Professional Documents
Culture Documents
“Current Recommendations On
Adult Rescucitation”
S Williams MBChB FRCA1 and R Bacon MBBS FRCA FFICM2,*
1Consultant in Anaesthesia, Royal Berkshire Hospital, London Road, Reading RG1 5AN, UK and 2Consultant in Anaesthesia,
Imperial College Healthcare NHS Trust, Hammersmith Hospital, Du Cane Road, London W12 0HS, UK
MUTIA ILYAS
C014172136
Residen Pembimbing : dr. Astuti Pratiwi
Supervisor Pembimbing : Dr.dr.Syafri K.Arif, Sp.An-KIC-KKV
2 BACKGROUND
▹ Orang awam dan anak-anak dianjurkan untuk mempelajari teknik RJP dan cara menggunakan AED
▹ Defibrilator harus disediakan dimana saja sebagai bentuk waspada ketika terjadi henti jantung atau ketika akses ke
layanan darurat mungkin tertunda
BASIC LIFE SUPPORT AND AED (AUTOMATED
4 EXTERNAL DEFIBRILATION)
▹ Penlong memulai RJP jika penderita tidak memberikan respon dan bernafas secara abnormal
▹ Kompresi dada dimulai di bagian tengah dada korban pada kedalaman 5-6 cm dengan
kecepatan 100-120x/menit disertai dengan pengembangan dada kembali (recoil)
▹ Dua kali napas bantu, dengan jarak 1 detik diantara ventilasi, harus diberikan setelah 30 kompresi
dan kemudian siklus diulang kembali
▹ Kompresi dada harus berkualitas tinggi dengan interupsi minimal. Jika perlu untuk melakukan
intervensi spesifik, interupsi harus berdurasi <5 detik.
▹ Guideline 2015 menunjukkan perubahan dalam Algoritma Bantuan Hidup Dasar/BHD (basic life
support/BLS) dengan dimasukkannya pemanfaatan AED segera setelah tersedia. Tanpa
mengganggu RJP, AED dihidupkan, pad dipasang, dan instruksi diikuti.
5
6
7 IRAMA SHOCKABLE
▹ 20% henti jantung di rumah sakit dan luar rumah sakit menunjukkan irama
VF atau pulseless ventricular tachycardia (pVT) sebagai irama pertama yang
terpantau
▹ Setelah shock ketiga, epinefrin 1mg dan amiodaron 300 mg iv harus
diberikan.
▹ Selanjutnya selama irama shockable berlanjut, epinefrin diberikan setiap 3-5
menit
▹ Dosis lanjutan amiodarone 150 mg iv dapat diberikan setelah lima kali upaya
defibrilasi
8 IRAMA NON-SHOCKABLE
Pentingnya monitoring untuk melakukan intervensi ditekankan dalam pedoman RC (UK) 2015. Selain
tanda-tanda klinis, metode berikut harus diterapkan selama RJP:
• End-tidal CO2 dan kapnografi bentuk gelombang (waveform capnography).
• Pengambilan sampel darah dan analisis untuk membantu mengidentifikasi penyebab yang
reversible
• Analisis darah vena sentral yang dapat memberikan analisis pH jaringan yang lebih baik daripada
nilai gas darah.
• Pemantauan kardiovaskular invasif dalam perawatan kritis.
• Ultrasonografi untuk mengidentifikasi dan menangani faktor penyebab yang mendasari/dapat
muncul kembali
12 FAKTOR PENYEBAB REVERSIBEL
▹ Hipoksia
▹ Hipovolemia biasanya karena perdarahan hebat.
▹ Hiperkalemia dan gangguan metabolisme yang mungkin dicurigai dari riwayat atau didiagnosis dengan gangguan
elektrolit
▹ Hipotermia dapat dicurigai berdasarkan riwayat penderita, misalnya, tenggelam.
▹ Tension pneumotoraks mungkin menjadi penyebab utama PEA dan membutuhkan dekompresi cepat.
▹ Tamponade (jantung) harus dicurigai setelah trauma penetrasi pada dada. Penggunaan USG membantu dalam
diagnosa klinis.
▹ Toxin atau konsumsi obat dapat diketahui dengan riwayat pengobatan atau gambaran klinis.
▹ Tromboemboli termasuk emboli paru (pulmonary embolus/PE) dan trombosis koroner.
13 AIRWAY MANAGEMENT
▹ Oxygenation
▹ Myocardial function optimization
▹ Therapeutic hypothermia
15 KESIMPULAN