You are on page 1of 16

Referat

PPOK

P E M B I M B I N G : D R . A R D YA S I H , S P. P D

OLEH:
M I R A C A N D R A K A R U N I A WAT I , S . K E D

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
PENDAHULUAN

Menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung


Disease), Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah keadaan penyakit
yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel
Penyakit paru obstruktif kronis terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik ialah kelainan saluran
napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak
disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema yakni pembesaran
rongga udara pada distal bronkiolus terminal, disertai perubahan
dekstruktif dinding alveolar1.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan salah satu penyakit
penyebab kematian ke 5 di seluruh dunia, dan menurut WHO, diprediksikan
pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia.
Sebagai pengingat pentingnya masalah PPOK, WHO menetapkan hari PPOK
sedunia (COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November2.
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI  Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah


penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran
udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Hambatan aliran udara pada penyakit ini seringkali disebabkan
oleh diameter saluran nafas yang menyempit berkaitan dengan
beberapa faktor, antara lain meningkatnya ketidakelastisan
dinding saluran nafas, meningkatnya produksi sputum di
saluran nafas, dan lain sebagainya. Gangguan aliran udara di
dalam saluran nafas disebabkan proses inflamasi paru yang
menyebabkan terjadinya kombinasi penyakit saluran napas
kecil (small airway disease) dan destruksi parenkim
EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2008 di Amerika Serikat diperkirakan 12,1


juta penderita dimana prevalensiya laki-laki lebih besar
dari pada wanita. Di Indonesia diperkirakan terdapat
sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Angka ini bisa meningkat
dengan semakin banyaknya jumlah perokok karena 90%
penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5% penduduk laki-laki
dan 1,2% perempuan merupakan perokok. Hubungan
antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose
response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap
hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka
risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar
PATOGENESIS
KLASIFIKASI
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko dari PPOK diantaranya faktor genetik. Faktor
genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi
dari -1 antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine protease yang
terbanyak beredar dalam sirkulasi. Defisiensi ini jarang ditemukan
namun paling sering dijumpai pada ras yang berasal dari north europe.
Namun, kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab
kausal yang jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan riwayat merokoknya,
apakah ia perokok aktif, perokok pasif, maupun bekas perokok. Derajat
berat merokok dengan indeks brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
tahun.
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja,
hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
juga merupkana faktor resiko PPOK
PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan radiologis
4. Pemeriksaan fungsi paru
Komplikasi

1. Gagal nafas
2. Infeksi berulang
PENATALAKSANAAN

1. PPOK Stabil
2. PPOK Eksaserbasi Akut
DAFTAR PUSTAKA

 Rubenstein D, Waine D, Bradley J., 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga Edisi 6. Hal.273-275.
 Hasanah, Mufidatun., 2013. Fenotip Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Jurnal Respirologi
Indonesia. Vol. 33, No.4. Hal. 271-272.
 Anwar, D., Chan, Y., Basyar, M., 2012. Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Research Council Scale Dengan Derajat
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol. 32, No.4. Hal 200-202.
 Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hal 5-6.
 Yuarsa, T.A., Yunus, F., Antariksa, B., 2013. Korelasi Penilaian Kualitas Hidup Dan Prognosis
Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dengan CAT, SGRQ Dan BODE Di Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol. 33, No.1. Hal 10-14.
 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
 Wilson, L.M, 2005. Pola Obstruktif Pada Penyakit Pernapasan. Dalam: Price, S.A., dan Wilson, L.M.,
Editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: ECG. Edisi 6. Hal. 736-9, 784-8.
 Celli, B.R., Macnee, W., 2004, Standards For The Diagnosis And Treatment Of Patients With COPD: A
Summary Of The ATS/ERS Position Paper. European Respiratory Journal. 23; 934-935.
 Alsagaff, H., Mukty, A., 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Erlangga University
Press;. Hal. 15-18.
 Barnett, M., 2006. Chronic Obstructive Pulmonary Disease In Primary Care. New York: Subsidiary of
John Wiley & Sons Ltd;.Hal. 5-62.
TERIMAKASIH

You might also like