You are on page 1of 45

Pestisida

Penggunaan pestisida kimia pertama kali


diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500
SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk
mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan
penggunaan bahan kimia beracun seperti
arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui
mulai digunakan untuk memberantas
serangga pada abad ke-15.
Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfate
yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan
sebagai insektisida. Pada abad ke-19
diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu,
pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum
dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba
Derris eliptica (Sastroutomo, 1992).
Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang
yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro
Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya
sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli
kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun
1939 yang dengan penemuannya ini dia
dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology
atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org).
Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi
pestisida sintetik dalam jumlah besar dan
diaplikasikan secara luas (Weir, 1998).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun
1940an dan 1950an sebagai aloera pestisida
(Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus
meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak
tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton
pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari
seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh
dunia saat ini, 75% digunakan di negara-
negara berkembang (Sudarmo, 1987).
Di Indonesia, pestisida yang paling banyak
digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir
tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan
hidrokarb seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin,
heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan
pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration,
OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu
dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini
sangat beracun (racun akut), akan tetapi
pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai
dan tidak mempunyai efek residu yang menahun.
Hal penting yang masih perlu diperhatikan
masa kini ialah dampak penggunaan
hidrokarbon berklor pada masa lampau
khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat
DDT, endrin dan dieldrin on berklor
Pengertian
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti
hama dan sida berasal dari kata caedo berarti
pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara
sederhana sebagai pembunuh hama.
Menurut Food Agriculture Organization (FAO)
1986 dan peraturan pemerintah RI No. 7
tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan
kimia yang digunakan untuk mencegah,
membasmi dan mengendalikan
hewan/tumbuhan penggangu seperti
binatang pengerat, termasuk serangga
penyebar penyakit, dengan tujuan
kesejahteraan manusia.
Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau
senyawa kimia, zat pengatur tubuh atau
perangsang tumbuh, bahan lain, serta
mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk
perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995).
USEPA menyatakan pestisida sebagai zat atau
campuran zat yang digunakan untuk mencegah,
memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama
dalam bentuk hewan, tanaman, dan
mikroorganisme penggangu (Soemirat, 2003).
Menurut Sudarmo (1991) pestisida dapat di
klasifikasikan kedalam beberapa golongan,dan
diantara beberapa pengklasifikasian tersebut
dirinci berdasarkan bentuk formulasinya, sifat
penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara
kerjanya.
1. Berdasarkan bentuk formulasi
a. Butiran (Granule=G)

Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung


disebarkan dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.
b. Tepung (Dust=D)

Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-


2% yang penggunaanya dengan alat penghembus (duster)
c. Bubuk yang dapat dilarutkan (wettable powder=WP)

Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang


penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk
merendam benih. Contoh Mipcin 50 WP
d. Cairan yang dapat dilarutkan
Berbentuk cairan yang bahan aktifnya
mengandung bahan pengemulsi yang dapat
digunakan setelah dilarutkan dalam air.
Larutannya berwarna putih susu tapi berwarna
coklat jernih yang cara penggunaanya
disemprotkan dengan alat penyemprot
e. Cairan yang dapat diemulsikan

Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya


mengandung bahan pengemulsi yang dapat
digunakan setelah dilarutkan dalam air.
Cara penggunaanya disemprotkan dengan alat
penyemprot atau di injeksikan pada bagian
tanaman atau tanah. Contoh : Sherpa 5 EC
f. Volume Ultra Rendah

Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung


disemprotkan tanpa dilarutkan lagi. Biasanya
disemprotkan dengan pesawat terbang dengan
penyemprot khusus yang disebut Micron Ultra
Sprayer. Contoh : Diazinon 90 ULV
Ditinjau dari sifat penetrasinya, pestisida dapat diklasifikasikan
kedalam :
a. Penetrasi pada permukaan
Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman
b. Penetrasi dalam

Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat


menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak
disemprotkan
c. Sistemik

Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian
lain dari tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi
bermacam-macam hama pengerek dan pengisap (Dperartemen
Pertanian, 1998)
Berdasarkan bahan aktifnya pestisida dapat
diklasifikasikan :
Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk
membuat pestisida, maka pestisida dapat
dibedakan ke dalam empat golongan yaitu :
a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang
diperoleh dari hasil sintesa kimia, contohnya
organoklorin, organofospat, dan karbamat.
b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, contohnya neem oil yang
berasal dari pohon mimba
c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal
dari jasad renik atau mikrobia yaitu jamur,
bakteri atau virus contohnya
d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal
dari bahan alami, contohnya bubur bordeaux
(Sitompul, 1987).
Pestisida berdasarkan cara kerjanya
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat
dibedakan kedalam beberapa golongan yaitu:
a. Pestisida Kontak
yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT
(organisme pengganggu tanaman) bila OPT
tersebut terkena pestisida secara kontak
langsung atau bersinggungan dengan residu
yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh
: Mipcin 50 WP
Pestisida Sisitemik
yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke
seluruh bagian tanaman. OPT akan mati
setelah menghisap/memakan tanaman, atau
dapat membunuh gulma sampai ke akarnya.
Pestisida Lambung
yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh
setelah jasad sasaran makanan pestisida.
Contoh : Diazinon 60 EC
Pestisida pernapasan
Dapat membunuh hama yang menghisap gas
yang berasal dari pestisida (Sudarmo, 1991).
Pestisida Berdasarkan Organisme Sasaran
Menurut Untung (1993), dari banyaknya jenis
jasad penggangu yang bisa mengakibatkan
fatalnya hasil petanian, pestisida dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam
sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan,
yaitu :
a. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun yang bisa mematikan
semua jenis serangga.
Fungisida
Fungisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun dan bisa digunakan
untuk memberantas dan mencengah
fungi/cendawan. Selain untuk mengendalikan
serangan cendawan di areal pertanaman,
fungisida juga banyak diterapkan pada buah
dan sayur pascapanen
c. Bakterisida
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung
bahan aktif beracun yang bisa membunuh
bakteri.

d. Nematisida
Nematisida adalah racun yang dapat
mengendalikan nematode
e. Akarisida
Akarisida atau sering juga disebut dengan
mitisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun yang digunakan untuk
membunuh tungau, caplak dan laba-laba.
f. Rodentisida.
Rodentisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun yang digunakan untuk
mematikan berbagai jenis binatang pengerat,
misalnya tikus.
g. Moluskida

Moluskida adalah pestisida untuk membunuh


moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah
telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang
banyak terdapat di tambak.
h. Herbisida
Herbisida adalah bahan senyawa beracun
yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh
tumbuhan penggangu yang disebut gulma.
i. Pestisida lain
Selain beberapa jenis pestisida di atas masih
banyak jenis pestisida lain. Namun karena
kegunaanya jarang maka produsen pestisida
belum banyak yang menjual, sehingga di
pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan.
Pestisida tersebut adalah sebagai berikut :
− Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun
untuk mengendalikan ikan mujair yang
menjadi hama di dalam tambak dan kolam.
− Algisida, merupakan pestisida pembunuh
ganggang,
− Avisida, pestisida pembunuh burung.
− Larvisida, pestisida pembunuh ulat.
Pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan
pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis
atau klinis, sebagai berikut:
1. Senyawa Organofospat

Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari


enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin
berakumulasi pada persimpangan-persimpangan
syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh
aktivitas cholinesterase dan menghalangi
penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan
otot-otot. Organofosfat disintesis pertama kali di
Jerman pada awal perang dunia ke-II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf
sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida.
Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa
tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion
dan schordan yang sangat efektif sebagai
insektisida tetapi juga toksik terhadap
mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan
ditemukan komponen yang paten terhadap
insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia
(misalnya : malathion).
Organofosfat adalah insektisida yang paling
toksik diantara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada orang.
Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja
dapat menyebabkan kematian, tetapi
diperlukan beberapa milligram untuk dapat
menyebabkan kematian pada orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah.
Organofosfat dapat terurai di lingkungan
dalam waktu ± 2 minggu
2. Senyawa Organoklorin
Dari golongan ini paling jelas pengaruh
fisiologisnya seperti yang ditunjukkan pada
susunan syaraf pusat, senyawa ini
berakumulasi pada jaringan lemak.
3. Senyawa Arsenat
Pada keadaan keracunan akut ini
menimbulkan gastroentritis dan diarhoe yang
menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum
menimbulkan kematian. Pada keadaan kronis
menyebabkan pendarahan pada ginjal dan
hati.
4. Senyawa Karbamat
Pengaruh fisiologis yang primer dari racun
golongan karbamat adalah menghambat
aktifitas enzym cholinesterase darah dengan
gejala-gejala seperti senyawa organofospat
5. Piretroid
Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru
struktur kimia (analog) dari piretrin. Piretrin
sendiri merupakan zat kimia yang bersifat
insektisida yang terdapat dalam piretrum,
kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga
semacam krisan piretroid memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan
takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya
luas, tidak persisiten, dan memiliki efek
melumpuhkan yang sangat baik. Sifatnya yang
kurang atau tidak selektif.
Teknik Aplikasi
Keberhasilan penggunaan pestisida sangat
ditentukan oleh aplikasi yang tepat, untuk
menjamin pestisida tersebut mencapai jasad
sasaran yang dimaksud, selain juga oleh faktor
jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat.
Dengan kata lain tidak ada pestisida yang
dapat berfungsi dengan baik kecuali bila
diaplikasikan dengan tepat.
Aplikasi pestisida yang tepat dapat
didefinisikan sebagai aplikasi pestisida yang
semaksimal mungkin terhadap sasaran yang
ditentukan pada saat yang tepat, dengan
liputan hasil semprotan yang merata dari
jumlah pestisida yang telah ditentukan sesuai
dengan anjuran dosis
Untuk setiap jumlah larutan pestisida yang
disemprotkan, jumlah droplet per satuan luas
akan berhubungan erat dengan ukuran
droplet tersebut. Semakin banyak jumlah
droplet per satuan luas, akan semakin kecil
ukuran droplet tersebut. Sebaliknya semakin
sedikit jumlah droplet per satuan luas, akan
semakin besar ukuran droplet tersebut
Cara Pemakaian
cara pemakaian pestisida yang sering
dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut :
1. Penyemprotan (Spraying) : merupakan
metode yang paling banyak digunakan.
Biasanya digunakan 100-200 liter eceran
insektisida per ha. Paling banyak adalah 1000
liter per ha sedangkan yang paling kecil 1 liter
per ha seperti dalam ULV.
2. Dusting : untuk hama rayap kayu kering
cryptothermes, dusting sangat efisien bila
dapat mencapai koloni karena racun dapat
menyebar sendiri melalui efek prilaku
trofalaksis.
3. Penuangan atau penyiraman (pour on) :
Misalnya untuk membunuh sarang semut,
rayap, dan serangga tanah di persemaian.
4. Injeksi batang : Dengan insektisida sisitemik
bagi hama batang, daun, dan penggerek.
5. Dipping : rendaman/pencelupan seperti
untuk biji/benih Kayu.
6. Fumigasi: penguapan, misalnya pada hama
gudang atau kayu.

You might also like