You are on page 1of 93

PROSEDUR PEMERIKSAAN PADA

LUMBAL

OLEH
SUDARYANTO, S.ST.Ft
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF (RIWAYAT PASIEN)

• Dalam pemeriksaan ini, ada beberapa pertanyaan


untuk memperoleh informasi yaitu :
– Berapa usia pasien ?
• Diskus problem biasanya terjadi pada usia antara 15 dan 40
tahun,
• Ankylosing spondylitis terjadi pada usia antara 18 dan 45 tahun,
• Spondylosis umumnya terjadi pada usia 45 tahun keatas,
• Malignancy spine paling sering terjadi pada usia 50 tahun keatas.
– Apa aktivitas/pekerjaan pasien ?
• Nyeri pinggang lebih prevalen dgn pekerjaan berat sebagai
contoh pengemudi truk, pekerja gudang yang memiliki insiden
tinggi terkena injury pada pinggang,
• Berapa lama aktif bekerja  full time, setiap hari, tugas ringan dll
– Apa jenis kelaminnya ?
• Nyeri pinggang memiliki insiden yang tinggi pada wanita.
• Biasanya berkaitan dgn perubahan yg terjadi saat menstruasi spt
perubahan pola nyeri, mens yg tidak teratur, pembengkakan
abdomen atau payudara.
• Ankylosing spondylitis lebih banyak terjadi pada laki-laki.
– Bagaimana mekanisme injurynya ?
• Pada umumnya aktivitas mengangkat dapat menyebabkan nyeri
pinggang  sbg contoh, laki2 dgn BB = 77 kg mengangkat
beban dgn berat 91 kg dan jarak beban ke diskus intervertebralis
sekitar 36 cm (14 inchi) shg menghasilkan gaya sebesar 940 kg
(gaya tersebut sekitar 10 kali dari berat beban).
• Aktivitas membungkuk yang berulang-ulang dalam pekerjaan
juga dapat menimbulkan nyeri pinggang.
– Berapa lama problem tersebut dialami ?
• Akut back pain terjadi selama 3 – 4 minggu.
• Subakut back pain terjadi selama 12 minggu.
• Kronik back pain terjadi lebih lama yaitu diatas 3 bulan. Prediksi
kronik selama 6 – 8 minggu (yellow flags) adalah :
– Nyeri akar saraf atau patologi spinal spesifik.
– Keparahan nyeri pada fase akut.
– Nyeri yang berkaitan dengan aktivitas pekerjaan.
– Psikologi distress
– Aspek psikososial dari kerja.
– Dimana lokasi nyeri dan sifat nyeri ?
• Unilateral pain yang tidak menyebar ke tungkai diduga
disebabkan oleh otot (strain) atau ligamen (sprain), facet joint,
atau beberapa kasus SIJ  biasa dikenal mekanikal LBP atau
lumbago  gejala2nya cenderung bersifat sentralisasi.
• Unilateral pain yang menjalar ke tungkai  diduga berasal dari
tekanan pada akar saraf
• Jika otot dan ligamen yang terlibat maka biasanya terjadi
keterbatasan gerak dan nyeri akan meningkat dgn gerakan
berulang.
• Problem pada SIJ akan menunjukkan nyeri jika tes provokasi
(stress test) digunakan.
• Pada injury diskus yang minor (protrusi) dapat menunjukkan
gejala yg sama tetapi nyeri lebih bersifat bilateral jika protrusi
central.
– Apakah terjadi radiasi nyeri ? Apakah nyeri bersifat
sentralisasi atau periferalisasi ?
• Centralisasi menunjukkan nyeri yang bergerak kearah sentral
atau lumbal spine. Periferalisasi menunjukkan nyeri yang bersifat
referred pain atau nyeri yang bergerak kearah tungkai 
biasanya berhubungan dgn dermatome.
• Beberapa peneliti menjelaskan bahwa diagnosis klinis yang
berkaitan dgn diskus problem adalah nyeri neurologis yg
menyebar sampai bawah knee, dimana biasanya nyeri pada
tungkai lebih dominan.
• Nyeri pada bagian anterolateral tungkai sangat merujuk pada
disc problem L4, sdgkan nyeri yang beradiasi ke bagian posterior
kaki merujuk pada disc problem L5.
• nyeri yang beradiasi ke tungkai dibawah knee sangat merujuk
pada lesi diskus tetapi nyeri yang terisolir pada
punggung/pinggang atau bokong bukan merujuk pada diskus
problem.
• Nyeri pada lumbal dan SIJ cenderung referred ke bokong dan
posterior tungkai (kadang2 sampai ke bagian lateral tungkai).
Nyeri hip cenderung pada lipat paha dan ventral paha meskipun
biasanya referred ke knee (biasanya sisi medial).
– Apakah nyeri bersifat deep/dalam ? Superfisial ?
Shooting ? Rasa terbakar ?
• Berkaitan dengan kedalaman dan tipe nyeri yang seringkali
membantu melokalisir struktur yang injury dan sumber nyeri.
– Apakah nyerinya mengalami perbaikan sendiri ?
Memburuk ? Nyerinya masih sama ?
• Jika mengalami perbaikan sendiri menunjukkan adanya fase
penyembuhan.
• Apakah pasien mengeluh nyeri yang lebih hebat daripada nyeri
akibat injury  berkaitan dgn psikososial.
– Apakah nyeri meningkat saat batuk ? Bersin ? Bernapas
dalam ? Ketawa ? ; hal ini berkaitan dengan peningkatan
tekanan intratekal (tekanan didalam pembungkus spinal cord)
dan menunjukkan indikasi problem pada lumbal dan
melibatkan jaringan neurologis
– Apakah postur atau aksi2 khusus dapat meningkatkan
atau menurunkan nyeri atau menyebabkan kesulitan
bergerak/beraktivitas ? :
• Jika duduk meningkatkan nyeri dan gejala2 maka diduga bahwa
fleksi yang terus menerus menyebabkan deformasi mekanikal
pada spine atau meningkatkan tekanan intradiskal  secara
klasik, patologi diskus dapat menyebabkan peningkatan nyeri
saat duduk, mengangkat, twisting, dan membungkuk.
• Lesi yang paling banyak terjadi pada lumbal akibat pekerjaan
dan paling banyak yang menyebabkan radiasi nyeri sampai
below knee.
• Jika berdiri meningkatkan nyeri dan gejala maka diduga bahwa
ekstensi menjadi penyebab khususnya saat berdiri relaks.
• Jika berjalan meningkatkan nyeri dan gejala2 maka kemungkinan
ekstensi menjadi penyebab deformasi mekanikal karena berjalan
banyak menekankan pada ekstensi.
• Jika posisi tidur terutama prone lying dpt meningkatkan nyeri dan
gejala2 maka ekstensi dapat menjadi penyebab.
• Jika nyeri yang terus menerus atau progresif terjadi saat posisi
tidur terlentang maka dugaan terjadi lesi neurogenik atau lesi
akibat pekerjaan seperti infeksi, pembengkakan atau tumor.
• Perlu juga diingat bahwa patologi pada area lain dapat
menimbulkan nyeri yang beradiasi ke lumbal seperti tumor
pankreas dapat menyebabkan referred pain ke daerah lumbal.
• Stiffness dan/atau nyeri setelah istirahat dapat menunjukkan
adanya ankylosing spondylitis atau Scheuermann’s disease.
• Nyeri akibat faktor mekanikal cenderung meningkat saat aktivitas
dan menurun saat istirahat. Discogenic pain akan meningkat jika
pasien mempertahankan postur fleksi dalam waktu yg lama.
• Dalam posisi berdiri, sudut lumbosacral normal adalah 140o,
kurva lordosis lumbal normal adalah 50o, sudut sacral normal
adalah 30o, dan sudut pelvic normal adalah 30o.
• Dalam posisi tersebut pelvis dikatakan dalam posisi netral dan
merupakan kunci dari postur punggung yang benar  tipe
sepatu yang digunakan dapat mempengaruhi postur, dimana
sepatu bertumit tinggi dapat memodifikasi sudut pelvic dan kurva
lumbal sehingga mengubah stress pada spine.
– Apakah nyeri memburuk pada pagi hari atau malam
hari? Apakah nyeri membaik atau memburuk secara
progresif pada siang hari ?
• OA pada facet joint dapat menyebabkan morning stiffness dan
menurun saat beraktivitas
– Gerakan mana yang menimbulkan sakit atau stiff ?
• Otot postural atau statik (spt iliopsoas) cenderung merespon
patologi dalam bentuk tightness, spasme atau pemendekan.
• Otot dynamik atau phasic (spt abdominal) cenderung merespon
patologi dalam bentuk atropi  patologi yang melibatkan kedua
tipe otot tersebut dapat menyebabkan “pelvic crossed syndrome”
– Apakah pasien mengalami painful arc pada gerakan
fleksi atau lateral fleksi ?
• Hal ini menunjukkan disc. Protrusi atau adanya lumbal
instabilitas. Pasien dgn lumbal instabilitas atau spasme otot
lumbal mengalami hambatan gerak saat duduk
• Pasien dgn discogenik pain biasanya mengalami nyeri saat fleksi
(spt duduk) dan nyeri akan meningkat jika duduk lebih lama.
– Apakah mengalami paresthesia (rasa kesemutan) atau
anesthesia ?
• Berkurangnya sensasi, paresthesia dapat dialami jika terjadi
tekanan pada akar saraf atau nerve trunk.
• Jarang diskus menjepit akar saraf pada level yg sama, sebagai
contoh : akar saraf L5 lebih banyak terkompresi oleh diskus
intervertebralis L4 daripada L5, kecuali terjadi protrusi yang lebih
banyak kearah lateral.
– Apakah mengalami kelemahan otot ?
• Hal ini berkaitan dgn injury pd otot itu sendiri, suplai saraf itu
sendiri, atau refleks inhibisi yang disebabkan oleh nyeri
– Bagaimana posisi tidur pasien ? Adakah problem saat
tidur ? Bagaimana alas tempat tidur yang digunakan
(keras atau lunak) ?
– Apakah pasien mengalami kesulitan saat kencing ?
• Hal ini berkaitan dengan kondisi yang tidak hanya melibatkan
lumbal spine seperti myelopathy, cauda equina syndrome, tabes
dorsalis, tumor, multiple sclerosis.
• Gejala2 tersebut diakibatkan oleh protrusi diskus atau stenosis
spinal dgn keluhan minimal atau tidak ada nyeri pinggang atau
sciatica.
• Suatu kerusakan pada diskus dapat menyebabkan retensi total
urinary, pada kasus kronik terjadi longstanding partial retention,
iritabilitas vesicular, atau hilangnya keinginan untuk BAK.
– Apakah pasien sudah pernah berobat medis ?
• Sebagai contoh, pemberian terapi steroid dalam waktu yg lama
dapat menyebabkan osteoporosis.
Differential Diagnosis Pada Mechanical LBP
Muscle HNP Osteo- Stenosis spondylolis scoliosis
Strain arthritis spinal thesis
Usia 20 – 40 30 – 50 > 50 > 60 20 30

Lokasi pola Back Back, leg Back Leg (bilateral) Back Back
nyeri (unilateral) (unilateral) (unilateral)
Serangan Akut Akut Insidious Insidious Insidious Insidious

Standing      

Sitting      

Bending      

SLR - + - + (stress) - -

X-Ray - - + + + +
Observasi/Inspeksi

• Tipe tubuh  ada 3 tipe tubuh yaitu :


– Ectomorphic ; bentuk tubuh yang kurus dgn ciri khas
nampak penonjolan struktur relatif, yang berkembang
dari embryonic ectoderm.
– Mesomorphic ; bentuk tubuh yang berotot atau kekar dgn
ciri khas nampak penonjolan struktur relatif, yang
berkembang dari embryonic mesoderm.
– Endomorphic ; bentuk tubuh yang gemuk (berlemak) dgn
ciri khas nampak penonjolan struktur relatif yang
berkembang dari embryonic endoderm.
Tipe Tubuh
• Gait :
– Perhatikan gait ketika pasien berjalan masuk kedalam
ruang pemeriksaan.
– Terapis harus menemukan apakah problemnya terjadi
pada tungkai atau lumbal, atau apakah perubahan gait
yang menyebabkan penurunan nyeri.
• Posture :
– Pada akut back pain, pasien mengalami derajat antalgik
postur akibat nyeri hebat  biasanya hilang lordosis
lumbal dan/atau skoliosis  postur ini involunter dan
seringkali tidak dapat dikurangi karena spasme otot.
– Diobservasi dari anterior – posterior dan lateral.
– Beberapa orang yg mengalami back pain tidak mampu
mempertahankan posisi netral pelvis.
– Dari arah anterior – posterior diperhatikan :
• Kepala harus tegak lurus dengan kedua shoulder
• Hidung harus segaris dgn manibrium, sternum, dan xiphisternum
atau umbilicus
• Kedua shoulder dan clavicula harus selevel dan sama (apakah
ada sisi yg dominan lebih rendah)
• Level pinggang harus sama (apakah terjadi lateral shift atau
tidak), SIAS harus selevel
• Kedua patella harus selevel, fossa poplitea harus selevel
• Malleolus medial harus selevel begitu pula malleolus lateral
• Adanya protrusi atau depresi pada sternum, costa, atau
costocartilago.
• Kontour jaringan lunak harus sama pada kedua sisi.
• Perhatikan adanya kurva lateral spinal (skoliosis)  jika kurva
skoliosis akibat herniasi diskus maka biasanya terjadi pada sisi
konveks kurva.
• Kedua SIPS harus selevel  apakah SIPS lebih tinggi atau lebih
rendah daripada SIAS.
• Lipatan gluteal harus selevel
• Tendon achilles dengan tumit nampak segaris atau tidak.
• Ada tidaknya pelvic crossed syndrome  adanya muscle
imbalance yaitu kombinasi kelemahan otot dan pemendekan otot
yg dapat menyebabkan LBP
– Jika terjadi perubahan kearah lateral (skoliosis) maka
lebih banyak disebabkan oleh disfungsi mekanikal dan
spasme otot.
– Panjang tungkai yang tidak sama juga dapat menyebab-
kan perubahan spine kearah lateral.
– Perubahan mekanik atau disfungsi sendi dapat menye-
babkan perubahan spine kearah lateral.
Skoliosis
– Dari arah lateral, diperhatikan :
• Pastikan bahwa kepala segaris dgn daun telinga dan ujung
shoulder (acromion).
• Setiap segmen spine harus dalam kurva normal  apakah
kurvanya berlebihan atau berkurang ? Lordosis atau kiphosis ?
• Apakah drop shoulder ke depan ?
• Apakah pelvis dalam posisi netral ? SIAS sedikit lebih rendah
daripada SIPS.
• Apakah ke-2 knee lurus, terjadi fleksi, atau recurvatum
(hiperekstensi)
– Adanya “jenggot” atau beberapa helai “rambut” pada
daerah punggung menunjukkan adanya spina bifida
occulta atau diastematomyelia.
– Adanya noda pada daerah punggung menunjukkan
neurofibromatosis atau penyakit collagen
– Adanya tanda dikulit yang tidak wajar atau ada lesi kulit
pada midline dapat diduga kemungkinan adanya anomali
neural dan mesodermal.
– Adanya step deformitas pada lumbal spine menunjukkan
adanya spondylolisthesis  “step” terjadi karena proc.
spinosus dari 1 vertebra menjadi menonjol dari vertebra
diatasnya (spt spondylitic spondylolisthesis) atau
vertebra yang terlibat mengalami slip ke depan diatas
vertebra bawahnya (spt spondylolytic spondylolisthesis).
Quick Test
• Lumbopelvic rhythm  perhatikan adanya nyeri/ painful
arc, irama gerakan lumbal-pelvic-hip :
– Fleksi – extensi trunk
– Lateral fleksi trunk
– Fleksi hip
• Squat and bouncing (bila diperlukan)  sebaiknya tidak
dilakukan jika terdapat patologi pada knee atau ankle
• Sacroiliaca test : observasi gerakan ini dengan meletakkan
1 ibu jari pada SIPS dan 1 ibu jari pada proc.spinosus S2
kemudian pasien diminta fleksi hip + fleksi knee maka SIPS
akan drop ke bawah  jika hipomobile maka SIPS akan
bergerak keatas.
Gerakan normal dan abnormal SIJ
• Trendelenburg test : mendeteksi kelemahan pada
abduktor hip
• Hip joint ; gerak pasif lateral – medial rotasi dan
ekstensi dalam posisi tengkurap.
Pemeriksaan Fungsi Dasar

• Gerak aktif  pasien berdiri, perhatikan nyeri gerak


aktif, luas gerak aktif, painful arc, irama gerakan :
– Fleksi trunk (ROM lumbal 40o – 60o)
– Extensi trunk (ROM lumbal 20o – 35o)
– Lateral fleksi trunk (ROM lumbal 15o – 20o)
– Rotasi trunk (ROM lumbal 3o – 18o)
– Pada pasien nyeri pinggang, sebagian besar terjadi
gerakan pada hip disertai dgn fleksi knee, dan kadang2
tangan menopang pada hip :
• Untuk melihat luasnya gerak fleksi maka dapat digunakan pita
meteran untuk menentukan peningkatan space dari proc.
spinosus selama gerak fleksi, secara normal pengukuran akan
meningkat 7 – 8 cm (2,8 – 3,1 inchi) jika diukur dari proc.
spinosus Th12 sampai S1.
– Gerakan ekstensi dapat dilakukan dalam posisi prone
lying kemudian mengambil posisi “sphinx position”,
pasien melakukan hiperextensi lumbal dgn menumpuh
pada ke-2 elbow dan ke-2 tangan menopang dagu, per-
tahankan posisi selama 10 – 20 detik.
Aktif Ekstensi dan Lateral Fleksi
– Jika gerak lateral fleksi kearah nyeri akan meningkatkan
gejala maka :
• Lesi yang terjadi ada 2 kemungkinan yaitu lesi intraartikular dan
protrusi diskus posterolateral,
• Jika gerak lateral fleksi kearah menjauhi sisi nyeri mengubah
gejala yg timbul maka lesi terjadi pada intraartikular
– Jika terapis menemukan keterbatasan gerak yg sama
pada lateral fleksi dan rotasi serta sedikit terbatas pada
ekstensi maka diduga terjadi capsular pattern.
– Gabungan 2 gerakan dapat meningkatkan sensitivitas
tes :
• Lateral fleksi dalam posisi fleksi ; Jika muncul radikular pain pada
sisi yang sama maka menunjukkan protrusi/herniasi diskus
posterolateral, sedangkan radikular pain pada sisi kontralateral
menunjukkan protrusi/herniasi diskus posteromedial.
• Lateral fleksi dalam posisi ekstensi  jika muncul nyeri pada sisi
yang sama maka kemungkinan lesi facet tetapi paling besar
menimbulkan gejala facet jika rotasi dalam posisi ekstensi.
• Rotasi dalam posisi fleksi  jika muncul nyeri pada sisi
kontralateral maka menunjukkan protrusi/herniasi diskus postero-
lateral
• Rotasi dalam posisi extensi  jika muncul nyeri pada sisi yg
sama maka menunjukkan gangguan pada facet joint.
• Gerak Pasif  pada lumbal, gerak pasif sangat sulit
dilakukan karena berat tubuh. Hal ini dapat dilakukan
saat gerak aktif dimana pada akhir gerak diberikan
overpressure, dapat juga dilakukan dalam posisi duduk
 perhatikan nyeri gerak pasif, luas gerak pasif, end-
feel, krepitasi :
– Fleksi lumbal (elastis endfeel)
Lateral fleksi+fleksi dan Lateral fleksi+ekstensi
Rotasi + fleksi Rotasi + ekstensi
Hubungan lateral fleksi dengan gangguan diskus
– Ekstensi lumbal (elastis endfeel)
– Lateral fleksi lumbal (elastis endfeel)
– Rotasi lumbal (elastis endfeel)
• Gerak isometrik melawan tahanan  pasien dalam
posisi duduk  perhatikan nyeri pada muskulo-
tendinogen, kuat/lemahnya kontraksi :
– Fleksi lumbal – ekstensi lumbal
– Lateral fleksi kiri – kanan
– Rotasi kiri – kanan
• Isometrik abdominal test ; tes ini memiliki grade 1 – 5
yaitu :
– Grade 5 (normal) ; ke-2 tangan dibelakang leher, scapula terangkat
dari bed (dipertahankan 20 – 30 detik)
– Grade 4 (good) ; ke-2 lengan menyilang didepan dada
sampai scapula terangkat dari bed (dipertahankan 15 –
20 detik)
– Grade 3 (fair) ; ke-2 lengan lurus disamping sampai sca-
pula terangkat dari bed (dipertahankan 10 – 15 detik).
– Grade 2 (poor) ; ke-2 tangan dibelakang kepala, puncak
scapula terangkat dari bed (dipertahankan 1 – 10 detik).
– Grade 1 (trace) ; ke-2 lengan lurus disamping, tetapi
hanya kepala yang mampu terangkat dari bed.
Dynamik abdominal endurance

Grade 5 isometrik abdominal


Grade 4 isometrik abdominal

Grade 3 isometrik abdominal


Grade 2 isometrik abdominal

Grade 1 isometrik abdominal


• Isometric extensor test ; pasien prone lying, pasien
diminta untuk mengekstensikan spine, memiliki grade 1
– 5 yaitu :
– Grade 5 (normal) : ke-2 tangan dibelakang kepala,
ekstensi lumbal, mengangkat kepala, dada, dan costa
dari bed (dipertahankan 20 – 30 detik).
– Grade 4 (good) : ke-2 lengan disamping tubuh, ekstensi
lumbal, mengangkat kepala, dada, dan costa dari bed
(dipertahankan 15 – 20 detik).
– Grade 3 (fair) : ke-2 lengan disamping tubuh, ekstensi
lumbal, mengangkat sternum dari bed (dipertahankan 10
– 15 detik).
Dynamik Ekstensor Endurance Test
Grade 5 isometrik extensor

Grade 4 isometrik extensor


Grade 3 isometrik extensor

Grade 2 isometrik extensor


– Grade 2 (poor) : ke-2 lengan disamping tubuh, ekstensi
lumbal, mengangkat kepala dari bed (dipertahankan 1 –
10 detik).
– Grade 1 (trace) : hanya sedikit kontraksi pada otot tanpa
adanya gerakan
• Double straight leg lowering test : tes ini bertujuan untuk
mengetes abdominal yaitu kekuatan eksentrik abdominal,
pasien diminta untuk fleksi ke-2 hip 90o diikuti dgn
ekstensi knee kemudian secara perlahan diturunkan ke-2
tungkai, terapis memperhatikan terjadinya anterior pelvic
rotasi pada derajat berapa saat menurunkan ke-2 tungkai.
• Double straight leg lowering test ; tes ini memiliki grade
1 – 5 yaitu :
– Grade 5 (normal) : mampu mencapai 0o – 15o dari bed
sebelum terjadi pelvic tilt.
– Grade 4 (good) : mampu mencapai 16o – 45o dari bed
sebelum terjadi pelvic tilt.
– Grade 3 (fair) : mampu mencapai 46o – 75o dari bed
sebelum terjadi pelvic tilt.
– Grade 2 (poor) : mampu mencapai 75o – 90o dari bed
sebelum terjadi pelvic tilt.
– Grade 1 (trace) : tidak mampu untuk mempertahankan
pelvic dalam posisi netral sepanjang gerakan.
Double Straight Leg Lowering Test
• Internal/External Abdominal Oblique Test ; tes ini
merupakan kombinasi aksi internal oblique pada 1 sisi
dan external oblique pada sisi lawanannya.
– Untuk isometrik test, terdapat grade 0 – 5 yaitu :
• Grade 5 (normal) ; fleksi dan rotasi lumbal spine secara penuh
dgn ke-2 tangan dibelakang kepala (dipertahankan 20 – 30 detik)
• Grade 4 (good) ; fleksi dan rotasi lumbal spine secara penuh dgn
ke-2 tangan menyilang didepan dada (dipertahankan 15 – 20
detik).
• Grade 3 (fair) ; fleksi dan rotasi lumbal spine secara penuh dgn
ke-2 lengan mencapai ke depan (dipertahankan 10 – 15 detik)
• Grade 2 (poor) ; tidak mampu fleksi dan rotasi lumbal secara
penuh.
• Grade 1 (trace) ; hanya sedikit kontraksi otot tanpa adanya
gerakan.
• Grade 0 ; tidak ada kontraksi pada otot.
• Dynamic horizontal side support test : tes ini ditujukan
pada otot quadratus lumborum. Pasien side lying dgn
bersandar pada elbownya untuk menopang upper
body, diikuti dgn fleksi knee 90o kemudian diminta
mengangkat pelvic dari bed sampai spine lurus.
– Untuk isometrik tes bagi pasien muda dapat dilakukan
dgn ke-2 tungkai lurus serta mengangkat ke-2 knee dan
pelvis dari bed, memiliki grade 2 – 5 yaitu :
• Grade 5 (normal) ; mampu mengangkat pelvis dari bed dan
dipertahankan spine tetap lurus selama 10 – 20 detik.
• Grade 4 (good) ; mampu mengangkat pelvis dari bed tetapi sulit
mempertahankan spine tetap lurus selama 5 – 10 detik.
Grade 5 isometrik I-E
abdominal oblique

Grade 4 isometrik I-E


abdominal oblique
Isometrik Horizontal Side Support
• Grade 3 (fair) ; mampu mengangkat pelvis dari bed dan tidak
dapat mempertahankan spine tetap lurus selama < 5 detik.
• Grade 2 (poor) ; tidak mampu mengangkat pelvis dari bed.
• Back rotators/multifidus test ; tes ini untuk melihat
kemampuan rotator lumbal dan multifidus didalam men-
stabilisasi trunk selama gerakan dinamik ekstremitas.
Pasien mengambil posisi quadriped dan diminta mem-
pertahankan posisi netral pelvis dan bernapas normal.
pasien diminta untuk melakukan gerakan berikut ini :
– Angkat 1 lengan lurus ke depan dan pertahankan
– Angkat 1 tungkai lurus ke belakang dan pertahankan
– Angkat 1 lengan dan tungkai secara kontralateral dan
pertahankan
• Skor untuk back rotators/multifidus adalah :
– Grade 5 (normal) ; mampu melakukan kontralateral
lengan & tungkai pada kedua sisi sambil mempertahan-
kan netral pelvis selama 20 – 30 detik.
– Grade 4 (good) ; mampu mempertahankan netral pelvis
sambil mengangkat 1 tungkai lurus ke belakang selama
20 detik tetapi tidak mampu mempertahankan netral
pelvis ketika kontralateral lengan dan tungkai.
– Grade 3 (fair) ; mampu mengangkat 1 lengan dan mem-
pertahankan netral pelvis selama 20 detik.
– Grade 2 (poor) ; tidak mampu mempertahankan netral
pelvis saat mengangkat 1 lengan lurus ke depan.
Grade 5 multifidus test Grade 4 multifidus test

Grade 3 multifidus test


• Myotomes test  terapis memeriksa kekuatan otot
kaitannya dengan kelemahan neurologis (akar saraf
motorik). Posisi pasien supine lying, sendi dalam posisi
netral atau posisi MLPP, diaplikasikan tahanan isome-
trik dgn kontraksi dipertahankan 5 detik kemudian ban-
dingkan dgn sisi lainnya.
Myotomes Extremitas Inferior
Akar Test Otot
saraf
L1 – L2 Fleksi hip Psoas, iliacus, sartorius, gracilis, pectineus, adductor
longus, adductor brevis.
L3 Ekstensi knee Quadriceps, adductor longus, magnus, and brevis
L4 Dorsifleksi ankle Tibialis anterior, quadriceps, tensor fascia latae,
adductor magnus, obturator externus, tibialis posterior
L5 Extensi toes Extensor hallucis longus, extensor digitorum longus,
gluteus medius and minimus, obturator internus, semi-
membranosus, semitendinosus, peroneus tertius,
popliteus
Akar Test Otot
saraf
S1 Plantar fleksi ankle Gastrocnemius, soleus, gluteus maximus, obturator
Eversi ankle internus, piriformis, biceps femoris, semitendinosus,
Extensi hip popliteus, peroneus longus and brevis, extensor
Fleksi knee digitorum brevis
S2 Fleksi knee Biceps femoris, piriformis, soleus, gastrocnemius,
flexor digitorum longus, flexor hallucis longus, otot2
intrinsik kaki
S3 Otot2 intrinsik kaki (kecuali abductor hallucis), flexor
hallucis brevis, flexor digitorum brevis, extensor
digitorum brevis
Pemeriksaan Fungsional

• Back injury (lumbal spine) sangat mempengaruhi


kemampuan fungsi pasien  berbagai aktivitas dpt
terganggu spt berdiri, berjalan, membungkuk, mengang
kat, bepergian, bergaul, berpakaian, dan seksual inter-
course.
• Ada beberapa pengukuran untuk tes fungsional lumbal
spine, antara lain :
– Oswestry Disability Index
– Hendler 10-minute Screening test untuk kronik LBP
– Roland and Morris Disability Questionnaire
– Functional Rating Scale For Lumbal Spine
Pemeriksaan Spesifik
• Tes untuk disfungsi neurologis (Neurodynamic test)
– Slump test
– SLR test
– Prone Knee Bending test

– Slump test ; memiliki 7 tahap tes yaitu :


• Pasien duduk tegak, hip dalam posisi netral tanpa rotasi, abduksi
– adduksi dan ke-2 tangan dibelakang punggung
• Pasien melakukan slump punggung kearah fleksi thoracal dan
lumbal tapi dagu tetap dlm posisi netral untuk mencegah fleksi
cervical dan kepala, terapis melakukan overpressure dgn 1
lengan untuk mempertahankan fleksi thoracal dan lumbal
• Pasien diminta untuk fleksi cervical dan kepala sejauh mungkin
(dagu sampai ke dada).
• Terapis mengaplikasikan overpressure untuk mempertahankan
fleksi cervical, thoracal, lumbal.
• Tangan terapis yang satu pada kaki pasien menggerakkan
kearah dorsifleksi maximum, kemudian pasien menggerakkan
knee kearah ekstensi penuh sedangkan tangan terapis yg lain
tetap mempertahankan fleksi kepala – cervical, thoracal, lumbal.
• Tangan terapis kemudian mengekstensikan kepala dan cervical
 jika nyeri atau gejala berkurang pada tahap ini maka positif
lesi pada duramater.
• Lakukan pada tungkai pasien yang satu kemudian kombinasi ke-
2 tungkai.
• Dikombinasikan dengan adduksi dan medial rotasi hip saat
ekstensi knee untuk meningkatkan sensitivitas n. ischiadicus.
– Sitting root test ; tes ini modifikasi dari slump test. Pasien duduk
dgn fleksi cervical, hip tetap fleksi 90o kemudian secara aktif
ekstensi knee dikombinasikan adduksi dan medial rotasi hip.
– SLR test ; juga dikenal dgn Lasegue’s test. Pasien supine lying,
terapis menggerakkan tungkai dalam posisi SLR kombinasi
adduksi dan medial rotasi hip  jika nyeri secara utama pada
back maka kemungkinan besar patologi herniasi diskus atau
tekanan neurologis yang lebih sentral, jika nyeri secara utama
pada tungkai maka kemungkinan besar tekanan neurologis yang
lebih kearah lateral.
– Prone knee bending (Nachlas) test ; pasien prone lying, terapis
secara pasif memfleksikan knee sejauh mungkin sehingga tumit
dapat menyentuh buttock, terapis memastikan hip tidak terjadi rotasi
 nyeri unilateral neurologis pada area lumbal, buttock, dan/atau
ventral paha maka menunjukkan lesi akar saraf L2 atau L3. jika
hanya nyeri pada ventral paha maka menunjukkan iritasi nervus
femoralis atau tightness quadriceps.
Slump test dan modifikasinya
Slump test 1 Slump test 2 Side lying Long sitting
Slump test Slump test
Cervical Fleksi Fleksi Fleksi Fleksi, rotasi
Thoracal & Fleksi (slump) Fleksi (slump) Fleksi (slump) Fleksi (slump)
lumbal
Hip Fleksi 90o Fleksi 90o + Fleksi 20o Fleksi 90o +
abduksi
Knee Ekstensi Ekstensi Fleksi Ekstensi
Ankle Dorsifleksi Dorsifleksi Plantar fleksi Dorsifleksi
Foot - - - -
Toes - - - -
Nerve bias Spinal cord, akar Saraf obturator Saraf femoral Spinal cord, akar
saraf cervical & saraf cervical &
lumbal, saraf scia lumbal, saraf scia
tic tic
SLR test dan Modifikasinya

SLR basic SLR 2 SLR 3 SLR 4 Cross (Well


Leg) SLR 5
Hip Fleksi & Fleksi Fleksi Fleksi & Fleksi
adduksi medial rotasi
Knee Ekstensi Ekstensi Ekstensi Ekstensi Ekstensi
Ankle Dorsifleksi Dorsifleksi Dorsifleksi Plantar fleksi Dorsifleksi
Foot - Eversi Inversi Inversi -
Toes - Ekstensi - - -
Nerve bias Saraf sciatic Saraf tibial Saraf sural Saraf perone- Akar saraf
& saraf ti- al common (prolaps dis-
bial kus)
SLR basic – SLR2

SLR3
SLR4

SLR5
SLR 5 (Cross Well Leg)
Interpretasi SLR
– Brudzinski-Kernig test ;
• Prosedur tes : pasien supine lying, pasien diminta untuk fleksi kepala
sampai dagu menyentuh dada (bisa secara pasif) diikuti dgn fleksi hip
dan knee, kemudian knee diextensikan
• Hasil : positif jika menunjukkan adanya meningeal iritasi, keterlibatan
akar saraf, atau iritasi dural
– Naffziger’s Test ;
• Prosedur tes : pasien supine lying sementara terapis memberikan
kompresi secara gentle pada vena jugularis (terletak disamping arteri
carotid) selama 10 detik, perhatikan raut muka pasien, kemudian pasien
diminta untuk batuk.
• Hasil :
– Jika batuk menyebabkan nyeri pada pinggang maka spinal theca
terkompresi akibat adanya peningkatan tekanan intrathecal. Thecal
adalah pembungkus disekitar spinal cord (pia mater, arachnoid
mater, dan duramater).
• Hasil :
– Kompresi pada bilateral vena jugularis akan meningkatkan tekanan
cairan cerebro-spinal  tekanan tersebut akan meningkatkan
space subarachnoid didalam canal akar saraf yg dpt menyebabkan
nyeri pinggang atau tungkai
– Valsalva Maneuver ;
• Prosedur tes : pasien duduk, ambil napas dan pertahankan, kemudian
berusaha mengedan
• Hasil : jika nyeri meningkat maka terjadi peningkatan tekanan
intrathecal. Gejala dapat muncul dengan meminta pasien pertama kali
fleksi hip + fleksi trunk dalam posisi menetap.
– Browstring Test (Cram Test atau Popliteal Pressure Sign) ;
• Prosedur tes : terapis melakukan SLR pada pasien, sementara
mempertahankan paha dalam posisi yang sama terapis sedikit
memfleksikan knee (20o),
• Hasil : jika timbul nyeri saat SLR kemudian gejala menurun setelah fleksi
knee maka iritasi pada nervus. Jika diaplikasikan tekanan ibu jari atau
jari tangan pada area popliteal timbul nyeri maka indikasi gejala
radikular yg hebat.
PKB test dan Modifikasinya

Basic PKB (PKB1) PKB2 PKE


Cervical spine Rotasi ke sisi tes Rotasi ke sisi tes -
Thoracic & Lumbal Netral Netral Netral
spine
Hip Netral Extensi, adduksi Extensi, abduksi,
lateral rotasi
Knee Fleksi Fleksi Extensi
Ankle - - Dorsi fleksi
Foot - - Eversion
Jari2 kaki - - -
Nerve N. Femoralis, Akar N. Lateral Femoral N. Saphenous
Saraf L2 – L4 cutaneous
PKB 1 PKB 2

PKB 3
Naffziger test Valsalva maneuver
– Babinski test ;
• Prosedur tes : terapis menggunakan objek yang runcing kemudian
digores sepanjang bagian plantar kaki pasien.
• Hasil : jika positif maka menunjukkan UMN lesi.
– Oppenheim test ;
• Prosedur tes : terapis menggunakan kuku tangan dan menggores
sepanjang tibia
• Hasil : tes negatif jika menunjukkan tidak ada reaksi atau nyeri, positif
jika muncul tanda Babinski (ekstensi ibu jari kaki & abduksi jari2 kaki).
Browstring sign
• Tes-tes untuk Instabilitas Lumbal
– Tes untuk Instabilitas Anterior Lumbal Spine ;
• Pasien side lying dgn ke-2 hip fleksi 70o dan fleksi knee, terapis
mempalpasi proc. spinosus yang diinginkan kemudian
mendorong ke-2 knee pasien kearah posterior dengan tubuh
terapis sepanjang garis femur dan merasakan gerakan relatif
proc. spinosus L5 diatas L4. Secara normal, hanya terjadi sedikit
gerakan atau tidak ada gerakan.
– Tes untuk Instabilitas Posterior Lumbal Spine ;
• Pasien duduk dipinggir bed, terapis berdiri didepan pasien, ke2
lengan pasien dalam posisi pronasi dgn fleksi elbow bersandar
diatas shoulder pasien, kemudian terapis meletakkan ke2
tangannya pada lumbal spine dan menarik lumbal spine secara
gentle kearah full lordosis.
Anterior Instability test
Posterior Instabilitas test
– Tes untuk Instabilitas Posterior Lumbal Spine ;
• Untuk memberikan stress pada L5 diatas S1 maka ke2 tangan
terapis diletakkan pada sacrum kemudian pasien mendorong
melalui lengan bawahnya sambil mempertahankan lordosis
lumbal. Hal ini akan menghasilkan gaya shear L5 diatas S1.
– Segmental Instability ;
• Pasien prone lying dgn ke2 tungkai diluar bed dan bersandar
pada lantai, terapis mengaplikasikan tekanan/kompresi pada
bagian posterior lumbal spine. Kemudian pasien mengangkat
ke2 tungkai sampai terangkat dari lantai dan pada saat itu terapis
memberikan kompresi lagi kearah posterior. Jika muncul nyeri
pada posisi rest & nyeri menurun saat mengangkat ke2 tungkai
maka test positif.
Segmental Instability
• Tes-tes untuk Disfungsi Sendi :
– One-leg Standing (Stork Standing) Lumbal Extension
Test ;
• Pasien berdiri dengan 1 kaki dan extensi lumbal sementara
balance dgn 1 tungkai, kemudian diulang dgn tungkai yg lain.
Tes positif jika menunjukkan nyeri pada pinggang dan berkaitan
dgn stress fraktur pars interarticularis (spondylolisthesis).
• jika stress fraktur unilateral maka berdiri dgn tungkai ipsilateral
akan menimbulkan nyeri hebat.
• Jika dikombinasikan rotasi dgn ekstensi dan timbul nyeri maka
menunjukkan problem atau patologi pada facet joint.
– Quadrant test :
• pasien berdiri dan terapis dibelakang pasien, pasien
mengekstensikan trunk-nya sementara terapis mengontrol
gerakan tersebut dgn memegang shoulder pasien serta
mempertahankan occiput dan kepala pasien pada shoulder
terapis, kemudian digerakkan ke lateral fleksi dan rotasi searah
nyeri. Gerakan ini sampai mencapai batas LGS atau sampai
menghasilkan gejala-gejala
• Posisi tersebut menyebabkan penyempitan maximum dari
foramen intervertebralis dan menimbulkan stress pada facet joint
 positif jika timbul nyeri
– Specific Lumbal Spine Torsion Test ;
• Tes ini untuk memberikan stress pada level spesifik lumbal
spine, untuk melakukan tes ini maka level spesifik tersebut harus
dirotasikan dan distress.
One Leg Standing Quadrant test
– Specific Lumbal Spine Torsion Test ;
• Contoh, tes untuk integritas rotasi kiri pada L5 – S1  pasien
side lying (sisi kanan dibawah) dgn lumbal spine sedikit ekstensi,
kemudian dilakukan rotasi & lateral fleksi melalui tarikan pada
lengan pasien kearah atas dan depan sampai 45o dan terasa ada
gerakan pada proc. spinosus L5 serta penguncian pada seluruh
vertebra diatas L5. Kemudian, tangan terapis menstabilisasi
proc. spinosus L5 sambil mempertahankan shoulder pasien
kearah belakang dgn elbow terapis sementara tangan terapis yg
lain melakukan rotasi pelvis dan sacrum kearah depan sampai
S1 mulai bergerak. Gerakan minimal akan terjadi & normal
kapsular stretch.
Spesifik Torsion Test
– Farfan Torsion Test ;
• Tes nonspesifik untuk memberikan stress pada facet joint, kapsul
sendi, ligamen supraspinous dan interspinous, arkus neural,
ligamen longitudinal dan diskus.
• Pasien prone lying, satu tangan terapis menstabilisasi costa dan
spine (sekitar Th12) dan satu tangan dibawah bagian anterior
ilium, kemudian ilium ditarik ke belakang yang menyebabkan
spine berotasi. Jika positif akan menghasilkan gejala2 pada
pasien.
– Schober test :
• Tes ini digunakan untuk mengukur besarnya fleksi yang terjadi
pada lumbal spine. Suatu titik ditandai pada pertengahan antara
ke2 SIPS (level S2), kemudian titik dibawahnya dgn jarak 5 cm
dan diatasnya dgn jarak 10 cm.
Farfan Torsion tes
• Jarak antara 3 titik tersebut diukur, kemudian pasien diminta
fleksi trunk sejauh mungkin dan diukur kembali jaraknya.
Perbedaan jarak tersebut merupakan ukuran besarnya fleksi
yang terjadi pada lumbal spine. Dapat juga dimodifikasi untuk
mengukur besarnya ekstensi dan jarak ke3 titik tersebut diukur.
Normalnya adalah 5 – 10 cm.
– Milgram’s test :
• Pasien supine lying dan secara aktif mengangkat ke2 tungkai
secara bersamaan dari bed dgn jarak 5 – 10 cm (2 – 4 inchi),
kemudian pertahankan posisi tersebut selama 30 detik.
• Tes ini positif jika ke2 tungkai tidak dapat dipertahankan selama
30 detik atau timbul gejala2 pada tungkai.
• Tes-tes untuk muscle tightness :
– Thomas test  untuk tightness iliopsoas
– Ober test  untuk tightness tensor fascia latae
– 90 – 90 SLR test  untuk tightness hamstring
– Rectus femoris test
– Piriformis test
• Tes-tes refleks dan dermatome test
– Refleks patellaris (L3 – L4)
– Refleks medial hamstring (L5 – S1)
– Refleks lateral hamstring (S1 – S2)
– Refleks posterior tibialis (L4 – L5)
– Refleks achilles (S1 – S2)
Area Dermatome
• Joint Play Movement ; tes ini digunakan untuk
menentukan endfeel gerakan sendi serta ada tidak-
nya joint play :
– Fleksi, extensi, dan lateral fleksi ;
• Tes ini kadang2 dinamakan dengan Passive Intervertebral
Motion (PIVMs).
• Fleksi dilakukan dalam posisi side lying, memfleksikan ke2 knee
kearah dada, kemudian terapis memfleksikan lumbal dgn
menggunakan berat badan sambil mempalpasi antara proc.
spinosus vertebra lumbal dgn 1 tangan (1 jari pada proc.
spinosus, 1 jari diatasnya, dan 1 jari dibawahnya)  perhatikan
ada tidaknya gapping antara proc. spinosus atau gapping yang
berlebihan.
PIVMs Fleksi PIVMs Ekstensi
– Ekstensi dan lateral fleksi ;
• Juga dilakukan dalam posisi side lying, tetapi gerak ekstensi dan
lateral fleksi ini jauh lebih baik diaplikasikan dalam posisi side
lying daripada gerak fleksi.
• Lateral fleksi paling mudah dilakukan dgn memegang tungkai
kemudian digerakkan keatas. Untuk kombinasi gerakan
dilakukan fleksi lumbal sambil tungkai digerakkan ke atas
sehingga dapat terjadi gerak rotasi.
– Central, Unilateral, dan Transversal Vertebral Pressure ;
• Gerakan ini kadang2 dinamakan dengan Passive Accessory
Intervertebral Movements (PAIVMs). Untuk melakukan ke-3
teknik tersebut dilakukan dalam posisi prone lying. Central
pressure dikenal sebagai PACVP dgn menggunakan tekanan ibu
jari mendorong kearah anterior.
PIVMs Lateral fleksi
• Posteroantero unilateral vertebra pressure (PAUVP), jari tangan
terapis menggerakkan kearah lateral sekitar 2,5 – 4 cm (1 – 1,5
inchi) sehingga ibu jari pada proc. transversus vertebra lumbal
menekan kearah anterior  tekanan tersebut menyebabkan
sedikit rotasi pd vertebra.
• Transverse vertebral pressure, jari tangan terapis diletakkan
sepanjang samping proc. spinosus kemudian mengaplikasikan
tekanan transversal disamping proc. spinosus sehingga
menyebabkan vertebra berotasi dlm arah tekanan.
• Palpasi :
– Bagian anterior ; umbilicus, area inguinal, crista iliaca,
symphisis pubis.
– Aspek posterior ; proc. spinosus lumbal spine, sacrum,
dan coccygeus, crista iliaca, tuberositas ischium.
• Radiography :
– Anteroposterior view
– Lateral view
• Magnetic Resonance Imaging
• CT Scan (Computed Tomography)

You might also like