You are on page 1of 70

Nuril anwar, S.Kep.

,Ns
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya..
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
 Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
 Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya
berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
“aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas
atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya
posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
 Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS
yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
 Jika dihubungkan dengan kasus trauma
kapitis maka didapatkan hasil :
 GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
 GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
 GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
A AIRWAY MANAGEMENT
(PENGELOLAAN JALAN NAPAS)

Tujuan : Membebaskan jalan napas untuk menjamin


pertukaran udara secara normal
Diagnosa : Cara melakukan diagnosa terhadap
adanya gangguan jalan napas dapat
diketahui dengan cara L (look), L (listen),
dan F (feel) yang dilakukan dalam satu
gerak.
L : melihat gerakan napas/pengembangan dada dan
adanya retraksi iga
L : mendengar aliran udara pernapasan
F : merasakan adanya aliran udara pernapasan
Pembunuh tercepat pada trauma adalah gangguan
oksigenasi otak dan jaringan vital lainnya
In unconscious victim,
the muscles in the
tongue may relax,
causing the tongue to
block the airway

Head tilt and chin


lift may open
airway
Tindakan yang dilakukan :

I. Tanpa alat :
1. Membuka jalan napas :

Dapat dilakukan dengan :


 Head-tilt (dorong kepala ke belakang)
 Chin-lift manuver (perasat angkat dagu)
 Jaw-thrust manuver (perasat tolak rahang)

Tetapi pada pasien dengan dugaan cedera leher dan


kepala, hanya dilakukan jaw-thrust dengan hati-hati
dan mencegah gerakan leher.
2. Membersihkan jalan napas :

Sapuan jari (finger-sweep):


Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya
benda asing dalam rongga mulut belakang atau
hipofaring (gumpalan darah, muntahan, benda asing
lainnya) dan hembusan napas hilang.
Cara melakukannya:
• Miringkan kepala pasien (kecuali dugaan adanya
fraktur tulang leher), kemudian buka mulut
dengan jaw-thrust dan tekan dagu kebawah. Bila
otot lemas (“emaresi maneuver”).
• Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah)
yang bersih dan dibungkus dengan sarung
tangan/kassa untuk membersihkan/mengorek/
mengait semua benda asing dalam rongga mulut.
II. Dengan menggunakan alat :
Cara ini dilakukan bila pengelolaan tanpa alat tidak
berhasil sempurna.

A. Pemasangan pipa (tube)

 Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa


nasofaring).
 Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut
pernapasan belum juga baik, dilakukan pemasangan
pipa endotrakhea.
 Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan
napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernapasan.
Mac blade: End of blade should be placed in front of epiglottis in valecula

ETT for Fastrach LMA

Pediatric uncuffed ETT

ETT for blind nasal

Standard ETT

Miller blade: End of blade should be under epiglottis


Class I: Uvula/tonsillar pillars visible
Class II: Tip of uvula/pillars hidden by tongue
Class III: Only soft palate visible
Class IV: Only hard palate visible
 APNU
 Kegagalan menjaga jalan nafas dengan cara
lain
 Proteksi jalan nafas terhadap aspirasi darah
atau muntahan
 Kemungkinan terganggunya jalan nafas
karena perlukaannya sendiri seperti luka
inhalasi, fraktur tulang atau kejang-kejang
 Trauma kapitis yang memerlukan
hiperventilasi
 Kegagalan memberikan cukup oksigen
melalui facemask
Depressed mental status
• Head trauma patients with GCS 8 or less is an indication for intubation
- Associated with increased intracranial pressure
- Associated with need for operative intervention
- Avoid hypoxemia and hypercarbia which can increase morbidity and
mortality
• Drug overdose patients may require 24 - 48 hours airway control.

Upper airway edema


• Inhalation injuries
• Ludwig’s angina
• Epiglottitis
B. Pengisapan benda cair (suctioning)

 Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda


cair, maka dilakukan pengisapan (suctioning).
Pengisapan dilakukan dengan menggunakan alat
bantu pengisap (pengisap manual portabel,
pengisap dengan sumber listrik)

 Membersihkan benda asing padat dalam jalan


napas: Bila pasien tidak sadar dan terdapat
sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang
tidak mungkin diambil dengan sapuan jari, maka
digunakan alat bantuan berupa:
- laringoskop
- alat pengisap (suction)
- alat penjepit (forceps)
3. Mengatasi sumbatan napas parsial :

Dapat digunakan teknik manual thrust :

 Abdominal thrust
 Chest thrust
 Back blow
C. Mempertahankan agar jalan napas tetap terbuka:

 Pipa orofaring digunakan untuk mempertahan kan


jalan napas dan menahan pangkal lidah agar tidak
jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas
terutama pada pasien-pasien tidak sadar.

D. Membuka jalan napas dengan krikotirotomi:

Dapat dilakukan 2 jenis krikotirotomi:


 Krikotirotomi dengan jarum
 Krikotirotomi dengan pembedahan (dengan pisau)
Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin
dilakukan, maka dipilih tindakan krikotirotomi dengan
jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan trampil,
dapat dilakukan krikotirotomi dengan pisau
B BREATHING MANAGEMENT
(PENGELOLAAN FUNGSI PERNAPASAN)

Tujuan : Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara


memberikan pernapasan buatan untuk
menjamin kebutuhan adanya oksigen dan
pengeluaran gas CO2

Diagnosa : Ditegakkan bila tidak didapatkan adanya


tanda-tanda pernapasan pada pemeriksaan
dengan metode LLF dan telah dilakukan
pengelolaan pada jalan napas tetapi tetap
tidak didapatkan adanya pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :

I. Tanpa alat :
Memberikan pernapasan buatan dari mulut ke mulut atau dari
mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan dan diselingi
ekshalasi

II. Dengan alat :


Memberikan pernapasan buatan dengan alat “Ambu bag” (self
inflating bag). Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen.
Pernapasan buatan dapat pula diberikan dengan menggunakan
ventilator mekanik.
Bantuan pernapasan dan terapi oksigen:

a. Menggunakan masker
b. Penggunaan pipa bersayap
c. Penggunaan balon otomatis dan katup searah
(the self inflating bag and valve device).
d. Penggunaan ventilator mekanik
Nasal Cannula
• 4% increase in FiO2 for each 1 L of flow (e.g., 4 L flow = 37% or 6 L flow =
45%)

Face Tent
• At most delivers 40% at 10-15 L flow

Ventimask
• Small amount of rebreathing
• 8 L flow = 40%, 15 L flow = 60%

Nonrebreather mask
• Attached reservoir bag allows 100% oxygen to enter mask with
inlet/outlet ports to allow exhalation to escape - does not guarantee
100% delivery.
Nasal Cannula Ventimask

Face Tent

Non Rebreathing Mask


Mask ventilation crucial,
especially in patients who
are difficult to intubate
Sniffing position with tight
mask fit optimal
May require two hands
Mask ventilation crucial,
especially in patients who
are difficult to intubate
Sniffing position with tight
mask fit optimal
May require two hands
 DIRANCANG U/ MEMBANTU INSPIRASI DAN
EKSPIRASI PASIEN
 BISA SECARA ELEKTRIK ATAU PNEUMATIK
 PERKEMBANGAN MICROPROCESSOR AND
ELECTRONIC CONTROL  MAKIN KOMPLEKS
 HARGA RATA-RATA $ 30.000 – 40.000
 SAAT INI TERSEDIA VENTILATOR KECIL DAN MURAH
UNTUK DIGUNAKAN DI RUMAH (HOME VENTILATOR)
INVASIF
C CIRCULATION MANAGEMENT
(PENGELOLAAN SIRKULASI)

Tujuan : Mengembalikan fungsi sirkulasi darah

Diagnosa :  denyut nadi karotis (-)  (5 - 10 detik)


 diagnosa syok :
- nadi radialis - lemah
- tidak teraba
- cepat
- pucat
- kulit dingin - basah
- capilary refill time > 2 detik
Macam-macam syok :
• Hipovolemik
• Kardiogenik
• Distributik
• Obstruktif
Pengelolaan umum
1. Syok hipovolemik karena perdarahan
Prinsip: Penggantian volume yang hilang dan perbaikan oksigenasi jaringan

Klasifikasi syok Penemuan klinis Pengelolaan


Klas I : kehilangan Hanya takikardia Tidak perlu penggantian
volume darah <15% minimal (<100x/menit) volume

Klas II : kehilangan Takikardia (100-120x/mt) Penggantian volume


volume darah 15-30% Takipneu (20-30x/mt) dengan cairan kristaloid
Penurunan “pulse pressure” (3x kehilangan)
Penurunan produksi urine
(20-30cc/jam)

Klas III : kehilangan Takikardia (>120x/mt) Penggantian volume


volume darah 30-40% Takipneu (30-40x/mt) dengan cairan kristaloid
(confused), penurunan dan darah
produksi urine (5-15cc/jam)

Klas IV : kehilangan Takikardia (>140x/mt)


volume darah > 40% Takipneu (>35x/mt), pucat
dingin, perubahan mental
(confused & lethargic),
bila kehilangan volume >50%,
pasien tidak sadar, tekanan
sistolik = diastolik, produksi
urine minimal atau tidak keluar
Syok hipovolemik karena dehidrasi (muntah, diare)

Klasifikasi Penemuan klinis Pengelolaan

Dehidrasi ringan : Selaput lendir kering, nadi Penggantian volume


Kehilangan cairan normal atau sedikit dengan cairan
tubuh sekitar 5% meningkat kristaloid (NaCl 0,9%
atau RL)

Dehidrasi sedang : Selaput lendir sangat kering idem


Kehilangan cairan Status mental tampak lesu.
tubuh sekitar 10% Nadi cepat.
Tekanan darah mulai
menurun.
Oliguria.

Dehidrasi berat : Selaput lendir pecah-pecah. idem


Kehilangan cairan Pasien mungkin tidak sadar.
tubuh >15% Tekanan darah turun.
Anuria.
Sel-sel pada jaringan / organ  memerlukan O2
yang kontinyu

O2 sampai ke sel / jaringan melalui sistim


kardiovaskuler

Bila terhenti  3 menit  akan menyebabkan


kerusakan sel yang permanen
Sistim Kardiovaskuler :

• Jantung: sebagai alat pompa


• Pembuluh darah: - kompartemen tempat darah
mengalir
- merupakan sistim yang
tertutup
• Darah: zat untuk pengangkutan oksigen dalam bentuk:-
terlarut
- berikatan dengan Hb
Penyebab henti jantung  - primer
- sekunder
Henti jantung primer:
- fibrilasi ventrikel & asistol o/k:
• Iskemik myokard
• Heart block
• Obat - obatan
• Electric shock
Penyebab henti jantung sekunder :
 Rapid secondary cardiac arrest
• Asphyxia ok : - airway obstruction
- apnea
• Kehilangan darah cepat
• Alveolar anoksia o/k : - edema paru akut
- menghirup gas yang tidak
mengandung oksigen
 Slow secondary cardiac arrest
• Severe hypoxemia o/k :
• Edema paru
• Konsolidasi paru  shock lung
• Oligemic atau distributive shock
• Cardiogenic shock
• Acute brain insults (medullary failure & severe
intractable hypotension & apnea)
Identifikasi henti jantung :
gambaran klinis berupa :
 gambaran henti sirkulasi a/l :
 hilang kesadaran
 apnea atau gasping
 sianosis atau pucat
 tidak ada pulse (karotis atau femoralis)

 Bila pulse : - radialis teraba  tek sistolik > 80 mmHg


- femoralis teraba  tek sistolik > 70 mmHg
- karotis teraba  tek sistolik > 60 mmHg

 Dilatasi pupil  terjadi  1 menit setelah henti sirkulasi

 Perabaan art karotis pada anak-anak  dapat menekan


airway  laryngospasm
Tujuan external chest compression :
sistemik
untuk mengadakan sirkulasi
paru
“artificial circulation”  dapat dihasilkan
dengan teknik
intermitten chest
compression
(aliran darah  yang lambat dapat diperbaiki
dengan ratio kompresi & relaksasi 50 : 50)
Teknik external intermitten chest compression:

• Secara intermitten menekan sternum ke arah bawah


• Menekan jantung antara sternum dan tulang belakang
menimbulkan: “heart pump mechanism”
• Hal ini menimbulkan perubahan tekanan intratorakal
(chest pump mech):

Waktu toraks ditekan, terjadi oksigenisasi darah di paru - paru


dan pemompaan darah ke sirkulasi sistemik, tek intra torakal
tinggi  mendorong darah keluar dari jantung,paru dan
pembuluh darah besar.

Waktu tek terhadap intra torakal dilepaskan

Jantung dan paru melebar

Darah masuk ke pemb darah intra torakal (thoracic diastole)


Compression
• Heard is squeezed between
sternum & spine.
• intrathoracic pressure Increase to
force blood out of the heard .
Decompression
• Allow complete chest recoil
after each compression to
maximize the vacuum in the
thoracic cavity to force blood
flow back to the heard

Trainning Section Rescue & Amblance


Trainning Section Rescue & Amblance
How to perform
CPR?

Trainning Section Rescue & Amblance


THANK U BOOSSS…!!!!

You might also like