You are on page 1of 172

Oleh:

Kelompok F
 Falah Gemilang 082010101015
 Deti Rosalina 082010101018
 Yuyun Mawaddatur Rohmah 082010101034
 Amin Kamaril Wahyudi 082010101051
 Md Ngr Arya Pradnyantara 082010101079
 I Gst Ngr Agung Darma Putra 092010101006
 Aulia Ratu Pritari 092010101015
 M. Abdul Rozaq
 Rizky Imansari 092010101030
 Hendri Prasetiyo 092010101043
 Indira Yuli Harini 092010101050
 Devy Ayu Wulandari 092010101053
 Adhitya Wicaksono 092010101056
 Meilani Y. Debora Br. P 092010101059
OTITIS EKSTERNA
 Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut
maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat
terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit
 kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local
dan alergi  lapisan protektif
 edema epitel skuamosa  trauma local  bakteri
masuk  Otitis eksterna
Batasan
 Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang
telinga yang disebabkan oleh kuman maupun jamur
(otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak
enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang
telinga dan kecenderungan untuk kambuhan.
 Pengobatan amat sederhana tetapi membutuhkan
kepatuhan penderita terutama dalam menjaga
kebersihan liang telinga.
Etiologi
 usia remaja dan dewasa muda
 pemaparan terhadap air, ex : berenang pada air yang
tercemar
 trauma mekanik
 goresan atau benda asing
 Idiopatik
 Trauma
 Iritan
 bakteri atau fungal
Patofisiologi
 Fisiologis :
sel-sel kulit yang mati dibuang dari gendang telinga
melalui saluran telinga.
 Patologis :
- “cotton bud”  mengganggu mekanisme
pembersihan dan mendorong sel-sel kulit yang mati
ke arah gendang telinga  kotoran menumpuk +
penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika
mandi atau berenang  infeksi
Klasifikasi Otitis Eksterna
A. Penyebab tidak diketahui :
 Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis,
asteotosis
 Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil.
 Otitis eksterna membranosa.
 Meningitis kronik idiopatik.
 Lupus erimatosus, psoriasis.
Cont..
B. Penyebab infeksi
 Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma,
ektima, sellulitis, erisipelas.
 Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna
bullosa, otitis eksterna granulosa, perikondritis.
 Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC.
 Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen.
 Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster,
moluskum kontangiosum, variola dan varicella.
Cont..
C. Erupsi neurogenik : proritus simpek,
neurodermatitis lokalisata/desiminata, ekskoriasi,
neurogenik.
D. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat),
dermatis atopik, erupsi karena obat, dermatitis
eksamatoid infeksiosa, alergi fisik.
E. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah,
hemorhagi (hematom vesikel dan bulla), trauma
(terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi).
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/
bisul)
 Infeksi bermula dari folikel rambut di liang telinga
yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan
menimbulkan furunkel di liang telinga di 1/3 luar
 Gejala klinis
 rasa sakit (ringan - berat, sangat mengganggu, rasa nyeri
makin hebat bila mengunyah makanan).
 kurang pendengaran (bila furunkel menutup liang
telinga).
 Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan.
Cont..
Penatalaksanaan
 Lokal :
 stadium infiltrat berikan tampon yang dibasahi dengan 10%
ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari.
 stadium abses lakukan insisi pada abses dan tampon larutan
rivanol 0,1%.
 Sistemik :
 Antibiotika (pertimbangan infeksi yang cukup berat).
 orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid.
 anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB.
 Analgetik
 Parasetamol 500 mg qid (dewasa).
 Antalgin 500 mg qid (dewasa).
Otitis Eksterna Difus
 Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang
telinga akibat infeksi bakteri.

 Bakteri penyebab yaitu Pseudomonas >>, Staphylococcus


albus, Escheria coli.

 Tanda klinis
 Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya
tidak jelas.
 Tidak terdapat furunkel (bisul).
Cont..
Pengobatan
 masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke
liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang.
 kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik.
Otomikosis
 Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh
kelembaban yang tinggi di daerah tersebut, ex: jamur
aspergilus >>, kandida albikans, jamur lain.
 Gejalanya
 rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering
pula tanpa keluhan.
Cont..
Pengobatannya :
 Bersihkan liang telinga.
 Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke
liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.
 Kadang-kadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai
salep) yang diberikan secara topikal.
Gejala Klinis
1. Rasa sakit
2. Rasa penuh pada telinga
3. Gatal
4. Kurang pendengaran
Tanda-Tanda Klinis
Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi :
 Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis
dan eksudat, liang telinga menyempit.
 Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak,
kulit hiperemis dan eksudat positif
 Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema
dan bengkak
 Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina
menebal, keriput, eritema positif.
Cont..
Menurut Senturia HB (1980) :
 Tanda klasik Otitis diffuse acute : Eritema kulit, sekret
yang kehijau-hijauan dan edema kulit liang telinga.
 Sekret bau busuk (-)
 Otitis eksterna diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu :
 “Pre Inflammatory“
 Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat)
 Radang kronik
Diagnosis Banding
 Otitis eksterna nekrotik
 Otitis eksterna bullosa
 Otitis eksterna granulose
 Perikondritis yang berulang
 Kondritis
 Furunkulosis dan karbunkulosis
 Dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroika.
 Squamous sel karsinoma (adanya rasa sakit pada
Definisi
 Miringitis Infeksiosa (Infectious Myringitis) adalah
suatu peradangan pada gendang telinga yang
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.
Manifestasi klinis
 Pada gendang telinga ditemukan lepuhan-lepuhan
berisi cairan (vesikel).
 Nyeri timbul secara tiba-tiba dan berlangsung selama
24-48 jam.
 Jika disertai demam dan hilangnya pendengaran
kemungkinan penyebabnya adalah infeksi bakteri.
Diagnosis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan telinga dengan otoskop.
Terapi
 Infeksi diatasi dengan antibiotik.
 Untuk mengurangi nyeri diberikan obat pereda nyeri
atau dilakukan pemecahan vesikel.
DEFINISI
 MASTOIDITIS : PROSES PERADANGAN PADA
PROSESUS MASTOIDEUS
 DAPAT TIMBUL PADA ANAK-ANAK ATAU ORANG
DEWASA
 AKIBAT OTITIS MEDIA AKUT DENGAN
PENGOBATAN YG TIDAK TUNTAS ATAU
TERLAMBAT
ETIOLOGI
 S. AUREUS : PALING SERING
 S. PNEMONIEAE : PADA ANAK-ANAK
PATOFISIOLOGI TERLAMBATNYA ATAU
INFEKSI TELINGA
TIDAK ADEKUATNYA
TENGAH
PENGOBATAN

• PENURUNAN SISTEM
FAKTOR IMUN
PENDERITA • BENTUK TULANG
• LETAK TULANG

• DINDING BAKTERI
FAKTOR BAKTERI • RESISTENSI OBAT
• KEKUATAN PENETRASI
GEJALA
 KULIT YANG MELAPISI PROSESU MASTOIDEUS
MENJADI MERAH, BENGKAK,DAN NYERI
 DAUN TELINGA TERDORONG KE SAMPING DAN
BAWAH
 DEMAM
 KELUAR CAIRAN KENTAL DARI TELINGA LEBIH
DARI 3 MINGGU
 DAPAT TERJADI HILANGNYA PENDENGARAN
DIAGNOSIS
 PEMERIKSAAN FISIK
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN FISIK
 Kemerahan pada kompleks mastoid
 Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir
(warna bergantung dari bakteri)
 Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
 Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
 Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan
organ lainnya.
 Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan kultur mikrobiologi
 Pengukuran sel darah merah dan sel darah putih yang
menandakan adanya infeksi
 Pemeriksaan cairan sumsum
 CT- Scan kepala
 MRI Kepala
 Foto Polos Kepala
PENGOBATAN
 ANTI BIOTIK
 ANTI NYERI
 ANTI INFLAMASI
 PEMBEDAHAN : MASTOIDEKTOMI
PENCEGAHAN
PENGOBATAN INFEKSI TELINGA YANG ADEKUAT
OTITIS MEDIA AKUT
DEFINISI
 Peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput
permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid, dan sel-sel mastoid.
 Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas :
• otitis media supuratif
• otitis media non supuratif
EPIDEMIOLOGI
 Banyak terdapat pada anak-anak
• sistem kekebalan tubuh anak masih dalam
perkembangan.
• saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara
horizontal dan lebih pendek.
• adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding
orang dewasa.
ETIOLOGI
 Beberapa bakteri tersering penyebab otitis media akut
adalah bakteri-bakteri saluran pernafasan bagian atas
seperti streptokokus, stafilokokus, E. coli,
pneumokokus, dan hemofilus influenza.
PATOFISIOLOGI
 Normal telinga tengah memiliki penghalang
sehingga biasanya dalam keadaan steril  terdapat
infeksi bakteri pada nasofaring dan faring 
mekanisme pencegahan penjalaran penyakit oleh
enzim pelindung & bulu halus tuba  bila sistem
perlindungan ini tidak berfungsi akibat
peradangan/sumbatan tuba, terjadilah OMA.
PERJALANAN PENYAKIT
 Stadium penyumbatan tuba eustachius
• terdapat gambaran retraksi membran timpani
• membran timpani berwarna normal atau keruh pucat
• sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus
 Stadium Hiperemis
• pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani
• mekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat
 Stadium Supurasi
• membran timpani menonjol ke arah luar
• sel epitel superfisial hancur
• terbentuk eksudat purulen di kavum timpani
• pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di
telingatambah hebat.
 Stadium Perforasi
• Membran timpani ruptur
• Keluar nanah dari telinga tengah
• Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur
nyenyak
 Stadium Resolusi
• Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan
akan normal kembali
• Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
mengering
• Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi
rendah dan daya tahan tubuh baik.
• Stadium perforasi dapat menetap dan berubah menjadi Otitis
DIAGNOSIS
 Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia
pasien, pada usia anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di
telinga dan demam.
 Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.
 Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat
gangguan pendengaran dan telinga terasa penih.
 Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak
gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang
telinga yang sakit.
TERAPI
 Bergantung pada stadiumnya,
• pada stadium oklusi  untuk melebarkan kembali saluran
eustachius, dengan pemberian obat tetes hidung berupa
dekongestan HCl efedrin 0,5% untuk <12 tahun, 1% untuk
>12 tahun. selain itu sumber infeksi harus segera diobati.

• pada stadium hiperemis  diberikan antibiotik, anti


peradangan, dan anti nyeri. Pada anak, ampisilin diberikan
dengan dosis 50-100 mg/kg BB perhari dibagi dalam 4 dosis,
atau amoksisilin 40mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis, atau
eritromisin 40 mg/kg BB/ hari ,minimal 7 hari.
• pada stadium supurasi  pemberian antibiotik dan
dilakukan miringotomi
• pada stadium perforasi  obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hari, dan antibiotik yang adekuat.
Definisi
 Tuba Eustachius
Merupakan saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dengan nasofaring.

Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan


kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang
dewasa.
Tuba Eustachius terdiri dari:
 Cartilago  Dua pertiga dalam (ke arah nasofaring)
 Tulang  Sepertiganya
FUNGSI
Ventilasi

Drainase Sekret

Proteksi
Fungsi ventilasi dapat dibuktikan dengan
• Cara: meniupkan dengan keras dari hidung
sambil hidung dipencet serta mulut ditutup
• Tuba Terbuka  terasa udara masuk ke dalam
Perasat Valsava rongga telinga tengah yang menekan
membrane timpani ke arah lateral
• KI: ada infeksi pada jalan napas atas

• Cara: menelan ludah sambil hidung dipencet


serta mulut ditutup.
Perasat Toynbee • Hasil: Tuba Terbuka  terasa membrane
timpani tertarik ke medial
Gangguan Fungsi Tuba
1) Tuba Terbuka Abnormal
tuba terus menerus terbuka, sehingga udara masuk ke telinga tengah waktu
respirasi.

Etiologi
 hilangnya jaringan lemak di sekitar mulut tuba
 penyakit kronis (rhinitis atrofi dan faryngitis),
 gangguan fungsi otot seperti Myastenia Gravis, penggunaan obat anti-hamil
pada wanita dan penggunaan esterogen pada laki-laki.

Gejala
 berupa rasa penuh dalam telinga tengah atau autofoni
 Karena mengganggu mengakibatkan stress berat.
Pemeriksaan Klinis
• membran timpani yang atrofi, tipis, dan bergerak pada
respirasi (a telltale diagnostic sign).

Terapi
• cukup dengan obat penenang
• bila tidak berhasil digunakan pemasangan pipa ventilasi
(Grommet)
2) Myoklonus palatal
Kontraksi ritmik dari otot-otot palatum yang terjadi
secara periodic. Hal ini menimbulkan bunyi klik
dalam telinga pasien dan kadang-kadang dapat
didengar oleh pemeriksa.

3) Palatoskisis
Terjadi gangguan otot tensor veli palatine dalam
membuka tuba.
dilakukan koreksi sedini mungkin
4) Obstruksi tuba
Terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di
nasofaring, peradangan adenoid atau tumor
nasofaring

Gejala
 Gejala klinik awal adalah terbentuknya cairan pada
telinga tengah (otitis media serosa)

setiap pasien dewasa dengan otitis media kronik


unilateral harus dipikirkan adanya ca nasofaring.
 DEFINISI
Gangguan telinga karena perubahan
tekanan telinga luar dan telinga tengah

 ETIOLOGI
Penyumbatan pada tuba eustakius
- Faktor Resiko
* Perubahan ketinggian
* Hidung tersumbat akibat alergi, pilek
 GEJALA
- Nyeri telinga
- Kehilangan pendengaran
- Rasa penuh di telinga

 DIAGNOSA
Dengan otoskop akan tampak
penggembungan ringan atau retraksi
 PENGOBATAN
menguap
mengunyah permen karet
menghisap permen
menelan

 PENCEGAHAN
dekongestan atau antihistamin
Benign Paroxysmal
Positional Vertigo
(BPPV)
DEFINISI
 BPPV merupakan vertigo yang ditandai
dengan episode berulang singkat yang
dipicu oleh perubahan posisi kepala
 Merupakan penyebab tersering dari vertigo yang
berulang

 Disebabkan oleh stimulasi abnormal dari cupula


karena adanya “free-floatingotoliths (canalolithiasis)”
atau otolith yang telah beradhesi dengan cupula
(cupulolithiasis) dalam satu dari tiga kanal
semisirkular
EPIDEMIOLOGI
 BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang
sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000
penduduk
 Lebih banyak pada perempuan usia tua (51-57
tahun)
 Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35
ETIOLOGI
 50% kasus idiopatik
 jejas atau trauma kepala leher
 infeksi telinga tengah
 operasi stapedektomi
 Timbul spontan, disebabkan kelainan di otokonial
berupa deposit yang berada di kupula bejana
semisirkuler posterior. Deposit ini menyebabkan
bejana menjadi sensitif terhadap perubahan
gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala
PATOFISIOLOGI
 Lepasnya debris otolith dapat menempel pada
cupula (cupulolithiasis) atau dapat mengambang
bebas di kanal semisirkular (canalolithiasis)

 Debris otholith menyingkir dari cupula dan


memberikan sensasi berputar melalui efek
gravitasi langsung pada cupula atau dengan
menginduksi aliran endolymph selama gerakan
Terdapat 2 teori besar yang dipercaya sebagai
patofisiologi BPPV :
1. Teori cupulolithiasis
Deposit cupula (heavy cupula) akan memicu efek
gravitasi pada krista. Namun, gerakan debris yang
bebas mengambang adalah mekanisme patofisiologi
yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV
2. Teori canalolithiasis
Partikel mengambang bebas bergerak di bawah
pengaruh gravitasi ketika merubah posisi kanal
dalam bidang datar vertical. Tarikan hidrodinamik
GEJALA
 Vertigo (penderita merasa berputar atau
sekelilingnya berputar)
 Durasi singkat (datang tiba-tiba)
 Posisional (hanya timbul saal perubahan
posisi biasanya saat akan ke tempat tidur,
berguling dari satu sisi ke sisi lainnya,
bangkit dari tempat tidur di pagi hari,
 Kadang rasa mual

 Cemas

 Tidak terjadi gangguan pendengaran atau


tinitus bedanya dg penyakit Meniere
DIAGNOSIS
1. Anamnesis

Penderita biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut


kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala.
Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada
posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas
dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti
2. Pemeriksaan fisik
 Pendengaran penderita normal, tidak
ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal
 Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah
a. Perasat Dix-Hallpike
b. Tes kalori
a. Perasat Dix-Hallpike
 Tidak boleh dilakukan pada pasien yang
memiliki masalah dengan leher dan punggung
 Pada orang normal nistagmus dapat timbul
pada saat gerakan provokasi ke belakang,
namun saat gerakan selesai dilakukan tidak
tampak lagi nistagmus
 Pada pasien BPPV setelah provokasi
ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ±
40 detik, kemudian nistagmus menghilang
kurang dari satu menit bila sebabnya
b. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike.
Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin (30oC)
dan panas (44oC). Volume air yang dialirkan
kedalam liang telinga masing-masing 250 ml,
dalam waktu 40 detik.
DD
 Vestibular neuritis

 Labirintitis

 Penyakit Meniere
PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
2. Manuver – manuver
a. Canalith Reposisi Prosedur (CRP)/Epley
Manuver
b. Latihan Semont Liberatory
c. Latihan Brandt Daroff
1. Terapi Medikamentosa

- Obat anti vertigo, seperti dimenhydrinate


(Dramamine®), belladonna alkaloid
scopolamine (Transderm-Scop®), dan
benzodiazepine (Valium®), diindikasikan
untuk mengurangi gejala pusing dan mual
sebelum melakukan CRM
- Obat rutin seperti vestibular supresan
(misalnya antihistamin dan benzodiazepine)
tdk dianjurkan pada pasien BPPV
2. Manuver – manuver
a. Canalith Reposisi Prosedur (CRP)/Epley
manuver
b. Latihan Semont Liberatory
c. Latihan Brandt Daroff
3. Terapi Bedah
- Intervensi bedah diterapkan jika seluruh
manuver/latihan telah dicoba dan gagal
- Pada incratable BPPV dilakukan transeksi
nervus ampula posterior yang mempersarafi
kanal posterior (singular neurectomy) atau
oklusi kanal semisirkular posterior (saluran
penutup)
EDUKASI
 Untuk meringankan gejala vertigo dapat dilakukan :
- Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi
- Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih
dahulu sebelum kita berdiri dari tempat tidur
- Hindari posisi membungkuk bila mengangkat
barang
- Hindari posisi mendongakkan kepala, misalnya
untuk mengambil suatu benda dari ketinggian
- Gerakkan kepala secara hati-hati jika kepala kita
MENIERE DISEASE
HISTORI
 Pada 1861, Prosper Ménière Menggambarkan sindrom dari
ketulian, dari Meniere tinnitus dan vertigo yang disebabkan
cedera pada labirin.

 Pada tahun 1938, Hallpike dan Cairns menggambarkan


patologi hipertensi (hidrops) endolimfatik
.
DEFINISI
• Definisi yang pasti belumlah jelas

 Pada tahun 1972 “ The American Academy of Ophthalmology and


Otolaryngologi Committee “ mendefinisikan Meniere’s disease adalah
Suatu penyakit dengan gangguan membran telinga dalam dengan ciri-
ciri gangguan pendengaran, vertigo dan tinnitus yang secara patologik
berhubungan dengan distensi hidrop dari sistem endolimfatik.
EPIDEMIOLOGI
 Terdapat 1.000 kasus dari 100.000 orang

 Dengan puncak insiden antara usia 30 sampai 60 tahun

 Sindrom Menier biasanya lebih banyak pada perempuan


dibanding laki - laki
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
 Terdapat dua cairan penting yang mengisi telinga
dalam yaitu endolimf dan perilimf
• Perbedaan tekanan pada kedua cairan ini  tekanan
kepada jaringan syaraf di membran  gangguan
pendengaran yaitu tinnitus, vertigo dan rasa penuh
ditelinga
PATOFISIOLOGI
 Peningkatan tekanan endolimfe  pecahnya membran yang
memisahkan perilimf (cairan miskin kalium) dengan endolimf (cairan
kaya kalium)

• Pemeriksaan histopatologi tulang temporal  ditemukan pelebaran


dan perubahan morfologi pada membran reissner.
PATOFISIOLOGI
FISIOPATOGENIA
ETIOLOGI
• Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti
• Patologi utama dari penyakit ini adalah pengembungan system endolimfatik
akibat peningkatan volume endolimfe
• Beberapa faktor etiologi :
1. Kegagalan penyerapan oleh kantong endolimf,
2. Genetik,
3. Reaksi alergi,
4. Pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang
menuju ke labirin,
5. Gangguan elektrolit dalam cairan labirin,
6. Anatomi dan infeksi virus,
FAKTOR ETIOLOGI SEKUNDER
• Gangguan perkembangan
• Status endokrin dan metabolik abnormal

• Sifilis

• Otitis Media Kronik

• Keseimbangan cairan yang terganggu

• Leukaemia
TRIAS MENIERE
TRIAS

BERKURANGNYA
VERTIGO TINNITUS PENDENGARAN
SECARA
PROGRESIF
GEJALA KLINIS
• Vertigo episodik
• Tuli sensorineural

• Tinnitus

• Perasaan penuh atau tekanan pada telinga yang terkena


VERTIGO EPISODIK
• Serangan vertigo  onsetnya tiba-tiba, pasien merasa dirinya berputar

atau sekitarnya yg berputar

• Serangan terjadi dengan periode spontan remisi dalam beberapa


minggu, bulan atau tahun

• Menurut Lermoyez(1919)  vertigo episodik didahului meningkatnya


tinnitus dan gangguan pendengaran.
TULI SENSORINEURAL
 Tuli biasanya berfluktuasi dan progresif

• Pendengaran yang berkurang yang berfluktuasi merupakan tanda khas


penyakit ini

• Tuli sensorineural pada gangguan kokhlea biasanya terjadi penurunan


ketajaman pendengaran

• Dysacusis  dimana suara yang ditangkap penderita tidak normal dan


menyerupai suara kaleng.
TINITUS
 Biasanya ini merupakan gejala awal dari suatu meniere’ disease

• Tinnitus dapat terjadi terus menerus atau pun hilang timbul dan
biasanya berupa tinnitus nada rendah dengan suara bergemuruh

• Pada awal  tinnitus terdengar keras ketika pendengaran berkurang


dan tinnitus akan lebih ringan pada saat pendengaran membaik
Perasaan Penuh atau Tekanan
Pada Telinga Yang Terkena
 Gejala penuh pada telinga juga berfluktuasi

• Bisa bersamaan dengan vertigo


DIAGNOSA
 Diagnosa di permudah dengan adanya kriteria meniere’s disease ini
berupa vertigo episodik, tinnitus dan tuli sensorineural

 Untuk mendukung diagnosa diperlukan:

• Pemeriksaan Fisik

• Pemeriksaan THT Rutin

• Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
– Full blood count
– Laju endap darah

– Urea dan Elektrolit

– VDRL(Venereal disease research laboratory test )

– TPHA(Treponema pallidum haemagglutination antibody)

– Glukosa ad Random dan GTT

– Cholesterol dan Trygliserida


DIAGNOSIS BANDING
Menurut Stahle dan Klockhoff (1986) membagi diagnosa banding meniere’s disease

• Kondisi dengan vertigo tanpa gejala auditori

~ Vestibular neuronitis dan BPPV

• Kondisi tanpa vertigo tapi dengan gejala auditori

~ Tuli mendadak, Vestibular Schwannomas

• Kondisi dengan kombinasi gejala auditori dan vertigo

~ Cogan’s Syndrom, Craniovertebral Junction Abnormalities, Migrain, Non


Spesifik Cochleovestibulopathies.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan meniere’s disease terbagi atas penanganan secara
umum, pada seragan akut dan fase kronik

A. Penanganan secara umum

Penenangan kecemasan pasien dan mengatur pola hidup sehat

B. Penanganan pada serangan akut

• Tirah baring

• Obat-obatan sedatif vestibular untuk mengurangi vertigo diantaranya


Dimenhydrinate (Dramamine),Promethazinet heoclate (Avomine),Prochlorperazine
PENATALAKSANAAN
 Diazepam (Valium atau Calmpose) 5-10 mg(IV) Obat ini memiliki
efek sedatif dan juga penekanan dari nukleus vestibular medial
Vasodilator:

• Inhalasi dari Carbogen ( 5% CO2 dengan 95 % O2)

• Histamin Drip. Histamin diphosphate 2,75 mg dicampur


kedalam 500 ml glukosa (IV) tetesan lambat.
PENATALAKSANAAN
Penanganan pada fase kronis

• Obat sedatif vestibular.

Prochlorperazine(stemetil) 10 mg , 3 X sehari, ( 2 Bln) kemudian


diturunkan menjadi 5 mg , 3 X sehari pada bulan berikutnya

• Vasodilator. Asam Nikotinik , 50 mg  satu jam sebelum makan 3 X


sehari . Dosisnya dapat ditingkatkan secara perlahan untuk
mendapatkan flushing pada kulit.
 Diuretik. Kadang kadang pemakaian diuretik furosemid tablet 40 mg,
dikosumsi pada hari yang lain dengan suplemen potassium membantu
untuk mengontrol serangan ulang.

• Propantheline bromide (Probanthine) 15 mg, 3 X Sehari dapat


diberikan secara tunggal atau pun kombinasi dengan vasodilator dan
cukup efektif.
 Hormon. Penanganan harus diarahkan untuk menemukan gangguan
endokrin dan pemberian terapi yang cocok dan sesuai dengan
gangguan metabolik yang ada.

• Steroid dapat membantu karena efek anti radang dan efek pada sistem
imun. Steroid dapat mengurangi vertigo, tinnitus dan tuli,
Kemungkinan efek menurunkan tekanan yang ada.
TERAPI BEDAH
 Terapi bedah dilakukan  medikamentosa gagal memberikan hasil
yang maksimal setelah 3-6 bulan.
 • Terapi bedah dapat dibagi menjadi non destruktif (Konservatif)
dan destruktif.
 Prosuder nondestruktif diindikasikan pada pendengaran yang masih
serviceable sedangkan prosuder destruktif menghilangkan kemampuan
sensori telinga dalam dan mengorbankan sisa pendengaran.
Kejadian

 Sekitar 33% dari orang yang rentan terhadap mabuk


bahkan dalam keadaan ringan seperti berada di
sebuah perahu di air tenang, meskipun hampir 66%
dari orang yang rentan dalam kondisi yang lebih berat.
DEFINISI
 suatu kondisi di mana ada perselisihan antara gerakan
visual dirasakan dan rasa sistem vestibular dari
gerakan
ETIOLOGI
 Hipotesis yang paling umum untuk penyebab penyakit
gerakan adalah bahwa ia berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan terhadap neurotoksin
JENIS
 3.1 Gerak dirasakan tetapi tidak terlihat
 3.1.1 Carsickness atau sakit Mobil
 3.1.2 mabuk udara
 3.1.3 Laut mabuk
 3.1.4 sentrifugal
 3.1.5 karena berputar Pusing
 3.2 Gerak yang terlihat tapi tidak merasa
 3.2.1 penyakit Gerak karena film dan video lainnya
 3.2.2 Simulasi penyakit
 3.2.3 penyakit Gerak karena Virtual Reality
 3.2.4 Ruang sakit
 3.3 Gerakan yang dilihat dan dirasakan tapi tidak sesuai
PENGOBATAN
 4.Pengobatan
 4.1 Kegiatan
 4.2 Obat
 4.3 Elektronik
 5 Lihat juga
 6 Referensi
 7 Pranala luar
TRAUMA TELINGA
Trauma Telinga Luar
Laserasi
 Sering mengorek2 telinga dengan jari atau suatu jepit
rambut atau klip kertas laserasi dinding kanalis
perdarahan sementara pasien cemas hubungi dokter
 Tidak memerlukan pengobatan tapi hentikan perdarahan
 Kalau ada laserasi hebat pada aurikula eksplorasi dulu
apakah ada kerusakan tulang rawan atau tidak. Tulang
rawan perlu diperiksa sebelum reparasi plastik pada kulit.
 Frosbite
 Frosbite pada aurikula→timbul cepat pada suhu
rendah+angin dingin yang kuat. Terjadi perubahan yang
perlahan-lahan→tidak terasa nyeri sampai telinga
(tergantung pada dalamnya cedera dan lamanya paparan).
Cedera dianggap sebagai kerusakan selular dan gangguan
mikrovaskular. Yang mengarah pada iskemia lokal.
 Terapi:
 Pemanasan cepat dengan air hangat bersuhu anatar 100-108
derajat sampai terlihat tanda-tanda pencairan.
 Beri analgesik
Hematoma
 Sering ditemukan pada pegulat atau petinju.
 Kalau tidak diobati →terbentuknya telinga bunga kol
 Terapi: insisi dan drainase kumpulan darah dalam kondisi
steril→pemasangan balut tekan pada konka
 Terapi paling baik dilakukan segera setelah cedera, sebelum
terjadi organisasi hematoma
 *Para pegulat diingatkan untuk memakai pelindung kepala
pada saat berlatih
Trauma Telinga Tengah
 Perforasi membran timpani : karena adanya tekanan
mendadak (trauma ledakan) atau adanya benda asing
dalam liang telinga
 Gejala :
 nyeri, sekret berdarah, gangguan pendengaran
 Perawatan :
 Perforasi bersih tanpa komplikasi : melindungi telinga dari
air dan pemberian antibiotik sistemik
 Perforasi terkontaminasi : tetes telinga antibiotik. Jangan
menutup perforasi sampai infeksi teratasi.
Trauma Telinga Dalam
 Energi akustik
 Energi mekanis
 Pada cedera yang mengakibatkan trauma mekanis terhadap
tulang temporal, maka dapat terjadi fraktur pada tulang
tersebut, yang biasanya disertai dengan gangguan lainnya
berupa gangguan kesadaran, hematoma subdural atau
epidural.
 Fraktur temporal :
 Fraktur longitudinal : berawal dari foramen magnum dan berjalan
ke luar menuju ke liang telinga. Telinga biasanya berdarah dan
terjadi gangguan pendengaran yang konduktif.
Proses Degenerasi Organ
Pendengaran
Telinga luar
 Berkurangnya elastisitas jaringan daun telinga dan
liang telinga.
 Kelenjar-kelenjar sebasea dan seruminosa
produksinya berkurang
 Penyusutan jaringan lemak
 Kulit daun telinga/liang telinga keringtrauma
 Serumen mengumpul, mengeras, dan menempel
 Serumen cenderung menumpuk karena terjadi
peningkatan produksi serumen dari bagian 1/3 liang
telinga, bertambah banyaknya rambut liang telinga,
yang tampak lebih tebal dan panjang.
 Membran timpani, tulang-tulang pendengaran, otot-
otot di telinga tengah
Telinga dalam
 sensorik, saraf, pembuluh darah, jaringan penunjang,
maupun sinaps saraf, rentan terhadapat proses
degeneratif.
 Organ corti paling
 Perubahan pada sel-sel rambut luar di bagian basal
koklea sangat berpengaruhnya dalam penurunan
ambang
Perubahan Scr Mikroskopik
 Membran timpani menipis dan lebih kaku
 Arthritis sendi sering terjadi pada antar tulang-tulang
pendengaran
 Atrofi dan degenerasi serabut-serabut otot
pendengaran di telinga tengah
 Proses penulangan dan perkapuran pada tulang rawan
di sekitar Tuba Eustachius.
TULI KONDUKTIF
 Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya
ukuran pinna daun telinga
 Atrofi dan bertambah kakunya liang telinga
 Penumpukan serumen
 Membran timpani bertambah tebal dan kaku
 Kekauan sendi tulang-tulang pendengaran
 Kelenjar serumen atrofi, produksi berkurang
serumen menjadi lebih kering, serumen prop
 Membran timapani kaku dan tebal
 Kekakuan persendian tulang-tulang pendengaran
menyebabkan tuli konduksi
TULI SARAF
Etiologi
 Presbikusis akibat proses degenerasi dgn faktor
pendukung: herediter, pola makanan, arterioskerosis,
infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.
 Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi
oleh usia dan jenis kelamin, laki-laki lebih cepat
dibandingkan perempuan.
Patologi
 Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur
koklea dan N.VIII.
 Koklea atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ Corti.
 Perubahan vaskular terjadi pada stria vaskularis.
 Ukuran sel-sel ganglion, saraf, dan myelin akson saraf
penurunan jumlah.
Klasifikasi
Gejala Klinik
 Keluhan utama, berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua
telinga
 Telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat
mendengar suara percakapan, tapi sulit untuk
memahaminya, bila diucapkan dengan cepat di tempat
bising (cocktail party deafness).
Diagnosis
 pemeriksaan otoskopik, membran timpani suram,
mobilitasnya berkurang.
 Tes penala didapatkan tuli sensorineural.
 Pemeriksaan audiometrik nada murni menunjukkan
suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral, dan simetris.
 Pemeriksaan audiometrik tutur menunjukkan adanya
gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination).
Penatalaksanaan
 Rehabilitasi ,pemasangan alat bantu dengar (hearing
aid).
 Kombinasikan dengan latihan membaca ujaran
(speech reading) dan latihan mendengar (audiotory
training).
MOTION
MOTIONSICKNESS
SICKNESS
TULI PADA ANAK
Klasifikasi
 Tuli sebagian  fungsi pendengaran berkurang, masih
bisa berkomunikasi dg atau tanpa alat bantu dengar.

 Tuli total  fungsi pendengaran sangat terganggu


sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun
mendapat perkerasan (amplified)
Etiologi
 Prenatal (herediter, trimester pertama  infeksi,
malnutrisi, gangguan metabolik, obat ototoksik)

 Perinatal (prematuritas, BBLR, tindakan dg alat,


hiperbilirubinemia, asfiksia, anoksia otak)

 Postnatal (infeksi bakterial, infeksi viral, perdarahan


telinga tengah, trauma temporal)
Faktor Resiko (menurut Joint
Committee on Infant Hearing)
 Riwayat keluarga dg gangguan pendengaran bawaan
 Riwayat infeksi prenatal (TORCHS)
 Kelainan anatomi telinga
 Lahir Prematur
 BBLR
 Persalinan dg tindakan
 Hiperbilirubinemia
 Asfiksi berat, APGAR rendah
Pemeriksaan
 Free Field Test
 Behavioral Observation
 Conditioned Test
 Audiometri nada murni
 Brain Evoked Response Audiometri
Rehabilitasi
 Secepat mungkin, saat px berusia 2-3 tahun
 Bisa menggunakan alat bantu dengar
 Implan koklea (indikasi: tuli saraf berat bilateral atau
tuli total bilateral)
Kelainan Telinga Akibat
Ototoksik
 Merupakan kelainan telinga akibat efek kerusakan
karena efek toksik obat di telinga dalam, kokleal, dan
atau vestibuler.
Agen Ototoksik
 Antibiotik  Lain-lain
 Aminoglikosida  pentobarbital
 Streptomisin  heksadin
 Dihidrostreptomisin  mandelamin
 Neomisin  praktolol
 Diuretik  Zat kimia
 Furosemid  karbon monoksida
 Bumetamid  nikotin
 Manitol  alcohol
 Analgetik dan antipiretik  kalium bromat
 Salisilat  Logam Berat
 Kinin  Air raksa
 klorokuin  Emas
 Antineoplastik  Timbale
Efek Ototoksik
 Dari semua jenis antibiotik, neomisin memiliki efek
yang paling berbahaya terhadap pendengaran, diikuti
oleh kanamisin dan amikasin. Viomisin, gentamisin
dan tobramisin bisa mempengaruhi pendengaran dan
keseimbangan.
 Antibiotik streptomisin lebih banyak mempengaruhi
keseimbangan. Vertigo (perasaan berputar) dan
gangguan keseimbangan akibat streptomisin
cenderung bersifat sementara. Tetapi kadang bisa
 Antibiotik streptomisin lebih banyak mempengaruhi
keseimbangan. Vertigo (perasaan berputar) dan
gangguan keseimbangan akibat streptomisin
cenderung bersifat sementara. Tetapi kadang bisa
terjadi sindroma Dandy, dimana gangguan
keseimbangan bersifat menetap dan berat sehingga
penderita mengalami kesulitan jika berjalan dalam
ruangan yang gelap.
 Jika diberikan suntikan asam etakrinat dan furosemid
kepada penderita gagal ginjal yang juga menjalani
pengobatan dengan antibiotik, akan terjadi tuli
permanen atau tuli sementara.
 Aspirin dalam dosis yang sangat tinggi yang
digunakan dalam jangka panjang bisa menyebabkan
tuli dan tinnitus (telinga berdenging), yang biasanya
bersifat sementara. Kuinin bisa menyebabkan tuli
permanen.
 Jika terjadi perforasi gendang telinga, obat-obat yang
bisa menyebabkan kerusakan telinga tidak
dioleskan/diteteskan langsung ke dalam telinga
karena bisa diserap ke dalam cairan di telinga dalam.
Penatalaksanaan
 Obat – obat ototoksik harus segera dihentikan.
 Alat bantu dengar (ABD)
 Psikoterapi
 Pemasangan implan koklea (Cochlear implant).
PROGNOSIS
 Pada umumnya kurang baik tetapi tergantung pada :
 Jenis obat
 Jumlah
 Lamanya pengobatan
 Kerentanan pasien.
TULI MENDADAK
Tuli mendadak
Definisi:
Tuli yang terjadi secara tiba-tiba.

Jenis ketulian  sensorineural.

Penurunan pendengaran sensorineural 30dB atau lebih, paling sedikit tiga


frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometric dan berlangsung
kurang dari 3 hari.
Etiologi:
 Iskemia koklea

 Dapat disebabkan oleh spasme, thrombosis atau perdarahan arteri


auditiva interna.

 Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria


vaskularis dan ligaen spiralis  pembentukan jaringan ikat dan
penulangan.

 Infeksi virus

Ex: virus parotis, virus campak, virus influenza B, dan mononucleosis 


 Trauma kepala

 Trauma bising yang keras

 Perubahan tekanan atmosfer

 Autoimun

 Obat ototoksin

 Penyakit Meniere

 Neuroma akustik
 Gejala:
 Timbul mendadak atau menahun secara tidak jelas.

 Dapat unilateral atau bilateral

 Disertai tinitus dan vertigo


 Diagnosis:
 Anamnesis

Bagaimana proses terjadinya tuli, gejala yang menyertai serta factor


predisposisi.

 Pemeriksaan fisik dan THT

 Audiologi

Tes penala: rinne positif, weber lateralisasi ke telinga yang sehat,


Schwabach memendek. (tuli sensorineural)

 Laboratorium

Untuk memeriksa kemungkinana infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia,


 Penatalaksanaan:
 Total bed rest selama dua minggu
 Vasodialtasi : complamin injeksi
 Prednisone (kortikosteroid)
 Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari
 Neurobion (neurotonik) 3x1 tablet/hari
 Diet rendah garam dan rendah kolesterol
 Inhalasi oksigen 4x15 menit (2liter/menit)
 Obat anti virus sesuai penyebabnya
 Hipertonik oksigen terapi (HB)
 Pemasangan alat bantu dengar
Evaluasi pendengaran dilakukan setiap minggu dalam satu
bulan (kallinen et al,1997):
 Sangat baik : perbaikan lebih dari 30dB pada 5 frekuensi

 Sembuh : perbaikan ambang pendengaran kurang dari 30dB pada


frekuensi 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 2000Hz, dan di bawah 25dB pada
frekuensi 4000Hz

 Baik : bila rerata perbaiakn 10-30 dB pada 5 frekuensi

 Tidak ada perbaikan : terdapat perbaikan kurang dari 10 dB pada 5


frekuensi.
PENDAHULUAN
 Indonesia termasuk negara dg prevalensi ketulian
cukup tinggi.
 Kemajuan peradaban  penggunaan mesin dan
transportasi berat  bising.
 Bising menyebabkan kerugian milyaran rupiah.
Cont’d
 Industri yang sering menyebabkan kebisingan:
pertambangan, pembuatan terowongan, penggalian
(peledakan, pengeboran), mesin-mesin berat, mesin
dg pembakaran kuat (pesawat terbang, bajaj, truk),
mesin tekstil, dan uji coba mesin jet.
BISING
 Kebisingan: suara yang tidak dikehendaki.
 Bising: bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan
manusia.
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Peruntukan kawasan / lingkungan kegiatan Tingkat kebisingan (dB)

Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan pemukiman 55
2. Perdagangan dan jasa 70
3. Perkantoran dan perdagangan 65
4. Ruang terbuka hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus :- Bandar udara- Stasiun Kereta Api - Pelabuhan
70
Laut- Cagar Budaya
Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah dan sejenisnya 55
3. Tempat ibadah dan sejenisnya 55
TULI AKIBAT BISING
 T.A.B adalah tuli sensorineural yang terjadi akibat
terpapar oleh bising yang cukup keras dan dalam
jangka waktu yang cukup lama.
Faktor yang Berpengaruh
 Intensitas kebisingan
 Frekuensi kebisingan
 Lamanya waktu pemaparan
 Kerentanan individu
 Jenis Kelamin
 Usia
 Kelainan di telinga tengah
Patogenesis
 Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di
Koklea, terutama sel-sel rambut.
 Sel-sel rambut luar menunjukkan degenerasi 
kurang kaku  mengurangi respon thd stimulasi.
 Stereosilia hilang  sel-sel rambut mati  jar.parut
timbul
Cont’d
 Sel-sel rambut dalam dan sel penunjang rusak akibat
tingginya intensitas bising.
 Kerusakan pada sel rambut luas  timbul degenerasi
saraf.
Gambaran Klinis
 Kesulitan dalam menerima & membedakan bunyi
konsonan.
 Tidak dapat mendengar bunyi dg nada tinggi.
 Tuli sensorineural, bilateral.
 Tinitus.
 Terjadi peningkatan ambang dengar sementara dan
menetap.
Gangguan Non-auditory
 Gangguan komunikasi wicara.
 Gangguan konsentrasi.
 Gangguan tidur.
 Stress.
Anamnesis
 Pada awalnya sulit bicara di lingkungan bising.
 Jika bicara, mendekatkan telinga ke arah orang yang
berbicara.
 Bicara dengan suara menggumam.
 Marah jika orang berbicara tidak jelas.
 Sering timbul tinitus.
Pemeriksaan Fisik
 Tidak ada kelainan anatomis telinga luar sampai
gendang telinga.
 Pemeriksaan THT dilakukan seksama untuk
menyingkirkan DD infeksi telinga, trauma telinga, dan
gangguan telinga akibat toksik dan alergi.
Penatalaksanaan
 Memindahkan kerja dari tempat bising.
 Menggunakan alat pelindung telinga: ear plug, ear
muff, dan helmet.
 Pemasangan alat bantu dengar (jika tuli sudah
menyebabkan kesulitan komunikasi).
 Latihan pendengaran, lip reading, membaca gerak
anggota badan dan mimik.
Cont’d
 Rehabilitasi suara, agar dapat mengendalikan volume,
tinggi rendah, dan irama percakapan.
 Jika telah mengalami tuli total bilateral  dapat
dipasang implan koklea.
Prognosis
 T.A.B adalah tuli sensorineural menetap.
 Tidak dapat diobati dg obat atau pembedahan.
 Alat bantu dengar hanya sedikit manfaatnya bagi
pasien.
 Dianjurkan pemasangan implan koklea.
TERIMA KASIH

You might also like