You are on page 1of 50

TULI KONGNITAL, PERSEPTIF,

KONDUKTIF DAN PRESBIAKUSIS

Dr. dr. Indra Zachreini,Sp.THT-KL(K)


RSU Cut Meutia Aceh Utara/
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
TULI KONGENITAL

TULI KONGENITAL?
• KETULIAN SEJAK
LAHIR
• DISEBABKAN BAYI TULI (Joint Committee
FAKTOR: on Infant Hearing, JCIH
2000)
– SAAT KEHAMILAN
• TIDAK MENDENGAR pada
– SAAT LAHIR.
ambang dengar NORMAL
• BARU MENDENGAR pada
30-40 dB / LEBIH diatas
ambang dengar normal
Kekerapan

Di Negara maju (data WHO)


0,1 - 0,3 % kelahiran hidup
Umumnya diketahui pada usia 18-24 bulan
50% tanpa faktor risiko terhadap ketulian

Di INDONESIA
 Survai Depkes 7 Provinsi (1994–1996), angka
kekerapan di Indonesia 0,1 %
 Dg angka kelahiran 0,22% dan jumlah penduduk
252.370.792 * diperkirakan ada + 6,500 bayi
lahir tuli /tahun.
*Badan Pusat Statistik, data 2015
DIAGNOSA TULI KONGENITAL

OAE (OTO ACOUSTIC


EMISSION)
PENATALAKSANAAN TULI KONGENITAL
STIMULUS BUNYI sedini
mungkin <6Bln, mendengar
belajar mengenal bunyi
Bayi pakai ABD
- ABD Dengar & Kenal bunyi
- Implan Kokhlea Alat implan yg dipasang

operasi

- Sekolah Khusus

Anak2 pasca operasi terpasang


implan Kokhlea
Pencegahan TULI KONGENITAL

• gambar
- Perkawinan antar
keluarga
- Imunisasi
- Antenatal care
- Skrining pendengaran
 UNHS
 yang berisiko
TULI PERSEPTIF
o Definisi: gangguan pendengaran akibat hilangnya/
rusaknya sel saraf (sel rambut) dalam koklea atau
saraf yang berjalan dari telinga ke otak, biasanya
bersifat permanen
o Nama lain:
 Tuli sensori neural
 Tuli saraf
o Dibagi 2 yaitu:
 Tuli perseptif koklea
 Tuli perseptif retrokoklea
ETIOLOGI
• Kelainan pd organ telinga dalam ( Nervus VIII - batang otak)
• Presbiakusis
• Kel. Kongenital waktu hamil morbili, varicella, parotitis
• Kel. darah/ pembuluh darah: anemia, leukemia, HT
• Avitaminosis B1
• Intoksikasi obat
• Infeksi virus (parotitis), meningitis dll
• Tumor nervus VIII
• Trauma kapitis yg mengenai labirin
• Trauma akustik : mercon, bising mesin, senapan dll.
• Sindrome meniere
• Kebisingan
PATOLOGI
GEJALA KLINIK
 Gangguan pendengaran yang timbul secara perlahan
 Dapat juga timbul secara mendadak seperti trauma
atau gangguan sirkulasi darah
 Gangguan pendengaran mulai dari ringan sampai
berat
 Gangguan pendengaran bisa unilateral (trauma,
neuroma akustik) maupun bilateral
 Dapat disertai tinitus, otalgia dan vertigo
DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
2. Tes Berbisik
3. Tes Penala (garpu tala)
a. Tes Rinne
b. Tes Weber
c. Tes Schwabach
4. Audiometri
a. Audiometri nada murni
b. Audiometri khusus
c. Audiometri objektif
Audiometri nada murni
Audiometri Khusus
 Rekrutmen: fenomena terjadinya peningkatan
sensifitas pendengaran yang berlebihan diatas
ambang dengar
 Tanda khas pada tuli koklea
 Bisa membedakan bunyi 1 dB sedangkan orang
normal 5 dB
Decay/fatique/kelelahan: adaptasi abnormal
dimana cepat lelah bila dirangsang terus menerus
 Tanda khas pada tuli retrokoklea
Jenis pemeriksaan audiometri khusus:
1. Short increment sensitivity index (SISI)
2. Alternate binauural loudness balans test (ABLB)
3. Tone decay (tes kelelahan)

4. Speech audiometri (audiometri tutur)

5. Bekesy audiometri
Audiometri Objektif
Terdapat 4 cara pemeriksaan:
1. Audiometri impedans
2. Elektrokokleografi
3. Evoked response audiometry
4. Otoacoustic emission (OAE)
TULI KONDUKTIF
o Definisi: Penurunan fungsi pendengaran pada salah
satu atau kedua telinga akibat gangguan pada proses
transmisis gelombang bunyi dari telinga luar ke
telinga tengah dan dalam
o WHO (2005): 278 juta orang mengalami gangguan
pendengaran
o WHO Multi Center Study (1998): Indonesia
termasuk 4 negara Asia Tenggara dengan prevalensi
ketulian yang cukup tinggi (4,6%)
Penyebab gangguan transmisi dapat berupa kelainan:
•Meatus acusticus externus:
o atresia, stenosis meatal
o sumbatan: serumen prop, corpus aleinum
o otitis externa difusa
o osteoma
•Membran timpani:
o perforasi
o timpanosklerosis
•Kavum timpani:
o infeksi: OMA, OMSK, OME
o hemotimpanum
o otosklerosis
o dislokasi tulang pendengaran
Pemeriksaan Pendengaran
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
2. Tes Berbisik
3. Tes Penala (garpu tala)
a. Tes Rinne
b. Tes Weber
c. Tes Schwabach
4. Audiometri
5. Timpanometri
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
• Anamnesis : telinga tersumbat, kurang
pendengaran, tinitus, vertigo
• Pemeriksaan fisik : otoskop
Tes Berbisik
• Merupakan tes semikuantitatif
• Tujuan : menentukan tingkat ketulian secara kasar
• Normal dapat mendengar bisikan dari jarak 5-6 meter
• Cara pemeriksaam:
– Ruangan cukup tenang, dengan panjang 6 meter
– Berbisik pada akhir ekspirasi
– Dimulai dari jarak 6 meter dan makin lama makin
mendekat, maju tiap satu meter sampai dapat
mengulangi tiap kata dengan benar
– Telinga yang tidak diperiksa ditutup, orang yang
diperiksa tidak boleh melihat pemeriksa (pemeriksa
berdiri di sisi telinga yang diperiksa)
• Interpretasi :

– Normal : 5/6 sampai 6/6

– Tuli ringan bila suara bisik 4 meter

– Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter

– Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter


Tes Penala
Tes Schwabach
• Tujuan : membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal
• Cara pemeriksaan :
– Penala digetarkan
– Dasarnya diletakkan ada prosesus mastoideus px
– Bila sudah tidak didengar lagi, penala dipindahkan pada
proc.mastoideus pemeriksa
– Bila masih terdengar kesan: pendengaran px mendek
– Bila pemeriksa juga tidak mendengar  ulangi kembali.
– Penala digetarkan kembali dan diletakkan di
proc.mastoideus pemeriksa terlebih dahulu, bila sudah
tidak terdengar lagi pindahkan pada op
Tes
Tes Rinne Tes Weber Interpretasi
Schwabach

Positif Lateralisasi Sama dengan Normal


tidak ada pemeriksa

Negatif Lateralisasi ke Memanjang Tuli


telinga yang Konduktif
sakit
Positif Lateralisasi ke Memendek Tuli
telinga yang sensorineural
sehat
Audiometri
• Tujuan : untuk menentukan sifat kelainan
pendengaran
• Merupakan earphone sederhana yang dihubungkan
dengan ossilator elektronik yang mampu
memancarkan suara murni dengan kisaran frekuensi
rendahtinggi
• Tingkat intensitas nol pada masing2 frekuensi adalah
kekerasan yang hampir tidak bisa didengar oleh
telinga normal
• Volume dapat ditingkatkan,bika harus ditingkatkan
hingga 30 desibel dari normal org tsb dikatakan
kehilangan pendengaran 30 dB untuk frekuensi
tertentu
Audiogram pada tuli konduksi
Timpanometri
• Definisi : pengukuran tekanan telinga yang
berhubungan dengan tuba saluran eustachius pada
membran tImpani
• deteksi kehilangan pendengaran
• instrumen diagnostik
• Tujuan, mengetahui:
– Compliance/mobilitas membrana timpani
– Tekanan pada telinga tengah
– Volume canalis auditorius eksterna
• Hasil  timpanogram
• Klasifikasi timpanogram :
– tipe A (normal)
– type B (menunjukkan adanya
cairan di belakang membrana timpani)
– tipe C (menunjukkan adanya disfungsi tuba
eustachius)
• Berguna untuk diagnosis dan follow-up penyakit
pada telinga tengah (aling sering : otitis media pd
anak-anak)
PRESBIKUSIS
o Tuli sensorineural frekwensi tinggi
o Terjadi karena proses degenerasi (>60 tahun)
o Tuli bilateral dan simetris

Faktor presdiposisi:
•herediter
•pola makananan
•metabolisme
•arteriosklerosis
•infeksi
•bising, gaya hidup atau efek kumulatif dari faktor tsb
Kekerapan
• Sering dijumpai pada populasi usia > 60 tahun.

• Prevalensi presbikusis usia > 65 tahun umumnya 30-


35%, > 75 tahun 40-50%.

• Di Amerika: 10% tuli (50 % berusia > 65 tahun, 1


dari 3 orang usia 65-75 thn dan 1 dari 2 orang usia >
75 thn mengalami ketulian)

• US census Bureau International Data Base (2004):


jumlah presbikusis di Indonesia sebesar 9,3 juta dari
238 juta orang.
ANATOMI TELINGA DALAM
Patologi
 Perubahan struktur koklea dan N. VIII
 Atropi koklea dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ corti
 Perubahan vaskuler pada stria vaskularis
 Berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion
dan saraf
 Terjadi juga pada myelin akson saraf
 Disfungsi sel rambut
Klasifikasi
No Jenis Patologi %
1. Sensorik Lesi terbatas pd koklea, atropi 11,9
organ corti, jumlah sel rambut
dan sel-sel penunjang berkurang
2. Neural Sel-sel neuron pada koklea dan 30,7
jaras auditorik berkurang

3. Metabolik Atropi stria vaskularis. Potensial 34,6


mikrofonik menurun. Fungsi sel dan
keseimbangan biokimia/bioelektrik
koklea berkurang
4. Mekanik Terjadi perubahan gerakan mekanik 22,8
duktus koklearis. Atropi ligamentum
spiralis. Membran basilaris lebih kaku
Presbikusis sensoris
• Degenerasi sel rambut dan
sel penunjang.
• Mayoritas sel yang terkena
berlokasi pada bagian basal
koklea.
• Audiogram: abrupt high-tone
hearing loss (steeply sloping
high frequency hearing loss)
• Persepsi tutur (speech
perception) secara relatif
normal.
Presbikusis Neural:
• Gangguan pada neuron-neuron
ganglion spiralis.
• Audiogram: bentuk landai,
penurunan pd semua frekuensi
(sloping audiogram).
• Terjadi gangguan diskriminasi
wicara yang signifikan tanpa disertai
gangguan pendengaran nada murni
yang berat.
Presbikusis strial atau
metabolik:
• Degenerasi stria vaskularis
(paling berat pada bagian
tengah dan apeks koklea).
• Audiogram: flat
sensorineural hearing loss
• Diskriminasi wicara baik.
• Disebabkan oleh faktor
biologi.
Presbikusis konduktif
koklea (Mekanik):
• Degenerasi duktus koklea.
• Lesi membran basilaris &
atrofi ligamentum spiralis
perubahan gerakan mekanik
duktus koklearis
• Audiogram berupa grafik
yang melandai turun (slowly
progressive sloping high
frequency sensoryneural
hearing loss).
Gejala Klinik
 kurang pendengaran secara perlahan-lahan dan
progresif
 terjadi simetris pada kedua telinga
 tinitus nada tinggi
 coctail party deafness
 dijumpai recruitment akibat peningkatan
sensifitas pendengaran yang berlebihan diatas ambang
dengar
 sulit membedakan konsonan s,r,n,c,h,ch
Diagnosis

o otoskopik MT suram
o mobilitas MT dan tulang pendengaran berkurang
o test penala SNHL
o audiometri nada murni
o speech reception test (SRT)
o speech discrimination
score (SDS)
PENATALAKSANAAN
• Alat bantu dengar (ABD)
• Peralatan bantu (assistive device)
• Implan koklea
• Membaca gerak bibir (lip reading):
• Latihan mendengar (auditory
training)
• Diet
• menghindari suara / tempat yang
bising
www.themegallery.com

You might also like