You are on page 1of 50

SKENARIO D BLOK 22

KELOMPOK G2
• ASHWINDERJEET SINGH 04011381621161
• M. RIDHO NOVTRIAWAN ALGIFARI 04011381621162
• DOROTHY JULIANA 04011381621163
• ACHMAD AFFAIER 04011381621180
• MUTHIARA ADLIN AZZAHRA 04011381621181
• FITRI SUCI LESTARI 04011381621184
• SYAUQI NABILA MARIFATULLAH 04011381621185
• THEODORA VIANI 04011381621206
• MONICA KARINA WALEAN 04011381621207
• BAGUS AKHLAQ 04011381621210
• ADRINA ESTHER LIAW 04011381621232
• NIMARDEEP KAUR KAUR SINGH 04011381621233
• NARVIN BERNARD RAVICHANDIRAN 04011381621234
SKENARIO D
A male newborn was delivered at private clinic, assisted by
midwife. He was delivered from a 36 years old woman,
primigravida. Mrs. Siti, the baby’s mother had premature
ruptured of membrane since 4 days ago. The liquor was thick,
smelly, and greenish. She had fever since one day before
delivery. She also had history of hypertension during the last
trimester of pregnancy. The pregnancy was fullterm, 39 weeks.
The baby was not cry spontaneously after birth. The midwife
cleared the baby’s airway using manual suction and stimulate
the baby by patting his feet. The midwife said Apgar score 1 for
1st minute and 2 for 5th minutes and 5 at 10th minutes. The baby
had difficulty while breathing and had grunting. The midwife
then referred him to Moh. Hoesin Hospital.
Physical examination revealed body weight was 2300 gr. Body
length 48 cm, head circumference 34 cm. His temperature
was 36C. He looked hypoactive and tachypnoe, respiratory
rate 72 breaths/minutes, there were chest indrawing,
grunting could be hear using stethoscope, breathing sound
was normal, he still looked cyanotic even after been giving
nasal oxygen. Sucking reflex was weak. Heart rate was 174
beats/minute. Abdomen was tender with normal bowel
sound. There were meconium staining at umbilical cord and
skin. Other examination within normal.
KLASIFIKASI ISTILAH
NO ISTILAH DEFINISI
1. Premature ruptured of (ketuban pecah dini) adalah keadaan
pecahnya selaput ketuban sebelum
membrane waktunya melahirkan atau sebelum
inpartus pada pembukaan kurang dari 4
cm.
2. Apgar score metode untuk menentukan kondisi bayi
saat lahir dengan nilai Heart rate,
respiratory, tonus otot, reflex irritability,
dan warna. Bayi dinilai dari 0-2 untuk
setiap poin penilaian dengan nilai
maksimal 10. Setiap factor dinilai pada
menit pertama kelahiran, setelah laihir, dan
lima menit selanjutnya. Apgar score untuk
menilai secara objektif kemampuan bayi
beradaptasi di lingkungan ekstrauteri.
3. Meconium bahan berlendir yang bewarna hijau tua
di dalam usus bayi cukup bulan (Dorland)
Fese pertama anin dan neonates yang
mengandung enzim pancreas, asam lemak
bebas, orfirin, IL-8, fosfolipase, bilirubin
direk, dan bilirubin indirek.
4. Chest indrawing tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam ketika menghirup udara dan
merupakan tanda dari respiratory distress.

5. Grunting bunyi pernapasan (merintih).


Bunyi pernapaan abnormal saat ekspirasi
yang menunjukkan bahwa glottis telah
menutup aliran udara dari paru, biasanya
untuk mencegah kolaps paru-paru.
6. Hypoactive penurunan abnormal suatu aktivitas
seperti peristalsis, aktivitas motorik, dan
kognitif ditandai dengan melambatnya
pemikiran, pembicaraan, dan pergerakan.
7. Sucking reflex refleks mengisap benda-benda yang
ditempatkan di mulut.
IDENTIFIKASI MASALAH
No. Topik Prioritas Keterangan
1. A male newborn was delivered at private clinic, assisted by *** Masalah
midwife. He was delivered from a 36 years old woman,
primigravida. The baby was not cry spontaneously after birth
then difficulty while breathing and had grunting. The midwife
cleared the baby’s airway using manual suction and stimulate
the baby by patting his feet The midwife then referred him to
Moh. Hoesin Hospital. The midwife said Apgar score 1 for 1st
minute and 2 for 5th minutes and 5 at 10th minutes.
2. Mrs. Siti, the baby’s mother had premature ruptured of ** Masalah
membrane since 4 days ago. The liquor was thick, smelly, and
greenish. She had fever since one day before delivery. The
pregnancy was fullterm, 39 weeks.
3. She also had history of hypertension during the last ** Masalah
trimester of pregnancy.

4. Physical examination revealed body weight was 2300 gr. * Masalah


Body length 48 cm, head circumference 34 cm. His
temperature was 36C. He looked hypoactive and tachypnoe,
respiratory rate 72 breaths/minutes, there were chest
indrawing, grunting could be hear using stethoscope,
breathing sound was normal, he still looked cyanotic even
after been giving nasal oxygen. Sucking reflex was weak.
Heart rate was 174 beats/minute. Abdomen was tender with
normal bowel sound. There were meconium staining at
umbilical cord and skin. Other examination within normal.
ANALISIS MASALAH

1. A male newborn was delivered at private clinic,


assisted by midwife. He was delivered from a 36 years
old woman, primigravida.
The baby was not cry spontaneously after birth then
difficulty while breathing and had grunting. The
midwife cleared the baby’s airway using manual
suction and stimulate the baby by patting his feet The
midwife then referred him to Moh. Hoesin Hospital.
The midwife said Apgar score 1 for 1st minute and 2
for 5th minutes and 5 at 10th minutes.
a. Bagaimana hubungan usia ibu dengan gejala pada kasus?

Menurut beberapa penelitian, wanita nullipara > 35 tahun


lebih rentan mempunyai komplikasi kehamilan dan
kelahiran yaitu pada usia kehamilan, berat lahir, prematur,
SGA, BBLR, fetal distress, AS rendah atau asfiksia.
b. Apa saja factor risiko yang dapat menyebabkan bayi tidak
menangis spontan?

• Ibu dengan gangguan metabolik saat kehamilan misalnya


anemia, gangguan hepar dan ginjal, hipertensi dan diabetes
mellitus memiliki resiko terjadi asfiksia yang lebih tinggi
daripada ibu tanpa gangguan metabolik.

• Kelahiran prematur dan bayi dengan BB < 2500 gram dapat


meningkatkan terjadinya resiko asfiksia dibandingkan dengan
kelahiran cukup bulan.

• Komplikasi intrapartum (korioamnionitis, oligohidramnion,


KPP > 12 jam, dan partus lama) = faktor resiko terjadinya
asfiksia.
c. Bagaimana interpretasi dari apgar score?

Menurut American Academy of Pediatrics asfiksia pada bayi


baru lahir ditandai dengan :
• Asidosis (pH<7) pada darah arteri umbilikalis
• Nilai Apgar 0-3 setelah menit ke -5
• Manifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau HIE)
• Disfungsi sistem multiogran

Pada kasus didapatkan skor Apgar 2 pada menit ke-5 yang


merupakan salah satu dari tanda bayi lahir dengan asfiksia.
d. Apa indikasi dan cara melakukan manual suction?

Menurut Smeltzer et al, (2002), indikasi penghisapan lendir lewat


endotrakeal adalah untuk:

1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenance), apabila:


a. Pasien tidak mampu batuk efektif.
b. Diduga aspirasi.

2. Membersihkan jalan napas (bronchial toilet), apabila ditemukan:


a. Pada auskultasi terdengar suara napas yang kasar atau
ada suara napas tambahan.
b. Diduga ada sekresi mucus pada saluran pernapasan.
c. Apabila klinis memperlihatkan adanya peningkatan beban
kerja sistem pernafasan.
3. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.

4. Sebelum dilakukan radiologis ulang untuk evaluasi.

5. Untuk mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.

Cara melakukan manual suction:


1. Siapkan peralatan di samping tempat tidur.

2. Cuci tangan.
3. Jelaskan klien apa yang akan dilakukan dan tujuannya. Jelas bahwa
batuk atau menelan adalah normal.

4. Jika pencahayaan ruangan kurang,yakinkan bahwa pencahayaan


cukup.

5. Atur posisi tidur klien dengan tepat:


a. Penghisapan oropharingel :posisi semi fowler dengan kepala
menghadap ke area perut.

b. Penghisapan nasopharingel:posisi semi fowler dengan


kepala hiperektensi.

• Pasien tidak Sabar : posisi luteral menghadap kearah perut.


6. Tempatkan handuk bersih pada bantal atau diatas dada atau dibawah dagu
klien. Pasang tirai atau sampiran untuk menjaga privasi klien.

7. Pilih tekanan dan tipe unit penghisapan yang tepat.

8. Tuangkan air steril atau normal saline kedalam wadah.

9. Hubungkan selang penghubung kealat / mesin penghisap.

10. Hidupkan mesin dan test dengan menempatkan ibu jari pada ujung selang.

11. Pakai sarung tangan steril pada tangan dominant.

12. Ambil kateter dengan tangan yang telah menggunakan sarung tangan dan
gunakan tangn yang tidak dominan untuk menggunakan ujung konektor
dengan suction.
13. Uji coba alat, basahi ujung kateter dengan larutan streil dengan
menghisap air melalui tubing dan kateter.

14. Masukkan kateter sesuai rute suctionnya, jarak anatar hidung klien
dan daun telinga jangan mengisap saat masukan section.

i. Untuk oropharingeal section. Anjurkan klien untuk membuka


mulut (jika sadar) atau buka mulut klie dengan cara menarik
rahangbawah ke bawah (pasien tidak sadar). Tarik lidah
kedepan, jika perlu gunaka tongue spatel, perlaha-lahan
masukkan kateter kedalam mulut dan arahkan ke oropharing.

ii. Untuk nshoparyngenal suction. Masukkan kateter kedalam


salah satu lubang hidung. Arahkan kearah medial sepanjang
dasar lubang hidung. Jangan dorong paksa kateter. Bila
lubang hidung yang satu tidak paten, coba lubang hidung
yang lain.
15. Lakukan penghisapan dengan menutup/ menyumbat porteng hisap
engan ibu jari lakukan prosedur secara menyeluruh tiak boleh 15 detik.

16. Tarik kateter perlahan-lahan dengan rotasi kateter.

17. Bilas kateter dengan larutan steril untuk mengangkat sekresi.

18. Bila klien ridak mengalami distress pernafasan, biarkan ia istirahat


20-30 detik sebelum memasukkan ulang kateter. Jumlah waktu section
keseluruhan adalah dua menit.

19. Bila klien mampu, minta ia untuk bernafas dalam dan batuk
diantara pengisapan.
20. Ulangi pengisapan (langkah 15-18) jika diperlukan ganti lubang
hidung untuk pengulangan section.

21. Dapatkan spektimen jika diperlukan.

22. Matikan section.

23. Lepaskan kateter dari pipi (tubing).

24. Buka sarung tangan, tarik sarung tangan kebawah ke atas kateter
yang digunakan, bungkus kateter dalam sarung tangan untuk dibuang.

25. Atur kembali posisi pasien senyaman mungkin.

26. Berikan oral hygiene.


27. Cuci tangan.
Evaluasi:
- Bunyi nafas bersih.
- Tanda vital stabil.
- Pasien nyaman.

Dokumentasi
Catat pada catatan perawat :
- Jumlah, konsistensi, warna dan bau secret serta.
- Respon klien terhadap prosedur.
e. Bagaimana patofisiologi bayi tidak menangis spontan
pada kasus?
• Oksigen dan pengembangan paru : rangsang utama relaksasi
pembuluh darah paru.

• Bayi baru lahir -> menghirup udara ke dalam paru- parunya ->
mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan
insterstitial di paru -> oksigen dapat dihantarkan ke arteriol
pulmonal -> arteriol berelaksasi.

• Terganggu -> pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat


oksigen.

• Kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah


jantung , penurunan tekanan darah -> mengakibatkan aliran darah
ke seluruh organ akan berkurang.
f. Bagaimana tindakan awal dan cara merujuk terhadap
bayi pada kasus?
g. Bagaimana mekanisme bayi kesulitan bernapas?

• Respiratory distress -> paru akan kesulitan untuk


mempertahankan kestabilan alveolus pada akhir
ekspirasi.

• Dibutuhkan tenaga yang lebih besar pada proses respirasi


berikutnya.

• Suara grunting keluar akibat adanya usaha meningkatkan


oksigen pada bayi dengan tertutupnya glottis selama
ekspirasi sehingga dapat meningkatkan akhir ekspirasi
pada paru.
2. Mrs. Siti, the baby’s mother had premature
ruptured of membrane since 4 days ago. The liquor
was thick, smelly, and greenish. She had fever since
one day before delivery. The pregnancy was fullterm,
39 weeks.
a. Bagaimana kemungkinan mekanisme ketuban pecah dini
pada kasus?
• Ketuban dapat pecah -> kontraksi uterus dan peregangan berulang ->
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh sehingga pecah.

• Faktor risiko KPD -> kurangnya asam askorbat yang merupakan


komponen dari kolagen.

• Kehamilan trimester awal -> selaput ketuban sangat kuat.

• Trimester ketiga -> mudah pecah berkaitan dengan pembesaran


uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.

• Kehamilan premature -> infeksi dari vagina, polihidramnion,


inkompeten serviks.
b. Apa makna klinis cairan ketuban yang kental, berbau, dan
kehijauan?

• Ketuban yang kental berbau + adanya tanda-tanda infeksi pada


ibu -> terjadi korioamnionitis.

• Warna kehijauan -> neonatus telah mengeluarkan meconium.

• Petanda bahwa neonatus dalam keadaan stres.

• Keadaan hipoksia -> peristaltik usus dan relaksasi otot sfingter


ani.

• Mekonium dapat keluar melalui anus.


c. Apa saja faktor risiko yang dapat menyebabkan ketuban
pecah dini?
• Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik).

• Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban -> infeksi genitalia dan meningkatnya
enzim proteolitik.

• Multipara, grandemultipara.

• Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.


Merokok selama kehamilan.

• Inkompetensi serviks (leher rahim).

• Peningkatan tekanan inta uterin.

• Makrosomia.

• Penyakit infeksi -> Grup B streptococcus -> amnionitis.

• Riwayat persalinan dengan KPD sebelumnya: resiko 2-4x.


d. Bagaimana hubungan demam dengan pecah ketuban
dini pada kasus?

Ketuban pecah dini → infeksi ascenden yang berasal dari


traktus urogenital misal vagina serviks masuk dari vagina ke
rongga amnion → keadaan lingkungan yang alkalis
merupakan pH yang cocok untuk berkembangnya flora
normal vagina yang menjadi agen patogen → menginfeksi
cairan amnion → peningkatan aktivitas IL-1 dan
prostaglandin → peningkatan set point di hipotalamus →
demam pada ibu.
e. Bagaimana hubungan gejala di atas dengan kondisi bayi
pada kasus?
• Pecah ketuban dini > 24 jam  infeksi ascenden (cairan
ketuban berbau menunjukan infeksi dari bakteri anaerob) 
korioamnionitis  air ketuban terinfeksi dan berbau fetus
menelan atau mengaspirasi air ketuban  fetus mengalami
infeksi saluran pernapasan (bronkopneumonia) yang berujung
sepsis.

• Ketuban pecah dini  hipoksia pada janin  penurunan


peristaltik usus dan relaksaasi sfingter ani  keluarnya
meconium  air ketuban bewarna kehijauan  fetus menelan
atau mengaspirasi air ketuban  MAS.

• Hipoksia pada janin  penurunan kadar O2 dalam tubuh janin


 arteri pulmonal tetap berkontraksi, penurunan kadar
surfaktan  bayi sulit melakukan usaha tangisan pertama
sehingga alveoli paru tetap berisi cairan  asfiksia.
f. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan bayi?

• KPD
• Hipoksia akibat kompresi tali pusat
• Oligohidramnion
• Gawat janin -> RDS
• BBLR
• Hipoglikemi simptomatik
• Asfiksia
• Meningitis
• Hyperbilirubinemia
• Hipotermi
g. Bagaimana tata laksana awal pada kasus pecah ketuban
dini (aterm)?
Antibiotik
• Pemberian antibiotik terutama pada usia gestasi <37 minggu dapat
mengurangi risiko terjadinya korioamninitis, mengurangi jumlah
kelahiran bayi dalam 2-7 hari, dan mengurangi morbiditas neonates.
Rekomendasi pemilihan antibiotik:
-Ampisilin 1-2 g IV, setiap 4-6 jam selama 48 jam
-Eritromisin 250 mg iV, setiap 6 jam selama 48 jam.

• Kemudian lanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari amoksisilin dan


eritromisin (4x250 mg PO). Pada pasien dengan alergi penisilin
diberikan terapi tunggal klindamisinn 3x600 mg PO. Sumber lain
mengatakan bahwa pada PPROM, pemberian eritromisin hingga 10
hari.

• Hindari pemberian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM


dapat menyebabkan NEC.
3. She also had history of hypertension during the
last trimester of pregnancy.
a. Apa hubungan hipertensi dengan pecah ketuban dini dan
pengaruhnya terhadap janin?

Hipertensi  mengganggu sistem vaskularisasi plasenta 


mengganggu pertukaran oksigen dan nutrisi melalui
plasenta dari ibu ke janin pertumbuhan janin yang
lambat dalam Rahim  BBLR.
b. Mengapa dapat terjadi hipertensi pada trimester akhir
kehamilan?
• Tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis
dan jaringan matriks sekitarnya.

• Lapisan otot arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami


distensi dan vasodilatasi.

• Arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi -> terjadi kegagalan


“remodeling arteri spiralis” -> aliran darah utero plasenta menurun
-> hipoksia dan iskemia plasenta.

• Dampak iskemia plasenta -> perubahan-perubahan yang dapat


menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
4. Physical examination revealed body weight was 2300 gr.
Body length 48 cm, head circumference 34 cm. His
temperature was 36C. He looked hypoactive and
tachypnoe, respiratory rate 72 breaths/minutes, there
were chest indrawing, grunting could be hear using
stethoscope, breathing sound was normal, he still looked
cyanotic even after been giving nasal oxygen. Sucking
reflex was weak. Heart rate was 174 beats/minute.
Abdomen was tender with normal bowel sound. There
were meconium staining at umbilical cord and skin. Other
examination within normal.
a. Bagaimana interpretasi pada hasil pemeriksaan?
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas pada hasil
pemeriksaan?
• Hipoaktif :
Ketuban pecah dini  infeksi cairan ketuban (chorioamnionitis) 
infeksi intrauterin  gangguan pertumbuhan janin  gangguan
fungsi organ  gangguan sistem saraf pusat  hipoaktif.

• Takipneu :
Ketuban pecah dini  infeksi cairan ketuban (chorioamnionitis) 
inhalasi cairan amnion yang terinfeksi  masuk ke dalam paru-
paru  jalan nafas tersumbat  penurunan fungsi alveolus 
pergerakan alveolus terhambat  radang pada parenkim paru 
gangguan ventilasi  oksigenisasi menurun  kompensasi tubuh
dalam mendapatkan oksigen.
• Retraksi sela iga:
Ketuban pecah dini  infeksi cairan ketuban
(chorioamnionitis)  inhalasi cairan amnion yang terinfeksi
 masuk ke dalam paru-paru  jalan nafas tersumbat 
penurunan fungsi alveolus  pergerakan alveolus
terhambat  radang pada parenkim paru  gangguan
ventilasi  penggunaan otot bantu napas supaya paru
lebih besar mengembang  otot berkontraksi  retraksi
dinding dada.
• Sulit bernafas :
Ketuban pecah dini  infeksi cairan ketuban (chorioamnionitis)
 inhalasi cairan amnion yang terinfeksi  masuk ke dalam
paru-paru  jalan nafas tersumbat  penurunan fungsi alveolus
 radang pada parenkim paru  gangguan ventilasi.
• Sianosis :
Ketuban pecah dini  infeksi cairan ketuban (chorioamnionitis)
 inhalasi cairan amnion yang terinfeksi  masuk ke dalam
paru- paru  jalan nafas tersumbat  penurunan fungsi
alveolus  radang pada parenkim paru.
c. Apa saja pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosis pada kasus?
d. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
- SGA asimetris
- Respiratori distress
- Sepsis Naonatorum
e. Apa saja diagnosis banding berdasarkan keluhan pada
kasus?
KERANGKA KONSEP
KESIMPULAN

Neonatus laki-laki cukup bulan mengalami


SGA, BBLR, respiratory distress et. Causa MAS
dd. bronkopneumonia, asfiksia, dan sepsis
neonatorum.
TERIMA
KASIH

You might also like