan kelelahan pada
otot-otot pernapasan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa
gas CO2 darah dan jaringan  Gas CO2 yang tinggi  akan mempengaruhi susunan saraf
pusat ( medulla oblongata ), dengan menekan pusat napas  henti napas (respiratory
arrest).
Rab,T., Agenda gawat darurat, jilid 2
7. Bagaimana cara melakukan primary survey? Dan
secondary survey?
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan,
tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah
terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital harus dinilai secara cepat
dan efisien.
Proses Primary survey ini merupakan ABC nya trauma , dan berusaha untuk
mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan
berpatokan pada urutan berikut :
• A airway (jalan nafas) : mengontrol jalan nafas
• B breathing (bantuan nafas) : menjaga pernafasan dengan ventilasi
• C circulation (bantuan sirkulasi) : dengan kontrol perdarahan
• D defbrilation (terapi listrik) : status neurologis
• E exposure / environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah
hipotermia

• Sumber : Advanced Trauma Life Support


Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil Bila sewaktu survei
sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
• mengulangi PRIMARY SURVEY.
• Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik.
• Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan
• perhatian utama :
• Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
Pemeriksaan neurologis
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
8. Apa saja penyebab sumbatan jalan nafas?
• Penyebab sumbatan yg sering kita jumpai adalah dasar lidah, palatum
mole, darah atau benda asing yg lain. Dasar lidah sering menyumbat
jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot
lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah
dari dinding belakang faring. hal ini sering terjadi bila kepala
penderita dalam posisi fleksi.
• Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak
dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yg tidak sadar dapat
menyumbat jalan nafas. Penderita yg mendapat anestesi atau tidak,
dapat terjadi laringospasme an ini biasanya terjadi oleh karena
rangsangan jalan nafas atas pada penderita stupor atau koma yg
dangkal.
• Sumbatan nafas juga dapat trjdi pada jalan nafas bagian bawah, dan
ini terjadi sebagai akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi
mukosa, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru.
Trauma
• Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus
percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan sekitar,
misalnya aritenoid, pita suara dll.
Benda Asing
Benda Asing tersebut dapat tersangkut pada :
• Laring
• Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai
berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis,
pernafasan dgn otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis. Gangguan
oleh benda-benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak yg disebabkan oleh
berbagai biji-bijian dan tulang ikan tg tdk teratur bentuknya.

• Saluran nafas
• Berdasarkan lokasi benda-benda yg tersangkut dalam saluran nafas maka dibagi atas
:
• Pada Trakhea
• Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam bronkhus, karena
dapat menimbulkan asfiksia. Benda asing didalam trakea tidak dapat dikeluarkan,
karena tersangkut di dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan
menimbulkan gejala obstruksi laring
• Pada Bronkhus
• Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar
dan formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar
• (Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)
9. Bagaimana cara melakukan triple airway manuver?
Head tilt
• Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada
pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi
semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala
diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit
mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong
/ menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi
bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007).
Chin lift
• Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara hati – hati
diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan
ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat.
• Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada
korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang
leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera
spinal.
Jaw thrust
• Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada
mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada
angulus mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada
pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada
mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati
molar pada maxila (Arifin, 2012).
10. Bagaimana cara pemasangan oropharyngeal airway?
Indikasi dan kontraindikasi?
Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran
pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara
menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai
ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke
dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar
pipa ke arah 180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan
jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong
pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari
pipa berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa
orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar).
Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah
pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)
 Indikasi :
1. Nafas spontan
2. Tidak ada refleks muntah
3. Pasien tidak sadar, tidak mampu manuver manual

 Kontra Indikasi :
1. Pasien sadar atau setengah sadar
2. Pasien dengan refleks batuk dan muntah yg masih ada

 Komplikasi :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Laringospasme ( tergantung dari ukuran OPA )
3. Muntah
4. Aspirasi spontan

ATLS Ed. VII


11. Mengapa setelah dokter memasang non-rebreathing mask
kondisi pasien masih menurun dan bagaimana cara pemasangan
non-rebreathing mask?
12. Sebutkan macam-macam suplementasi
oksigen?
NILAI OKSIMETRI ARTI KLINIS PILIHAN ALAT SUPLEMENTASI O2
DENYUT

95%-100% Dalam batas normal O2 4L/m kanul nasal

90%-<95% Hipoksia ringan-sedang Sungkup muka sederhana

85%-<90% Hipoksia sedang-berat • Sungkup muka dengan reservoir O2

• Ventilasi dibantu

<85% Hipoksia berat yang mengancam Ventilasi dibantu


nyawa
Macam Bentuk Masker :

a.Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan


kecepatan aliran 5-8 liter/menit.

b. Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan


kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang baik, saat
inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui
lubang antara sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang
masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face
mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
• Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. (Asmadi, 2009:33)

c. Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100%


dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada
saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya
mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat
ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
• Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)
 Rebreathing Mask :

 Non- Rebreathig Mask :


• Indikasi OPA:
a. Napas spontan
b. Tidak ada reflek muntah
c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual
• Komplikasi :
a. Obstruksi jalan napas
b. Laringospasme ~ ukuran OPA
c. Muntah
d. Aspirasi

• Indikasi NPA :
a. Sadar/tdk sadar,
b. Napas spontan,
c. Ada refleks muntah,
d. Kesulitan dg OPA.
• Kontraindikasi NPA :
a. Fraktur wajah
b. Fraktur tulang dasar tengkorak.

Penanganan penderita gawat darurat, FK-UNDIP.


13. Mengapa saturasi oksigen menurun dari 90%
menjadi 87%?
14. Bagaimana cara pemasangan definitive airway dan indikasi serta
kontraindikasinya? Dan non-definitive!
DEFINITIVE
• SURGICAL: Krikotiroidotomy dan Trakeostomy
• NON SURGICAL : Oral Intubation dan Nasal Intubation
NON DEFINITIVE
• OROPHARYNGEAL AIRWAY
• NASOPHARNGEAL AIRWAY
• ET
Persiapan Intubasi Endotrakeal
1. Alat:
A. Laryngoscope
Terdiri dari : Blade (bilah) dan Handle (gagang).
Pilih ukuran blade yg sesuai.
Dewasa : no 3 atau 4
Anak : no 2
Bayi : no 1
Pasang blade dengan handle
Cek lampu harus menyala terang.
Langkah – langkah Intubasi Endotrakeal
Ventilasi tekanan positif dan Oksigenasi
• Harus dilakukan sebelum intubasi.
• Dada harus mengembang selama ventilasi diberikan.
• Oksigenasi dengan oksigen 100% (10 L/menit).
• Bila intubasi gagal (waktu >30 detik), lakukan ventilasi dan
• oksigenasi ulang, bahaya hipoksia !!!
• Buka mulut dengan tangan kanan, gerakan jari menyilang (ibu jari menekan
mandibula, jari telunjuk menekan maksila)
• Pegang laringoskop dg tangan kiri, masukkan melalui sisi sebelah kanan
mulut, singkirkan lidah ke samping kiri
• Cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah laringoskop di valekula (pertemuan
epiglotis dan pangkal lidah)
• Angkat epiglotis dg elevasi laringoskop ke atas (jangan menggunakan gigi
seri atas sbg tumpuan !!!) untuk melihat plika vokalis
• Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten utk lakukan BURP manuver (Back,
Up, Right Pressure) pada kartilago krikoid sampai terlihat plika vokalis
• Masukkan ETT, bimbing ujungnya masuk trakea sampai cuff
ETT melewati plika vokalis
• Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada
kebocoran udara)
• Pasang OPA
• Sambungkan konektor ETT dg ambu bag. Beri ventilasi buatan.
Cek suara paru kanan = kiri, Awas intubasi endobronkial !!
• Fiksasi ETT dengan plester
KEBUTUHAN UNTUK PERLINDUNGAN AIRWAY KEBUTUHAN UNTUK VENTILASI

Tidak sadar Apneu


• Paralisis neuromuskular
• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas tidak adekuat


• Takipneu
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis

Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan


• Perdarahan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan keadaan
• Muntah-muntah neurologis

Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera larynx dan trachea
• Stridor
15. Jika tidak dilakukan tindakan lanjut, kerusakan organ apa
sajakah dan bagaimana mekanismenya?

You might also like