You are on page 1of 87

Luka Bakar

Epidemiologi dan etiologi


Epidemiologi

 Luka bakar adalah bentuk umum dari trauma, sebagian luka bakar terjadi
akibat kecelakaan murni, tetapi sebagian besar disebabkan oleh kelalaian dari
penderita.
 1% penduduk Australiadan Selandia baru (220.000) menderita luka bakar tiap
tahun nya
Etiologi
Penilaian dan tatalaksana emergensi
 Temukan cedera lain  mengancam jiwa
 Anamnesis : KLL, ledakan/letusan, listrik (tegangan tinggi), jatuh dari
ketinggian
 Penurunan kesadaran  berpotensi cedera multiple
 Survey primer dan sekunder
 APD
Pertolongan pertama

 Hentikan proses pembakaran


 Turunkan suhu luka
 efektif dalam 3 jam pertama sejak terbakar
Survey primer

A. Penatalaksanan jalan napas dan manajemen tulang servikal


B. Pernapasan dan ventilasi
C. Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
D. Disabilitas – Status neurologik
E. Paparan + pengendalian lingkungan
Cairan, Analgesia, Penilaian dan selang

Resusitasi Cairan
 Cairan inisial  modifikasi Parkland: 3–4 mL / kg berat badan / % luas luka bakar + tetes
maintenance (anak–anak)
 Kristaloid (misal: larutan Hartmann atau Plasmalyte)  ½ 8 jam I, ½ 16 jam II
 Saat terjadinya trauma  awal resusitasi cairan
 Perdarahan / syok non–bakar, pedoman trauma.
 Pantau adekuasi resusitasi  Produksi urin melalui kateter per jam, EKG, denyut nadi, tekanan
darah, frekuensi pernapasan, analisis gas darah arterial dan pulse oxymetri
 Cairan resusitasi sesuai indikasi.
Analgesia
 Nyeri: berikan morfin iv 0. 05–0.1 mg/kg  Titrasi

Pemeriksaan
 Radiologi  Tulang belakang servikal , Toraks, Panggul , rontgen lain sesuai indikasi

Selang
• Pemasangan NGT
Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak–anak,> 20% pada dewasa) bila dijumpai cedera
penyerta, atau untuk melakukan dekompresi saluran cerna. Gastroparesis merupakan hal yang umum
terjadi.
Survei Sekunder

 Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.


Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak
ada atau telah diatasi.
 Riwayat Penyakit:
A – Alergy
M – Medicine (obat–obatan yang baru dikonsumsi)
P – Past illness (penyakit sebelum terjadi trauma)
L – Last meal (makan terakhir)
E – Event (peristiwa yang terjadi saat trauma)
Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan lingkungan:
 Luka bakar 
 Durasi paparan
 Jenis pakaian yang dikenakan
 Suhu dan kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
 Kecukupan tindakan pertolongan pertama.
 Trauma tajam
 Kecepatan proyektil,
 Jarak
 Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
 Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
 Trauma tumpul
 Kecepatan dan arah benturan
 Penggunaan sabuk pengaman
 Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
 Ejeksi (terlontar)
 Jatuh dari ketinggian
 Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas

 Head to toe examination


 Pemeriksaan Neurologik
 Pemeriksaan Glasgow Coma Scale
 Penilaian sensorik dan motorik semua tungkai
 Paralisis atau paresis menunjukkan adanya cedera berat, segera lakukan imobilisasi menggunakan papan spinal
dan semi–rigid collars.

Catatan:
1) Pada pasien luka bakar, paresis tungkai mungkin disebabkan oleh insufisiensi vaskular akibat eskar yang kaku.
 eskarotomi
2) Penurunan tingkat kesadaran bisa disebabkan:
- Hipovolemia akibat pendarahan tak terdiagnosis atau resusitasi yang inadekuat.
- Hipoksemia
- Lesi  pendesakan ruang intrakranial.
 Dokumentasi
 Buatcatatan
 Mintakan persetujuan untuk dokumentasi fotografi dan persetujuan prosedur
 Berikan profilaksis tetanus jika diperlukan
 Re–evaluasi
Re–evaluasi Survei Primer – khususnya untuk:
 Gangguan pernapasan
 Insufisiensi sirkulasi perifer
 Gangguan neurologis
 Kecukupan resusitasi cairan
 Penilaian radiologi: foto radiologi toraks
 Warna urine untuk deteksi haemochromogens
 Pemeriksaan laboratorium:
- Hemoglobin / hematokrit
- Urea / kreatinin
- Elektrolit
- Urine mikroskopik
- Analisis gas darah
- Karboksihaemoglobin (jika tersedia)
- Kadar gula darah
- Skrining obat (mungkin diperlukan oleh Polisi)
 Elektrokardiogram
 Perawatan Emergensi Luka
 Umumnya, luka bakar  steril saat luka bakar terjadi.
 balutan modern tidak diperlukan  menyebabkan penanganan yang memerlukan prioritas
tertunda.
 Tindakan yang tepat untuk penatalaksanaan luka adalah menutupinya dengan penutup
plastik atau kain bersih  debridement.
 Bila rujukan > 8 jam, atau kontaminasi air tercemar atau limbah industri,  antimikroba
topikal.
 Bersihkan luka dan konsultasi ke unit luka bakar rujukan untuk balutan yang dianjurkan 
pembalut antimikroba antimikroba yang mengandung silver atau krim silver sulfadiazin.
 Jangan menggunakan balut tekan yang memperberat gangguan sirkulasi pada tungkai yang
sebelumnya memang sudah terganggu.
 Balutan harus sesering mungkin dibuka untuk menghilangkan konstriksi.
 Luka Bakar Listrik
 Konduksi arus listrik melalui dada  aritmia jantung sepintas atau henti jantung;  jarang
pada tegangan rendah (<1000 V).
 Sengatan listrik tegangan tinggi, penurunan kesadaran atau memiliki EKG abnormal saat
masuk rumah sakit  EKG 24 jam
 Gangguan ritmik jantung lebih mungkin terjadi pada pasien yang memiliki gangguan jantung
sebelumnya.
 Selalu ingat bahwa luka masuk atau luka keluar yang lebih kecil dapat disertai kerusakan
jaringan yang berat.
 Luka Bakar Kimia
 Bila dijumpai residu bahan kimia di kulit, proses pembakaran akan terus berlanjut
pakaian yang terkontaminasi harus dibuka dan luka dicuci menggunakan sejumlah
besar air dalam waktu cukup lama
 Luka bakar kimia pada mata  pembilasan secara kontinu menggunakan air.
 Pembengkakan kelopak mata dan spasme otot disertai nyeri akan menghalangi
pencucian adekuat.
 Irigasi  prosedur retraksi kelopak mata yang baik  konsultasi dengan oftalmologi
Respon lokal dan sistemik pada luka
bakar
Respon lokal
Respon sistemik

1. Peningkatan permeabilitas kapiler  terjadi Karen dilepaskan nya mediator


inflamasi oleh sel-sel endotel yang rusak, trombosit dan leukosit
2. Hipovolemia  terjadi karena kebocoran cairan dan protein ke jr.
interstitium
3. Hipermetabolik  krn sekresi hormone stress seperti kortisol, katekolamin,
dan glucagon, disetai supresi hormone anabolic
4. Imunosupresi akibat depresi berbagai mekanisme imun
5. Fungsi barrier usus terganggu diikuti translokasi bakteri
6. ARDS
CEDERA INHALASI
 terhirupnya uap panas dan atau produk pembakaran
menyebabkan kerusakan traktus respiratorius dalam
berbagai cara
 absorpsi produk pembakaran menimbulkan efek toksik
yang serius, baik lokal maupun sistemik

 mortalitas meningkat 30%


Klasifikasi Cedera Inhalasi

1. Kerusakan jalan napas di atas laring (obstruksi)


2. Kerusakan jalan napas di bawah laring (kerusakan pulmoner)
3. Intoksikasi sistemik (hipoksia sel)
1. Kerusakan jalan napas di atas laring (obstruksi)
 Terhirup uap panas  ruang tertutup
2. Kerusakan jalan napas di bawah
laring (kerusakan pulmoner)
 partikel < 1µm yang terhirup mengandung zat kimia yang bersifat iritan dan
menyebabkan kerusakan alveolus
 kontak dengan mukosa dan parenkim paru  produksi mediator inflamasi dan reactive
oxygen species  edema dan memiliki potensi melapisi mukosa trakea–bronkus.
 disrupsi membran alveolar–kapilar, terbentuknya eksudat inflamasi dan hilangnya
surfaktan
atelektasis
 edema interstisium
 edema paru
 hipoksemia
 menurunnya compliance paru
3. Intoksikasi sistemik (hipoksia sel)

 Karbon monoksida
- Difusi dengan (Hb), afinitas 240x dibanding O2 
carboxyhaemoglobin (COHb).
- menurunkan efektivitas mengikat oksigen 
oxygen–binding site
- CO menyebabkan hipoksia jaringan dengan cara
mengurangi oxygen delivery dan utilisasi di tingkat
sel
- Afinitas dg chytohrome intrasel  abnormalitas
fungsi sel
 Sianida (HCN)
- akibat terbakarnya plastik/lem yang digunakan untuk furnitur.
- diabsorbsi melalui paru dan berikatan dengan sistem cytochrome.
- Fungsi cytochrome terhambat  anaerob.
- Gejala: hilangnya kesadaran, neurotoksitas dan konvulsi
- keracunan sianida termasuk jarang terjadi, kerap dijumpai bersama
intoksikasi CO.
Diagnosis Cedera Inhalasi
Tatalaksana Cedera Inhalasi

1. Patensi jalan nafas


2. Oksigen tinggi (15l/mnt dg NRM)
3. Pemantauan gangguan respirasi secara rekuren
Cedera inhalasi di atas laring

Indikasi intubasi:
Kebutuhan mempertahankan patensi jalan napas / proteksi jalan
napas
Obstruksi mengancam
Penurunan tingkat kesadaran
Fasilitasi transpor penderita
Kebutuhan untuk penggunaan ventilator
Oksigenasi terganggu
Bila ragu-ragu  intubasi
Cedera inhalasi dibawah laring

- Oksigen dosis tinggi


- Intubasi
- Intermitten Positive Pressure Ventilation (IPPV)
Cedera inhalasi pada intoksikasi sitemik

 Topangan respirasi
 Proteksi pada penderita tidak sadar
 Efek pencucian alami
 Oksigen
 Oksigen + IPPV
 Insoksikasi sianida
 Intoksikasi Hidrogen Fluorida
Asesmen Luka bakar
 Apapun penyebab nya, kerusakan jaringan khususnya kedalaman luka
berhubungan dengan suhu dan kekatan agen penyebab dan lamanya kontak
1. Estimasi luas luka bakar  perhitungan berdasarkan Rule of nine
2. Kedalaman luka
Syok luka bakar dan resusitasi cairan
 Pada luka bakar sekuestrasi cairan ke daerah cedera dan saat mencapai
atau melebihi 20–30% sistemik
 Edema + evaporative loss pada luka  defisit volume plasma hipovolemia
 gagal organ  acute kidney injury
 Tiga zona cedera thermal (Model
Jackson):

 1) Zone sentral,nekrosis koagulatif.


 2) Zona intermediate atau
zonastasis, tidak ada aliran darah.
 3) Zona perifer, menunjukkan
vasodilatasi, peningkatan aliran
darah dan hiperemia.
 formula resusitasi
Dewasa : 3–4 mL kristaloid (larutan Hartman atau Plasmalyte) / berat badan /
luas luka bakar (%)
Anak–anak : 3–4 mL kristaloid (larutan Hartman atau Plasmalyte) / berat badan /
luas luka bakar (%) ditambah maintenance glukosa 5% + 20 mmol Kcl dalam
larutan salin 0. 45% – Untuk 10 kg pertama 100 mL/kg – 10–20 kg 50 mL/kg
 Catatan: Kalkulasi kebutuhan cairan dimulai sejak saat terjadi cedera, bukan
terhitung sejak masuk rumah sakit.
Kalkulasi volume yang diestimasi dalam 24 jam pertama
- Separuh kebutuhan berdasarkan kalkulasi volume diberikan dalam 8 jam
pertama
- Sisanya diberikan dalam16 jam berikutnya
- Cairan maintenance bagi anak–anak dibagi dalam 24 jam secara merata.
- Bila produksi urine <  ekstra: – Bolus cairan 5–10 mL/kg dan / atau
tingkatkan jumlah cairan berikutnya sejumlah 150% volume sebelumnya.
- Dalam 24 jam kedua pasca luka bakar, larutan koloid dapat diberikan untuk
restorasi volume sirkulasi  formula– 0. 5mL albumin 5% x kg berat badan x
% luas luka bakar.
 Pemantauan kecukupan resusitasi
 pemantauan jumlah produksi urine
– Dewasa : 0. 5mL/kg/jam = 30–50mL/jam
– Anak (< 30kg): 1. 0mL/kg/jam (rentang 0. 5–2mL/kg/jam)

Pasang DC pada
• Luka bakar >10% pada anak–anak dan
• Luka bakar >20% pada dewasa.
 Hemoglobinuria
 Pemberian cairan hingga produksi urine mencapai 2 mL / kg / jam
Pertimbangkan pemberian Mannitol 12.5g dosis tunggal selama 1 jam / L
dalam pola resusitasi cairan dan
 Observasi respon yang terjadi
 Masalah pada resusitasi cairan
 Oligouria  tambahkan tetesan, neonates dan geriatric  hati hati overload
 Anak-anak  rentan hipoglikemia
 Abdominal compartemen sindrom
Tatalaksana luka
 Luka  disrupsi arsitektur jaringan dan proses–proses seluler.
 Luka bakar, denaturasi protein dan disrupsi struktur sel terjadi akibat kontak dengan sumber termal (baik suhu
tinggi maupun suhu rendah), listrik, kimiawi atau radiasi.
 Luka bakar  terganggunya ketujuh fungsi utama kulit.
 Regulasi suhu
 Pengaturan sensorik
 Respon imun
 Proteksi dari invasi bakteri
 Pengendalian kehilangan (penguapan) cairan
 Fungsi metabolik
 Fungsi estetik dan psikolog
 Pertolongan pertama
Prinsip penanganan pertama adalah
- Menghentikan proses pembakaran
- Menurunkan suhu luka
Hentikan proses pembakaran
 Pada luka bakar api, penderita berguling di tanah secara aktif maupun pasif menerapkan Stop, Drop,
Cover (face) & Roll technique
 Pakaian & perhiasan yang terbakar harus segera dilepaskan secepat mungkin.
 Pada luka bakar karena air panas, pakaian yang dibasahi air panas berperan sebagai reservoir,
karenanya segera lepaskan sesegera mungkin.
 Bila pakaian melekat pada permukaan kulit, potong dan biarkan melekat di tempatnya. Namun,
pakaian terbuat dari bahan sintetik yang meleleh melekat pada kulit yang tidak vital akan mudah
dilepaskan.
Menurunkan suhu luka (3 jam)
 Air mengalir, suhu ideal  15C atau berkisar antara 8C – 25
 Dengan menurunkan suhu permukaan luka, reaksi inflamasi diredam dan
menghentikan progress pengrusakan zona stasis
 Es atau air es jangan pernah digunakan untuk menurunkan suhu
vasokonstriksi dan secara eksperimen menunjukkan luka yang semakin dalam;
disamping risiko hipotermia
 Anak–anak terpapar pada risiko hipotermia  kebiruan dan mengigil
Aplikasi penurunan suhu luka harus dihentikan. Pada keadaan seperti ini,
dianjurkan mengupayakan suhu si atas 30°C dan membungkus anak
bersangkutan
Manajemen awal

 Setelah 3 jam, hentikan penurunan suhu, luka dicuci dengan air atau salin
dengan sabun atau larutan klorheksidin
 Elevasi  elevasi ekstremitas yang cedera
 Area khusus 
 edema jalan nafas  intubasi
 Perineum  pasang kateter
 Elevasi kepala pada luka bakar pada regio kepala-leher
Escarotomi  luka bakar pada seulur lapisan dermis
 Trunkus  luka bakar melingkar  menghambat ventilasi  escarotomi
 Ekstremitas  kompartemen sindrom
 Kompartemen sindrom
 Pain (nyeri) : Nyeri saat istirahat Nyeri saat menggerakkan sendi–sendi distal
 Pallor (pucat) : Sirkulasi ke distal terganggu Pengisian kapiler terhambat (terutama di kuku) Saturasi
oksigen tidak terdeteksi pada pemeriksaan pulse oximetry Dingin
 Pulseless (nadi tak teraba) : Tidak teraba denyut nadi Tidak ada denyut, terutama pada pemeriksaan
USG Doppler
 Parestesia : Kesemutan hingga hilang rasa (numbness)
escarotomi

 Sayatan dilakukan hingga kulit sehat beberapa milimeter di proksimal dan


distal; di garis mid– aksial antara permukaan fleksor dan ekstensor.
 Hindari melakukan sayatan melintas lengkung fleksura pada sendi–sendi.
Sayatan harus dilakukan hingga ke lemak subkutis dan kulit terpisah secara
nyata.
 Perabaan menggunakan jari akan dapat meraba adanya sisa tahanan.
 Kadang satu insisi cukup namun kadang diperlukan sayatan di kedua sisi untuk
restorasi sirkulasi.
 Penyulit eskarotomi  tercederainya struktur di bawah kulit.
 Medial siku n. ulnaris berjalan
 Lateral lutut n. peroneal komunis.
 Jangan melakukan sayatan transversal di ekstremitas.
 Batas distal dari suatu eskarotomi kadang sulit ditentukan.
 Di ekstremitas atas, sayatan lateral dapat dilakukan sepanjang batas lateral
tangan hingga pangkal jari kelima.
 Di sisi medial, sayatan dapat dilakukan hingga proksimal ibu jari.
Prosedur

 Pertama, tentukan lokasi sayatan.


 Eekstremitas bersangkutan berada pada posisi anatomik.
 Perhatikan kembali garis sayatan.
 Lengan dalam posisi supinasi sebelum memberi tanda dan sayatan berjalan di
depan epikondilus medialis untuk menghindari cedera saraf ulnaris.
 Pada tungkai, insisi medial berjalan di belakang maleolus medialis untuk
menghindari cedera pembuluh darah dan saraf safena.
 Bila diperlukan sayatan lateral, hindari tercederainya saraf peroneus komunis
yang melintas leher fibula; karenanya lokasi sayatan terletak pada garis mid–
lateral.
 Instrumen
 pisau / elektrokauter dan sarana haemostasis seperti klem arteri dan benang,
diatermi atau hemostatiktopikal misalnyacalcium alginate.
 Perdarahan akan terjadi dalam jumlah ekstrim.
 Anestesia umumnya tidak diperlukan.
 Anestesi lokal diperlukan hanya diperlukan di tepi luka ke daerah normal. Selain
itu, penderita umumnya sudah terintubasi, sehingga sedasi ringan dapat diberikan.
 Prosedur ini dikerjakan dalam kondisi steril. Kasa disiapkan untuk membalut luka
sayatan dan balutan ini seyogyanya tidak menekan agar efektivitas prosedur
tercapai.
 Pada penderita yang sadar, penjelasan mengenai prosedur harus diberikan sebelum
melakukan tindakan (informed consent)
INDIKASI & PROSEDUR RUJUKAN
Kriteria rujukan ke Burn Unit:
(Australian and New Zealand Burn Association)

Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5% pada anak–anak
Luka bakar seluruh ketebalan kulit (luka bakar dalam, full thickness burns)> 5%
Luka bakar mengenai area khusus, termasuk wajah, tangan, kaki, genitalia dan perineum,
persendian serta luka bakar melingkar pada dada dan tungkai
Luka bakar dengan cedera inhalasi
Luka bakar listrik
Luka bakar kimia
Luka bakar dengan penyakit pre–morbid
Luka bakar dengan trauma berat lainnya
Luka bakar pada usia tertentu: anak–anak dan usia lanjut
Luka bakar pada wanita hamil
Luka bakar bukan karena kecelakaan
 Persiapan Rujukan
1. Sistem respirasi
2. Sistem sirkulasi
3. Luka
4. Manajemen nyeri
5. Sistem gastrointestinal
6. Tetanus
 Mekanisme Transfer

- Telepon
- Rujukan:
- tempat dan unit luka bakar
- Perujuk:
- stabilisasi penderita
- dokumentasi asesmen awal dan
tatalaksana
(balans cairan, terapi, dosis)
LUKA BAKAR PADA ANAK
 Perbedaan luka bakar anak dibandingkan dewasa :
 Ukuran dan proporsi tubuh pada anak
 Dinamika cairan
 Ketebalan kulit
 Perbedaan sosial dan perkembangan emosional.
 Epidemiologi :
 Air panas 55%
 Kontak 21%
 Api 13%
 Friksi 8%
 Listrik l 1%
 Kimia 1%
 Lainnya 1%
UKURAN DAN PROPORSI TUBUH

 Proporsi tubuh  Rasio luas permukaan dengan BB lebih


besar :
 Rasio metabolisme besar
 Proses evaporasi tinggi
 Proses kehilangan panas lebih besar
 Perhitungan cairan resusitasi dg BB bukan luas permukaan
 Tendensi terjadi hipotermia >>
 Bayi s/d 1 th  Kepala dan leher  18 %
 Luas permukaan tubuh dan tungkai 14 %
 Setiap tahun kepala dan leher berkurang 1%, tungkai 0,5%
KEDALAMAN LUKA BAKAR

 Kulit bayi lebih tipis dari anak, lebih tipis dari dewasa
 Cedera kulit >> pada suhu dan durasi yang sama
 Pada bayi, air dengan 60o C akan menyebabkan
 Luka bakar seluruh ketebalan kulit dalam waktu kurang dari satu detik
 Anak yang sudah besar mampu bertahan sampai lima detik pada suhu ini.
 Dewasa hanya mendapat luka bakar yang dalam setelah 20 detik.
MANAJEMEN CAIRAN

 Pada anak, proporsi terbesar cairan tubuh adalah pada ekstra sel
 Pada anak volume darah 80mL/kg, sedangkanpada dewasa 60–70mL/kg
 Kapasitas konsentrasi tubulus renalis pada anak lebih kecil dibanding dewasa 
Kehilangan cairan lebih cepat, kelebihan cairan sulit ditangani

 Resusitasi Cairan pada anak dimulai pada luka bakar 10%

 Tanda Syok pada anak kurang jelas pada fase awal


 APLS :
 Takikardia(sesuai usia)
 Waktu pengisian ulangkapil er >2 detik
 Suhu perifer (akral)dingin, pucat atau berbintik
 Disfungsi organ,takipnu, perubahan status mental
MANAJEMEN CAIRAN (2)

 Monitoring Urine  1-2 ml / kg/jam


 Saat diperlukan penambahan cairan :
1. Berikan bolus 5-10 cc/ Kg dengan cepat
2. Meningkatkan kebutuhan cairan 150% dari kalkulasi
 Dinilai ulang dalam15 – 30 menit

 Akses Vena :
 Vena perifer kulit sehat
 Vena besar dengan jarum besar / CVC
 Vena perifer kulit yang terbakar
 Vena seksi  Tidak dianjurkan
MANAJEMEN CAIRAN (3)

 Cairan Maintenance :
 100mL/kg untuk 10kg pertama
 50mL/kg untuk berat badan 10 kg berikutnya
 20mL/kg untuk berat badan 19 kg berikutnya
 5% glukosa dalam 0. 45% salin (½normal)

Penurunan gula darah dan glikogen terjadi cepat terutama saat


hipotermia
ESKAROTOMI

 Pernafasan anak  Diafragma


 Adanya kekakuan diafragma dapat menimbulkan keterbatasan tidal
volume
 Gangguan respirasi dapat terjadi pada trunkus yang terbakar 
Tidak harus melingkar
 Luka bakar pada dada anterior, laeral dan abdomen bagian atas 
Pertimbangkan escharotomi

Sayatan melintas bagian atas abdomen sejajar tepi iga untuk


memungkinkan gerakan dinding abdomen terpisah dari gerakan
dinding dada
LUKA BAKAR LISTRIK
 Tegangan Rendah
 < 1000 Volt
 Jarang mencapai kedalam
 Gangguan irama jantung (-)
 Tegangan Tinggi
 > 1000V
 Luka masuk dan keluar mencapai keebalan kulit
 Kerusakan otot > rhabdomyolisis >>, Kompartmen syndrome >>
 Gangguan ritme jantung (+)
 Sambaran Petir
 Luka bakar hebat, luka keluar pada kaki
 Perforasi gendang + kerusakan kornea
 Gangguan ritme jantung >>
PATOFISIOLOGI

Kerusakan jaringan pada luka bakar listrik terjadi karena


dihasilkannya panas akibat adanya:
 Resistensi jaringan
 Durasi kontak
 Besar arus listrik
Setiap jaringan menunjukkan perbedaan karakteristik resistensi
listrik sesuai dengan isi elektrolitnya.
 Tulang
 Kulit
 Lemak
 Saraf
 Otot
 Darah dan cairan tubuh.
MANAJEMEN

 Bebaskan dari sumber arus listrik


 Survey Primer
 Gangguan sirkulasi dapat terjadi karena aritmia  RJP
 Survey Sekunder
 Lepaskan semua pakaian dan barang–barang
 Lakukan pemeriksaan luka masuk atau kontak luka dengan
perhatian khusus pada kulit kepala, tangan dan kaki.
 Memperkirakan total area luka bakar dan kedalaman luka
bakar.
 Lakukan pemeriksaan neurologik dengan fokus khusus
pada susunan saraf pusat dan perifer.
MANAJEMEN (2)

RESUSITASI
 Kebutuhan cairan lebih besar dari luka bakar jenis lain
 Kerusakan otot yang tidak terlihat  kehilangan cairan
sulit diperkirakan dengan rumus
 Monitoring urine dan produksi urine  Penting
 Dewasa 75–100 mL/jam
 Anak – anak 2ml / kg / jam
 Cairan sesuai perhitungan diuresis kurang  mannitol
12,5g dalamsetiap liter cairan
MANAJEMEN (2)

Penilaian sirkulasi perifer harus dilakukan setiap jam :


 Warna kulit
 Edema
 Pengisian ulang kapi ler
 Pulsasi perifer
 Sensasi kulit
 Bila luka masuk . Keluar hebat  udem subfasia  TIK
meningkat  Kompartmen sindrom  Fasiotomi
FASIOTOMI

 Membuka fasia dari kompartemen otot


 Mencegah iskemia karena hipoperfusi
 Dilakukan dengan anesthesia umum dan ruang steril
 Hemostasi dan ligasi  mencegah perburukan perfusi
 Balutan kassa yang tidak menekan.
EKSTREMITAS ATAS
 Otot lengan bawah dan tangan  rentan thd iskemia
 Tekanan ini dibebaskan dengan melakukan sayatan panjang melintang garis mid–medial
dan mid–lateral pada lengan, melintas di atas siku dan pergelangan tangan. Sayatan
dibuat pada
 kulit dan lemak subkutis selanjutnya membuka fasia dalam; lakukan sayatan pada fasia.
 Perhatian khusus untuk melindungi saraf ulnaris di daerah siku.
EKSTREMITAS BAWAH
 Ada empat kompartemen ekstremitas bawah yang
dipengaruhi adanya edema subfasia yang menyebabkan
sindroma kompartemen
 Empat buah sayatan dapat dilakukan melalui dua sayatan di
kulit.
 Sayatan lateral dilakukan di atas fibula, memanjang dari
kaput hingga tiga perempat panjangn fibula
 Hati hati mencederai n peroneus pd collum fibula
 Septum intermuskular memisahkan kompartemen anterior
dan lateral di sayat sepanjang sayatan kulit.
EKSTREMITAS BAWAH (2)
 Sayatan medial dimulai dari proksimal, berjarak satu jari di
bawah margo subkutan tibia dan dilanjutkan hingga maleolus
medialis
 Sayatan pada kulit, lemak subkutis dan fasia dengan hati–
hati agar tidak mencederai vena dan saraf safena
 Fasia diretraksi, selanjutnya
 kompartemen posterior dapat diidentifikasi dan lakukan
sayatan dekompresi sepanjang sayatan kulit.

You might also like