You are on page 1of 21

Yosra Sigit Pramono

STIKES Muhamadiyah Banjarmasin


2015
Ceritakan masalah yang
Anda rasakan paling
mengganggu hidup Anda
ketika masih anak-anak!
➲ Tertawa adalah tanda dari kegiatan bermain dan
tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang
dilakukan bersama dengan sekelompok teman
(Milar, 1972)
➲ Yang penting dan perlu ada di dalam kegiatan
bermain adalah rasa senang dan yang ditandai
dengan tertawa (James Sully)
➲ Ahli mengatakan: bermain bukan semata-mata
demi kesenangan, ada sasaran: prestasi
➲ Jadi bermain? Tidak ada jawaban yang deskriptif.
Berbagai pendapat di atas dapat dilihat seperti
suatu benang yang saling terkait
1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik  muncul dari
keinginan pribadi,untuk kepentingan sendiri
2. Perasaan dari orang-orang yang terlibat dalam kegiatan
bermain diwarnai oleh emosi-emosi positif/ punya nilai
bagi anak
3. Fleksibel  mudah beralih dari satu aktivitas ke aktivitas
lain
4. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung
dibandingkan hasil akhir
5. Bebas memilih  penting untuk anak kecil
6. Mempunyai kualitas pura-pura  terpisah dari kehidupan
nyata
7. Ada aturan main  untuk anak di atas 7 tahun
8. Melamun  mulai terjadi pada remaja  cikal bakal ind.
dewasa dengan ide-ide
1. Bermain fungsionil (Functional Play): 1-2 th,
gerakan sederhana dan berulang-ulang. Cth:
mendorong dan menarik mobil-mobilan
2. Bangun Membangun (Constructive Play):3-6 th,
anak membentuk/ menciptakan bangunan
tertentu dengan alat permainan yang ada. Cth:
membuat rumah dengan balok kayu/ potongan
lego
3. Bermain pura-pura (Make-believe play): 3-7 th,
anak menirukan kegiatan orang yang dijumpai
dalam hidup sehari-hari; melakukan peran
imajinatif. Cth: main polisi-penjahat, jadi
superman
4. Permainan dengan peraturan (Games with rules):
6-11 th, anak sudah paham dan bersedia
mematuhi aturan permainan. Cth: main kartu,
monopoli
1. Bermain memungkinkan anak untuk
mengkomunikasikan perasaannya secara
efektif, dan secara alami bermain sudah
terberi pada anak
2. Dengan bermain, orang dewasa dapat
masuk ke dunia anak dan anak merasa
lebih diterima dan dipedulikan
3. Mengobservasi anak pada saat bermain
membantu orang tua untuk memahami
anak lebih baik
4. Bermain menyenangkan untuk anak,
sehingga memungkinkan untuk rileks dan
mengurangi kecemasan, serta pertahanan
diri anak
6. Bermain memberikan kesempatan pada
anak untuk melepaskan perasaannya,
melampiaskan perasaan frustrasi pada alat
permainan, tanpa merasa takut pada
orang dewasa
7. Bermain memberi anak kesempatan untuk
mengembangkan keterampilan sosial yang
dapat digunakan dalam situasi lain
8. Bermain memberi anak tantangan untuk
mencoba peran baru, dan anak dapat
bereksperimen dengan situasi yang aman
dengan berbagai cara pemecahan masalah
• 3 hal penting agar terapi sukses:
1. Klien harus datang ke terapi dengan kesadaran
bahwa ia memiliki masalah, dan yakin terapis
dapat menolong mereka
2. Klien harus dapat mencapai transference dengan
terapis  terapis dilihat sebagai pengganti ayah,
ibu, dll
3. Klien harus dapat melakukan asosiasi bebas
butuh kemampuan verbal untuk menyatakan
perasaan dan pemikiran yang terdalam, dan
dapat bicara terbuka
 Ketiga hal tersebut sulit untuk dilakukan oleh
anak-anak. Cara atasi? Dengan bermain
• Salah satu pelopor terapi bermain
• Mulai gunakan terapi bermain secara mendalam
dan meluas pada tahun 1919 untuk menyelami
alam ketidaksadaran anak
• Bermain = asosiasi bebas  anak bisa ungkapkan
rahasia mengenai perasaannya: ketakutannya,
kesenangannya
• Asumsi terapi bermain Klein: sebagian besar
aktivitas bermain pada anak-anak merupakan
ekspresi konflik seksual atau agresi terkait dengan
hub. anak-ortu
• Perasaan anak kepada orangtua kontradiktif:
senang – kesal, tergantung – frustrasi karena
tergantung  mudah diungkapkan dengan bermain
➲ Di dalam ruangan terapi diletakkan berbagai
macam alat permainan yang memungkinkan anak
mengemukakan anak perasaannya, misal: mobil-
mobilan, boneka manusia, boneka
tangan,binatang, meja dan kursi mainan, pensil,
dough, dll
➲ Anak dibebaskan bermain sesuka hatinya
➲ Terapis mengobservasi perbuatan, dan ekspresi
wajah, dan perkataan anak, kemudian
menterjemahkan arti dibalik aktivitas simbolik
tersebut. Misal: anak mengubur boneka laki-laki
di pasir  anak marah terhadap ayah
➲ Terapis mengkonfirmasikan arti dari terjemahan
tersebut  dapat membuat anak merasa tidak
nyaman
➲ Terinspirasi oleh Carl Rogers (Client-centered
therapy)  penekanan pada kualitas interaksi
anak-terapis
➲ Terapis ciptakan suasana penerimaan yang total 
terapis tidak kritik anak, tetapi lakukan
komunikasi secara terbuka, hangat, penuh
penghargaan  anak sendiri akan menemukan
jalan keluar dari permasalahan, bukan terapis
➲ Tujuan utama terapi: pencapaian kewaspadaan diri
dan mengetahui apa yang harus dilakukan
➲ Fungsi terapis: pemberi unconditional positive
regard  sering tidak diperoleh anak dari orang
tua karena orang tua sangkal perasaan anak
saat dewasa, ind.tidak kenal perasaannya Contoh?
➲ Contoh kasus Axline: anak laki-laki 7 tahun akan
dioperasi  perasaan takut ditransformasikan ke
perasaan marah pada staf rumah sakit  orang
tua malu dan katakan pada anak: mereka malu
dengan t.l. anak dan minta anak untuk ‘bersikap
seperti laki-laki’ & anak dijanjikan anak mendapat
sepeda apabila tidak lagi ber.t.l. demikian  anak
menurut  anak menderita asma karena perasaan
takut dan kesedihan yang tidak dapat
diekspresikan
➲ Roger: Perasaan anak sering ditolak oleh orang
tua melalui kritik, hukuman, dan interpretasi
ulang yang tidak tepat. Contoh?
• 8 prinsip dasar terapi hubungan:

1. Terapis harus menciptakan hubungan yang


hangat dan bersahabat dengan anak, ruangan
terapi juga harus dirasakan anak sebagai ruangan
yang aman dan nyaman
2. Terapis harus menerima anak apa adanya tanpa
pujian dan kritik
3. Terapis harus menciptakan iklim yang permisif 
terkait dengan penggunaan permainan dan waktu
bermain untuk setiap alat, jangan memaksa anak
untuk menjawab pertanyaan
4. Terapis mengenali perasaan anak dan berusaha
untuk merefleksikan kembali kepada anak 
bantu anak untuk peroleh insight
5. Terapis harus menghargai anak dan
memandang bahwa anak dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri 
kesuksesan terapi ada di tangan anak
6. Anak memimpin terapi, terapis mengikuti:
tidak ada pertanyaan, kritik, arahan, saran,
penguatan, persetujuan mengenai perilaku
anak
7. Terapi tidak boleh dilakukan dengan
terburu-buru
8. Ada batasan yang perlu ditentukan sejak
awal  batasan mengarahkan anak pada
kenyataan, membantu anak untuk
memenuhi tanggung jawabnya, dan
membuat anak merasa aman.
• 3 batasan pada terapi non-direktif:
1. Anak tidak boleh menyakiti diri dan terapis
2. Anak tidak boleh merusak mainan dalam
ruang terapi
3. Anak bebas menggunakan terapis selama sesi
terapi, dan anak harus meninggalkan ruangan
pada saat sesi terapi berakhir
• Karakteristik Pendekatan terstruktur:
1. Penekanan pada treatment yang lebih singkat,
dengan tujuan yang spesifik dan strategi yang
jelas pada awal terapi
2. Terfokus pada kenyataan saat ini daripada masa
lalu yang tidak disadari
3. Berusaha menghindari penggunaan interpretasi
simbolik
4. Penekanan pada pentingnya hubungan anak-
terapis
5. Menggunakan seni untuk mengekspresikan diri:
musik, literatur, drama, boneka tangan, dan
bermain bebas
➲ Permainan untuk anak yang lebih kecil: boneka
tangan, mainan miniatur, alat keterampilan, bak
pasir
➲ Permainan untuk anak yang lebih tua: Permainan
dengan papan, permainan konstruktif, permainan
dengan kertas dan pensil, permainan komputer
➲ Ada sejumlah struktur yang ditetapkan: batasan,
mainan tertentu yang disediakan, aktivitas
bermain yang disarankan batasan, mainan
tertentu yang disediakan, aktivitas bermain yang
disarankan  tergantung tahap perkembangan
dan kepribadian anak, serta tujuan spesifik dari
terapi
➲ Anak bebas mengungkapkan perasaannya  bisa
dari balik layar (panggung boneka)
1. Terapi bermain dengan kostum: tujuan
terapi anak dapat bebas
mengekspresikan diri dengan mencari
tokoh imajiner yang sesuai dengan konflik
yang dialami
2. Pembacaan cerita: anak dibacakan cerita
yang mirip dengan permasalahan yang
dialami kemudian anak diminta untuk
membantu tokoh dalam cerita
menyelesaikan masalahnya.
3. Terapi seni: anak diberikan berbagai
macam perlengkapan seni (dough, krayon,
kertas, cat air, dll) untuk digunakan
seperti yang diinginkan. Anak bebas
mengekspresikan diri. Hasil seni dianalisa
terapis

You might also like